PETUNJUK TEKNIS
REHABILITASI HUTAN BEKAS TERBAKAR
DI AREAL HPH
July 1999
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Tim Penyusun :
Universitas Mulawarman
- Dr. Ir. Maman Sutisna, MSc.
- Dr. Ir. Deddy Hadriyaanto, MSc.
- Dr. Ir. Daddy Ruhiyat, MSc.
KATA PENGANTAR
Kebakaran pada kawasan hutan produksi di Propinsi Kalimantan Timur terjadi hampir setiap
tahun dengan intensitas dan luas berbeda-beda. Kejadian tahun 1997/98 merupakan yang
terburuk selama 15 tahun terakhir. Guna mendukung upaya pembangunan kehutanan
berkelanjutan diperlukan upaya serius untuk merehabilitasi kembali potensi kawasan hutan
produksi yang terintegrasi dengan upaya pencegahan kebakaran ulang.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen PHP Dephutbun No. 259/IV-BPH/1999 dan 1200/IV-
BPH/1999 pengelola hak pengusahaan hutan (HPH) diwajibkan melaksanakan rehabilitasi pada
areal hutan yang terbakar di areal pengusahaannya. Dengan demikian, perencanaan dan
pelaksanaan rehabilitasi sudah seharusnya dilakukan oleh pengelola HPH pada areal unit
pengusahaan hutannya.
Kebakaran hutan 1997/1998 mengakibatkan perubahan mendasar pada kondisi hutan sehingga
dalam pengelolaan rehabilitasi oleh HPH membutuhkan suatu petunjuk teknis khusus. Sampai
pada saat ini belum ada petunjuk teknis resmi dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Oleh karena itu, kami menyusun petunjuk teknis dengan maksud untuk memberi arahan
sementara. Tujuan diterbitkannya petunjuk teknis (sementara) tersebut adalah untuk
mempercepat pengelola HPH memulai pelaksanaan rehabilitasi dengan terlebih dahulu
membuat Project Proposal. Materi utama adalah pemilihan sistem silvikultur yang tepat dengan
mempertimbangkan kondisi hutan, kondisi lahan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.
Materi lainnya adalah pencegahan resiko kebakaran ulang, jaminan tercapainya tujuan
managemen hutan lestari, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH disusun oleh Tim Penyusun
yang terdiri dari Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan
Timur, Balai Penelitian Kehutanan – Samarinda, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman
dan GTZ-SFMP (Proyek Pengembangan Sistem Manajemen Hutan Lestari). Petunjuk teknis ini
tidak menyusun semua aspek operasional teknis secara rinci karena sebagian telah diketahui
pelaksana di lapangan berdasar petunjuk teknis yang telah diterbitkan. Pengelola mempunyai
keleluasaan untuk pengembangan konsep teknis rehabilitasi secara kreatif berdasarkan spesifik
kondisi arealnya dan pengalaman lapangan. Pengembangan konsep tersebut tentunya tidak
terlepas dari prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL).
Kami menyadari bahwa petunjuk teknis ini masih memerlukan perbaikan agar menjadi lengkap
dan memadai, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dan saran perbaikan dari berbagai
pihak yang relevan dan kompeten dengan upaya rehabilitasi hutan bekas terbakar. Kami sangat
berterimakasih kepada semua pihak yang membantu terbitnya petunjuk teknis (sementara) ini.
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................................................................1
1.2 M AKSUD DAN TUJUAN ...........................................................................................................................................2
2 INVENTARISASI AREAL HUTAN BEKAS TERBAKAR............................................................................. 2
2.1 IDENTIFIKASI A REAL HUTAN BEKAS TERBAKAR...............................................................................................2
2.2 INVENTARISASI TINGKAT KERUSAKAN HUTAN AKIBAT KEBAKARAN...........................................................3
3 PENETAPAN AREAL DAN PRIORITASI AREAL REHABILITASI........................................................ 8
5 KOMPARTEMENISASI..........................................................................................................................................10
9 PENYIAPAN LAHAN...............................................................................................................................................20
11 PEREMAJAAN ...........................................................................................................................................................23
11.1 PERLAKUAN PEREMAJAAN ..................................................................................................................................23
11.2 PENGATURAN JARAK TANAM..............................................................................................................................24
11.3 POLA CAMPURAN JENIS POHON........................................................................................................................255
12 PEMBUATAN SEKAT BAKAR ..........................................................................................................................288
15 PENJARANGAN ........................................................................................................................................................32
16 PERLINDUNGAN HUTAN.....................................................................................................................................33
17 ORGANISASI..............................................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran pada hutan dan kawasan non-hutan di Indonesia terjadi hampir setiap
tahun walaupun intensitas dan luasnya berbeda-beda. Kejadian tahun 1997/98
merupakan yang terburuk selama 15 tahun terakhir. Dengan melihat kenyataan
bencana besar sebagaimana diuraikan di atas, maka diperlukan upaya serius
untuk memulihkan kembali potensi kawasan hutan dan non-hutan serta
mencegah terulangnya kembali kebakaran.
