Anda di halaman 1dari 10

TUBERCULOSIS (TB) ANAK

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi dan hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Biasanya
menyerang paru-paru walaupun sepertiga kasus menyangkut organ lain. Dengan tidak adanya
pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasanya terjadi perjalanan penyakit yang
kronik, dan berakhir dengan kematian. Tuberkulosis (TB) anak adalah penyakit infeksi yang
disebabkan M. tuberculosis pada anak berusia <15 tahun.
Penularan
Tuberculosis merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne), 95% penularan
melalui inhalasi droplet nuclei penderita TB paru atau TB laring saat batuk, bersin, berbicara,
maupun menyanyi. Oleh karenanya bila seorang anak didiagnosis menderita TB, maka harus
dicari penderita TB dewasa yang menjadi sumber penularan pada anak tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Klasifikasi
Terpapar
Individu yang terpapar dengan penderita TB, asimptomatik, pemeriksaan fisis dan radiologis
normal, serta tes kulit tuberculin (-)
Latent Tuberculosis Infection (LTBI)
Individu yang terpapar denganpenderita TB, dengan hasil tes kulit tuberculin (+), tetapi gejala,
pemeriksaan fisis dan radiologis dalam batas normal.
Penyakit TB
Individu yang mempunyai gejala dan radiologi menunjukkan adanya TB.

TB intraparu:
o TB paru (pada anak: TB paru primer)
o Kronik TB paru/adult type TB/TB reaktivasi
o Endobronkial TB
TB ekstraparu:
o TB kelenjar
o TB saluran napas atas dan telinga
o TB mata
o TB pleura

o TB jantung
o TB abdomen
o TB retikuloendotelial
o TB genitourinaria
o TB susunan saraf pusat
o TB tulang dan sendi
TB diseminata/milier

ETIOLOGI
Mikobakterium termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan orde Actinomycetales.
Penyebab tersering adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Mikobakterium kompleks terdiri
dari Mycobacterium bovis (Basilus Tuberkel Bovine, yang menjadi penyebab tuberkulosis
dengan penyebaran melalui susu yang tidak dipasteurisasi), Mycobacterium leprae (penyebab
penyakit Lepra), Mycobacterium africanum (terdapat di Afrika Tengah dan Afrika Barat), dan
Mycobacterium microti (Basilus vole yang jarang menyerang manusia).
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri aerob kecil berbentuk batang dan tidak
berspora dengan ukuran sekitar 0.5 -3 m. Mycobacteria, termasuk Mycobacterium tuberculosis,
tidak dapat diwarnai biasa dan tidak terlihat dalam pewarnaan gram. Tetapi sekali terwarnai,
basilus ini tidak dapat dihilangkan warnanya melalui asam alkohol, maka disebut Basil Tahan
Asam (BTA). Tahan asam disebabkan organisme ini mengandung tinggi asam mikolik, asam
lemak rantai panjang, dan dinding sel lemak lainnya.
Pada dinding sel Mikobakterium, lemak (asam mikolik) terdiri dari arabinogalaktan dan
peptidoglikan. Struktur ini membuat dinding sel memiliki permeabilitas yang rendah dan tidak
efektif dalam penggunaan antibiotik untuk membunuh organisme ini. Molekul dinding sel yang
lain adalah lipoarabinomannan yang terlibat dalam interaksi patogen dengan tuan rumah dan
dapat mempertahankan hidup Mycobacterium tuberculosis dalam makrofag.
Mekanisme Penularan
a. Melalui batuk atau percikan dahak penderita TB dewasa.
Penderita TB dewasa batuk mengeluarkan percikan dahak (percikan dahak yang berukuran
besar jatuh ke lantai atau ke bawah, sedangkan percikan berukuran kecil akan tetap melayanglayang di udara sekitarnya dan mampu mengikuti gerakan udara). Pada ruangan yang
berventilasi baik, percikan ini akan berpindah sesuai dengan pergerakan udara, tetapi bila berada

