Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi Hipertensi (JNC 7)

Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu
standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang
digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7
(JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut Chinese Hypertension
Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
yang digunakan negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on
Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang
tinggal di Amerika. Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat klasifikasi hipertensi.
Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat
membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian
hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.
Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan
JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub grup : perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
180
110
Hipertensi sistol terisolasi
140
< 90
Sub grup : perbatasan
140-149
< 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160
Atau
100
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160
Atau
100
Hipertensi sistol
140
Dan
< 90
terisolasi
Mengingat pengukuran tekanan darah mudah dilakukan dan karakteristik penduduk Indonesia
berbeda dengan penduduk lainnya maka sudah seharusnya Indonesia memiliki klasifikasi
hipertensi sendiri.

Faktor Pemicu Terjadinya Hipertensi


1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf ( berhubungan dengan meningkatnya respon terhadap
stress psikososial.
2. Produk yang berlebihan pada hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor.
3. Asupan natrium (garam) berlebihan.
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium.
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produk angiotensin
II dan aldosteron.
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO) dan peptide natriuretik.
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kliren yang mempengaruhi tonus vaskular dan
penanganan garam oleh ginjal.
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di
ginjal.
9. Diabetes mellitus.
10. Resistensi insulin
11. Obesitas
12. Meningkatnya aktifitas vaskular growth faktor.
13. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung.
14. Berubahnya transpor ion dalam sel

Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dalam jangka waktu lama menyebabkan :
1. Rusaknya endotel artheri dan mempercepat artherosklerosis.
2. Rusaknya organ tubuh spt jantung, mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar.
3. Merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke ).
4. Mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, arteri
perifer dan gagal jantung.

RISKESDAS 2013
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun
sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang
didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum
obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat
hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8%
+ 0,7 %).
Tabel 3.5.3 Prevalensi diabetes, hipertiroid pada umur 15 tahun dan hipertensi pada umur 18
tahun menurut provinsi, Indonesia 2013
Provinsi

Aceh
Sumatera
Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka
Belitung
Kepulauan
Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah

Diabetes

Hipertiroid

D
1,8
1,8

D/G
2,6
2,3

D
0,3
0,3

Hipertensi
Wawancara
Pengukuran
D
D/O
U
9,7
9,8
21,5
6,6
6,7
24,7

1,3
1,0
1,1
0,9

1,8
1,2
1,2
1,3

0,3
0,1
0,2
0,1

7,8
6,0
7,4
7,0

7,9
6,1
7,4
7,0

22,6
20,9
24,6
26,1

0,9
0,7
2,1

1,0
0,8
2,5

0,2
0,2
0,4

7,8
7,4
9,9

7,9
7,4
10,0

21,6
24,7
30,9

1,3

1,5

0,2

8,8

8,8

22,4

2,5
1,3
1,6
2,6
2,1
1,3
1,3
0,9

3,0
2,0
1,9
3,0
2,5
1,6
1,5
1,3

0,7
0,5
0,5
0,7
0,6
0,4
0,4
0,2

10,0
10,5
9,5
12,8
10,7
8,6
8,7
6,7

10,1
10,6
9,5
12,9
10,8
8,6
8,8
6,8

20,0
29,4
26,4
25,7
26,2
23,0
19,9
24,3

1,2

3,3

0,4

7,2

7,4

23,3

0,8

1,0

0,1

8,0

8,1

28,3

1,2

1,6

0,2

10,6

10,7

26,7

Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

1,4

2,0

0,2

13,1

13,3

30,8

2,3

2,7

0,3

10,3

10,4

29,6

2,4
1,6

3,6
3,7

0,5
0,4

15,0
11,6

15,2
11,9

27,1
28,7

1,6

3,4

0,5

10,3

10,5

28,1

1,1

1,9

0,3

7,6

7,8

22,5

1,5
0,8
1,0
1,2
1,0
0,8
1,5

2,8
2,2
2,1
2,2
1,2
2,3
2,1

0,3
0,3
0,2
0,2
0,2
0,2
0,4

11,1
9,5
6,6
6,9
5,0
3,2
9,4

11,3
9,6
6,8
7,0
5,2
3,3
9,5

29,0
22,5
24,1
21,2
20,5
16,8
25,8

Dari tabel 3.5.4 terlihat prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung
menurun. Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap
mulai umur 45 tahun. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan
pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM, hipertiroid, dan
hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM,
hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan.

Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat
ketidaktahuan tentang pola makan yang baik.
Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan
prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%)
lebih tinggi dari perkotaan (5,1%).
Tabel 3.5.4
Prevalensi diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik, Indonesia 2013
Karakteristik
Diabetes * Hipertiroid*
Hipertensi**
Wawancara
Pengukuran
D
D/G
D
D
D/O
U
Kelompok umur (tahun)
15-24
0,1
0,6
0,4
1,2
1,2
8,7
25-34
0,3
0,8
0,3
3,4
3,4
14,7
35-44
1,1
1,7
0,4
8,1
8,2
24,8
45-54
3,3
3,9
0,5
14,8
15,0
35,6
55-64
4,8
5,5
0,5
20,5
20,7
45,9
65-74
4,2
4,8
0,5
26,4
26,7
57,6
75+
2,8
3,5
0,5
27,7
27,9
63,8
Jenis Kelamin
Laki-Laki
1,4
2,0
0,2
6,5
6,6
22,8
Perempuan
1,7
2,3
0,6
12,2
12,3
28,8
Pendidikan
Tidak Sekolah
1,8
2,7
0,4
17,4
17,6
42,0
Tidak Tamat SD
1,9
2,8
0,4
13,9
14,1
34,7
Tamat SD
1,6
2,3
0,4
11,3
11,5
29,7
Tamat SMP
1,0
1,5
0,4
6,8
6,9
20,6
Tamat SMA
1,4
1,8
0,4
5,7
5,8
18,6
Tamat D1-D3/PT
2,5
2,8
0,6
7,3
7,5
22,1
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja
1,8
2,4
0,5
12,4
12,5
29,2
Pegawai
1,7
2,1
0,5
6,3
6,4
20,6
Wiraswasta
2,0
2,4
0,4
8,5
8,6
24,7
Petani/Nelayan/Buruh
0,8
1,6
0,3
7,8
7,8
25,0
Lainnya
1,8
2,4
0,4
8,8
8,9
24,1
Tempat Tinggal
Perkotaan
2,0
2,5
0,5
9,9
10,0
26,1
Perdesaan
1,0
1,7
0,4
8,8
8,9
25,5
Kuintil Indeks Kepemilikan
Terbawah
0,5
1,6
0,3
8,4
8,5
25,5
Menengah bawah
0,9
1,6
0,4
9,6
9,7
27,2
Menengah
1,2
1,8
0,4
9,6
9,7
25,9
Menengah atas
1,9
2,4
0,5
9,6
9,7
25,1
Teratas
2,6
3,0
0,5
9,4
9,5
25,4

Penatalaksanaan Hipertensi

Non-Farmakologis (Modifikasi Gaya hidup)


1. Penurunan Berat Badan
2. Memperbaiki Pola makan
3. Diet rendah sodium
4. Aktifitas fisik (aerobik)
5. Tidak minum alkohol dan berhenti merokok .
Farmakologis
1. Diuretik ( Thiazid )
2. Penghambat adrenergik (alfa bolker, beta bloker, alfa-beta bloker labetalol).
3. ACE inhibitor.
4. Antagonis kalsium
5. Vasodilator ( nitrogliserin, diazoxide dll)
Kerja obat:
- ACE Inhibitor (Captopril)
o Bekerja dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi seistem rennin
angiotensin aldoesteron.
o Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma
untuk memproduksi angiotensi I yang bersifan inaktif. Angiotensin Converting
Enzyme (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat
aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa
dan sekresi aldosterin dalam korteks adrenal.
o Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan
cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat ACE
, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan
sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi
kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan
mengurangi beban jantung, baik afterload maupun preload, sehingga terjadi
peningkatat kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan efek
takikardia.
- Antagonis Kalsium (Nifedipine)
o Bekerja menghambat arus ion kalsium masuk ke dalam otot jantung dari luar sel.
Karena kontraksi otot polos tergantung pada ion kalisum ekstra seluler, maka
dengan adanya antagonis kalsium dapat menimbulkan efek inotropik negative.
Demikian juga dengan Nodus Sino Atrial (SA) dan Atrio Ventrikuler (AV) akan
menimbulkan kronotropik negative dan perlambatan konduksi AV.