Pengelola hak pengusahaan hutan (HPH) sebagai bagian yang berperan besar
dalam pengelolaan hutan produksi di Indonesia, diwajibkan untuk melaksanakan
perlindungan hutan. Dan atas dasar kewajiban tersebut, pengelola HPH
diwajibkan melaksanakan Rehabilitasi pada areal hutan yang terbakar di areal
pengusahaannya. Dengan demikian, kegiatan perencanaan dan pelaksanaan
Rehabilitasi sudah seharusnya dilakukan oleh pengelola HPH pada areal unit
pengusahaan hutannya.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -1-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Berdasarkan pemikiran di atas maka petunjuk ini disusun dengan maksud untuk
memberi arahan agar pengelola HPH dapat melaksanakan Rehabilitasi dengan
cara yang benar dan efisien, terhindar dari resiko kebakaran ulang serta
menjamin tercapainya tujuan managemen hutan secara lestari. Petunjuk ini
tidak menyusun aspek teknis secara rinci dari segi teknis karena aspek teknis
sebagian besar telah diketahui oleh pelaksana di lapangan berdasar beberapa
petunjuk teknis yang telah diterbitkan.
Tujuan identifikasi adalah agar seluruh areal tebakar dalam unit pengelolaan
hutan dapat didelineasi dari hasil interpretasi menggunakan citra landsat atau
citra radar (lihat IFFM/SFMP, 1999) dikombinasikan dengan radar. Pada areal
terbakar, untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi dilakukan pengecekan
lapangan (ground check) secara random sampling menggunakan GPS.
Dengan demikian bagian lokasi areal HPH yang terbakar beserta perhitungan
luasnya dapat dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya besar untuk
dilaksanakan. Areal kebakaran yang telah didelineasi perlu disurvey dengan
metoda sampling plot jalur sistematik dengan tujuan mendapatkan informasi
mengenai tingkat kerusakan akibat kebakaran (lihat butir 2.b.2) dan SFMP,
1998/8).
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -2-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Perancangan Plot
Jumlah plot yang diperlukan tiap HPH dihitung dengan mempertimbangkan
kualitas data yang diperlukan. Sasaran data yang dituju adalah volume tegakan
komersil dengan diameter di atas 10 cm (DBH/GSD). Jika misalnya, ketepatan
volume tegakan komersial (diameter di atas 10 cm = k +/-5% (pada tingkat
kemungkinan 95%), serta variasi antar plot diperkirakan pada 65% (sx%), maka
jumlah plot yang diperlukan adalah 676 buah dengan menggunakan rumus
berikut:
N = {(sx%*t)/k}2
Penting untuk diperhatikan bahwa jumlah plot yang diperlukan tiap-tiap HPH
adalah tidak tergantung pada luas HPH. Sebagai contoh penghitungan untuk
HPH dengan luas hutan produksi 90.000 ha dan jumlah plot ukur sebanyak 676
buah maka tiap plot mewakili areal seluas 133 ha. Jarak antar plot dan jalur
dapat dilakukan dengan menghitung akar dari 133 sehingga menjadi 1.150 m x
1.150 m. Namun ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan yaitu
mengurangi jarak tempuh cruising antar plot sehingga membuat pekerjaan di
lapangan lebih efisien. Untuk itu ditentukan jarak antar jalur 1,3 km dan jarak
antar plot sejauh 1 km.
Sub-plot pancang
Ukur dari titik awal plot masing-masing 10 m ke arah Barat atau Timur, pada
ujung sisi kiri buat sub-plot pancang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 2,82
meter. Catat tingkat pancang dalam plot dengan bantuan satu tali dengan
panjang 2,82 m. Pasang pasak pada pusat plot untuk memasang tali tersebut,
lalu amati plot secara berputar dengan ujung tali sebagai batas plot hingga
selesai.
Sub-plot tiang
Dari titik awal plot, bentuk sub-plot tiang berbentuk bujur sangkar berukuran 10
m x 10 m di sisi kiri jalur. Dengan bantuan tali sepanjang 10 m sebanyak 2 buah
dan kompas, dari titik awal plot tarik tali ke arah kiri tegak lurus jalur (270º)
dan searah jalur (0º) lalu pasang patok.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -3-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Penentuan tingkat kebakaran dalam tiap mosaik dibagi dalam 4 kelas dengan
kriteria sebagai berikut:
- Terbakar ringan : apabila prosentase jumlah pohon mati 40cm up <
25% (pohon hidup 40cm up > 75%)
- Terbakar sedang : apabila prosentase jumlah pohon mati 40cm up
antara 25% dan 50% (pohon hidup 40cm up 50 - 75%)
- Terbakar berat : apabila prosentase jumlah pohon mati 40cm up antara
50% dan 75% (pohon hidup 40cm up 25 - 50%)
- Terbakar sangat berat : apabila prosentase jumlah pohon mati 40cm up >
75% (pohon hidup 40cm up < 25%)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -4-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Arah jalur
P
1/3 jarak
Jalur
antar plot
IV
125 m
U 1/3 jarak
antar plot
1/3 jarak
III 20 m antar plot
10 m
Plot 1
10 m II Titik ½ jarak ½ jarak
antar jalur antar jalur
awal
I
20 m
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -5-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
f) Bentuk lereng pada setiap posisi lereng (cekung, cembung, lurus atau tak
teratur).
g) Penetapan klasifikasi bentuk wilayah menggunakan kriteria pada Tabel 1
Kelas Lereng
I Datar 0 - 8%
II Landai 8 – 16 %
III Agak curam 16 – 2 %
IV Curam 25 – 4 %
V Sangat curam > 40 %
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -6-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Dapat
Silinder tanah terus digiling-giling hingga melewati ujung jari, teruskan sambil
mengamati patahnya silinder tanah karena beratnya sendiri, ukur kira-kira setelah
berapa cm ujungnya melampaui ujung jari.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -7-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Areal yang ditetapkan untuk diRehabilitasi adalah seluruh areal bekas terbakar
baik pada hutan produksi, hutan konversi dan sempadan kawasan konservasi di
dalam unit HPH. Luas total areal Rehabilitasi telah diketahui (dari identifikasi),
dan dengan penilaian awal kemampuan pelaksanaan Rehabilitasi yang realistis
(ha/th), maka dapat ditentukan tujuan pengelolaan Rehabilitasi. Dengan
demikian gambaran umum volume kerja Rehabilitasi secara makro dapat
diperoleh sehingga jangka waktu Rehabilitasi dapat ditargetkan (misalnya 3 atau
5 tahun untuk penanaman ditambah 5 tahun untuk pemeliharaan). Selanjutnya
target tersebut dapat dijabarkan dalam rencana operasional Rehabilitasi tahunan.
Prioritasi areal adalah pengklasifikasian areal mulai dari yang penting dan
mendesak untuk diRehabilitasi sampai dengan areal yang perlu tetapi kurang
mendesak untuk diRehabilitasi. Kriteria yang dapat diterapkan sebagai dasar
pengklasifikasian adalah :
a) Tingkat kerawanan areal hutan terhadap kebakaran ulang (areal terbakar
lebih berat, lebih dekat pemukiman, dan lebih dekat aktivitas manusia
mempunyai tingkat kerawanan lebih tinggi). Areal lebih rawan terbakar akan
lebih diprioritaskan untuk segera diRehabilitasi.
b) Kondisi aksesibilitas dari base camp atau lokasi kegiatan utama/blok RKT
berjalan (jarak diukur pada jalan utama lebih dekat, serta kondisi jalan &
jembatan lebih baik maka nilai aksesibilitas lebih baik). Areal dengan nilai
aksesibilitas lebih baik akan lebih diprioritaskan untuk Rehabilitasi.
c) Kondisi lahan kaitannya dengan konservasi tanah dan tata air/fungsi
hidrologis, maka areal Rehabilitasi diprioritaskan pada tanah yang peka
erosi, lahan dengan lereng curam, dan lahan pada punggung perbukitan yang
merupakan penyangga tata air pada areal HPH.
d) Apabila dilaksanakan tebang penyelamatan maka sebaiknya prioritasi areal
Rehabilitasi mengikuti urutan lokasi tebang penyelamatan berdasar waktu.
e) Pertimbangan lain yang terkait dengan kebijakan perusahaan dan/atau
pemerintah seperti status lahan, fungsi hutan dll.
