Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merr) adalah satu jenis palawija yang mendapat prioritas

untuk dikembangkan di Indonesia. Mulai dari pelita III sampai sekarang perhatian
pemerintah untuk pengembangan kedelai semakin meningkat, baik di areal lama maupun
di areal baru (sihombing, 1985).
Kebutuhan nasional akan kedelai meningkat setiap tahun. Peningkatan kebutuhan
tersebut tidak seimbang dengan peningkatan produksi, sehingga setiap tahun terjadi
peningkatan jumlah impor kedelai. Salah satu penyebab rendahnya produksi kedelai
nasional adalah karena rendahnya produktivitas disebabkan rata-rata produksi nasional
yang rendah yaitu hanya 1, 1 ton per hektar masih di bawah potensi hasil variestas unggul
yaitu 1, 6 sampai 2, 0 ton per hektar (Bastari, 1991).
Rendahnya produksi kedelai disebabkan oleh berbagai faktor antara lain iklim, tanah,
hama, penyakit, dan varietas yang digunakan. Upaya yang biasa dilakukan untuk
meningkatkan produksi kedelai adalah melalui pemupukan dengan pupuk anorganik dan
pemberantasan hama dan penyakit melalui penggunaan pestisida. Namun penggunaan
pupuk anorganik yang tidak berimbang dan tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya
akumulasi pupuk anorganik yang dapat mencemari perairan di sekitar dan menimbulkan
masalah lingkungan yang luas. Pemberian pestidasi juga mempunyai banyak akibat
sampingan yang merugikan dalam jangka panjang, antara lain dapat meracuni lingkungan
tanah dan perairan serta terjadinnya peristensi yang dapat menimbulkan ledakan hama dan
penyakit yang mengganggu tanaman (Untung 1990).
Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang, kompos atau sisa tanaman yang
cukup merupakan cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penggunaan pupuk
anorganik sambil mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Bahan organic yang
cukup dapat meningkatkan efektivitas pupuk anorganik yang diberikan di samping dapat
memperbaiki sifat fisik tanah.

Bahan organic misalnya jerami, sekam, sisa-sisa tanaman atau kotoran hewan pada
pertanian di Negara berkembang,berlimpah dan mudah didapat. Akan tetapi, dalam
kenyataannya bahan organik tersebut umumnya dibuang atau dibakar.
Pemanfaatan kotoran ternak bagi produksi pertanian pada umumnya dalam bentuk
pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang dimaksudkan untuk meningkatkan kesuburan
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang memperbaiki porositas tanah, serta sebagai
sumber harta (setyamidjaya. 1986). Di samping N, P dan K, pupuk kandang juga
mengandung Ca, Mg, S dan unsure-unsur mikro yang sangat penting dalam
memperhatikan keseimbangan hara dalam tanah (soepardi, 1974).
Ketersediaan unsur hara dari pupuk kandang ditentukan oleh kecepatan penguraian
oleh mikroorganisme. Makin cepat penguraian makin cepat unsur hara tersedia bagi
tanaman. Salah satu cara untuk mempercepat penguraian tersebut adalah dengan
memberikan Effective Microorganisme 4 (EM 4). (Higa dan wididana, 1993 b). Dengan
pemberian EM 4 proses fermentasi hanya memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu
sedangkan pembusukan bahan organic memerlukan waktu 2 sampai 3 bulan.
EM 4 merupakan kultur campuran dari lima jenis mikroorganisme utama yang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM 4 terutama mengandung bakteri asam
laktat (lactobacillus) dan dalam jumlam sedikit bakteri fotosintetik, actinomycetes, jamur
fermentasi, streptomyces sp, dan ragi. EM 4 dapat menfermentasi bahan organic dengan
melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alcohol, vitamin, asam laktat,asam amino dan
senyawa organic lainnya (Higa dan Wididana, 1996) penggunaan EM 4 dengan bahan
organik dapat menyehatkan dan menyuburkan tanh secara biologi. Selain itu EM 4 dapat
meningkatkan ketersediaan zat makanan untuk tanaman serta menekan aktivitas serangan
hama dan penyakit (Higa dan Wididana,1993 b).

B.

Permasalahan
Kendala dalam penggunaan bahan organic khususnya pupuk kandang adalah proses

dekomposisinya yang memerlukan waktu cukup lama yaitu 2 sampai 3 bulan. Selain itu,
proses dekomposisi pupuk kandang menghasilkan panas dan gas beracun dan tidak
tersedianya nitrogen sehingga dapat mengganggu tanaman.

Penggunaan EM 4 dalam proses dekomposisi pupuk kandang melalui proses


fermentasi memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu 2 sampai 4 minggu. Dengan tidak
meniggalkan efek residu yang negative atau hasil sampingan berupa gas beracun dan
panas.

C.

Hipotesis
1.

Pupuk kandang yang diberikan bersama-sama dengan EM 4 pada takaran tertentu


akan memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman kedelai.

2.

Ada interaksi antara takaran EM 4 dengan jenis pupuk kandang yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.

D.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :


1.

Takaran EM 4 yang tepat untuk diberikan bersama-sama dendan pupuk kandang


sapi, pupuk kandang ayam, dan pupuk kandang kambing guna menigkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai.

2.

Interaksi konsentrasi EM 4 dengan jenis pupuk kandang dalam memberikan


pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai yang terbaik.

E.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan

penggunaan EM 4 bagi peningkatan produksi kedelai di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Baharsjah, J. S. , D. Suardi dan I. Las. 1985. Hubungan iklim dengan pertumbuhan
kedelai, dalam samaatmadja, 1985. Kedelai. Badan penelitian dan perkembangan tanaman
pangan. Bogor.
Bastari. T. 1991. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan produksi menuju
swasembada kedelai. Makalah dalam rangka seminar dan worshop penelitian serta usaha
pengembangan kedelai. Bogor 22 sampai 23 januari.
Fagi. A.M. dan F. Tangkunan. 1985. Pengelolaan air untuk pertanaman kedelai dalam
somaatmadja,1985. Kedelai badan penelitian dan pengembangan pertanian. Pusat
penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Bogor.
Ismasil, I.G. dan S. Efendi.1985. pertanaman kedelai pada lahan kering. Dalam
somaatmadja, 1985 kedelai badan penelitian dan pengembangan pertanian. Pusat penelitian
dan pengembangan tanaman pangan. Bogor.
Pasaribu. D. dan suprapto. S. 1985. Kedelai. Badan penelitian dan pengembangan
pertanian. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai