Disusun Oleh:
Dita Hanna Febriani
Lucia Dyah W
Eliyana Imayasari
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :
Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mn/1.73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi
GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang
ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati
refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering
terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal
System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi
Terlampirkan
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
6.
7.
8.
9.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
f.
g.
h.
i.
j.
fungsi ginjal
Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
diklasifikasikan dari ketidaknyamanan yang minimal di punggung sampai nyeri akut yang
hebat yang bersama dengan retensi urine.
Riwayat pasien dan penemuan dalam pemeriksaan klinis sering memberikan dokter
perbedaaan tingkatan dari obstruksi dan perlu untuk mempertimbangkan pemeriksaan lebih
lanjut. Seperti obstruksi di organ organ yang lain, adalah penting untuk mencari tahu
penyebabnya : ganas atau tidak, dan screening akan adanya metastase jika curiga ganas.
Diagnosa uremia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rutine. USG abdomen dan
pelvis dapat menunjukkan adanya hidronefrosis, dan tebalnya korteks renalis menunjukkan
indikasi dari kemampuannya. USG mungkin juga menunjukkan lokasi dari obstruksi tanpa
kemampuan investigasi yang invasif seperti retrograde pielografi. Kontras intravena harus
digunakan dangan hati hati pada permukaan ginjal yang rusak.
Tata laksana gagal ginjal karena obstruksi adalah bersifat jangka panjang. Apabila
pasien dihadapkan pada kondisi yang irreversible dan kondisi terminal, maka tidak baik
menunda melakukan usaha tata laksana obstruksi dan membiarkan pasien meninggal
dalam kegagalan pengaturan elektrolit. Twitching dapat dikontrol dengan pemberian
benzodiasepine, seperti clonazepam.
Pendekatan yang diambil harus didiskusikan dengan pasien dan keluarganya. Akan
tetapi pada obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal sekunder mungkin terjadi tiba tiba
yang disertai dengan gangguan metabolisme. Dialisis mungkin mutlak diperlukan pada
permulaannya., tetapi upaya medikamentosa dapat digunakan, termasuk insulin dan glukosa,
kalsium glukonat, atau resonium.
Pada beberapa pasien, tingkat obstruksi uretra dapat diperbaiki dengan kotikosteroid
dosis sedang. ( Contohnya adalah dexamethasone 8 mg perhari, i.v, subcutan, atau per oral ).
Keuntungan yang diperoleh biasanya bersifat sementara dan obat tersebut tidak untuk
pemakaian jangka panjang. Obstruksi ureter mungkin dapat diatasi dengan percutaneus
neprhostomy atau dengan prosedur stenting , akan tetapi perlu diingat bahwa fungsi ginjal
tidak selalu dapat kembali. Percutaneus nephrostomy pada umumnya dihubungkan dengan
kelemahan, infeksi, dan ketidaknyamanan setempat. Seperti alat yang cenderung lepas dapat
secara jelas meningkatkan kompleksitas perawatan pasien dan menurunkan kualitas hidup.
HEMODIALISA
A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain
melewati membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian
yang lain. Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul
air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan
negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
B. INDIKASI
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
C. PERALATAN
1.
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah
dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan
potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2.
3.
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu
alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin
dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4.
Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu
tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara,
dan kebocoran darah.
5.
Komponen manusia
6.
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah
yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum
arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur
untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus
darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin
dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan
wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk
dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet
di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan
kamulasi/fungsi
untuk
menghubungkan
sirkulasi,
biasanya
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISA
A. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian Pre HD
- Riwayat penyakit, tahap penyakit
- Usia
- Keseimbangan cairan, elektrolit
- Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
ROM berkurang
b. Sirkulasi
Palpitasi, angina, nyeri dada
Hipertensi, distensi vena jugularis
Disritmia
Pallor
Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
Edema periorbital-pretibial
Anemia
Hiperlipidemia
Hiperparatiroid
Trombositopeni
Pericarditis
Aterosklerosis
CHF
LVH
c. Eliminasi
Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
Disuri, kaji warna urin
Riwayat batu pada saluran kencing
Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
d. Nutrisi/cairan
Edema, peningkatan BB
Dehidrasi, penurunan BB
Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
Turgor kulit
Stomatitis, perdarahan gusi
Lemak subkutan menurun
Distensi abdomen
Rasa haus
Gastritis ulserasi
e. Neurosensor
Sakit kepala, penglihatan kabur
Letih, insomnia
Kram otot, kejang, pegal-pegal
Iritasi kulit
Kesemutan, baal-baal
f. Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala, pusing
Nyeri dada, nyeri punggung
