Anda di halaman 1dari 17

Filariasis

BAB I
PENDAHULUAN
A. KATA PENGANTAR
Penyakit kaki gajah / filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing
filarial yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.
Seperti kita ketahui bersama, penyakit ini hampir tersebar luas diseluruh propinsi di
indonesia. Berdasarkan hasil survei pada tahun 2000 tercatat 1553 desa yang tersebar di
231 kabupaten dan propinsi, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Jakarta-MI : Kendati disejumlah negara kasus penyakit kaki gajah (filariasis) sudah
punah, namun di indonesia dilaporkan, sampai 2008 masih terdapat 11.699 penderita
penyakit kaki gajah.
Ketua komite ahli pengobatan filariasis di indonesia (KAPFI) purwantyastuti di jakarta
menambahkan, pervalensi mikrofilaria (telur cacing) sebesar 19% dari total penduduk
indonesia. Artinya, terdapat kurang lebih dari 40 juta penduduk indonesia yang tubuhnya
mengandung mikrofilraria.
Sampai saat ini DEC merupakan satu satunya obat penyakit kaki gajah yang efekitif,
aman dan relaitf murah. Pada pengobatan perorangan bertujuan untuk menghanurkan
parasit dan mengeleminasi, guna mengurangi atau mencegah rasa sakit. Aturan dosis
yang di anjukran untuk 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari diminum seudah
makan, dalam sehari 3 kali. Pada pengobatan massal, di gunakan pemberian DEC dosis
rendah dengan jangka waktu pemberian yang lebih lama, misalya dalam bentuk garam
DEC 0,2%-0,4% selama 9-12 bulan. Untuk orang dewasa digunakan 100mg/minggu
selama 40 hari.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENYAKIT KAKI GAJAH / FILARIASIS


Penyakit kaki gajah / filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

cacing filarial yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan mengakibatkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki,alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikrokopis
darah. Sampai saat ini hal tesebut masih ini dirasakan karna microfilaria hanya muncul
dan menampilkan diri didalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja
(nocturnal periodicity).
Selain itu berbagai metode pemeriksaan juga dilakukan

untuk mendiaknosa

penyakit kaki gajah diantaranya ialah dengan yang dikenal sebagai penjaringan
membrane, metode konsentrasi knott dan teknik pengendapan.Metode pemeriksaan yang
lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan
pemriksaan system Tes kartu, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendetaksi
penyebaran parasit (Larva),yaitu dengan cara mengambil sample darah dengan system
tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus di malam hari.

B.

TANDA DAN GEJALA KLINIS


Umumnya, filariasis akan bersifat mikrofilaremia subklinis. Apalagi kebanyakan

penderita penyakit ini merupakan masyarakat pedesaan hingga sama sekali tidak
terdeteksi oleh pranata kesehatan yang berada di lingkungan tersebut. Namun demikian,
jika telah parah dan kronis dapat menimbulkan hidrokel, acute adenolymphangytis
(ADL), serta kelainan pembuluh limfe yang kronis. Di daerah-daerah yang endemis
W.bancrofti juga sudah banyak orang yang kebal sehingga jika ada satu atau dua orang
yang skrotumnya tiba-tiba sudah besar, kemungkinan sudah banyak sekali laki-laki yang
terinfeksi parasit ini. Meski demikian, jika ingin mendeteksi secara dini, dalam fase
subklinis penderita filariasis bancrofti akan mengalami hematuria dan atau proteinuria
mikroskopik, pembuluh limfe yang melebar dan berkelok-kelok dideteksi dengan
flebografi- , serta limfangiektasis skrotum dideteksi dengan USG. Namun tentu saja
gejala-gejala yang disebutkan terakhir jarang sekali (kalau bisa dibilang tidak pernah)
terdeteksi karena terjadi di pedalaman-pedalaman desa.
ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan
limfadenitis), serta edema lokal yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat
retrograd, menyebar secara perifer dari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan
ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan meradang. Bisa juga
terjadi tromboflebitis di sepanjang jalur limfe tersebut. Limfadenitis dan limfangitis dapat
terjadi pada KGB ekstremitas bawah dan atas akibat infeksi W.bancrofti dan Brugia.
Namun khas untuk W.bancrofti, biasanya akan terjadi lesi di daerah genital
terlebih dahulu. Lesi di derah genital ini meliputi funikulitis, epididimitis, dan rasa sakit
pada skrotum. Nantinya lesi ini juga bisa menjadi limfedema hingga menjadi elefantiasis
skrotalis yang sangat khas akibat infeksi W.bancrofti. Lebih jauh, edema ini juga bisa
mendesak rongga peritoneal hingga menyebabkan ruptur limfe di daerah renal dan
menyebabkan chiluria, terutama waktu pagi.Pada daerah yang endemis infeksi filaria,
terdapat tipe onset penyakit akut yang dinamakan dermatolymphangioadenitis (DLA).
Agak sedikit berbeda dengan ADL, DLA merupakan sindrom yang meliputi demam
tinggi, menggigil, myalgia, serta sakit kepala. Plak edem akibat peradangan membentuk