di ruangan kecil dan tertutup maka percikan kecil (droplet) ini akan tetap berada di
udara/sirkulasi dan akan terus bertambah jumlahnya bila penderita dewasa batuk terus menerus.
Oleh karena itu, anak maupun orang dewasa yang menghrup udara dalam ruangan yang sama
akan berisiko menghisap droplet yang berisi tuberkel basil tersebut yang mana akan mampu
mencapai alveolus karena ukurannya <5 m.
b. Melalui produk susu.
Penularan melalui produk susu maupun makanan akan menimbulkan infeksi di mulut atau
tonsil dan saluran cerna terjadi melalui sapi yang terinfeksi oleh MTB dan produk susunya tidak
dimasak pada suhu tertentu (pasteurisasi).
c. Melalui kontak kulit.
Kuman MTB dapat mencapai kulit baik sebagai infeksi primer maupun infeksi sekunder
akibat penyebaran hematogen dan lesi di kulit ini sering tidak terpikirkan bahwa ini suatu infeksi
TB meskipun kelenjar getah bening di daerah tersebut membesar.
PATOGENESIS
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya sangat
kecil (<5 mikrometer), kuman TB dalam percik renik (droplet renic) yang terhirup dapat
mencapai alveolus. Jadi transmisi M.tuberculosis dari orang ke orang terjadi secara airborne
melalui droplet nuklei mukus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan oleh
mekanisme imunologis non-spesifik, tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak dapat dihancurkan
seluruhnya namun sebagian kecil kuman TB akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. Kuman TB dapat menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, menyebabkan inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis). Gabungan antara fokus primer, limfangitis dan limfadenitis disebut
kompleks primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman sampai terbentuk kompleks
primer disebut sebagai masa inkubasi, yang berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya 4-8
minggu. Saat terbentuk infeksi primer, dikatakan infeksi TB primer telah terjadi dan imunitas
selular terhadap TB terbentuk, yang ditandai dengan uji tuberkulin positif. Komplikasi fokus

primer dapat terjadi jika fokus pecah kemudian kuman dan masa radang masuk ke rongga pleura
sehingga timbul efusi pleura serosa atau purulen. Dari fokus yang pecah, penyebaran juga dapat
terjadi di bronkus dan membentuk kavitas. Dapat juga fokus menjadi besar dan berlapis serta
membentuk bayangan bundar atau koin. Sedangkan komplikasi kelenjar limfe regional dapat
berupa obstruksi bronkus inkomplit (mekanisme ventil) sehingga terjadi hiperinflasi lobus
medius dan bawah, obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis kelenjar yang inflamasi dan
mengalami nekrosis perkijuan dapat merusak dan mengerosi dinding bronkus sehingga terjadi
TB endobronkial atau membentuk fistula.
Setelah masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut secara limfohematogen yang nantinya
menjadi penyebaran hematogen. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah
penyebaran hematogenik tersamar (occukt hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian mencapai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, yaiut di apeks paru, limpa, kelenjar limfe superfisialis, otak, hati, tulang, dan
ginjal. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula proses patologiknya. Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebaran
generalisata akut (acute generalized hematogenic). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman
TBmasuk dan beredar di dalam darah, menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB. Bentuk penyebaran hematogen yang terjadi adalah
protacted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di
dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan
dengan penyebaran generalisata akut.
Pada anak, lima tahun pertama setelah infeksi (terutama satu tahun pertama) biasanya
sering timbul komplikasi TB. Menurut Wallgren ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. TB ekstrapulmonal dapat
terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB skeletal terjadi pada 5-10% anak yang
terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer.
TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

Inhalasi Mycobacterium tuberculosis


Fagositosis oleh
makrofag alveolus
paru

Kuman mati

Kuman
hidup
Berkembang
biak
Berkembang
Biak fokus
Pembentukan
primer penyebaran
limfogen penyebaran
hematogen *1)

Masa inkubasi
2-12 minggu

P
R
I
M
E
R

Uji Tuberkulin (+)


Kompleks primer *2)
Terbentuk imunitas seluler
spesifik
SAKIT TB

INFEKSI TB

Komplikasi kompleks
primer
Komplikasi penyebaran
hematogen, limfogen

T
B

Imunitas optimal

*
3
)

Meninggal
Imunitas menurun
Reaktivasi/reinfeksi
Sembuh

Sakit TB
*4)

Bagan 1. Patogenesis Mycobacterium Tuberculosis


1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional
(3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB).

