PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sufadiazin dapat digunakan sebagai antibiotik, dengan nama
dagang mikrosulfon, merupakan golongan obat sulfonamide dan umum digunakan
untuk infeksi saluran urin (terkecuali sulfasetamida) juga digunakan untuk infeksi
mata. Akan tetapi, memiliki potensi efek samping berupa mual, muntah, murus,
alergi (termasuk kulit), batu ginjal, gagal ginjal, penurunan jumlah sel darah putih,
dan sensitivitas terhadap matahari (Awad, dkk, 2012).
Sulfadiazin dapat dianalisis konsentrasinya dengan menggunakan
spektrofotometer
Ultra-Violet.
Spektrofotometer
UV-Visibel
merupakan
instrumen yang sederhana dan tidak mahal. Di sisi lain, hubungan antara
kesederhanaan dan kerendahan biaya, metode ini dapat dianggap lebih unggul jika
dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya. Lebih dari itu, metode ini
bebas dari gangguan dari bahan aditif dan bahan tambahan lainnya
(Khopkar, 2010).
Analisis simultan sejumlah
gelombang. Panjang
gelombang
yang
benar-benar
yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biofarmasetika
2.2 Sulfadiazin
Rumus Bangun
: N-2-piridinil sulfanilamida
Nama lazim
: Sulfadiazinum/sulfadiazine
Rumus kimia
: C10H10N4O2S
BM
: 250,27
Pamerian
Kelarutan
dapat
juga
ditentukan
dengan
menggunakan
oleh
pengobatan oleh karena paparan laser, gangrain karena gas yang ditimbulkan oleh
staphylococcus.Pemberian sulfadiazine menjadi penting pada saat fase infeksi
bakteri akut (Clowes and sons, 1973).
Sulfadiazin atau disebut juga sulfapirimidin (triacef) yang merupakan
derivat pirimidin bersama dengan sulfametoksazol dan sulfafurazol memiliki
kegiatan atas dasar mg yang terkuat dari semua sulfa. Resorpsinya dari usus agak
lambat sehingga sebagian obat bisa mencapai usus besar. Oleh karena itu
sulfadiazin berkhasiat terhadap disentri basiler, bahkan lebih efektif dibandingkan
dengan kloramfenikol dan tertrasiklin. PP paling rendah, rata-rata 40%, maka
kadar obat dalam cairan tubuh paling tinggi dan sering kali digunakan pada
meningitis.
Kombinasi
dengan
pirimetamin
digunakan
terhadap
infeksi
Aspek kualitatif
Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang
gelombang maksimal, intensitas, efek PH, dan plarut; yang kesemuanya itu dapat
diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (publissed data). Dari
spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :
Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah,
bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromik dan
pensiklidin.
2. Aspek kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat
digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu :
Analisis zat tunggal atau analisis suatu komponen
Analisis campuran dua macam zat atau analisis dua komponen
Anlalisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi
komponen) (Rohman, 2007).
2.4 Disolusi
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat
melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan
pelarut (Aiache dan Goyot, 1993).
Uji disolusi ( in vitro) yang diterapkan pada sediaan obat padat bertujuan
untuk mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media cair
yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu, pada suhu konstan tertentu,
menggunakan alat tertentu yang didesain untuk menguji parameter disolusi.
Jumlah zat aktif yang terlarut dapat ditentukan atau diukur pada satu waktu
tertentu atau berbagai rentang waktu secara berturut-turut yang tergantung pada
jenis informasi yang diperlukan (Sinko, 2010).
Ketika suatu tablet atau sediaan padat lain dimasukkan ke dalam gelas
piala berisi air atau ke dalam saluran cerna, obat tersebut mulai bergerak dari
padatan utuh ke dalam larutan. Kecuali tablet tersebut merupakan bahan polimerik
yang bergandengan, matriks padat juga berdisintegrasi menjadi granul-granul.
Granul-granul yang dihasilkan selanjutnya berdegredasi menjadi partikel-partikel
halus. Disintegrasi, dan disolusi dapat terjadi bersamaan dengan pelepasan obat
dari bentuk penghantarannya (Sinko, 2006).
Keefektifan suatu tablet melepaskan kandungan obatnya untuk absorpsi
sistemik sedikit banyak bergantung pada kecepatan disintegrasi bentuk sediaan
dan granul. Namun biasanya lebih berpengaruh adalah kecepatan disolusi sediaan
padat tersebut. Disolusi sering kali merupakan tahap penentu atau pengendali
kecepatan pada absorpsi obat berkelarutan rendah karena disolusikan kerap kali
menjadi tahap paling lambat di antara berbagai tahap yang terlibat dalam
pelepasan obat dari bentuk sediaan dan pergerakan ke dalam sirkulasi sistemik.
Karena disolusi merupakan proses kinetik, kecepatan disolusi mencerminkan
jumlah obat yang terlarut dalam periode waktu tertentu (Sinko, 2006).
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera pada masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan
disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali dinyatakan dalam
masing-masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa tablet bersalut
enterik, uji disolusi dan waktu hancur tidak secara langsung dinyatakan untuk
sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas
lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan obat. Uji disolusi dapat dilakukan
dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu metode basket, metode dayung (Depkes
RI, 1995).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum antara lain: beaker glass
1000 ml (Iwaki Pyrex), bola penghisap, dissolution tester (Erweka), labu tentukur
10 ml (Iwaki Pyrex), spektrofotometer (Shimadzu), termometer, kuvet, spuit 3 ml,
tissu lensa, vial, dan beaker glass 250 ml (Iwaki pyrex).
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum antara lain: sulfadiazin
tablet, sulfadiazin kapsul, medium lambung buatan pH 1,2 dan air.
3.3 Prosedur kerja
3.3.1 Prosedur Uji Disolusi Sulfadiazin Tablet dan Kapsul
Dipanaskan 900 ml medium cairan lambung pH 1,2 sampai suhu 37
0,5oC. Dimasukkan ke dalam tabung Dissolution Tester. Diatur putaran 100 rpm.
Sediaan uji dimasukkan ke dalam tabung disolusi. Pada interval waktu 5, 10, 15,
20, 30, 45, 60 menit dipipet cuplikan sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
labu tentukur 25 ml. Diencerkan sampai garis tanda. Setiap pengambilan cuplikan
diganti dengan medium disolusi dalam jumlah yang sama. Larutan diukur serapan
dengan alat spektrofotometer uv pada panjang gelombang maksimum 242 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,0175
1,2085
2.
10
0,0475
3,454
3.
20
0,1034
4,9345
4.
30
0,1584
4,957
5.
45
0,2507
4,973
6.
60
0, 3041
4,9775
No
.
CxFP
(men
it)
(ppm)
FP
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
0
1.
0,0175
0,2417
1,2085
(ppm)
1087,65
2.
10
0,0475
0,6908
3,454
3.
20
0,1034
0.9869
4.
30
0,1584
0,9914
5.
45
0,2507
6.
60
0, 3041
%
CL
kumul
atif
1087,65
1,08
3108,6
1,2085 3109,808
31,08
4,9345
4441,05
4,6625 4445,712
4,44
4,957
4461,3
9,597
4470,897
4,46
0,9946
4,973
4475,7
14,554 4490,254
4,47
0,9955
4,9775
4479,75
19,527 4499,277
4,5
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,0193
1,3435
2.
10
0,0433
3,1395
3.
20
0,0792
5,827
4.
30
0,1123
8,3445
5.
45
0,1648
12,234
6.
60
0,2186
16,261
No
.
1.
CxFP
t
(men
it)
5
C
A
0,0193
(ppm)
0,2687
FP
5
10
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
1,3435
(ppm)
1289,15
%
CL
kumul
atif
1209,15
1,209
2.
10
0,0433
0,6279
3,1395
5244,3
4,483
3248,178
5,248
3.
20
0,0792
1,1654
5,827
7510,05
10,31
7520,36
7,520
4.
30
0,1123
1,6689
8,3445
11010,6
18,654
11029,25
11,03
5.
45
0,1648
2,4468
12,234
2825,55
1,3435 2826,193
2,826
6.
60
0,2186
3,2522
16,261
14634,9
30,888 14665,31
14,66
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,0073
0,0445
2.
10
0,0082
0,5125
3.
20
0,0129
0,8645
4.
30
0,0182
1,2615
5.
45
0,0210
1,4705
6.
60
0,0269
1,912
11
CxFP
No
(men
it)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
5
10
20
30
45
60
(ppm)
0,0073
0,0082
0,0129
0,0182
0,0210
0,0269
FP
0,0890
0,1025
0,1729
0,2522
0,2941
0,3824
5
5
5
5
5
5
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
0,0445
0,5125
0,8645
1,2615
1,4705
1,912
(ppm)
400,5
461,25
773,05
1134,9
4323,45
1720,8
%
CL
kumul
atif
0
400,5
0,0445 461,695
0,975 77,0075
1,822 1136,722
3,083 1326,533
4,5535 1720,8
0,401
0,462
0,779
1,307
1,327
1,721
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,1327
8,2425
2.
10
0,392
10,054
3.
20
0,5760
36,323
4.
30
0,6613
41,7195
5.
45
0,6713
42,353
6.
60
0,5870
37,014
No
.
CxFP
t
(men
it)
C
A
(ppm)
FP
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
0
1.
0,1327
1,6485
8,2425
(ppm)
7418,25
2.
10
0,392
4,0108
10,054
3.
20
0,5760
7,2646
4.
30
0,6613
8,3439
5.
45
0,6713
6.
60
0,5870
%
CL
atif
7418,25
18,5
18048,6
8,2425 32718,99
45,14
36,323
32690,7
28,297 188,7225
81,79
41,7195
37547,5
64,619 37612,12
94,03
8,4706
42,353
38117,7
106,34 38224,04
95,56
7,4028
37,014
33312,6
148,69 33461,29
83,65
kumul
Waktu (menit)
Absorbansi
12
Konsentrasi (ppm)
1.
0,4412
27,78
2.
10
0,5876
37,052
3.
20
0,6316
39,8385
4.
30
0,6438
40,661
5.
45
0,6260
39,611
6.
60
0,6273
39,556
No
.
CxFP
t
(men
it)
C
A
(ppm)
FP
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
0
25002
62,5
CL
kumul
atif
1.
0,4412
5,560
27,78
(ppm)
25002
2.
10
0,5876
7,4104
37,052
33346,8
27,78
33374,50
83,44
3.
20
0,6316
7,9677
39,8385
35854,6
64,832 35919,48
89,8
4.
30
0,6438
8,1222
40,661
36549,9
104,67 36654,57
91,64
5.
45
0,6260
7,8986
39,611
35535,6
145,28 35686,88
89,2
6.
60
0,6273
7,9132
39,556
35609,4
184,76 35794,17
89,48
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,5049
31,83
2.
10
0,5865
36,995
3.
20
0,5586
35,225
4.
30
0,6013
37,91
5.
45
0,6376
40,225
6.
60
0,6344
40,025
No
.
CxFP
t
(men
it)
C
A
(ppm)
FP
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
(ppm)
13
%
CL
kumul
atif
1.
0,5049
6,366
31,83
28647
28647
71,62
2.
10
0,5865
7,399
36,995
33295,7
51,83
33327,33
83,24
3.
20
0,5586
7,045
35,225
31702,5
68,825 31771,33
79,26
4.
30
0,6013
7,582
37,91
34119
104,05 34223,03
85,99
5.
45
0,6376
8,045
40,225
36202,5
141,96 36344,46
90,51
6.
60
0,6344
8,005
40,025
36022,5
182,19 36204,68
90,06
Waktu (menit)
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
1.
0,4893
30,8175
2.
10
0,5476
34,5185
3.
20
0,6035
38,059
4.
30
0,5527
34,8415
5.
45
0,5840
36,824
6.
60
0,5525
34,829
No
.
CxFP
(men
it)
(ppm)
FP
CxFP
dlm 900
Faktor
(ppm)
ml
Pe(+)
0
1.
0,4893
6,1653
30,8175
(ppm)
27735,8
2.
10
0,5476
6,9037
34,5185
3.
20
0,6035
7,6118
4.
30
0,5527
6,9683
5.
45
0,5840
6.
60
0,5525
: waktu (menit)
: absorbansi
: konsentrasi
FP
: faktor pengenceran
CL
kumul
atif
27735,75
69,34
31066,7
30,818 31097,47
77,74
38,059
34253,1
65,336 34318,44
85,79
34,8415
31357,4
103,39 31460,75
78,65
7,3648
36,824
33141,6
138,24 33279,84
83,19
6,9658
34,829
31346,1
173,07 31519,17
78,79
Keterangan:
t
14
%K : persentase kumulatif
4.2 Perhitungan
Terlampir
4.3 Pembahasan
Menurut Sinko (2006), yang menyatakan bahwa pengaruh bentuk
sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang
terkandung di dalamnya. Secara umum laju disolusi akan menurun menurut
urutan sebagai berikut: kapsul, tablet dan sustained release. Cangkang kapsul
yang terbuat dari gelatin merupakan suatu senyawa yang mudah larut dalam air
sehingga kapsul dapat dengan mudah melepaskan bahan obat (zat aktif) untuk
diabsorpsi oleh tubuh.