Penataan areal kerja (PAK) merupakan kegiatan pengaturan blok kerja tahunan
dan petak-petak kerja guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kegiatan unit pengelolaan hutan.
Dalam rangka Rehabilitasi hutan bekas terbakar, blok kerja tahunan merupakan
pembagian dari total areal yang akan dilaksanakan Rehabilitasi dengan target
waktu (tahun) penanaman disesuaikan dengan kemampuan dana, peralatan dan
sumberdaya manusia di unit pengelolaan hutan.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -8-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Pada areal bekas terbakar, petak yang luasnya kurang lebih 100 ha (1km x 1km)
menjadi unit pengelolaan terkecil. Petak akan dibagi menjadi 4 anak petak
masing-masing seluas 25 ha dan merupakan unit dengan perlakuan yang sama.
Batas petak dan anak petak khusunya di daerah berbukit lebih sesuai mengikuti
batas alam atau kombinasi dengan grid sesuai kondisi petak.
Perencanaan di peta:
3. Perencanaan maupun peninjauan ulang kesesuaian batas blok, petak.dan
anak petak berdasarkan batas alam, yaitu sungai, punggung bukit, jalan
maupun jalan sarad, unit tempat tumbuh dan fungsi hutan (sempadan sungai,
sekat bakar, areal konservasi dll.). Penetapan anak petak dilakukan di atas
peta kerja Rehabilitasi skala 1:10.000 (atau 1:5.000).
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc -9-
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
5. KOMPARTEMENISASI
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 10 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Tujuan silvikultur Rehabilitasi tidak terlepas dari orientasi perusahaan dan pihak
lain yang terkait untuk memperoleh laba dengan tetap memperhatikan
pelestarian hutan sebagaimana ditetapkan dalam prinsip-prinsip pengelolaan
hutan produksi lestari. Dengan demikian tujuan utama Rehabilitasi meliputi :
a) Jenis produk dapat berupa: kayu pertukangan dengan diameter besar; serat
atau lain-lain.
b) Jumlah pohon dan diameter siap panen pada akhir daur disesuaikan dengan
jenis produk kayu dan nilai ekonomi yang diharapkan dan dengan kondisi
tempat tumbuh. Penanaman Rehabilitasi dengan jarak tanam yang optimal
untuk memungkinkan seleksi pohon dengan kualitas terbaik melalui
pemeliharaan dan penjarangan dengan biaya yang rendah. Perlakuan
silvikultur direncanakan berdasarkan data atau perkiraan pertumbuhan dan
penghasilan yang sesuai (program produksi).
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 11 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Pemilihan teknik silvikultur disesuaikan dengan tipe dan kondisi hutan, kondisi
tempat tumbuh, tingkat kerusakan akibat kebakaran serta tujuan dan prospek
Rehabilitasi.
Penebangan langsung di areal hutan bekas terbakar sedang dan berat dan, kalau
masih berpotensi di areal terbakar sangat berat untuk menyelamatkan kayu yang
masih dapat digunakan (lihat SFMP, 1999/1). Penebangan dilakukan terhadap
pohon mati berdiameter > 20 cm apabila dapat dimanfaatkan. Pohon mati lain
ditebang rebah saja dan dicincang.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 12 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Kondisi tempat tumbuh seperti topografi dan kelerengan, jenis tanah dan curah
hujan menentukan sistem silvikultur yang diperbolehkan sesuai dengan SK
Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981:
Fungsi Hutan:
HPtetap : perumusan sistem silvikultur sesuai dengan Tabel 3;
HPterbatas: perumusan sistem silvikultur sesuai dengan Tabel 3;
HPK: perumusan sistem silvikultur sesuai dengan Tabel 3 ;
– apabila dikonversi, biaya Rehabilitasi dapat diganti rugi,
– HPH dapat mengajukan perubahanan fungsi hutan menjadi
Hutan Produksi tetap;
Kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat: perumusan sistem
silvikultur sesuai dengan Tabel 3 dan berdasarkan kesepakatan
dengan masyarakat ;
Jenis Tanah:
Tebang habis tidak dibenarkan di tempat dengan porsentase pasir lebih dari 70%
(tanah pasir atau pasir berlempung – lihat Tabel 2 dan Gambar 2) karena
kepekaan tanah terhadap erosi.