demarkasi yang jelas dari kulit yang normal. Pada sindrom ini juga terdapat vesikel,
ulkus, serta hiperpigmentasi. Kadang-kadang dapat ditemui riwayat trauma, gigitan
serangga, terbakar, radiasi, lesi akibat pungsi, serta kecelakaan akibat bahan kimia.
Biasanya port dentre dari filaria tersebut terletak di daerah interdigital. Karena
bentuknya yang tidak terlalu khas, sindrom ini sering juga didiagnosis sebagai selulitis.

C.

PENYEBAB DAN PENYEBARAN PENYAKIT KAKI GAJAH


Dalam musim hujan biasanya nyamuk dapat berkembang biak dengan sangat

cepat. Banyak sekali penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan kecil yang satu ini. Salah
satunya penyakit kaki gajah (filariasis). Penyakit disebabkan oleh cacing (wuchereria
Bancrofi). Cacing ini dapat ditularkan melalui berbagai gigitan nyamuk kecuali nyamuk
mansoni.
Penyakit ini bersifat menahun (Kronis) dan apabila tidak mendapatkan
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembengkakan kaki, lengan dan
alat kelamin baik pada pria maupun wanita. Akibatnya, penderita penyakit kaki gajah
tidak dapt bekerja secara optimal, bahkan hidupnya harus selalu tergantung pada orang
lain.

1.

Siklus Hidup Cacing Filaria


Siklus hidup cacing filaria dapat te0rjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk

tersebut menggit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikro
filaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofiaria
tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus
dinding lambung dan bersarang diantara otot otot dada (Toraksi).
Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan
panjang yang yang disebut larva stadiun II. Pada hari kesepuluh dan seterusnya larva
berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah
larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai
bermigrasi mula mula ke rongga perut (Abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat
tusuk nyamuk.

Apabila nyamuk mikrofilaria ini menggigit manuisa maka mikrofilaria yang


sudah berbentuk larva infektif (Larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh
manusia (Hospes),bersama sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia.Larva
keluar dari pembuluh darah dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe
larva mengalamidua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi dewasa yang sering
disebut larva stadium IV dan larva

stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa

bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan
terjadi pembengkakan. Cacing filaria sendiri memiliki ciri sebagai berikut :
Cacing dewasa (makrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih kekuningan.
Sedangkan larva cacing filaria (kirofilaria berbentuk seperti benang berwarna putih susu..
Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65-100mm dan ekornya lurus
berujung tumpul. Untuk makro filaria yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40mm
dan ekor melingkar.Sedangkan mikrofilaria memilki panjang kurang labih 250 mikron,
bersarung pucat. Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe. Tetapi
pada malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi sedangkan pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat- alat dalam seperti paru- paru, jantung, dan hati.
2.

Diagnosis
Praktis Gold Standard untuk sebagian besar penyakit akibat infeksi parasit ialah

menemukan parasit tersebut baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Dalam kasus
filariasis, parasit berupa cacing dewasa hampir tidak mungkin ditemukan secara utuh
karena terletak di dalam pembuluh limfe yang dalam dan berkelok-kelok. Karenanya
diagnosis filariasis ditegakkan dengan penemuan mikrofilaria di darah tepi.
Selain di darah tepi, mikrofilaria dapat pula ditemukan di cairan hidrokel, atau
kadang-kadang di cairan tubuh lainnya. Cairan ini dapat diperiksa secara mikroskopis
secara langsung atau disaring dulu konsentrasi parasit sudah mampu melewati filter pori
silindris polikarbonat (ukuran pori sekitar 3 m). Bisa juga cairan disentrifugasi dengan
2% formalin (teknik Knott) baru kemudian dapat dideteksi parasit mikrofilaria secara
spesifik dan sensitif.

