Anda di halaman 1dari 11

BAB I

TEORI

1.1 Kelarutan Zat


Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut
dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan
apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air (Chemus, 2011).
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari
selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah
tak larut (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya
ada sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut (Gina Angraeni, 2010).
Hampir sebagian besar zat dapat melarut di dalam air, hanya ada yang mudah dan bahkan
ada pula yang sukar atau sedikit sekali larut. Kemampuan melarut suatu zat di dalam sejumlah
pelarut pada suhu tertentu berbeda beda antara satu dengan yang lainnya. Jumlah maksimal zat
terlarut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu inilah yang disebut dengan kelarutan zat .
Pada umumnya turunnya suhu akan menurunkan kelarutan dari zat terlarutnya. Berbeda dengan
gas, kelarutan gas menurun dengan naiknya suhu di samping oleh pengaruh tekanan di atas
permukaan larutannya. Biasanya pernyataan kelarutan zat selalu disertai dengan kondisi suhunya
atau bila tanpa ada nilai suhunya berarti kelarutannya dimaksudkan pada suhu kamar, sedangkan
untuk gas gas, kelarutannya sering disertai dengan kondisi suhu dan tekanan udara permukaan
(tekanan totalnya) (Gina Angraeni, 2010).

1.2 Sistem Zat Cair Tiga Komponen


Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat zat lain dalam suatu bejana
inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperatur, tekanan
serta konsentrasi zat tersebut. Jumlah komponen dalam suatu sistem didefinisikan sebagai jumlah
minimum dari variabel bebas pilihan yang dibutuhkan untuk menggambarkan komposisi tiap
fase dari suatu sistem. Simbol umum untuk komponen adalah C.

Fasa didefinisikan sebagai bagian dari sistem yang seragam atau homogen diantara
keadaan submakroskopisnya, tetapi benar-benar terpisah dari bagian sistem yang lain oleh
batasan yang jelas. Campuran padatan atau dua cairan yang tidak dapat bercampur dapat
membentuk fasa terpisah, sedangkan campuran gas-gas adalah satu fasa karena sistemnya
homogen. Simbol umum untuk jumlah fasa adalah P (Dogra, 1990).
Fase merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam
komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya. Gas, atau campuran gas adalah
fase tunggal, kristal adalah fase tunggal dan dua cairan yang dapat campur secara total
membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal (P=1), walaupun es itu dapat dipotong-potong
menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fase (P=2) walaupun sulit
untuk menentukan batas antara fase-fasenya (Syukron, 2009).
Perbedaan fase dapat digambarkan sebagai negara yang berbeda materi seperti gas, cair,
padat, plasma atau Bose- Einstein kondesat. Perbedaan fase juga mungkin ada dalam suatu
keadaan tertentu dari materi. Seperti ditunjukkan dalam diagram untuk besi paduan, ada
beberapa tahapan baik untuk negara padat dan cair. Fase juga dapat dibedakan berdasarkan
kelarutan seperti di kutub (hidrofilik) atau non-polar (hidrofobik). Campuran air (cairan polar)
dan minyak (cairan non-polar) secara spontan akan terpisah menjadi dua tahap (Adriansyah,
2009).
Air memiliki kelarutan yang sangat rendah (tdak larut) dalam minyak, dan minyak
memiliki kelarutan rendah dalam air. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat terlarut yang dapat
larut dalam sebuah pelarut sebelum terlarut berhenti untuk membubarkan dan tetap dalam tahap
yang terpisah. Sebuha campuran dapat terpisah menjadi lebih dari dua fase cair dan fase konsep
pemisahan meluas ke padat, padat yaitu dapat terbentuk larutan padat atau mengkristal ke dalam
fase kristal berbeda. Logam pasangan yang saling larut dapat terbentuk paduan, sedangkan
logam pasangan yang tidak bisa saling larut (Adriansyah, 2009).
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif yang harus
dipilih agar variabel intensif dapat ditetapkan. Variabel intensif dapat berupa temperatur,
tekanan, konsentrasi. Simbol umum untuk derajat kebebasan adalah F. Derajat kebebasan
merupakan invarian jika F=0, univarian jika F=1, bivarian jika F=2, dan multivarian jika F3
(Chemus, 2011).

Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas (varian) yang diperlukan
untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan dinyatakan sebagai :
F = C +2 P..................................................................................................................(1)
Aturan ini menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup.
Jumlah variabel bebas, (derajat kebebasan F) sama dengan jumlah komponen (C) dikurangi
jumlah fasa (P) ditambah 2 (Yelmida, 2011).
Jika sistem yang ditinjau memiliki tiga komponen maka persamaan (1) menjadi :
F=3P+2
= 5 P .......................................................................................................................(2)
dan jika tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan (2) menjadi :
F = 3 P .......................................................................................................................(3)
Jika pada sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan
sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan jika pada
sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang
harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini
dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram
terner (Universitas Indonesia, 2003).

Gambar 1.2.1 Diagram Terner

Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC dan AC
menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari
tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar
zat cair. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C, A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat B
kedalam campuran A dan C akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai
komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner
(Yelmida, 2014).
Contoh penerapan diagram terner pada sistem cair tiga komponen adalah pada sistem
asam asetat-vinil asetat-air.

Gambar 1.2.2 Diagram Terner Komponen Asam Asetat-Vinil Asetat-Air


Cairan air-asam asetat dan asam asetat- vinil asetat dapat bercampur dan airvinil asetat
tidak dapat bercampur. Tiap titik diatas kurva menyatakan suatu campuran terner yang homogen.
Sedangkan tiap titik dibawah kurva menyatakan campuran terner yang terpisah menjadi dua buah
fasa cairan (Dogra, 1990).
Komponen merupakan spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut
dalam larutan biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies
bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Dengan
kata lain, kita hanya menghitung banyaknya jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi.
Misalnya, air murni adalah sistem satu-komponen (C=1) dan campuran etanol dan air adalah

sistem dua-komponen (C=2). Biasanya untuk melakukan perhitungan banyaknya komponen bisa
didefinisikan sebagai C = S R ; dengan C merupakan komponen, S adalah spesies/molekul dan
R adalah reaksi yang terjadi antara spesies-spesies (reaksi-reaksi pada kesetimbangan, kenetralan
muatan).
Dalam sistem komponen-tunggal (C=1), tekanan dan temperatur dapat diubah secara
bebas jika hanya ada satu fase (P=1). Jika kita mendifinisikan varian V sistem sebagai
banyaknya variabel intensif yang dapat diubah dengan bebas tanpa mengganggu banyaknya fase
yang berada dalam kesetimbangan, maka V=2. Jadi sistem itu bivarian dan mempunyai dua
derajat kebebasan. Berdasarkan perhitungan J.W. Gibbs tentang aturan fase yang menunjukkan
hubungan umum antara varian V, jumlah komponen C, dan jumlah fase pada kesetimbangan P
untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang, ialah:
P + V = C + N .....................................................(1.1)
Dengan :

V = jumlah derajat kebebasan


C = jumlah komponen
P = jumlah fasa

Secara umum, hukum fase Gibbs, didefinisikan sebagai:


P + V = C + 2 (1.2)
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat
dinyatakan sebagai :

V = 3 P ..............................................(1.3)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fase, maka V = 2, berarti untuk menyatakan keadaan
sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam
sistem terdapat dua fase dalam kesetimbangan, maka V = 1, berarti hanya satu komponen yang
harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fase untuk sistem tersebut (Basuki, 2003).
Oleh karena sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat
kebebasan paling banyak dua, maka diagram fase sistem ini dapat digambarkan dalam satu
bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Jumlah fase dalam
sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu
percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan

zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan
B. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada Gambar (1.1) dan
(1.2) di bawah ini.

Gambar 1.2.3 Diagram Terner


Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC dan Ac
menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik di dalam segitiga menyatakan fraksi dari
tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masingmasing sebanyak x, y dan z.
Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan
suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi
mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1.
Diagram fase yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara
otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar
dengan sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan
panjang. Puncak puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu: Aa, Bb, Cc.
Titik nol mulai dari titik a, b, c dan A, B, C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi
garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A, B, C merupakan konsentrasi A, B, C.

Gambar 1.2.4 Diagram fasa sistem tiga komponen


Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%.
Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A
dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis
yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam
lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau
kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A
dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi
perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang
homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner (Basuki, 2003).
Tiap sudut segitiga tersebut menyatakan masing-masing komponen dalam keadaan murni.
Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada Gambar 1.