Secara garis besar pola kecocokan jenis dengan tempat tumbuh untuk wilayah
Kalimantan Timur telah dikembangkan dan dapat menjadi acuan awal untuk
pemilihan jenis disesuaikan dengan tempat tumbuh (Tabel 4 ). Dalam hal ini,
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 13 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Pemilihan
Jenis-jenis
Pohon
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 14 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Dalam satu areal Rehabilitasi, sesuai dengan kondisi tempat tumbuh dipilih
beberapa jenis pohon yang beragam (dapat 2 – 5 jenis). Hal ini perlu dilakukan
guna menekan atau menghindari dampak negatif dari penanaman monokultur
seperti gangguan hama atau ketidakseimbangan neraca unsur hara.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 15 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Sumber : Weinland (1996), Kollert et al. (1994), Martawijaya et al. (1981 dan 1989)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 16 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Pemilihan jenis pohon untuk jalur hijau / sekat bakar mengikuti persyaratan
sebagai berikut :
a) Jenis sesuai tempat tumbuh diutamakan dari jenis lokal.
b) Tanaman selalu hijau dan tahan kekeringan (evergreen).
c) Penanaman mudah dan tidak membutuhkan pemeliharaan yang intensif.
d) Dapat menekan tumbuhan bawah (gulma & liana) dengan tajuk yang lebar
dan rapat.
e) Serasah tidak banyak (terutama pada saat kemarau) dan bersifat mudah
lapuk.
f) Mempunyai batang bebas cabang yang rendah.
g) Tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
h) Beberapa tanaman yang telah banyak digunakan untuk tanaman sekat bakar
dan persyaratan tempat tumbuh yang utama, disajikan dalam Tabel 5.
11. Schima wallichii Puspa 800 – 1200 Butuh tanah dalam dan subur
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 17 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 18 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
mirip dengan yang untuk penataan areal kerja (lihat bab 0.), hanya fokus kepada
pengecekan batas (lebih ekstensif)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 19 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
9. PENYIAPAN LAHAN
Penyiapan lahan pada areal hutan bekas terbakar dilakukan dengan tujuan
membersihkan hutan dari pohon mati yang menjadi pengganggu sedemikian
rupa sehingga kegiatan penanaman mudah dilaksanakan, dapat menjamin
pertumbuhan yang lebih baik dan menjamin keselamatan kerja. Selain itu
penyiapan lahan juga berfungsi mengurangi resiko kebakaran ulang melalui
pengangkutan kayu mati sebagai sumber bahan bakar. Untuk mengurangi
dampak peningkatan erosi, penyiapan lahan dilaksanakan pada tahun yang sama
dengan tahun penanaman. Penyiapan lahan tersebut dibedakan antara penyiapan
lahan untuk Rehabilitasi dengan untuk sekat bakar (jalur hijau), yang pada
intinya meliputi :
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 20 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Pengadaan bibit bertujuan memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis, jumlah dan
tata waktu yang direncanakan untuk penanaman dalam rangka Rehabilitasi hutan
bekas terbakar dan untuk tanaman jalur hijau / sekat bakar. Pengadaan bibit siap
tanam dapat berasal dari pengadaan secara generatif (penyemaian benih dan
cabutan anakan alam yang tumbuh di sekitar tegakan alam) maupun pengadaan
secara vegetatif (stek dan cangkok). Pengadaan benih perlu terlebih dahulu
diberi perlakuan atau seleksi untuk mendapatkan benih berkualitas baik (daya
tumbuh mendekati 100 %). Stek banyak dilakukan untuk perbanyakan kelompok
meranti dan dapat diperoleh dari kebun pangkas untuk menghasilkan bibit
unggul yang berasal dari pohon plus.