Yang tak boleh lupa ketika mengamati parasit ini, sediaan mesti diambil menurut
perkiraan periodisitas sesuai spesies dan hospesnya. Biasanya untuk W.bancrofti sediaan
diambil dari darah ketika malam hari, atau lazim dikenal sediaan darah malam. Meski
demikian, tak jarang pula orang yang diperkirakan memiliki diagnosis filariasis ternyata
tidak ditemukan mikrofilaria satu pun di darah tepinya. Kemungkinan hal ini akibat
pengambilan sediaan darah yang kurang tepat atau memang stadium parasit sudah selesai
melewati mikrofilaria dan beranjak menjadi cacing dewasa.
Untuk diagnosis yang praktis dan cepat, sampai saat ini di samping sediaan darah
malam ialah menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik
assay. Kedua pemeriksaan praktis ini mampu mendeteksi antigen dari mikrofilaria dan
atau cacing dewasa dari darah tepi sehingga memiliki spesifisitas mendekati 100% dan
sensitivitas antara 96 hingga 100%. Sayangnya, tes cepat ini hanya tersedia untuk spesies
W.bancrofti, sementara belum ada tes yang adekuat untuk mikrofilaria Brugia.
Jika pasien sudah terdeteksi diduga kuat telah mengalami filariasis limfatik,
penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pergerakan cacing dewasa di tali
sperma pria atau di kelenjar mammae wanita. Hampir 80% penderita filariasis limfatik
pria mengalami pergerakan cacing dewasa di tali spermanya. Fenomena ini sering dikenal
dengan filaria dance sign. Di luar metode di atas, terdapat pula teknik-teknik lain yang
lebih spesifik namun biasanya hanya digunakan untuk penelitian, yakni PCR, deteksi
serum IgE dan eosinofil, serta penggunaan limfoscintigrafi untuk mendeteksi pelebaran
dan liku-liku pembuluh limfe.Ketika episode akut, filariasis limfatik mesti dibedakan dari
tromboflebitis, infeksi, serta trauma. Gejala limfangitis yang retrograd merupakan
pembeda utama ketimbang limfangitis bakterial yang bersifat ascending. Sedangkan
sebaliknya, pada episode kronis dari limfedema filarial mesti dibedakan dari keganasan,
luka akibat operasi, trauma, status edema kronis, serta abnormalitas sistem limfe
kongenital.

D.

CARA PENULARAN

Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang
telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan
ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit dan menghipas
darah orang tersebut.
Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah,
Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Penyakit kaki gajah / filariasis ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap
darah seseorang yang telah tertular sebelumnya.Darah yang terinfeksi yang mengandung
larva dan di tularkan ke orang lain. pada nyamuk yang terinfeksi, kemudian menggigit /
menghisap darah orang tersebut.
Adapun tanda-tanda dan gejalanya (symtom) pada orang yang telah terinfeksi penyakit
filariasis ini,gejala filariasis akut dapat berupa :
1.

Demam berulang-ulang selama 3-5 hari,demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.

2.

Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha
(lymphadenitis) yang tampak kemerahanKetiak (Lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit

3.

Panas dan sakit radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
yang menjalar dari pangkal kaki / pangkal lengan kearah ujung (Retrograde
lymphangitis)

4.

Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,


dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

5.

Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (early lymphodema)
Filariasis abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening

dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah, pembesaran tungkai, lengan, buah dada

(Mamae), buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early
lymphodema).
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (Elephantrasis) pada
tungkai, lengan, buah dada (Mamae), buah zakar (Elephantiasis skroti).
Tidak sSeperti malaria, dan demam berdarah, filariasis dapat ditularkan oleh berbagi jenis
nyamuk diantaranya spesies nyamuk dari genus anopheles, culex, mansonia, aedes dan
arnigeres. Karna inilah yang menyebabkan filariasis dapat menular dengan cepat.
E. TINDAKAN PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap penyakit filariasis / kaki gajah dapat dilakukan dengan jalan :
1.

Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk

2.

Membersihkan air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan

3.

Mengeringkan / genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk

4.

Membakar sisa-sisa sampah (berupa kertas dan plastik)

5.

Minimal melakukan penyemprotan sebulan sekali

nyamuk

Pencegahan penyakit kaki gajah / filasiasis bagi penderita penyakit filariasis


diharapkan untuk memeriksakan kedokter agar mendapatkan penanganan obat obatan
sehingga tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat lainnya.
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah /
filariasis di wilayah masing masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai
penularan penyakit ini.Membersihkan lingkinggan sekitar adalah hal terpenting untuk
mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

F.

PENANGANAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT KAKI

FILARIASIS

GAJAH

Dari dulu sampai sekarang DEC merupakan pilihan obat yang murah dan efektif jika
belum bersifat kronis. Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang sampai sekarang
harganya pun semakin murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6 mg/kgBB/hari untuk 12 hari)
bersifat makro dan mikrofilarisidal merupakan pilihan yang tepat untuk individu dengan
filariasis limfe aktif (mikrofilaremia, antigen positif, atau deteksi USG positif cacing
dewasa). Meskipun albendazole (400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga mampu
menunjukan efikasi yang baik.
Pada kasus yang masih bersifat subklinis (hematuria, proteinuria, serta
abnormalitas limfosintigrafi) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi
suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah mikrofilaremia
negatif, yakni ketika manifestasi cacing dewasa sudah terlihat, barulah DEC menjadi
acuan obat utama.
Pasien dengan limfedema positif pada ekstremitas patut mendapatkan fisioterapi
khusus untuk limfedema atau dekongestif. Pasien mesti dididik untuk hidup bersih dan
menjaga agar daerah yang membengkak tidak mengalami infeksi sekunder. Sementara itu
hidrokel bisa dialirkan secara berulang atau dengan insisi pembedahan. Jika dilakukan
dengan baik ditambah DEC yang teratur, sebenarnya gejala pembengkakan ini bisa
dikurangi hingga menjadi sangat minim.
Penggunaan DEC selama 12 hari dengan dosis 6 mg/kgBB (total dosis 72 mg)
merupakan patokan standar yang telah dilaksanakan di negara-negara dengan filariasis.
Sebenarnya dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB selama sehari juga sudah mampu
membunuh parasit-parasit yang ada di tubuh. Penggunaan selama 12 hari merupakan
sarana supresi mikrofilaremia secara cepat. Namun biasanya penggunanan DEC dosis
tunggal dikombinasikan dengan albendazole atau ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal
yang efektif.
Efek samping dari DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual,
hingga muntah. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari jumlah parasit yang
beredar di dalam darah serta sering menimbulkan gejala hipersensitivitas akibat antigen

10

yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit yang sudah mati. Reaksi hipersensitivitas juga
bisa terjadi akibat inflamasi dari lipoprotein lipolisakarida dari organisme intraseluler
Wolbachia, seperti yang disebutkan di atas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek
samping yang serupa dengan gejala ini.
Yang penting selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi pada
masyarakat sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama seperti
pemberantasan demam berdarah. Selain itu, di beberapa tempat perlu juga dilakukan
pemberian DEC profilaksis yang ditambahkan ke dalam garam dapur khusus untuk
masyarakat di daerah tersebut. Namun yang belakangan tidak terlalu populer di
Indonesia. (farid)
Memang lebih dari 40 tahun untuk pengobatan penyakit kaki gajah , baik secara
Perorangan maupun secara massal dengan menggunakan DEC (Diethil Carbamazine
Citrate). DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan makrofilaria (Cacing dewasa). Sampai
saat ini DEC merupakan satu satunya obat penyakit kaki gajah yang efekitf, aman
dan relaitf murah. Pada pengobatan perorangan bertujuan untuk menghanurkan parasit
dan mengeleminasi, guna mengurangi atau mencegah rasa sakit. Aturan dosis yang di
anjukran untuk 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari diminum seudah makan,
dalam sehari 3 kali. Pada pengobatan massal, di gunakan pemberian DEC dosis rendah
dengan jangka waktu pemberian yang lebih lama, misalya dalam bentuk garam DEC
0,2%-0,4% selama 9-12 bulan. Untuk orang dewasa digunakan 100mg/minggu
selama 40 hari.
Tujuan utama dalam penganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit / larva yang berkembang dalam tubuh penderita sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin citrate / dietylcarbamazine citrate (DEC) adalah satu satunya obat
filariasis yamg ampuh baik untuk filariasis bancroffi maupun malayi, bersifat
makrofilarisidal.
Obat ini teregolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat.Penderita yang
mendapatkan teapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sisitematik .

