Anda di halaman 1dari 7

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau
cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak
adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai
infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sel otot jantung.20 PJK bermakna didefinisikan sebagai
adanya stenosis 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari
pemeriksaan angiografi 4, 21
2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa
dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai
patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut
maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi
merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap
masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam rangka
melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan
sel

atau

jaringan

dan

memulihkan

homeostasis.

Aterosklerosis

dapat

menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan


penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena.6,7,22
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK.
Merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses
aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel,
pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan
fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak
stabil. 6-8

Universitas Sumatera Utara

Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi


memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari
perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan
trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa
inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses
aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya
rupture

plak

yang

menimbulkan

komplikasi

penyakit

kardiovaskular.6-8

Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan
berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil
proses inflamasi. 6-9
Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas
(akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang
berbeda) pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi
endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang
menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan
awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor
risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan
faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan hemostatik. 6,8,9
Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling
berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi
dan proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi
inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen - elemen
inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel
pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi
pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1),
Vascular Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini
diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin
dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke
lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah
memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan"
LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan
membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi fatty

Universitas Sumatera Utara

streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang


akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke
tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan
kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada
tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai
plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan
penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis
sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan
jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel,
mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu
arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina
atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak
stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah
proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan
sindroma koroner akut. 6-9,22,26

S
Sumber: Peter Libby. 2004

(9)

Gambar 2.2.1 Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis

Universitas Sumatera Utara

2.3 CRP dan hs-CRP


CRP pertama kali didiskripsikan oleh William Tillet dan Thomas Francis
di Institut Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dari serum
pasien yang menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk
presipitasi dengan C Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi
antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi
nama C-Reactive Protein.9,22

Sumber: J.P. Casas. 2008 (11)

Gambar 2.3.1 Struktur C-Reactive Protein


CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik non
spesifik. Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi maupun
kerusakan jaringan. CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia tetapi
dalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada setiap individu.
Pada individu sehat tanpa inflamasi, biasanya kadar CRP < 1 mg/L dengan
median 0.8 mg/L. Ketika terjadi reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan
jaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati sebagai respons terhadap sitokin
terutama interleukin-6 (IL-6), interleukin-1 (IL-1), dan Tumor Necrosis Factor
(TNF) yang dihasilkan oleh makrofag. 23
Nilai CRP stabil untuk jangka waktu yang lama, tidak dipengaruhi oleh
intake makanan, usia, jenis kelamin dan tidak ada variasi sirkadian. Bilamana
terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi peningkatan hingga 10.000 kali
dari nilai normalnya. Untuk penyebab infeksi bakteri/virus, trauma, pembedahan,
luka bakar, penyakit keganasan, kerusakan jaringan maupun penyakit auto
immun, kadar CRP biasanya mencapai > 10 mg/L. Kadar CRP juga meningkat

Universitas Sumatera Utara

pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya riwayat


penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelah
terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP
meningkat dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu
24- 48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke kadar
asalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun
kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena keuntungan itu, CRP sangat
berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi.
Sedangkan hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi
CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran
antara 0,1 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi derajat
rendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-CRP yang sangat sensitif ini
dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis
sebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi derajat rendah dan tidak
menyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada
orang-orang yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni
pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit
jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok dan
obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.23-26

Sumber: Goran K Hansson. 2005 (6)

Gambar 2.3.2 Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada


aterosklerosis

Universitas Sumatera Utara

10

AHA / CDC 11 merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:


hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada
orang dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan
penyakit kardiovaskular
hs-CRP bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasi
kemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard atau
restenosis, setelah intervensi koroner perkutan
AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-CRP berdasarkan resiko kejadian
kardiovaskular seperti pada tabel 2.3.1 yaitu :
hs-CRP < 1,0 mg/L

risiko terkena PJK rendah (low risk)

hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L risiko terkena PJK sedang (intermediate risk)
hs-CRP > 3,0 mg/L (< 10 mg/L) risiko terkena PJK tinggi (high risk)
Tabel 2.3.1 Nilai cut off hs-CRP berdasarkan resiko kejadian
kardiovaskular
Hs-CRP (mg/L)

Resiko relatif kardiovaskuar

< 1,0

Rendah

1,0 3,0

Sedang

3,1 10,0

Tinggi

Sumber: Thomas A. Pearson (12)

2.4 Angiografi Koroner


Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan
untuk melihat gambaran anatomi arteri koroner serta penyempitan lumen yang
telah terjadi pada penderita PJK. Sering dilakukan untuk menilai luasnya stenosis
dan dapat menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Walaupun
merupakan pemeriksaan gold standar, angiografi hanya memberikan informasi
tentang keadaan lumen arteri dan tidak dapat memberikan secara langsung
komposisi plak serta perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat
hubungannya dengan kejadian ruptur plak dan trombosis dibandingkan dengan
adanya atau beratnya aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis

Universitas Sumatera Utara

11

arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri
koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan
diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan. 5,15
2.5 Efek statin pada kadar hs-CRP sebagai marker inflamasi aterosklerosis
Statin merupakan agen penurun kolesterol plasma, yang diketahui
memiliki efek pleiotropik (cholesterol-independent effects) yang menguntungkan
dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif
primer maupun sekunder. Selama dekade terakhir banyak studi in vitro dan in vivo
yang menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi
(immunomodulator), menurunkan kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan
kejadian kardiovaskular. Terdapat bukti

yang mendukung statin dapat

memodulasi respon imun. Mencakup efek recruitment, diferensiasi, proliferasi


dan aktivitas sekresi sejumlah sel-sel imun pada intima, terutama monosit /
makrofag dan sel T.27
The FDA's Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory Committee
Amerika pada Desember 2009 telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk
mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskularisasi, pada
pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL normal dan tidak memiliki PJK,
namun memiliki peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar hs-CRP dan
sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung. Keputusan FDA
in didasarkan pada hasil penelitian Justification for the Use of Statins in Primary
Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin

(JUPITER).28

Guideline terbaru yang diterbitkan oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS)


pada tahun 2009 di Kanada, kadar hs-CRP < 2 mg/L merupakan target sekunder
untuk pemberian terapi statin.29

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai