Penulis adalah dosen tetap bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum
Universitas Narotama Surabaya
2 Saafroedin Bahar et. al., ed. 1933. Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi
kedua. Jakarta: Sekretariat Negara RI, hlm. 58
3
Lihat Dictum 1 Amanat Kasultanan Yogyakarta 5 September 1945 dan Dictum 1 Amanat Kadipaten
Paku Alaman
4
Ibid.
bahwa negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa. Pertentangan ini penting kiranya untuk dikaji secara mendalam baik
dari persfektif historis maupun persfektif konstiusi.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah
apakah Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta sudah sesuai dengan
Konstitusi dan sejarah keitimewaan Yogyakarta.
C. Tinjauan Pustaka
1. Prinsip Demokrasi
Perjalanan demokrasi sudah tumbuh sejak jaman Yunani Kuno, yang kemudian
berkembang hingga saat ini. Sejarah pertumbuhan demokrasi ini ditulis oleh Mahfud MD
sebagai berikut:
Secara historis, demokrasi telah tumbuh sejak zaman Yunani Kuno. Demokrasi
tumbuh pada mulanya, di sebuah Negara Kota Athena sekitar abad ke-4 sampai abad
ke-6 Sebelum Masehi. Negara kota Athena Kuno, merupakan Negara demokrasi
pertama di dunia yang mampu menjalankan demokrasi secara langsung dengan
majelis sekitar 5.000 sampai 6.000 orang. Ketika itu, rakyat secara langsung menjadi
penentu kebijakan pemerintahan. Mereka, dapat berkumpul di suatu tempat dalam
waktu yang sama, berbicara dan memberikan suara secara langsung di dalam dewan
sebagai forum penentu kebijakan. Namun, semua itu dapat terlaksana karena jumlah
penduduk Negara Kota di Athena ketika itu, baru sedikit. 8
Dalam demokrasi, semestinya, hak-hak rakyat dihormati dan dijunjung tinggi. Dalam
demokrasi tidak dibenarkan adanya keputusan politik dari pejabat yang dapat merugikan
hak-hak rakyat, apalagi kebijakan yang bertujuan untuk menindas rakyat demi
kepentingan penguasa. Demokrasi sesungguhnya bukan hanya seperangkat gagasan dan
prinsip tentang kebebasan. Tetapi, demokrasi juga mencakup seperangkat praktik dan
prosedur yang terbentuk dalam sejarah panjang dan berliku. Demokrasi, seringkali
disebut pelembagaan dari kebebasan. 9
Dalam perkembangannya, demokrasi telah mengalami pasang surut sebagaimana
yang dikemukan oleh Abdullah Yazid berikut ini:
8
Moh. Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Cet 2 (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003),hlm. 20
http://www.cidesonline.org
Pasang surut demokrasi ini ditandai antara lain dengan adanya istilah atau nama dari
demokrasi yang menunjukkan bentuk pelaksanaan sistem pemerintahan demokrasi di
suatu Negara dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga
Negara Dalam demokrasi seringkali terjadi pertarungan antara nilai-nilai ideal, nilai
instrumental, dengan konteks alam, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan
agama serta kualitas psikososial para penyelenggara negara.10
Sebaliknya, demokrasi akan tumbuh kokoh bila di kalangan masyarakat tumbuh
kultur dan nilai-nilai demokrasi, seperti toleransi, bebas mengemukakan pendapat,
menghormati perbedaan pendapat,
10
David Held, Demokrasi dan Tatanan Global, dari Negara Modern hingga Pemerintahan
Kosmopolitan, (Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2006),hlm.14
11
Abdullah Yazid et.all, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Malang:Avveroes Press, 2007),
hlm.32
12
Redi Penuju, Oposisi Demokrasi dan Kemakmuran Rakyat, Cetakan I, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009) hal 7
oleh
pemerintah
pusat).
Dalam
perkembangannya
yang
dikarenakan
perkembangan pesat yang terjadi dalam suatu negara, yaitu semakin luasnya wilayah,
urusan pemerintahan semakin kompleks, serta warga negaranya semakin banyak dan
heterogen, maka di berbagai negara telah dilaksanakan azas dekonsentrasi ( pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah) dalam rangka
penyelenggaraan pemeintahan di daerah.15
Dalam perkembangannya lebih lanjut juga dibeberapa negara telah dilaksanakan
azas desentralisasi ( penyerahan urusan dari pemerintah pusat ke daerah otonom) untuk
menjadi urusan rumah daerah otonom itu. Pelaksanaan asas desentralisasi inilah yang
melahirkan daerah-daerah otonom. Daerah otonom dapat mengatur rumah tangganya
13
14
15
Soehino, Ilmu Negara, Ed.3, Cet.3 (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 224
Ibid, hlm.224
Ibid, hlm.224-225
Dalam
negara
kesatuan,
tanggungawab
pelaksanaan
tugas-tugas
pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Adapun hubungan
antara asas desentralisasi dengan sistem otonomi daerah sebagaimana dikemukakan oleh
Benyamin Hossein yang kemudian diikuti oleh pendapat Philip Mowhod dan kemudian
disimpulkan oleh Jayadi N.K dalam Siswanto Sunarno adalah sebagai berikut:
Secara teoritis desentralisasi seperti yang dikemukakan oleh Benyamin Hossein
adalah pembentukan daerah otonom dan/atau penyerahan wewenang tertentu
kepadanya oleh pemerintah pusat . Philip Mawhod menyatakan desentraliasi adalah
pembagian dari sebagiankekuasaan pemerintah oleh elompok yang berkuasa di
pusat terhadap kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otoritas di
dalam wilayah tertentu di suatu negara. Dari defenisi kedua pakar diatas, menurut
Jayadi N.K. bahwa mengandung empat pengertian: pertama, desentralisasi
merupakan pembentukan daerah otonom; kedua, daerah otonom yang dibentuk
diserahi wewenang tertentu oleh pemerintah pusat; ketiga, desentralisasi uga
merupakan pemencaran kekuasaan oleh pemerintah pusat; keempat, kekuasaan
yang dipencarkan diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam wilayah
tertentu.18
16
17
Ibid, hlm.225-226
Huda, Nimatul, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm.
92
18
Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet.3 (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hlm. 13
Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai negara kesatuan dan otonomi daerah di
Indonesia:
Akan tetapi, sistem pemerintahan Indonesia yang salah satunya menganut asas
negara kesatuan yang didesentralisasikan menyebabkan ada tugas-tugas tertentu
yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan
adanya hubungan kewenangan dan pengawasan. 19
Bahkan penjelasan tentang asas desentralisasi oleh Siswanto Sunarno diserupai
dengan hak keperdataan atau disamakan dengan hukum keperdataan, yaitu adanya
pemberi hak dan penerima hak. Beikut ini penjelsannya mengenai asas desentralisasi dan
sistem otonomi daerah di Indonesia yang dikemukakan secara gamblang berikut ini:
Asas desentralisasi ini dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan,
yakni penyerahan sebagaian hak dari pemilik hak kepada penerima hak, dengan
objek hak tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah ditangan pemerintah, dan hak
pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah,dengan objek hak
berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan
pemerintahan, namun masih tetap dalam kerangka NKRI. Pemberian hak ini,
senantiasa harus dipertanggungawabkan kepada si pemilik hak dalam halini
Presiden melalui Menteri dalam Negeri dan DPRD sebagai kekuatan representatif
rakyat di daerah. 20
Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan hasil
yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan
secara nyata dengan penerapan otonomi daerah dan kelangsungan pelayanan umum yang
tidak diabaikan.21
D. Pembahasan
1. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta Ditinjau Dari Persfektif
Sejarah
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan pernyataan
mengenai status keistimewaan Yogyakarta yaitu bahwa tidak boleh adanya suatu
sistem monarki yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi,
beragam reaksi muncul dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Ada pandangan
19
20
21
yang membenarkan pernyataan Presiden tersebut dan bahkan tidak sedikit pula yang
menentang pernyataan itu serta menyatakan bahwa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah melupakan sejarah masa lalu.22
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pernyataan Presiden
tersebut diungkapkan pada saat sidang kabinet terbatas untuk membahas Rancangan
Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta pada tanggal 26 November 2010.
Tanggapan yang menyatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
melupakan sejarah masa lalu sangat penting bagi setiap orang untuk melihat
kembali sejarah masa lalu itu untuk menjernihkan dan mengingatkan kita kembali
tentang sejarah asal mula terjadinya dan terbentuknya status keistimewaan
Yogyakarta. Dengan demikian, maka kritikan serta masukan terhadap Rancangan
Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta dapat diberikan secara proporsional dan
profesional.
Sejarah keistimewaan Yogyakarta berawal dari zaman sebelum kemerdekaan,
dimana Kasultanan Yogyakarta merupakan wilayah negara tersendiri yang
dikendalikan dan bertanggungjawab secara langsung kepada pemerintahan HindiaBelanda.23 Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 maka Pada
Tanggal 18 atau 19 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri
Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada SoekarnoHatta atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia. Selain itu juga dikirimkan ucapan terima kasih kepada
KRT Rajiman Wediodiningrat (mantan ketua BPUPKI) dan Penguasa Jepang
Nampoo-Gun Sikikan Kakka dan Jawa Saiko Sikikan beserta stafnya. Pada 19
Agustus 1945 Yogyakarta Kooti Hookookai mengadakan sidang dan mengambil
keputusan yang pada intinya bersyukur pada Tuhan atas lahirnya Negara Indonesia,
akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintahnya, dan memohon kepada Tuhan agar
Indonesia kokoh dan abadi.24
22
23
24
http://www.jpnn.com/read/2010/11/30/78438
Saafroedin Bahar et. al., Loc.Cit.