11

Dietilkarbamasin tidak dapat di pakai untuk khemoprofilaksis.Pengobatan diberikan oral


sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah sekitar 3
jam, dan diekresi melalui air kemih.
Dietilkarbamazin tidak dapat diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun,
ibu hamil / menyusui, dan penderita sakit berat / dalam keadaan lemah. Namun, pada
kasus penyakit kaki gajah / filariasis yang cukup parah (sudah membesar) karna tidak
dapat terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah
lanjutan seperti tindakan operasi.

G.

PENYAKIT KAKI GAJAH / FILASIASIS DI INDONESIA


Indonesia merupakan kebun binatang parasit terbesar di dunia, dengan salah satu

koleksi endemisnya; golongan cacing filaria. Dataran pulau Sumatera serta sebagian
wilayah Jawa dan Bali menjadi kawasan yang dari tahun ke tahun langganan terinfeksi
kaki gajah .Penyakit filarial cukup populer di negeri ini. Cacing filaria merambat di
sekeliling jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe.
Di antara spesies antropofilik yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti,
Brugia, malayi, Brugia timori, Onchocerca volvulus, dan Loa loa. Dari nematoda itu,
menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar FKUI/RSCM, Brugia
dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara
Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi, Mansonella
perstans, serta Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan penyakit
yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Satu konsep mutakhir yang menjadi target pengobata ialah terdapatnya
endosimbion yang terjadi di dalam tubuh filaria. Para pakar Tropical Medicine
menemukan terdapat individu semacam rickettsia yang hidup intraseluler pada setiap
stadium Wuchereria, Mansonella, dan Onchocerca yang dinamakan Wolbachia. Konon,
individu ini berhubungan endosimbiosis sangat erat dengan filaria sehingga dapat
dijadikan target kemoterapi antifilarial.

12

W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya


sedikit sekali mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata
kuliah Parasitologi atau Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini
di daerah subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta
Kepulauan Karibia. Spesies dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah
tepi) ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar
lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex
cuenquifasciatus di Indonesia. Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah
urban, sedangkan vektor Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia,
dan tentu saja Indonesia. Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang
hanya bisa ditemui di kepulauan Timor. Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi
memiliki juga memiliki dua bentuk periodisitas. Bedanya, biasanya B.malayi dengan
periodisitas nokturnal ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau
Mansonia. Sedangkan spesies dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan
dengan vektor Mansonia dan Coquilettidia (jarang).
Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat
dilalui cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini
melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe
pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma
yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di
sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di
sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di
sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis
dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.

13

Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa yang
merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang
mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga
diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe
secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika
cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis
sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh
limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi
malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.
Di indonesia, penyakit ini tersebar luas hampir diseluruh propinsi. Berdasakan
hasil survei pada tahun 2000 tercatat sebanyak 1553 desa yang tersebar di 231 kabupaten
dan 26 propinsi, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Untuk menanggulangi
penyebaran penyakit kaki gajah agar tidak semakin meluas, maka melalui organisasi
WHO menetapkan kesepakatan global yaitu membrantas penyakit kaki gajah sampai
tuntas. Di indonesia sendiri pada tahun 2002 sudah dimulai pelaksanaan pemberantasan
penyakit kaki gajah secara bertahap di 5 kabupaten percontohan. Program pemberantasan
dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC (Dietilkarbamasin Citrate) dan
Albendasol untuk setahun sekali selama 5 tahun.
Jakarta-MI : Kendati disejumlah negara kasus penyakit kaki gajah (filariasis)
sudah punah, namun di indonesia dilaporkan, sampai tahun 2008 masih terdapat 11.699
penderita penyakit kaki gajah.
Bahkan, di 316 kabupaten / kota tercatat masih termasuk daerah endemis filariasis.
Ketua komite ahli pengobatan filariasis indonesia (KAPFI) purwantyastuti di
jakarta, sabtu (21 / 11), menambahkan, pervalensi mikrofilaira (telur cacing) sebesar
19% dari total penduduk indonesia. Artinya, tedapat kurang lebih 40 juta penduduk
indonesia yang tubuhnya mengandung mikrofilaria.
Mereka yang di tubuhnya mengandung mikrofilaria sejatinya berpotensi
menularkan sakit kaki gajah pada orang lain. Alhasil diperkirakan 125 juta penduduk
indonesia sangat berisiko tertular filariasis. Banyaknya spesies (jenis) nyamuk yang

