Anda di halaman 1dari 4

Penduduk sekitar gunung krakatau

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau
Jawa dan Sumatra yang termasuk dalam kawasan cagar alam. Nama ini pernah disematkan
pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya
sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan
tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26
Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara
letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika,
4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang
diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Selat Sunda
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua
setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai
setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba
dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di
Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi manusia
masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah
cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel
bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi
informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah
penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan
kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan
penjelasan mengenai letusan tersebut.Gunung Kratau yang meletus , getarannya terasa
sampai Eropa.
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut.
Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga
penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara
paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia
modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat
didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan
Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah
modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang
paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18
kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang
berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri
Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung
Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam
250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja
yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga
longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung
kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat
Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan.
Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai
beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat
matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii,
pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

penduduk
Seperti halnya di daerah perbukitan, aktivitas permukiman sulit dilakukan secara luas. Hanya
pada bagian tertentu saja yang relatif datar dimanfaatkan untuk permukiman. Permukiman
dibangun di daerah yang dekat dengan sumber air, terutama di daerah lereng bawah atau di
kaki gunung. Selain pertanian, aktvitas lainnya di daerah pegunungan yang berkembang
adalah pariwisata. Pemandangan alam yang indah dan udaranya yang sejuk menjadi daya
tarik wisata.
Keragaman bentuk muka bumi ternyata diikuti pula oleh keragaman aktivitas penduduk dan
komoditas yang dihasilkannya. Daerah pegunungan dan perbukitan biasanya menghasilkan
produk-produk pertanian berupa sayuran, buah-buahan, dan palawija. Daerah ini memasok
kebutuhan penduduk di daerah dataran yang umumnya merupakan pusat-pusat permukiman
penduduk. Sebaliknya, daerah dataran menghasilkan banyak produk industri yang
dikonsumsi oleh daerah lainnya. Mobilitas atau pergerakan penduduk dan barang terjadi di
antara daerah-daerah tersebut karena perbedaan aktivitas penduduk dan komoditas yang
dihasilkannya.
Potensi bencana alam di daerah pegunungan yang harus diwaspadai adalah longsor dan
letusan gunung berapi. Tanda-tanda longsor dan upaya untuk menghindarinya telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Tampaknya, Krakatau yang "menakutkan" hanya cerita lampau. Sebagian penduduk
Kalianda, Lampung Selatan, misalnya, tidak lagi menyimpan banyak jejak keganasan
Krakatau. Terjangan tsunami pada tahun 1883, seolah tidak lagi menjadi ancaman yang
menakutkan. Warga kini justru menangkap laut sebagai "peluang" peningkatan ekonomi.
2

"Pantai kami sangat tenang, malah lebih mirip danau," ungkap Harji, pekerja sebuah resor di
Kalianda. Ia optimistis masa depan pantai Kalianda, berikut daya tarik Krakatau, menjadi
tujuan wisata favorit.
Optimisme Harji juga menyelimuti warga lainnya. Apalagi pemerintah juga menebarkan
nuansa optimisme dengan akan dibangunnya Jembatan Selat Sunda (JSS) yang
menghubungkan Jawa-Sumatera. Jembatan sepanjang 29 kilometer tersebut, menurut
rencana, akan mulai dibangun tahun 2014, dan biayanya sekitar Rp 150 triliun.
Edi Novian, kepala Subdirektorat Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Lampung
Selatan, mengungkapkan, dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2011-2031
kabupatennya, mengakomodasikan berbagai peluang dengan dibangunnya JSS.
Pembangunan rel kereta, jalan tol Bakauheni-Terbanggi Besar, dan pelebaran jalan sepanjang
pantai Kalianda dijanjikan akan terwujud. Pantai Canti, Merak Belatung, Wartawan, Marina,
dan pantai lainnya di wilayah ini menjadi tempat persinggahan lantaran pengguna kendaraan
pribadi di- arahkan melintas jalan pantai. "Potensi ekonomi dan pariwisata kami akan
berbuah," ungkapnya.
Tidak hanya Lampung, Banten juga menuai manfaat dari jembatan tersebut. Kehidupan
industri, khususnya industri kimia dan pariwisata, yang terfokus di kawasan Selat Sunda,
semakin marak. Saat ini saja, geliat investasi di Banten pesat. Hingga Juli 2011 tercatat 193
proyek dengan investasi sebesar Rp 12,9 triliun, urutan ke-4 dari 33 provinsi penerima
investasi terbesar.
Melihat segenap langkah antisipatif kedua provinsi, terbayangkan betapa semaraknya
aktivitas ekonomi di sepanjang Selat Sunda, kawasan yang juga rawan bencana. Persoalannya
kini, seberapa jauh upaya mitigasi diwujudkan di kedua wilayah ini?
Komodifikasi
Kemungkinan terjadinya bencana telah terpaparkan dalam perencanaan. Letusan Krakatau
paling dikhawatirkan akan melanda 7 kawasan industri strategis Banten, 2 pembangkit listrik,
4 kawasan pariwisata, dan fasilitas ekonomi rakyat. Menjadi semakin parah lantaran di dalam
kawasan tersebut terdapat 35 industri pengolah bahan kimia berikut 26 pelabuhan kimia.
Artinya, bencana letusan ataupun tsunami berpotensi mengakibatkan bencana ledakan kimia
ataupun gas beracun yang mengancam 417.015 jiwa di Cilegon, Serang, dan Pandeglang.
Langkah mengurangi risiko bencana dilakukan. Kota Cilegon, tempat berkumpulnya industri
kimia, memiliki pusat krisis yang menyebarkan informasi kemungkinan bencana. "Kami
menempatkan dua sirene peringatan dini di Ciwandan dan Tegal wangi," ungkap Lilit Basuki
dari Pusat Pengendalian Operasi, Crisis Centre Cilegon. Selain itu, jalur evakuasi telah
ditentukan di kawasan ini. Begitu terjadi bencana, tsunami misalnya, sirene aktif
mengingatkan penduduk.

"Beberapa waktu lalu pernah ada latihan bencana, sekarang tidak lagi. Lagi pula buat apa,
Krakatau tidak akan meletus," ungkap Wahidin, yang lebih dari 30 tahun bermukim di Pantai
Carita.
Bagi Wahidin, sekalipun bencana tiba, itu sebagai takdir. Dalam situasi demikian, sosialisasi
bencana menjadi kurang efektif. Malah, tidak jarang yang terjadi selanjutnya muncul aksi
"pembangkangan" warga, terutama kalangan pemegang kuasa. "Lihat saja keberadaan vila
sepanjang pantai yang jelas rawan, tetapi sulit dikendalikan," ungkap Achyar.
Jika Banten bersama masyarakatnya masih bergelut dalam persoalan efektivitas mitigasi,
Lampung Selatan justru menginterpretasikan model mitigasi Krakatau secara berbeda.
Lampung selatan justru mengeruk material padat Krakatau di kawasan cagar alam, dengan
dalih untuk semacam kantong lahar. Pemerintah pun menjalin kerja sama dengan swasta.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_Krakatau_1883
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/detail/articles/2011/11/22/07022945/Geliat.Krak
atau.yang.Terkepung
http://www.antaranews.com/berita/330992/aktivitas-letusan-gunung-anak-krakatau-masih-tinggi

Anda mungkin juga menyukai