Perencanaan pengadaan bibit (jenis, jumlah dan tata waktu) didasarkan pada
hasil perencanaan penanaman / pengkayaan dan perencanaan pembuatan sekat
bakar. Setelah luas areal penanaman / pengkayaan, jenis terpilih dan jumlah
masing-masing beserta tata waktunya direncanakan maka pengadaan bibit
direncanakan mengikuti rencana tersebut. Jumlah masing-masing bibit siap
tanam ditambah 20 – 50% (untuk antisipasi bibit dianggap mati, berkwalitas
rendah dan untuk penyulaman) dari jumlah tanaman direncanakan. Pelaksanaan
dimulai dari pencarian sumber benih/bibit, persemaian dan penyapihan. Untuk
melestarikan keragaman genetik, sumber pengadaan bibit harus dipriorisaskan
dari anakan alam secara disebutkan dibawah. Pedoman singkat pelaksanaan
pengadaan bibit berdasarkan prioritasi tersebut adalah sebagai berikut (lihat juga
Smits (1986), Irsyal dan Smits (1988a,b, SK DitJen PH No.15/Kpts/IV-
BPH/1995, SK DitJen PH No. 151/Kpts.IV-BPHH/1993):
1) Sumber benih/bibit.
a) Biji. Pada umumnya musim berbuah meranti pada kemarau panjang
(Oktober – April). Pertama dilakukan pemilihan pohon induk yang
berbuah dengan syarat batang lurus, bebas cabang tinggi, tajuk besar,
lebar dan sehat. Lahan di sekitar pohon tersebut dibersihkan untuk
menampung buah yang jauh. Buah jatuhan dipilih yang berkualitas baik
(besar, tidak busuk, tidak terkena hama & penyakit) .
b) Anakan Alam. Kelompok anakan dipilih dari pohon induk yang baik dan
diambil hanya dari sekeliling pohon dengan radius ± 10 m. Pengambilan
anakan dengan tinggi maksimum 60 cm dilakukan dengan baik untuk
menjaga kerusakan perakaran.
c) Stek. Sumber bahan stek adalah kebun pangkas dan diambil dari tunas
vertikal.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 21 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
2) Persemaian.
a) Biji. Sebelum disemaikan, biji direndam dalam larutan zat pemacu
tumbuh. Media semai harus steril dan bersifat menyimpan air. Biji
disemai dengan bekas tangkai menghadap ke atas setengah bagian masuk
dalam media, dibawah intensitas cahaya 30 %. Dipelihara intensif
(penyiraman, pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama /
penyakit).
b) Anakan Alam. Cabutan anakan alam segera ditanam dalam polibag berisi
media yang ditulari mikoriza. Urutan perlakukan (masing-masing satu
bulan) adalah : 1) dengan sungkup + penyiraman + naungan penuh, 2)
naungan 50 % + penyiraman + pemupukan, 3) terbuka penuh +
penyiraman + pemupukan, dan 4) terbuka penuh dan tanpa penyiraman.
c) Stek. Pembibitan dengan stek batang ataupun stek pucuk dapat
dilakukan dengan dua sistem yaitu pada media padat dan pada media
cair. Penggunaan hormon pemacu tumbuh perlu dilakukan sekali dalam
perbanyakan dengan cara stek.
3) Penyapihan.
a) Semaian dari Biji. Penyapihan dilakukan setelah daun baru cukup kuat
dan pada saat yang sama, media diinokulasi (ditularkan) dengan
mikoriza. Naungan pada bedeng sapih diatur pada intensitas 30 – 50 %.
Pemupukan dilakukan dengan pupuk majemuk (NPK) dan dilanjutkan
dengan penyiraman mengikuti pola hardening off.
b) Anakan alam. Setelah tumbuh daun baru dan kotiledon mulai jatuh
dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK. Selanjutnya dilakukan
hardening off sampai bibit siap ditanam.
c) Stek Batang / Pucuk. Penyapihan dilakukan setelah perakaran cukup dan
diinokulasi dengan mikoriza. Selanjutnya dilakukan hardening off
sampai bibit siap ditanam.
Pembuatan persemaian untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam per satuan
waktu tertentu perlu mendapat perhatian serius guna menunjang keberhasilan
Rehabilitasi. Proses pembuatan persemaian tersebut secara garis besar meliputi :
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 22 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
11. PEREMAJAAN
a. Peremajaan alami
Areal bekas terbakar yang masih terdapat pohon hidup seperti areal yang
terbakar secara ringan, titik hijau, pohon induk dll.) perlu diRehabilitasi
menggunakan peremajaan alami. Areal untuk peremajaan alami di sekitar satu
pohon induk (40cm up) tergantung pada jenis pohon, fisiografi, vegetasi di lantai
hutan dll. Secara umum, radius penyebaran benih diperkirakan 10 m di
sekeliling pohon induk (diukur dari batang). Kegiatan pemeliharaan peremajaan
alami penting sekali dalam tahun-tahun awal.
b. Tanaman sisipan
Tanaman sisipan adalah kegiatan Rehabilitasi pada areal hutan baik hutan primer
maupun hutan sekunder yang terbakar dengan tingkat kerusakan berat. Tujuan
kegiatan penanaman adalah untuk memperbaiki nilai dan produktivitas hutan.