P.J. Suwarno, 1994, Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974:
sebuah tinjauan historis. Yogyakarta: Kanisius, hlm.7
25
26
Saafroedin Bahar et. al., Loc.Cit. Lihat juga Huda, Nimatul, Op.Cit.,hlm.286
Saafroedin Bahar et. al., Loc.Cit.
10
Perdebatan mengenai hal tersebut dapat dilihat dari draf RUU Keistimewaan
Yogyakarta, dimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) yakni untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang demokratis sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3 ayat (1)
huruf a. Adapun bunyi ketentuan Pasal 3 ayat (2) draft RUU Keistimewaan
Yogyakarta tersebut yakni:
Tata pemerintahan yang demokratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, diwujudkan melalui:
a. pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung;
b. pengisian anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui
Pemilihan Umum;
c. pemisahan kekuasaan antara lembaga penyelenggara politik dan
pemerintahan dengan Kesultanan dan Pakualaman;
d. mekanisme checks and balances antara Pemerintah Daerah Provinsi dan
DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
e. membuka ruang partisipasi dan kontrol warga masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan media kultural.
Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf a draft RUUK di atas dapat diketahui
bahwa pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta dipilih secara
langsung oleh rakyat. Begitu pula halnya dengan DPRD Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tersebut juga dipilih melalui pemulihan umum secara langsung oleh
rakyat. Menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah sultan Hamengkubuwono dan
Paku Alam nantinya dapat dipilih dan mencalonkan diri sebagai calon gubernur
dan/atau calon wakil gubernur DIY?. Hal ini dapat kita jawab dengan ketentuan
rumusan Bab IV Draft RUUK tentang bentuk dan susunan pemerintahan DIY pada
Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri atas Parardhya, Pemerintah Daerah Provinsi, dan DPRD
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang dimaksud dengan Parardya dapat
dilihat dari rumusan pasal 1 angka 8 draft RUUK yaitu:
Parardhya Keistimewaan Yogyakarta, selanjutnya disebut Parardhya, adalah
lembaga yang terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku
Alam sebagai satu-kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung
dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu Masyarakat Daerah
Istimewa Yogyakarta.
11
27
28
29
12
tahun 1998 itulah muncul polemik mengenai pengisian jabatan Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY.
Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 5 September 1945 diktum 2
berbunyi sebagai berikut:
Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam
Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan
keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri
Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaankekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya
Begitu pula halnya bunyi diktum 2 amanat Sri Paduka Paku Alam VIII yakni:
Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam
Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada
dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat
ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang
seluruhnja.
Dari bunyi diktum 2 amanat 5 September 1945 tersebut maka penulis
berpendapat bahwa sudah memang seharusnya yang menjadi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah adalah Sulltan Kasultanan Yogyakarta dan Adipati Kadipaten
Paku Alaman. Hal inilah yang menjadi ciri khas keistimewaan yang dimiliki oleh
Yogyakarta. Sehingga alasan yang membenturkan antara prinsip demokrasi dan
sejarah
keistimewaan
Yogyakarta
sangatlh
tidak
tepat.
Apalagi
yang
13
Dengan demikian, penulis sangat tidak sependapat dengan Draft RUUK DIY
yang hendak memisahkan institusi keraton dan kepatian menjadi sebuah lembaga
yang disebut parardhya dengan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Penulis
beranggapan hal ini bertentangan dengan sejarah ketatanegaraan Indonesia dan
sejarah pemerintahan daerah istimewa Yogyakarta.
2. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta Ditinjau Dari Persfektif
Konstitusi (UUD 1945)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang
diberikan otonomi khusus.
Sebagai sebuah Provinsi dalm wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia,
pelaksanaan pemerintahan daerah di Daerah Istimewa Yoyakarta juga harus tunduk
kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Selain Daerah Istimewa
Yogyakarta, terdapat juga daerah lainnya yang diakui secara khusus dalam konsep
otonomi khusus yaitu Provinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta Provinsi Papua Barat. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 berlaku bagi semua daerah tersebut selamatidak diatur
tersendiri dalam Undang-Undang lain.31
Ketentuan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah di Daerah Istimewa
Yogyakarta selama ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini undang-undang
keistimewaan Yogyakarta belum ditetapkan. Padahal daerah lainnya sebagimana
yang disebutkan pada Pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut
sudah diatur dalam Undang-Undang tersendiri. DKI Jakarta diatur dalam UndangUndang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No.