DIAGNOSIS
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu
dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil
pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan
kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada
anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena
adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ
terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau
tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik. Penting untuk
melihat data kurva pertumbuhan, kecurigaan terhadap TB bila didapatkan kurva BB tetap/
turun melewatigaris persentil selama 3-6 bulan ke belakang.
2. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid,
infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain) >38oC. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda/sembuh dengan
pengobatan lini pertama atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

Penegakkan Diagnosis
a. Alur deteksi dini dan rujukan TB anak
Hal-hal yang mencurigakan
1.Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB yang BTA (+)
2.Tes Tuberkulin yang positif (>10 mm)
3.Gambaran foto rontgen sugesif TB
4.Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3 7 hari) setelah
imunisasi dengan BCG
5.Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6.Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas
7.Berat badan turun tanpa sebab jelas atau berat badan kurang yang tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
penanganan gizi (failure to Bila
thrive)
> 3 positif
8.Gejala-gejala spesifik (pada kelenjar limpe, otak, tulang dll)
Dianggap TB

Memburuk / Tetap

Membaik

TB kebal obat (MDR)

Bukan TB

TB

Rujuk ke RS
OAT diteruskan
Pemeriksaan lanjutan di RS :
Ulang periksa gejala klinis
Tes tuberculin
Foto rontgen paru
Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan patalogi anatomi
Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai
dengan
prosedur di RS yang bersangkutan

Bagan 2. Alur deteksi dini dan rujukan TB anak


b. Sistem skoring untuk diagnosis TB anak.
Parameter
Kontak TB
Uji tuberkulin

Berat
badan/keadaan gizi

Tidak jelas

BTA +

Negatif

Laporan keluarga
(BTA negatif atau
tidak jelas)
-

BB/TB<90%
Atau

Klinis gizi buruk


atau BB/TB<70%

Positif (10mm atau


25mm pada
keadaan
imunokompromise
-

Demam yang tidak


diketahui
penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran limfe
(kolli, aksila,
inguinal)
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks

Normal/kelain
an tidak jelas

BB/U<80%
2 minggu

atau BB/U<60%
-

3 minggu
1 cm,
jumlah >1,
tidak nyeri
Ada
pembengkak
an

Gambaran
sugestif TB

Catatan:
- Diagnosis Dengan Sistem Skoring Ditegakkan Oleh Dokter
- Jika Dijumpai Gambaran Milier Atau Skrofuloderma, Langsung Didiagnosis Tb
- Berat Badan Dinilai Pada Saat Datang (Moment Opname)
- Demam Dan Batuk Tidak Ada Respon Terhadap Terapi Sesuai Baku
- Foto Rontgen Toraks Bukan Alat Diagnostik Utama Pada Tb Anak
- *Gambaran Sugestif Tb Berupa: Pembesaran Kelejar Hilus Atau Paratracheal Dengan / Tanpa Infiltrat ;
Konsolidasi Segmental / Lobar ; Kalsifikasi Dengan Infiltrat ; Atelektasis ; Tuberkuloma. Gambaran Milier Tidak
Dihitung Dalam Skor Karena Diperlakukan Secara Khusus.
- Mengingat Pentingnya Peran Uji Tuberkulin Dalam Mendiagnosis Tb Anak, Maka Sebaiknya Disediakan
Tuberkulin Di Tempat Pelayanan Kesehatan
- Semua Anak Dengan Reaksi Cepat Bcg ( 7 Hari ) Harus Dievaluasi Dengan Sistem Skoring Tb Anak, Bcg
Bukan Merupakan Alat Diagnostik
- Didiagnosis Tb Jika Jumlah Skor 6 (Skor Maksimal 13) Cut Off Point Ini Masih Bersifat Tentatif/Sementara,
Nilai Definitif Menunggu Hasil Penelitian Yang Sedang Dilaksanakan.