Kegiatannya adalah menanam bibit siap tanam dengan beberapa jenis campuran,
jumlah sesuai tujuan dan pada tempat tumbuh yang sesuai. Penanaman jenis
meranti dan kapur direkomendasikan dengan kerapatan 400 pohon per hektar,
dan dijarangkan secara bertahap, sehingga pada akhir rotasi terdapat 100 pohon
pilihan per hektar dengan kualitas kayu bernilai tinggi. Penanaman jenis lain,
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 23 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
non-dipterokarpa, jenis lokal atau jenis eksotis, kerapatan pohon pada awal
penanaman dan pohon terpilih dapat berbeda sesuai dengan kebutuhan.
c. Tanaman rapat
Tanaman rapat adalah kegiatan peremajaan pada areal hutan yang terbakar
dengan tingkat kerusakan sangat berat untuk memperbaiki produktivitas hutan.
Tanaman rapat menyangkut penanaman jenis intoleran di 100% areal dengan
jumlah sesuai tujuan dan pada tempat tumbuh yang sesuai menggunakan sistem
THPB. Selain itu, sistem ini dilaksanakan di sekat bakar untuk membangun
jaringan untuk pra-pemadaman (pre-supression) kebakaran hutan.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 24 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
°
2m
•
° °
Campuran per jalur: setiap tiga jalur tanaman atau jalur klaster ditanam jenis
berbeda:
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
A A A B B B A A A C C C
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 25 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Campuran sisipan: maka jenis yang sedikit ditanam disisipkan dalam blok
tanaman utama, dengan masing-masing sisipan minimal 3 jalur x 3 baris
tanaman:
A A A C C C A A A C C C
A A A C C C A A A C C C
A A A C C C A A A C C C
B B B A A A B B B A A A
B B B A A A B B B A A A
B B B A A A B B B A A A
A A A C C C A A A C C C
A A A C C C A A A C C C
A A A C C C A A A C C C
B B B A A A B B B A A A
B B B A A A B B B A A A
B B B A A A B B B A A A
Tanaman dalam bentuk klaster adalah satu cara khusus untuk campuran per
sisipan dengan empat bibit per kelompok.
Campuran satu per satu jenis sebaiknya tidak digunakan, karena kompetisi
antara jenis-jenis pohon berbeda tinggi sekali. Oleh karena itu, perlu
pemeliharaan secara lebih intensif dibanding dengan pola campuran yang lain
untuk mempertahankan keberadaan jenis pohon dengan potensi pertumbuhan
yang lebih kecil dan untuk efisiensi biaya Rehabilitasi.
A B A C A B A C A B A C
B A C A B A C A B A C A
A C A B A C A B A C A B
C A B A C A B A C A B A
A B A C A B A C A B A C
B A C A B A C A B A C A
A C A B A C A B A C A B
C A B A C A B A C A B A
A B A C A B A C A B A C
B A C A B A C A B A C A
A C A B A C A B A C A B
C A B A C A B A C A B A
Secara umum kegiatan penanaman meliputi :
a) Persiapan yang meliputi pembentukan regu kerja (ketua, perintis, pengarah
kompas, pembuat jalur, pemasang ajir, pembuat lubang tanam, pembawa dan
penanam bibit), persiapan peta kerja serta persiapan peralatan &
perlengkapan kerja.
b) Pemilihan/seleksi bibit siap tanam dengan kualitas baik (tinggi minimal ≥ 30
cm, jumlah daun ≥ 10 helai, tumbuh sehat, telah hardening off, bebas hama
dan penyakit). Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi
(pengurangan kebutuhan pemeliharaan dll.), bibit besar (tinggi ≥0,8m) dapat
dicoba.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 26 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 27 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Upaya Rehabilitasi hutan produksi bekas terbakar merupakan investasi besar dan
berjangka panjang dengan resiko kebakaran ulang. Pencegahan kebakaran ulang
merupakan syarat utama dalam perlindungan hutan guna mengamankan
investasi. Dengan demikian upaya Rehabilitasi harus selalu diikuti upaya
pencegahan kebakaran, yang salah satu caranya adalah pembuatan sekat bakar.