14

dapat menjadi faktor filariasis menyebabkan filariasis sulit diberantas.imbuh


purwantyastuti.
Faktor paling krusial lainnya adalah masih renahnya komitmen pemerintah daerah
yang tidak memprioritaskan program eliminasi filariasis. Dikatakan, pengobatan massal
filariasis harus dilakukan serentak di tiap kabupaten, agar tidak ada lagi daerah endemik
yang belum diobati.Disinilah diperlukan kesadaran pemda. Pasalnya, jika masih terdapat
daerah endemik, maka upaya pengobatan bakal sia-sia lantaran nyamuk penular kaki
gajah bisa terbang batas wilayah.
Dalam enam tahun terahir, purwantyastuti mengakui, jumlah kabupaten / kota
yang endemis kaki gajah / filariasis terus meningkat Pada tahun 2006, tercatat 266
kabupaten / kota endemis filariasis. Pada tahun 2007, ada peningkatan menjadi 304 dan
2008 menjadi 316 kabupaten / kota.
Namun, dirinya membantah jika dari fakta itu bisa disimpulkan bahwa kasus kaki
gajah / filariasis terus meningkat di indonesia. Dia berkomentar, semakin banyaknya
kabupaten yang melaporkan adanya penderita kaki gajah / filariasis di wilahnya
menyebabkan semakin bertambahnya penderita filariasis di indonesia. Penigkatan jumlah
penderita ini dimungkinkan karena makin meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan
petugas dalam meneteksi serta sosialisasi filariasis yang semakin meningkat.

H. BERITA TERKAIT
BANDUNG MI: Dinas kesehatan provinsi jawa barat menyiagakan puskesmas 24
jam untuk mengantisipasi penyakit kaki gajah atau fiariasis. Demikian dikatakan Kepala
Dinas Kesehatan Jabar Alma Lucyati di Bandung. Menurut ia hingga saat ini pihaknya
sudah memberikan obat kepada 26 kota / kabupaten di Jawa Barat Di Jabar sendiri
dilaksanakan pengobatan anti filariasis, terahir di Kota Bandung kata Alma .Ia
mengatakan puskesmas tersebut siap melayani masyarakat yang akan megobati penyakit
kaki gajah. Selain itu puskesmas memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait

15

penyakt kaki gajah sehi mereka mengerti apa penyakit kaki gajah,Katanya. Disinggung
mengenai merebaknya virus kaki gajah ke Kota Bandung. Alma mengatakan Bandung
selalu dikunjunhgi warga dari berbagai daerah yang mungkin membawa virus tersebut.
Namun, untuk mengetahui asal penyakit kaki gajah itu harus dilihat warga yang
mengidap penyakit tersebut berasal dari mana pernah berobat. Dua warga babakan yang
diketahui terkena penyakit tersebut filariasis bukan Warga Kota Bandung. Seluruh
parasit filaria menjangkiti sekitar 170 juta orang di dunia dengan transmisi melalui
nyamuk atau arthropoda lainnya. Parasit ini memiliki siklus hidup yang kompleks,
meliputi stadium larva infektif yang dibawa oleh serangga menuju hospes definitif
(hanya) manusia berkembang menjadi cacing dewasa di pembuluh limfe atau jaringan
subkutan lain, misalnya mata pada Loa loa. Perkembangan dari larva muda hingga
menjadi larva infektif di dalam tubuh nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan sedangkan
dari mulai masuknya larva dari nyamuk ke tubuh manusia hingga menjadi cacing dewasa
berlangusng selama 3 hingga 36 bulan. Meski terkesan gampang sekali tertular oleh
nyamuk, namun pada kenyataannya diperlukan ratusan hingga ribuan gigitan nyamuk
hingga bisa menyebabkan penyakit filaria. Selain itu, jika sudah terpajan berulang kali
dengan nyamuk vektor filarian ini, terdapat kekebalan yang cenderung meningkat. Jadi,
orang-orang kampung yang sudah biasa digigit (dihisap) nyamuk Aedes atau Culex akan
lebih kebal dibanding orang-orang kota yang kebetulan sedang bepergian ke daerahdaerah perkampungan yang endemis filariasis.

16

BAB III
PENUTUP
A.

DAFTAR PUSTAKA

1.

DASAR DASAR KEPERAWATAN KESEHATAN

2.

WWW.GOGGLE.COM

3.

WWW.INFOPENYAKIT.COM

4.

WWW.LIPUTAN6.COM

5.

WWW.ORISINIL.COM

6.

MAJALAH - FARMASIA.COM

17

Anda mungkin juga menyukai