Anda di halaman 1dari 3

JAKARTA-Kementerian

Keuangan
(Kemenkeu)
mengungkapkan
sedikitnya ada sembilan Undang-Undang terkait perencanaan dan
penganggaran dana transfer dari pusat ke daerah dan dana desa. Dana
transfer dari pusat ke daerah itu terdiri atas dana perimbangan, dana otonomi
khsusu, dana keistimewaan, dana transfer lainnya, dan dana desa, kata
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan ((DJPK
Kemkeu) Budiarso Teguh Widodo,di Dewan Perwakilan Daerah
(DPD),
Jakarta,
Selasa
(21/10/2014).
Menurut Budiarso, dana perimbangan dialokasikan kepada daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal.
"Jenisnya terdiri atas dana bagi hasil (DBH) untuk mendanai kebutuhan
daerah berdasarkan persentase tertentu, dana alokasi umum (DAU) untuk
memeratakan kemampuan keuangan antardaerah, dan danaalokasi khusus
(DAK) untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai prioritas nasional,"
terang
Budi.
Selain dana perimbangan, kata Budiarso, juga masalah dana otonomi khusus
yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai pelaksanaan otonomi
khusus suatu daerah, dan dana keistimewaan dialokasikan untuk
penyelenggaraan urusan keistimewaan suatu daerah. Dana transfer lainnya
merupakan komponen dana transfer selain dana perimbangan, dana otonomi
khusus, dan dana keistimewaan untuk membantu daerah dalam rangka
pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat, penguatan desentralisasi fiskal,
mendukung percepatan pembangunan daerah, dan pencapaian target
pembangunan nasional. "Dana desa dialokasikan untuk desa yang bersumber
dari belanja pusat dalam rangka pelaksanaan program berbasis desa yang
berkeadilan," kata Budiarso lagi.
Lebih jauh Budiarso Teguh menjelaskan arah kebijakan dana transfer tahun
anggaran 2015, yaitu meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan kewenangan daerah.

"Juga mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara


pusat dan daerah serta mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan
antar daerah, meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah
dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah," ujarnya.
Kemudian, lanjut Budi, memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di
daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pascabencana; mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar, mendorong
pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
"Juga meningkatkan kualitas pengalokasian dana transfer yang
memperhatikan akuntabilitas dan transparansi, serta meningkatkan kualitas
pemantauan dan evaluasi dana transfer," imbuh Budi.
Adapun Undang-Undang itu, antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU 33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU 11/1995
juncto UU 39/2007 tentang Cukai, UU 21/2001 juncto UU 35/2008 tentang
Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, UU 11/2006
tentang Pemerintahan Aceh, UU 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta, UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU
14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU 6/2014 tentang Desa. (ec)

Dana Keistimewaan harus sentuh desa


Sindonews.com Anggota DPD RI Hafid Ashrom mengatakan, melalui Ashrom Faoundation
dirinya akan berupaya membantu mengurangi angka kemiskinan DIY melalui usaha muda di
tingkat desa. Langkah ini sekaligus untuk menyerap dana keistimewaan agar bisa memberi
manfaat bagi desa.
Kita punya kepedulian bagaimana mengurai kemiskinan DIY yang berada di atas rata-rata,
melalui usaha muda. Supaya ke depan, dana keistimewaan setelah dicairkan bisa memberi
manfaat ke desa, sehingga desa bisa makmur melalui dana yang jumlahnya triliunan itu, kata
Ashrom di kantornya, Rabu (9/1/2013).
Dia mengatakan, pengembangan usaha muda dilakukan dengan cara membangkitkan anakanak desa agar mau menjadi pengusaha. Pasalnya, potensi dan peluang menjadi pengusaha
masih terbuka lebar. Dia mencontohkan, kebutuhan ikan lele di DIY sangat besar dan hingga kini
belum tercukupi.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan penganan khas DIY, yakni Gudeg juga masih belum
tercukupi. Dengan begitu, ketimbang harus impor nangka yang menjadi bahan baku gudeg dari
Lampung, akan lebih baik jika anak desa diajak menanam nangka.
Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo mengatakan, selama ini pengentasan kemiskinan dilakukan
sangat lambat. Bahkan energi yang dikeluarkan tidak sepadan dengan hasilnya walaupun dana
yang dialokasikan cukup besar.
"Itu karena treatment yang diberikan tidak tepat," kata Hasto.
Karena itu, Pemkab membuat album kemiskinan yang memuat profil penyebab kemiskinan yang
jelas. Jika sudah jelas maka treatment yang diberikan akan sesuai.
"Hal ini kami lakukan karena saya punya hipotesis bahwa spectrum treatment kemiskinan yang
selama ini diberikan masih terlalu luas," katanya.

Anda mungkin juga menyukai