93; TLN 4744), kekhususan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam
31
14
32
33
http://www.jpnn.com/read/2010/12/01/78528
15
memerintahkan agar kepala daerah dipilih secara demokratis. Hal inilah yang
kemudian dianut dalam draft RUUK DIY Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa
Gubernur DIY dipilih secara langsung oleh rakyat, sebagaimana Gubernur Provinsi
lainnya yang juga dipilih secaralangsung oleh rakyat bedasarkan ketentuan Pasal 56
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Argumentasi yang menyatakan bahwa Gubernur harus dipilih secara
demokratis beradasarkan amanat konstitusi pasal 18 ayat (4) juga tidak salah. Akan
tetapi penulis juga berpendapat bahwa penyimpangan dari ketentuan ini juga dapat
terjadi jika kita juga memperhatikan ketentuan pasal 18B ayat (1) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 yang berbunyi: Negara mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintahan daerah yang bersifat khusus juga didasarkan
pada ketentuan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ini, misalnya Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang menurut ketentuan Pasal 227 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa DKI Jakarta berstatus sebagai daerah otonom
dan dibagi kedalam wilayah administrasi setingkat kota yang dipimpin oleh Walikota
yang tidak dipilih langsung oleh rakyat dan tidak bersifat otonom. Ketentuan Pasal
227 ayat (2) tersebut berbunyi :Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom, dan dalam wilayah administrasi
tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom.
Jika kita mengacu pada pola yang diterapkan di DKI Jakarta yang tidak
menganut konsep pembagian wilayah Provinsi ke dalam wilayah kabupaten/kota
yang otonom sebagaimana yang disebutkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar
tahun 1945. Berikut ini bunyi ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945:
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
16
17
dimiliki oleh Yogyakarta, yaitu berasal dari Sultan Kasultanan Yogyakarta dan
Adipati Kadipaten Paku Alaman.
E. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Bedasarkan uraian singkat di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.
2.
2. Saran
Dengan demikian maka penulis menyarankan agar draft RUUK DIY yang berkaitan
dengan ketentuan pengisian jabatan Gubernur secara langsung yang terdapat dalam Pasal
ayat (2) hutuf a RUUK DIY dihilangkan dan tetap menggunakan mekanisme penetapan
sebagaimana yang berlaku sebelumnya, serta tidak perlu mempermasalahkan ketentuan
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang menghendaki Gubernur dipilih
secara langsung dikarenakan Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945 juga mengakui
keistimewaan Yogyakarta.
F. Daftar Bacaan
Abdullah Yazid et.all. 2007. Demokrasi dan Hak Asasi ManusiaMalang:Avveroes Press
David Held. 2006. Demokrasi dan Tatanan Global, dari Negara Modern hingga
Pemerintahan Kosmopolitan. Yogjakarta, Pustaka Pelajar
18
Huda, Nimatul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Joeniarto, 2001. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Cet.5. Jakarta: Bumi Aksara
Moh. Mahfud. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Cet 2 .Jakarta:PT Rineka Cipta
___________. 2010. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Demokrasi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
P.J. Suwarno. 1994. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta
1942-1974: sebuah tinjauan historis. Yogyakarta: Kanisius
Redi Penuju. 2009. Oposisi Demokrasi dan Kemakmuran Rakyat, Cetakan I. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher
Saafroedin Bahar et. al., ed. 1933. Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus
1945. Edisi kedua. Jakarta: Sekretariat Negara RI
Soehino. 2000. Ilmu Negara. Ed.3, Cet.3. Yogyakarta: Liberty
Sunarno, Siswanto. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Cet.3. Jakarta: Sinar
Grafika
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undan-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Keistimewaan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Naskah Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alaman VIII, 5
September 1945
http://news.okezone.com/read/2010/11/29/337/398252/statement-sby-soal-yogya-picupolemik diakses pada tanggal 1 Desember 2010
http://www.jpnn.com/read/2010/12/01/78528/Setelah-Merapi,-Jogja-Dihantam-Monarkidiakses pada tanggal 1 Desember 2010
http://www.cidesonline.org diakses pada tanggal1 Desember 2010
http://dyanuardy.wordpress.com diakses pada tanggal 1 Desember 2010
19
LAMPIRAN
NASKAH AMANAT KASULTANAN YOGYAKARTA 5 SEPTEMBER 1945
HAMENGKU BUWONO IX
20
20