Diet Pada Pasien Hipertensi


Usia
: 61 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Tinggi Badan : 159 cm
Berat Badan : 60 kg
Kebutuhan Kalori Harian Pasien:
159 cm 100 = 59 10% = 54,1 kg
54,1 kg x 25 = 132,5 + 20% = 1623 kkal
1623 kkal 10% = 1460,7 kkal

(Asupan sehari-hari terlapir)


Diet rendah garam:
Diberikan pada penderita Hypertensi, dengan / tanpa oedem
Tujuan:
- Menurunkan tekanan darah
- Menghilangkan retensi garam / air dari jaringan tubuh
Diet rendah Garam I: (200 400 mg Na)
-

Dalam masakan tidak di tambahkan garam dapur


Os dengan : oedem, ascites/hipertensi berat
o T : 180 / 110 mmHg

Diet rendah Garam II : (600 800 mg Na)


-

Dalam masakan boleh di tambah sendok teh (=1g) garam dapur


Os dengan : oedem, ascites/hipertensi sedang

o T : 160-179/100-109 mmHg
Diet rendah Garam III : (1000 1200 mg Na)
-

Dalam masakan di tambah sendok teh (=2g) garam dapur


Os dengan : oedem, ascites/hipertensi ringan
o T : 130-139/85-89 mmHg

Berikut ini adalah daftar bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan:
Bahan
Makanan

Dianjurkan

Sumber
karbohidrat

Beras, kentang, singkong, terigu,


tapioka, hunkwe, gula, makaroni, Roti, biskuit dan kue-kue yang dimasak
mi, bihun, roti, biskuit, kue kering dengan garam dapur dan/atau baking
yang dimasak tanpa garam dapur powder dan soda.
dan/atau baking powder dan soda.

Sumber
protein
hewani

Otak, ginjal, lidah, sardin, daging, ikan,


susu, dan telur yang diolah dengan garam
Telur maksimal 1 btr/hari, daging
dapur seperti: daging asap, ham, bacon,
sapi, ayam dan ikan maksimal 100
dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng,
gr/hari
korned, ebi, udang kering, telur asin, telur
pindang.

Sumber
protein
nabati

Tempe, tahu, kacang tanah, kacang


Selai kacang, keju kacang tanah dan semua
hijau, kacang kedele, kacang merah,
kacang-kacangan yang dimasak dengan
dan kacang-kacangan lain yang
garam dapur, baking powder, dan soda.
dimasak tanpa garam dapur

Sayuran

Sayuran yang dimasak dan diawetkan


Semua sayuran segar dan sayuran
dengan garam dapur dan ikatan natrium
yang diawet tanpa garam dapur dan
lain seperti: sayur dalam kaleng, sawi asin,
natrium benzoat.
asinan dan acar.

Tidak Dianjurkan

Buah-buahan yang dimasak dan diawetkan


Semua buah-buahan segar dan buah
dengan garam dapur dan ikatan natrium
Buah-buahan yang diawet tanpa garam dapur dan
lain seperti: buah dalam kaleng, asinan
natrium benzoat.
buah, manisan buah.
Lemak

Minyak goreng, mentega,


margarin tanpa garam.

dan

Minuman

Teh,

Bumbu

Garam dapur (untuk hipertensi berat),


Semua
bumbu
yang
tidak
baking powder, soda kue, vetsin, kecap,
mengandung garam dapur dan
terasi, maggi, tomato ketchup, petis, dan
ikatan natrium yang lain
tauco.

Margarin dan mentega biasa.


Minuman kaleng, kopi

CONTOH JADWAL MENU UNTUK 10 HARI PADA PENDERITA HIPERTENSI


Hari

Ke1

Waktu
Pagi/jam
Jam 10.00
Siang
/jam Jam 16.00
07.00
12.00
Nasi goreng Sari
buah Nasi,
bening Buah pepaya
sayur
segar
ketimun

Ke2

Mi Hokian

Ke3

Nasi goreng Singkong


kunyit
manis

Ke 4

Nasi, tempe Talam ubi


pesmol

Ke 5

Orak
arik Talam
bening soun nangka

Ke 6

Macaroni
bumbu
merah

Ke 7

Mi
rebus Buah apel
taoge

Nasi,
gadon Sup
daging kukus
serut

Ke 8

Kwetiau
Lemang
sayur
manis
sambal rujak pisang

Nasi,
bening Sari
buah Nasi.
Telur
bayam, tempe tropika
ceplok air acar
mendoan
kuning

Ke 9

Nasi ciprat, Awuk


tahu
manis

Ke 10

Ketimus
nangka

Kue tapioca

Nasi,
sayur Jus
bobor, bakwan mentimun
tahu

Malam
/jam
20.00
Nasi,
laksa
serabut ayam,
Nasi,
tumis
tahu,kentang

Nasi, sayur rica Mix


rodoh
juice

fruit Nasi,
tempe
kukus
cabai
hijau.
Nasi, kangkung Jus blimbing Nasi, kukus telur
bumbu
kare,
bumbu semur
bergedel jagung

Nasi,tumis ikan Sari seledri Nasi,


tumis
tongkol
campur
buncis
wortel
bintik
Nasi,
asem- Timun serut Nasi, oseng tahu
asem kangkung,
tomat
tempe goreng

Nasi,
daun
singkong
bumbu iris
Nasi hijau Kue bugis Nasi,kacang
harum,
isi kacang
panjang bumbu
tempe
kuning,apel

buah Nasi,

Tahu
telur
saus
asam manis

Jus papaya Nasi,


tempe
kayu manis
masak wijen
Pisang bakar Nasi,
tahu
saus manis
bumbu merah

Olahraga Lansia
A. Prinsip dan Langkah-Langkah Olahraga Lansia
Prinsip olahraga bagi lansia :
1) Gerakannya bersifat dinamis (berubah-ubah)
2) Bersifat progresif (bertahap meningkat)
3) Adanya pemanasan dan pendinginan pada setiap latihan
4) Lama latihan berlangsung 15-60 menit
5) Frekuensi latihan perminggu minimal 3 kali dan optimal 5 kali

B. Manfaat Olahraga untuk Lansia


1) Meningkatkan kekuatan otot jantung, memperkecil resiko serangan jantung.
2) Melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan menghindari
penyakit tekanan darah tinggi.
3) Menurunkan kadar lemak dalam tubuh sehingga membantu mengurangi berat badanyang
berlebih dan terhindar dari obesitas.
4) Menguatkan otot-otot tubuh sehingga otot tubuh menjadi lentur dan terhindar dari penyakit
rematik.
5) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar dari penyakit- penyakit yang
menyerang kaum lansia.
6) Mengurangi stres dan ketegangan pikiran.
7) Latihan / olahraga dengan intensitas sedang dapat memberikan keuntungan bagi para lansia
melalui berbagai hal, antara lain status kardiovaskuler, risiko fraktur, abilitas fungsional dan
proses mental.
8) Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang intensif misalnya berjalan, adalah yang
paling aman, murah dan paling mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar lansia.

Anda mungkin juga menyukai