Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kunjungan Lapangan

SLB Negeri Dasan Griya

Oleh:
Amy Shientiarizki (H1A011007)
Ardini Kuswari (H1A011008)
Arina Windri Rivarti (H1A011009)

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram


Nusa Tenggara Barat
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan kunjungan lapangan ke SLB Negeri
Dasan Griya untuk mengetahui perilaku anak dengan keterbatasan fungsi indra.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan kunjungan lapangan ini yakni kepada dosen-dosen pembimbing,
pembina SLB, serta anak-anak SLBN Dasan Griya yang telah memberikan kami banyak
informasi terkait yang kami butuhkan.
Kami menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, bahwa segala sesuatu ada
kekurangannya termasuk laporan ini. Oleh karena itu sangat diharapkan berbagai saran dan
kritik dari pembaca untuk penyempurnaan pembuatan laporan-laporan kami selanjutnya.
Harapan kami laporan ini dapat bermanfaat di masa akan dating.

Mataram, 2 November 2012

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Landasan Teori
A. Tuna Grahita
Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah
normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang
lamban, ada anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi
persoalan dalam pembahasan ini adalah anak yang termasuk kategori lamban dalam
belajarnya. Mereka memiliki tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata anak normal,
sehingga tidak mampu mengikuti program sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak
normal. Mereka mem- butuhkan pelayanan penddidikan khusus. Anak ini disebut anak
terbelakang mental. Istilah resminya di Indonesia seperti dikemukakan Mohammad
Amin (1995 : 11) yang dikutip dari Peraturan Pemerintah nomor 72 thun 1991, yaitu
anak tunagrahita.
Anak tunagrahita terdapat di mana-mana, baik di kota maupun di desa. Di
lingkungan orang kaya maupun di lingkungan orang miskin. Karena mereka memiliki
kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga mereka tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Mereka tidak mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dan
berbelit-belit. Demikian juga dalam pelajaran seperti mengarang, berhitung, dan
pelajaran yang bersifat akademik lainnya. Anak tunagrahita ini ada beberapa macam,
juga memliki ciri-ciri dan tingkat ketunagrahitaan yang berbeda-beda, Ada yang
ringan, ada yang sedang, dan ada yang berat.
Adapun yang damaskud dengan kecerdasan di bawah rata-rata ialah apabila,
perkembangan umur kecerdasan (Mental Age) terbelakang atau di bawah pertumbuhan
usianya (Cronological Age).
Ada masyarakat awam yang menyebut anak tunagrahita itu sebagai orang gila,
Antara anak tunagrahita dengan anak sakit ingatan dan sakit mental jelas berbeda.
Dalam bahasa Inggris sakit mental disebut mental illness, yaitu kegagalan dalam
membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan tunagrahita dalam bahasa Inggris
disebut mentally retarded atau mental retardation, yaitu ketidak mampuan dalam
memecahkan persoalan karena inteligensinya kurang berkemba

B. Klasifikasi
Berbagai ahli mengklasifikasikan anak tunagrahita itu berbeda-beda, hal ini
disesuaikan dengan bidang ilmunya masing-masing. Ada yang berdasarkan
etiologisnya, berdasarkan kemampuannya, dan ada juga yang berdasarkan ciri-ciri
klinisnya. Penggolongan ini sangat diperlukan karena untuk memudahkan
memberikan layanan dan bantuan yang sebaik-baiknya.
Pengelompokan yang sudah lama dikenal ialah debil untuk yang ringan,
imbesil untuk anak yang sedang, dan idiot untuk anak yang berat. Untuk ketiga
kelompok anak tunagrahita tersebut ada juga yang menyebutnya sebagai berikut :
mampu didik dengan IQ berkisar antara 50 - 70, mampu latih antara 30 - 50, dan perlu
rawat dengan IQ kurang dari 30. Seiring dengan diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1991, Pengelompokan anak
tunagrahita pun dirubah menjadi anak tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan
tunagrahita berat.

C. Karakteristik
1. Karakteristik anak tunagrahita ringan
Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan katanya minim, Mereka
mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, tetapi mereka masih mampu mengikuti
pelajaran yang bersifat akademik atau tool subject, baik di sekolah biasa maupun di
sekolah luar biasa (SLB). Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa sama dengan anak
normal yang berusia 12 tahun.

2. Karakteristik anak tunagrahita sedang


Anak tunagrahita sedang tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran yang bersifat
akademik. Belajarnya secara membeo. Perkembngan bahasanya sangat terbatas karena
perbendaharaan kata yang sangat kurang. Merka memerlukan perlndungan orang lain,
meskipun begitu masih mampu membedakan bahaya dan bukan bahaya. Umur
kecerdasannya sama dengan anak normal umur tujuh tahun.

3. Karakteristik anak tunagrahita berat


Anak ini sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain,
sehingga berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu. Mereka tidak tahu bahaya

atau tidak bahaya. Kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai
setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.

D. Faktor Penyebab
Mengenai faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha
membaginya menjadi beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus,
yaitu indogen dan eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya
penyebab, disusun secara kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum
anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan faktorfaktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal). Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa faktor penyebab ketunagrahitaan, baik yang berasal dari faktor keturunan
maupun yang berasal dari faktor lingkungan.

1. Faktor keturunan
Ketika terjadi fertilisasi dan terjadi manusia baru, maka ia akan memperoleh
faktor-faktor yang diturunkan, baik dari ayah maupun dari ibu yang disebut genotif.
Aktualisasi genotif dihasilkan atas kerjasama dengan lingkungan. Sebagai pembawa
sikat keturunan, gene antara lain menentukan warna kulit, bentuk tubuh, raut wajah,
dan kecerdasan.

2. Gangguan metabolisme dan gizi


Metabolisme dan gizi merupakan dua hal yang sangat penting bagi
perkembangan individu, terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan dalam
metabolisme dan pemenuhan gizi akan mengakibatkan terjadinya gangguan pisik dan
mental pada individu.

3. Infeksi dan keracunan


a. Rubella
Wanita hamil yang terjangkit penyakit rubella akan mengakibatkan
janin yang dikandungnya menderita tunagrahita, tunarungu, penyakit jantung,
dan lain-lain.

b. Syphilis
Bayi dalam kandungan ibunya yang terjangkit syphilis akan lahir
mengalami kelainan, seperti tunagrahita.

4. Masalah pada kelahiran


Ketunagrahitaan juga dapat disebabkan akibat sulitnya proses kelahiran,
sehingga bayi dikeluarkan dengan menggunakan tank yang dapat merusak otak.

5. Faktor lingkungan (sosial-budaya)


Banyak peneliti yang melaporkan bahwa lingkungan dapat berpengaruh
terhadap fungsi intelek anak. Anak tunagrahita banyak ditemukan :
a. Di daerah yang taraf ekonominya lemah
b. Dalam keluarga yang kurang menyadari pentingnya pendidikan dini bagi anak,
kurang kasih sayang, dan kurangnya kontak pribadi dengan anak.

E. Usaha Pencegahan
Beberapa

usaha

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

terjadinya

ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :


1. Diagnostik prenatal
Yaitu suatu usaha memeriksakan kehamilan untuk menemukan kemungkinan
kelainan-kelainan pada janin.

2. Imunisasi
Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil dan balita agar terhindar dari penyakitpenyakit yang dapat mengganggu perkembangan anak.

3. Tes darah
Ini dilakukan terhadap pasangan calon suami istri untuk menghidari
kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan,

4. Pemeliharaan kesehatan
Ibu hamil hendaknya memeriksakan kesehatan secara rutin. Juga menyediakan
makanan bergizi yang cukup, menghindari radiasi, dan sebagainya.

5. Program KB
Ini diperlukan untuk mengatur kehamilan dan membina keluarga yang
sejahtera.

1.2

Tujuan Kunjungan Lapangan


1. Melakukan observasi terhadap sekurangnya satu orang dengan keterbatasan
fungsi indera serta fungsi pembelajaran yang berefek pada perilakunya.
2. Mengetahui bagaimana proses penerimaan informasi dan proses pembelajaran
yang dijalani oleh siswa di SLB dengan keterbatasan indera maupun keterbatasan
intelegensi
3. Mengetahui bagaimana pembentukan emosi dan perilaku pada siswa di SLB
dengan keterbatasan indera dan intelegensi .

1.3

Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Kunjungan Lapangan:
1. Identifikasi mengenai bagaimana proses penerimaan informasi/stimulus eketernal
pada orang denganketerbatasan fungsi indera.
2. Diskusikan mengenai pembentukan persepsi pada orang dengan keterbatasan
fungsi indera tersebut.
3. Diskusikan mengenai pembentukan emosis pada orang dengan keterbatasan
fungsi indera tersebut.