A 100%

100% B

P
a

C 100%

Gambar 1.2.5 Diagram Terner

Titik sudut A: komponen A murni, titik pada sisi AB: komponen biner A dan B
Titik sudut B: komponen B murni, titik pada sisi BC: komponen biner B dan C
Titik sudut C: komponen C murni, titik pada sisi AC: komponen biner A dan C
Titik dalam segitiga merupakan campuran terner A, B, dan C.
Contoh: titik P menyatakan campuran terner dengan komposisi:
X% mol A, Y% mol B dan Z% mol C, X+Y+Z=100
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A
dan B. Gambar 2, berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A
dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah dalam lengkungan (kurva binodal) merupakan daerah
dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan kurva binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara
menambahkan zat B kedalam berbagai komposisi campuran A dan C.

C 100%

100% A

B 100%

Gambar 1.2.6 Diagram fase sistem tiga komponen


Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan
dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjadi dua larutan terner terkonjungasi.
Karena tidak mungkin membuat diagram dengan empat variable, maka sistem tersebut
dibuat pada tekanan dan suhu tetap. Sehingga diagram, hanya merupakan fungsi komposisi.
Harga derajat kebebasan maksimal adalah dua, karena harga P hanya mempunyai dua pilihan
satu fasa yaitu ketiga komponen bercampur homogen atau dua fasa yang meliputi dua pasangan
misibel.

Untuk fasa tunggal bagi sistem tiga komponen terdapat empat derajat kebebasan.
=CP+2

=31+2
=4
( temperatur dan tekanan susunan dua dan tiga komponen)
Sistem tiga komponen sebenarnya memiliki banyak kemungkinan dan yang paling umum
diantaranya adalah:
1. Sistem tiga komponen yang terdiri atas zat cair yang saling bercampur sebahagian.
2. Sistem tiga komponen yang terdiri atas dua komponen dalam fasa padat dan satu
komponen dalam fasa cair.
Diagram fasa dari sistem cairan terner memisahkan menjadi dua fasa, yang diperlihatkan
pada Gambar 3. Titik-titik pada kubah (kurva abcdefg), memiliki komposisi dimana dua fasa
terpisah.

c
b
a
A

e
f

g
B

Gambar 1.2.7. Diagram fasa sistem terner dengan dua cairan tidak saling larut A dan B
Diatas kubah (kurva abcdefg) hanya terdapat satu fasa, maka disana ada misibel
lengkap. Pada komposisi yang digambarkan dibawah titik atau dibawah kubah, sistem akan
terpisah jadi dua tahap, yaitu posisi a dan posisi g. Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat
sedikit misibel antara komponen A dan komponen B. Jika tidak ada misibel maka titik a akan
bertepatan dengan sudut A dan posisi g akan bertepatan dengan sudut B. diagram juga
menunjukkan bahwa komponen ketiga C, benar-benar larut dengan baik pada komponen A dan
B dalam semua porsi. Dalam setiap fase diagram garis dasi sangat penting, mereka
menghubungkan konsentrasi dua fase eksperimental ditemukan dalam kesetimbangan dengan

komponen lainnya. Sebagai contoh, ketika campuran dengan komposisi h dipisahkan menjadi
dua tahap. Tahap sau memiliki komposisi ditunjuk pada diagram oleh b. Tahap dua memiliki
komposisi yang ditunjukkan oleh f. Oleh karena itu, sekali diagram terner tersedia dapat
digunakan untuk menentukan komposisi dan proporsi dari tahapan yang akan terjadi ketika
campuran tertentu dari komposisi secara keseluruhan disusun (Universitas Indonesia, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2009. Aturan Fase dan Rumus Derajat Kebebasan Sistem 1,2,3 Komponen.
(http://www.scribd.com/doc/40068867/Makalah-Kimia-Fisika-2-Pemicu-1Kesetimbangan-Fasa)
Angraeni,Gina.2010. Larutan. http://ginaangraeni10.wordpress.com/2014/11/larutan. Diakses
pada 19 November 2014.
Basuki,

Atastina.

2003.

Buku

Panduan

Praktikum

Kimia

Fisika.

(http://data.tp.ac.id/bank/PanduanKimiaFisika.pdf)
Chemus.2011. Kelarutan Zat dan Diagram Terner.
http://chemus.blogspot.com/2014/11/kelarutan-zat-diagram-terner.html. Diakses pada
19 November 2014
Dogra, S.K dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. UI Press : Jakarta
Syukron,

Ahmad.

2009.

Fase,

Komponen

dan

Hukum

Gibbs.

(http://eregen.blogspot.com/2011/03/fase-komponen-dan-hukum-fase-gibbs.html)
Universitas Indonesia. 2003. Buku Panduan Praktikum Kimia Fisika. Universitas
Indonesia : Jakarta
Yelmida. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Pekanbaru: UNRI

Anda mungkin juga menyukai