Gatal, pruritus,
Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
g. Oksigenasi
Pernapasan kusmaul
Napas pendek-cepat
Ronchi
h. Keamanan
Reaksi transfuse
Demam (sepsis-dehidrasi)
Infeksi berulang
Penurunan daya tahan
Uremia
Asidosis metabolic
Kejang-kejang
Fraktur tulang
i. Seksual
Penurunan libido
Haid (-), amenore
Gangguan fungsi ereksi
Produksi testoteron dan sperma menurun
Infertile
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urine lengkap
Darah lengkap meliputi: Hb, Hct, leukosit, trombosit, LED, ureum pre dan
post, kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida,
gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol
total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP,
astrup: pH/P02/pC02/HCO3
Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
NOC
Keseimbangan cairan
Setelah dilakukan perawatan
selama....pasien dapat menunjukkan
Definisi:
Peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik:
Gangguan elektrolit
Anasarka
Azotemia
Perubahan tekanan darah
Perubahan pola pernapasan
Penurunan hematokrit
Penurunan hemoglobin
Edema
Asupan melebihi haluaran
Distensi vena jugularis
Penambahan BB dalam waktu
singkat
waktu 24 jam
BB stabil
Turgor kulit baik
Membran mukosa lembab
Serum elektrolit dalam batas normal
Nilai hematokrit dalam batas normal
Tidak ada asites
Tidak distensi JVP
Tidak ada edema perifer
Tidak ada konfusi dan rasa haus
Tidak ada kram otot
Tidak ada sakit kepala
NIC
Manajemen hipervolemia
Monitor BB
Monitor status hemodinamik
Monitor serum albumin dan total
protein
Monitor pola pernapasan (dispnea,
takipnea)
Monitor fungsi ginjal (nilai BUN dan
kreatinin)
Monitor perubahan pada edema perifer
Monitor intake dan output, TTV
Monitor hasil lab terkait retensi cairan
Kolaborasi dengan dokter pemberian
diuretik
Monitor efek terapeutik diuretik
Membantu persiapan pasien untuk
dialisis
Monitor BB sebelum dan setelah
dialisis
Monitor respon hemodinamik pasien
saat dialisis
Observasi indikasi dehidrasi
Terapi Hemodialisa
Monitor hasil lab kimia darah (BUN,
kreatinin, serum Na. K)
Mengukur TTV dan BB pasien
Menjelaskan prosedur dan tujuan HD
Memeriksa peralatan dan mesin sesuai
SOP
Menggunakan teknik steril untuk
inisiasi HD, insersi jarum dan koneksi
kateter
Menggunakan sarung tangan dan
pakaian khusus untuk mencegah
kontak langsung dengan darah
Memulai HD sesuai SOP
Menghubungkan koneksi dan selang
Mengecek monitor (flow rate,
pressure, temperature, ph level,
coductivity, clots, air detector)
Monitor TTV selama proses dialisa
Memberikan heparin sesuai protokol
Monitor clotting times dan disesuaikan
dengan pemberian heparin
Menyesuaikan tekanan filtrasi untuk
mengeluarkan cairan
sesuai SOP
Melakukan kolaborasi dengan pasien
untuk menyesuaikan pengaturan diet,
pembatasan cairan, dan pengobatan
untuk regulasi cairan
Melakukan kolaborasi dengan pasien
untuk meringankan perasaan tidak
nyaman sebagai efek samping dialisa
(demam, kram, letih, sakit kepa;a,
gatal gatal, anemia, perubahan body
Risiko ketidakseimbangan elektrolit b/d
disfungsi ginjal, kelebihan volume
cairan
Definisi:
Berisiko mengalami peubahan kadar
elektrolit serum yang dapat mengganggu
kesehatan.
normal
Irama dan pola pernapasan dalam
image)
Manajemen cairan dan elektrolit
Monitor nilai serum elektrolit yang
abnormal
Timbang dan monitor BB secara
reguler
Monitor hasil lab yang relevan dengan
keseimbangan cairan (hematokrit,
BUN, albumin, total protein, serum
batas normal
Serum sodium, potassium, chloride,
kalsium, magnesium, ph, albumin,
kreatinin, bikarbonat, karbondioksida
neuromuskular
Tidak ada kesemutan
Tidak ada gangguan kognitif
Tidak ada kelelahan, kelemahan otot,
osmolalitas)
Monitor status hemodinamik
Monitor intake dan output cairan
Monitor tanda dan gejala retensi cairan
Melakukan pembatasan cairan
Monitor TTV
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
diet yang sesuai untuk menjaga
Status nutrisi
Setelah dilakukan perawatan
selama....pasien dapat menunjukkan status
nutrisi dengan kriteria hasil:
Intake nutrien sesuai kebutuhan tubuh
Manajemen nutrisi
kaji alergi pasien
kaji makanan kesukaan pasien
kolaborasi dengan ahli gizi jumlah
kalori dan nutrient untuk memenuhi
kebutuhan tubuh
Menghasilkan energi
BB dan TB sesuai
Hematokrit dalam batas normal
Hidrasi baik
kebutuhan nutrisi
menganjurkan pasien meningkatkan
intake kalori, zat besi, protein dan
vitamin C
monitor intake nutrisi dan kalori
pasien
menimbang BB secara teratur
Monitor nutrisi
dan hematokrit
monitor makanan kesukaan dan
mekanik
mukosa
Setelah dilakukan perawatan
pilihan pasien
monitor level energi pasien
Skin surveilance :
inspeksi kulit dan membrane mukosa
seperti kemerahan, panas/hangat yang
normal
hidrasi baik
tekstur dan ketebalan kulit baik
perfusi jaringan baik
integritas kulit baik
pigmentasi abnormal tidak ada
lesi pada kulit dan membran mukosa
ekstremitas
memonitor warna dan temperature
kulit
instruksikan
kepada
keluarga/caregiver
tidak ada
tidak eritema
anggota
mengenai
tanda
membrane
kerusakan
memonitor
sumber
tekanan
dan
gesekan
Administrasi medikasi: kulit
menanyakan riwayat pengobatan dan
alergi pasien
memeriksa kondisi kulit pasien
sebelum penusukan/pengobatan
menjaga kondisi aseptic
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku
Kedokteran EGC.
Hall, J.E & Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. alih bahasa
Irawati. EGC: Jakarta
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification
Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri.
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. EGC: Jakarta.
Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan (terjemahan, edisi 4, vol 1-2
Price & Wilson.(2005).Patofisiology (Edisi 6, Vol 2). Jakarta: EGC