1.4

Waktu dan Tempat Kunjungan Lapangan


Hari/Tanggal : Kamis, 01 November 2012
Waktu

: Pukul 08.00-10.00 Wita

Tempat

: Sekolah Luar Biasa Negeri Dasan Griya

BAB II
ISI
2.1 Analisis Pertanyaan
1. Bagaimana proses penerimaan informasi/stimulus eketernal pada orang dengan
keterbatasan fungsi indera.
Anak dengan tuna grahita memiliki indra yang normal, stimulus
eksternal berupa penglihatan, pendengaran untuk proses pembelajaran dapat
berfungsi dengan baik, termasuk fungsi dari indra yang lainnya. Namun
keterbatasan

tuna

grahita

adalah

keterbatasan

substansial

dalam

memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan


fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) dan
ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah laku adaptif minimal di 2
area atau lebih. (tingkah laku adaptif berupa kemampuan komunikasi,
merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan rumah, ketrampilan sosial,
pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area kesehatan dan
keamanan, fungsi akademik, pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut Tuna
Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18 tahun.

Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di


golongkan sebagai berikut.:

1.1 Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik
pada masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan
anak usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang IQ antara 55
hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak
normal, sp ketika mereka menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan
ketrampilan komunikasi dan mampu mengembangkan ketrampilan sosial.
Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit
kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa
mempelajari ketrampilan-ketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir
usia remaja, pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan, memerlukan
pendidikan khusus.

1.2 Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa dilatih (mampu latih).
Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya
setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1
hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau bisa belajar berkomunikasi,
memiliki kesadaran sos ial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu
baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya
dengan supervivi dari orang dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa
menyelesaikan pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila diajarkan secara
khusus.

1.3 Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tuna
Grahita yang mampu latih tapi tergantung pada orang lain. Rentang Iqnya
terletak antara 25 hingga 39. Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental
setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya
perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih
agar bisa merawat diri sendiri (harus dibantu), seringkali tidak memiliki
ketrampilan berkomunikasi.

2. Bagaimana persepsi pada orang dengan keterbatasan fungsi indera tersebut.


???

3. Bagaimana pembentukan emosi pada orang dengan keterbatasan fungsi indera


tersebut.
?????

4. Bagaimana pembentukan perilaku pada orang dengan keterbatasan fungsi


indera tersebut.
Kemampuan sosial anak tunagrahita untuk berhubungan dengan
lingkungam diperoleh sejak lahir, berawal dari lingkungan keluarga sebagai
lingkungan terdekat dengan anak. Lalu berikutmya lingkungan sekolah dan
masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan
anak dan sebagai pengembangan awal kemampuan sosial. Lingkungan
keluarga yang pertama dan yang utama sebagai kelimpok terkecil dari
masyarakat yang memberikan pengaruh pada seorang individu.

Selanjutnya lingkungan sekolah yang merupakan salah atu lembaga


formal yang mempunyai peranan penting dalam membimbing serta
mengarahkan perkembangan siswa. Sekolah mempunyai peranan yang sangat
besar dalam mengembangkan kepribadian siswa karena sekolah merupakan
tempat yang tepat untuk mengorganisis berbagai kegiatan yang menunjang
perkembangan sosial siswa.
Sekolah adalah lingkungan yang sangat dominan untuk anak belajar.
Sebagai satu satuan sistem organisasi kerja, sekolah itu terdiri atas beberapa
kelas belajar. Setiap kelas merupakan unit kerja yang berdiri sendiri dan
sebagai sub sistem dari sebuah sekolah. Pengembangan suatu sekolah sebagai
satu kesatuan organisasi yang bergantung pada penyelenggaraan dan
pengalolahan kelas. Di dalam kelas, segala aspek pendidikan dan pengajaran
beerpadu dan mengalami proses interaksi.
Lingkungan belajar adalah suatu lingkungan yang diciptakan untuk
mewujudkan suasana kegiatan belajar yang efektif dan menyenangkan serta
dapat memotivasi anak didik baik yang normal maupun yang mengalami
ketunagrahitaan untuk