Dari percobaan yang dilakukan, uji disolusi tablet sulfadiazin II dan
kapsul sulfadiazin diperoleh konsentrasi yang meningkat di dalam medium
lambung buatan yang berarti bahwa obat telah larut sedikit demi sedikit. Pada
sulfadiazin tablet, diperoleh konsentrasi obat yang dilepas 14665,31 ppm pada
waktu 60 menit. Sedangkan pada sulfadiazin kapsul diperoleh konsentrasi obat
yang dilepas 1720,8 ppm pada waktu 60 menit. Ini menunjukkan bahwa sediaan
kapsul lebih mudah terdisolusi dibandingkan sediaan tablet.
Pada sulfadiazin tablet I, diperoleh konsentrasi obat yang dilepas
4499,277 ppm pada waktu 60 menit. Sedangkan pada sulfadiazin kapsul diperoleh
konsentrasi obat yang dilepas 1720,8 ppm pada waktu 60 menit. Ini menunjukkan
bahwa sediaan tablet lebih mudah terdisolusi dibandingkan sediaan kapsul. Hal ini
tidak sesuai dengan teori.
Pada tablet furosemid generik I dan furosemid generik II masingmasing diperoleh konsentrasi obat yang dilepas 33461,29 ppm dan 35794,17 ppm
pada waktu 60 menit sedangkan pada tablet furosemid merek dagang (Lasik) I dan
II masing-masing diperoleh konsentrasi obat yang dilepas 36204,68 ppm dan
31519,17 ppm pada waktu 60 menit. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara furosemid generik dengan furosemid merek dagang.
Furosemid generik I lebih lambat mengalami disolusi dari furosemid merk dagang
I sedangkan furosemid generik II lebih cepat mengalami disolusi dari furosemid
merk dagang II. Kedua obat ini tidak bioekivalen. Dua produk disebut bioekivalen
15
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Pada sulfadiazin kapsul kadar obat yang terlarut pada uji disolusi lebih tinggi
dibandingkan dengan sulfadiazin tablet pada waktu dan medium yang sama.
- Pada furosemid generik I kadar obat yang terlarut pada uji disolusi adalah
33461,29 ppm dan furosemid generik II kadar obat yang terlarut adalah
35794,17 ppm.
- Furosemid merek dagang (Lasik) I kadar obat terlarut pada uji disolusi adalah
36204,68 ppm dan Furosemid merek dagang (Lasik) I kadar obat terlarut
adalah 31519,17 ppm.
5.2 Saran
- Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan furosemid merek dagang
lain seperti Farsik untuk membandingkan hasil disolusi yang diperoleh
dengan furosemid generik.
- Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan bentuk sediaan lain seperti
sustained release, kaplet untuk membandingkan uji disolusi dari sediaansediaan tersebut..
17
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M. dan Guyot A.M. (1993). Farmasetika 2 : Biofarmasi. Edisi Kedua.
Penerjemah: Dr. Widji Soeratri. Surabaya : Penerbit Airlangga University
Press. Halaman : 3-15, 41
Awad, H.M., dan Shahed K.Y. (2012). Antibiotics as Microbial Secondary
Metabolites: Production and Application, Jurnal Teknologi, 2012, Vol.1,
No. 59, eISSN 2180-3722, ISSN 0127-9696.
Clowes dan Sons. (1973). British Pharmaceutical Codex. London : The
Pharmaceutical Press. Pages 476 and 477
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia.Edisi keempat. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 4, 6, 765
Gilman and Goodman. (1991). The Pharmacological Basis of Therapeutics. Eight
Edition. New York : Mc Graw Hill, INC. Page : 1051
Khopkar, S. M. (2010). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press. Halaman : 225-226
Multi, K. (2013). Analisis Spektroskopi UV Vis Penentuan Konsentrasi
Permanganat. [http://kusnantomukti.blog.uns.ac.id/files/2012/06/laporanUV-Vis.pdf] Diakses 25 November 2014
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Halaman : 220-228
Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Press. Hal. 31-34, 43 dan 48-51
Syukri, Y dan Sukmawati. (2004). Desintegrasi dan Disolusi Tablet Furosemida
Dari Berbagai Produk Generik dan Produk Paten yang Beredar.
Yogyakarta: Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas MIPA Universitas
Islam Indonesia. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014.
www.data.dppm.uii.ac.id/uploads/101017
Tjay, T.H., & Raharja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Jakarta : Elex
Media Komputindo. Halaman : 13, 14, 136, 333.
18
Kapsul sulfadiazin
Tablet sulfadiazin
Furosemid generik
19
Wadah kaca
Spuit
Dissolution tester
Spektrofotometer Uv-Vis
20