Anda di halaman 1dari 3

Tekan Kemiskinan, Kendalikan Tingkat Kelahiran

JAKARTA--MIOL: Upaya menekan jumlah warga yang hidup di


bawah garis kemiskinan, dan mencegah terjadinya kelaparan,
mustahil ditempuh tanpa mengendalikan secara ketat tingkat
kelahiran. Pengendalian tingkat kelahiran sulit dilakukan tanpa
upaya simultan antara pemberdayaan perempuan dan peningkatan
kesetaraan gender.
Demikian pernyataan Direktur Advokasi $ KIE Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sri Murtiningsih kepada
Media, di Jakarta, Rabu (21/12).
Mengutip Sekjen PBB Kofi Annan, Sri Murtiningsih menjelaskan,
upaya pengentasan kemiskinan, dan kelaparan itu harus ditempuh
dengan kerja keras untuk meningkatkan hak asasi perempuan,
investasi pendidikan dan keluarga berencana.
Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, jelas memiliki
implikasi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika tidak
didukung sumber daya manusia yang memadai.
Sebaliknya pembangunan kualitas sumber daya manusia juga tidak
akan tercapai tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi. Demikian
pula pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber
daya manusia sulit terlaksana jika jumlah penduduk tidak
terkendali.
Indonesia telah dapat menurunkan jumlah anak yang dilahirkan
seorang wanita selama masa suburnya (TFR), dari rata-rata 5,6
anak pada 1970, menjadi rata-rata 2,6 anak pada 2003. Ini
menyebabkan laju pertumbuhan penduduk turun dari 2,3 persen
per tahun menjadi 1,4 persen. Tetapi, karena jumlah penduduk
Indonesia yang besar (219 juta), penduduk Indonesia setiap tahun
akan bertambah sekitar 3 juta jiwa. Sehingga BAPPENAS
memproyeksikan pada 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah
273,6 juta jiwa.
Di atas 273 juta jiwa
Jika Program KB tidak ditangani lebih serius, jumlah penduduk
Indonesia akan jauh lebih besar dari 273 juta. Ini berarti beban
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota akan sangat berat

dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan,


perumahan, lapangan kerja dan lain-lain. Apalagi Indonesia masih
menghadapi persoalan serius dengan kemiskinan. Sebanyak 18,2
persen (38,4 juta) jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan dan
index mutu hidup manusia Indonesia masih pada peringkat 117
dari 175 negara (2005).
Sebagai negara yang terikat pada kesepakatan internasional
seperti MDGs dan International Conference on Population and
Development (ICPD), Indonesia berkewajiban mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB)
dengan serius.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memperingati Hari
Keluarga Nasional, 3 Juli 2005 menjelaskan, jika prosentase
pertumbuhan penduduk terus bertambah dengan laju tinggi,
sementara laju pertumbuhan ekonomi berjalan lamban, negara itu
semakin tahun akan bertambah miskin.
"Kita tidak ingin laju pertumbuhan ekonomi yang kini sedang giatgiatnya kita kejar akan menjadi sia-sia karena tidak diimbangi
dengan pengendalian pertambahan jumlah penduduk," kata
Presiden.
Presiden menggambarkan, jika pengendalian penduduk tidak
terjadi, kehidupan generasi mendatang akan lebih buruk
dibandingkan dengan keadaan sekarang dan kita semua generasi
saat ini akan merasa bersalah dan berdosa.
Oleh karena itulah, Presiden meminta jajaran BKKBN dan
pemerintah daerah terus menggiatkan Program KB sampai ke
desa-desa.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukkan tingkat kelahiran lebih banyak terjadi pada keluarga
miskin dan berpendidikan rendah. Oleh sebab itu, menurut Sri
Murtiningasih, BKKBN melakukan akselarasi pelayanan lebih
berorientasi pada keluarga kurang mampu, rentan, daerah miskin,
daerah sulit dijangkau dan daerah tertinggal,
Melihat strategisnya posisi Program KB dalam pembangunan mutu
sumber daya manusia dan ekonomi, sudah sepatutnya pemerintah
menempatkan Program KB sebagai prioritas dalam mewujudkan
Keluarga Berkualitas yang memiliki jumlah anak ideal, sehat,
berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak

reproduksinya.
Kajian Ascobat Gani
Bukti pentingnya program KB dalam pembangunan khususnya
tentang penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan, dapat
disimak dari hasil kajian ilmiah yang dilakukan Ascobat Gani,
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan kebijakan Kesehatan, FKM-UI,
2000. Kajian itu membuktikan jika pemerintah daerah
melaksanakan program KB akan banyak biaya yang bisa dihemat
dibandingkan tanpa melaksanakan program KB.
DKI Jakarta dijadikan contoh studi kasus. Diperoleh hasil, selama
1990-2000, terjadi pengurangan pertumbuhan penduduk sebanyak
1.818.270 jiwa. Ada dua jenis manfaat langsung yang dapat
diperoleh Pemerintah Daerah DKI dari pertumbuhan yang dapat
dicegah, yaitu penghematan biaya Rp2,59 triliun untuk biaya
pendidikan dasar dan Rp3,3 triliun untuk biaya kesehatan dasar.
Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan
fasilitas kesehatan dan pendidikan lanjutan? Berapa biaya yang
telah dihemat oleh Pemerintah Indonesia atas kelahiran tertunda
sebesar 30 juta penduduk seluruh Indonesia selama 30 tahun
terakhir, karena kita melaksanakan program KB?
Ini bukti nyata cost benefit ratio program penurunan jumlah
penduduk adalah tinggi, juga sebagai justifikasi bagi DPRD dan
pemerintah daerah untuk menempatkan program KB sebagai
program prioritas pembangunan di kabupaten/kota. (OL-02).

Anda mungkin juga menyukai