belajar sesuai dengan minat,

bakat

maupun

kemampuannya. Lingkungan belajar ini dapat menunjang pembentukan


prilaku melalui pembiasaan yang memungkinkan anak didik untuk
mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin.
Menciptakan suatu lingkungan belajar yang sesuai dengan minat,
bakat, kemampuan anak didik merupakan salah satu kebutuhan yang
mendesak, sebab kalau kita berniat menciptakan lingkungan yang dapat
mendukung kegiatan anak belajar sendiri, maka alangkah pentingnya
memberikan benda benda yang diperlukan bagi aktifitas tersebut, yakni yang
dapat digunakan untuk kegiatan belajar.
Di sekolah umum ataupun regular, pembelajaran yang terus menerus
dilaksanakan di dalam kelas terkadang membuat anak mengalami kejenuhan
sehingga pencapaian hasil belajar sangat kurang. Apabila dilihat dari kondisi
seperti di sekolah regular tidak berbeda dengan di sekolah luar biasa yang di
dlamnya terdapat anak tunagrahita, mereka juga sering mengalami kejenuhan
pada saat pembelajaran di dalam kelas. Untuk itu diperlukan sebuah

lingkungan belajar yang kondusif untuk menunjang pengembangan bakat,


minat dan potensi anak
Pendidikan luar biasa, sebagai salah satu bentuk pendidikan yang
khusus menanhani anak anak berkelainan sebagai objek formal dan
materialnya dari berbagai jenis kelamin termasuk anak tunagrahita, secara
sadar terus berupaya meningkatkan pelayanan dengan sebaik baiknya.
Kurikulum yang dikembangkan memuat beberapa kompetensi bahan kajian
dalam bentuk mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak, salah satunya
adalah SAINS. Tetapi ada beberapa permasalahan yang dihadapi anak
tunagrahita dalam pembelajaran sains, diantaranya rendahnya motivasi siswa
dalam pembelajaran sains, hal ini terlihat dari minat siswa dalam mengikuti
pembelajaran dan perhatian yang diberikan siswa pada saat pembelajaran,
strategi pembelajaran yang tidak efektif menjadikan siswa merasa jenuh ketika
menerima pelajaran dam kesulitan mereka pada saat pembelajaran karena
selalu dipaksakan memahami hal hal yang bersifat abstrak.
Pada umumnya, anak tunagrahita mengalami kesulitan yang ditandai
dengan terjadinya ketrampilan selama perkembangan. Jika dilihat dari konsep
intelegensi sebagai faktor bawaan potensial yang dinyatakan dalam bentuk
hasil tes pada satuan ukuran yang disebut IQ. Maka kemampuan kecerdasan
anak tunagrahita berada jauh di bawah rata rata IQ anak pada umumnya.
Tingkat kecerdasan yang rendah berdampak secara nyata pada perkembangan
kognitif, sebagai proses pembentukan pengertian. Dalam hal ini anak
tunagrahita mengalami hambatan secara kuantitas lebih rendah dibandingkan
dengan anak pada umumnya. Lamban dalam mempelajari pengetahuan abstrak
atau yang berkaitan dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan
yang terus menerus.
Karena kondisi tersebut, anak tunagrahita sering mengalami kesulitan
dalam memahami pembelajaran yang bersifat abstrak, karena pembelajaran
yang diberikan disekolah selalu dilakukan di dalam kelas dengan
menggunakan alat atau sarana pembelajaran berupa contohnya saja atau
pembelajaran yang bersidat abstrak atau semi kongkrit. Dengan kondisi ni,
anak seding merasa jenuh dan mengalami kesulitan pada saat belajar di kelas.

Pembelajaran

untuk

anak

tunagrahita

harus

menarik

dan

menyenangkan. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi pembelajaran.


Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang cocok dengan
suasana yang terjadi dalam diri siswa. Bisa kita perhatikan, jika siswa tidak
senang, siswa tidak akan menunjukkan perhatian atau ketertarikannya pada
pembelajaran, sehingga siswa akan bersifat pasif dan merasa jenuh.
Banyak faktor yang menentukan kaberhasilan hasil belajar anak
tunagrahita, diantaranya yaitu :
1. Lingkungan belajar merupakan salah satu penunjang pembentukan
perilaku melalui pembiasaan yang memungkinkan anak tunagrahita untuk
mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin sesuai dengan minat,
bakat dan potensi anak.
2. Strategi pembelajaran yang tidak efektif menjadikan siswa merasa jenuh
ketika menerima pembelajaran.
3. Tingkat kecerdasan yang rendah berdampak secara nyata pada
perkembangan kognitif, sebagai proses pembentukan pengertian. Dalam
hal ini anak tunagrahita mengalami hambatan secara kuantitas lebih rendah
dibandingkan dengan anak pada umumnya. Dengan daya ingat yang
lemah, mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam
berfikir abstrak.

Anda mungkin juga menyukai