Pemeriksaan Penunjang

Tes Kulit Tuberkulin


Dengan penyuntikan Purified Protein Derivative (PPD) RT23 2TU kekuatannya setara
dengan PPDS 5TU, intradermal 0.1 mL pada permukaan volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam sesudah injeksi. Pada anak imunokompeten, tanpa melihat status
imunisasi BCG maka cut ofpoint diameter transversal indurasi 10 mm dikatakan (+),
sedangkan pada anak imunodefisiensi 5 mm.
Konfirmasi Bakteriologi
Pemeriksaan BTA dan kultur dari sediaan sputum, aspirat cairan lambung, cairan tubuh
lain (pleura, perikardial, dll), biopsi kelenjar limfe ataupun organ lain.
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis yang sering ditemukan adalah pembesaran kelenjar limfe hilus.
Pada adult type TB terdapat gambarn infiltrat yang luas dengan kavitas.
Pemeriksaan Lain
Serologis PCR tidak direkomendasikan dilakukan secara rutin untuk diagnosis TB.
IGRAs digunakan untuk diagnosis infeksi laten TB dan hasil pemeriksaan ini tidak
dipengaruhi oleh imunisasi BCG.

Obat Anti Tuberkulosis yang Digunakan


Obat utama TB (first line) saati ini adalah : rifampisin (R), isoniazide (H), pirazinamid
(Z), etambutol (E) dan streptomisin (S). Obat lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid
(PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, levofloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, yang
digunakan jika terjadi MDR (multiple drugs resistent).
Tabel 1. Obat antituberkulosis (OAT) dan dosisnya.
Nama Obat

Sediaan

Dosis harian
(mg/kgBB/har
i)
5-15
kalau dengan
Rifampisin
tidak boleh
>10
10-20
Kalau dengan
INH dosisnya
tidak boleh
>15

Dosis
maximal
(mg/hari)
300

Isoniazid

Tab 100mg,
300mg

Rifampisin

Cap 150mg,
300mg,
450mg

Pirazinamid

Tab 500mg

15-30

2000

Etambutol

Tab 250mg,
500mg

15-20

1250

15-40

1000

Streptomisin

600

Efek samping
Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
merah oranye
Artralgia, toksisitas hati
dan gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta
warna (merah-hijau),
penyempitan lapang
Ototoksik, nefrotoksik

Pengobatan TB terbagi dua, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan fase lanjutan.
Minimal tiga macam obat pada fase intensif dan dua macam obat pada fase lanjutan.
OAT pada anak diberikan setiap hari (berbeda dengan orang dewasa).
Paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB anak yaitu rifampin, isoniazid dan

pirazinamid pada fase intensif, rifampin dan isoniazid pada fase lanjutan.
Untuk TB ekstrapulmonal (TB milier, meningitis TB, TB skeletal, dan lain-lain)
diberikan minimal empat macam obat pada fase intensif yaitu rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin. Untuk fase lanjutan selama 10 bulan hanya
diberikan rifampisin dan isoniazid. Selain itu, diberikan juga kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1-2mg/kgBB/hari, dibagi dalam tiga dosis, maksimal 60mg/hari selama 2-4
minggu.

Fixed Dose Combination (FDC)


Masalah dalam terapi TB adalah kepatuhan pasien menjalani pengobatan relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak.
Keuntungan pengunaan FDC dalam pengobatan TB

Menyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep


Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien
Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan tepat.
Mempermudah pengelolaan obat (mempermudah proses pengadaan penyimpanan, dan

distribusi obat pada setiap tingkat pengelola program pemberantasan TB)


Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB (monoterapi) sehingga mengurangi

resistensi terhadap obat TB


Panduan FDC mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya

kekambuhan
Pengawasan minum obat menjadi lebih cepat dan mudah, sehingga dapat mengurangi

beban kerja
Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan

Tabel 2. Dosis kombinasi pada TB anak.


Berat badan (kg)
5-9
10-14
15-19
20-32

2 bulan
RHZ (75/50/150mg)
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet

4 bulan
RH (75/50mg)
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet

Catatan:
- bila BB 33 kg dosis disesuaikan dengan dosis OAT biasa
- bila BB < 5 kg sebaiknya dirujuk ke RS
- obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah)

DAFTAR PUSTAKA
1.

Garna, H., Denata, P. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu


Kesahatan Anak ed.4. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP.

2.

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

Anda mungkin juga menyukai