Pengelolaan sekat bakar agar berfungsi efektif harus diintegrasikan dengan
sistem peringatan dini (early warning system), pengembangan dan pelatihan unit
pengendalian kebakaran hutan serta sarana dan prasarana, pengendalian
kebakaran batubara dan pelibatan masyarakat sekitar hutan (lihat Beebe, G. dan
Nicolas, M., 1999).
Sekat bakar pada prinsipnya menghalangi menjalarnya api dari suatu areal
kebakaran ke areal lain. Oleh karena itu, semacam jaringan sekat bakar perlu
dikembangkan di seluruh areal Rehabilitasi, yang dapat dipergunakan garis
pertahanan pengendalian api. Sekat bakar dibuat pada kiri-kanan jalan hutan
dengan pemilihan areal mengikuti rencana pengendalian dan pencegahan
kebakaran hutan (patroli, garis pertahanan pada tim pemadaman kebakaran).
Prioritas adalah pada areal rawan kebakaran dengan kriteria dekat pemukiman,
dekat kegiatan manusia di hutan dan jumlah bahan bakar tersedia. Sekat bakar
selain mencegah menjalarnya api juga berfungsi sebagai garis pertahanan bagi
regu pemadam kebakaran dalam upaya pemadaman kebakaran pada saat terjadi
kebakaran.
Secara umum, ada dua tipe sekat bakar, yaitu jalur kuning dan jalur hijau. Jalur
kuning adalah suatu sekat bakar yang terbuka, bersih dan bebas vegetasi, bahan
bakar atau hanya ditutupi dengan biomasa sedikit. Karena masalah erosi, jalur
kuning hanya dapat dikembangkan di areal datar di mana tanah kurang kena
erosi.
Di daerah lain, sekat bakar terdiri dari jalur hijau (jalur yang ditanam rapat
dengan tanaman yang tahan api) serta jalan hutan yang berfungsi sebagai jalur
kuning. Lebar sekat bakar bisa ditentukan sesuai dengan kondisi alam, bahaya
kebakaran dan target pengelolaan hutan dengan minimum dua kali tinggi pohon
yang ada di tempat. Pembuatan sekat bakar (Gambar 5.) dilakukan sebagai
berikut:
1) Pada jalan utama, lebar total sekat bakar adalah sebagai contoh 65 meter
yang terdiri atas:
a) Jalan utama (jalan dua arah, lebar 10 m) dan jalur tebang matahari (dari
as jalan 7,5m kanan dan kiri).
b) Dua jalur hijau di kiri dan kanan jalur tebang matahari selebar masing-
masing 25 m.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 28 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
2) Pada jalan cabang, lebar total sekat bakar adalah 56 meter yang terdiri atas :
a) Jalan utama diasumsikan selebar 6 m dan merupakan jalan dua arah.
b) Dua jalur hijau di tepi kiri dan tepi kanan jalan dengan lebar masing-
masing 25 m.
3) Sebagai contoh, penanaman jalur hijau dengan jarak tanam 3 x 3 m, dan
dengan lebar jalur hijau 50 meter atau lebih, terdapat 16 baris tanaman, dan
setiap baris dalam 1 km jarak jalan ada 334 tanaman sehingga 1 km (luas = 5
ha) sekat bakar terdapat 5.344 pohon. Areal harus bersih dari limbah kayu
dan pohon mati dan hidup. Limbah kayu dari penyiapan lahan didorong
kebatas dengan tepi jalan supaya lantai bersih dari bahan bakar (jalur
penimbun limbah kayu). Kalau jalan di atas punggung bukit dengan lereng
curam, sebaiknya menimbun limbah kayu di bawah.
4) Pemeliharaan jalur hijau secara intensif harus dilakukan pada saat tingkat
rawan kebakaran dinilai tinggi. Dalam masa ini, jalur pemeliharaan perlu
dipelihara terus menerus agar permukaan tanah bersih dari gulma dan
serasah tanaman (bahan bakar) guna menghindari perambatan api dari
bawah. Sisa jalur hijau dapat dipelihara lebih extensif untuk menghindari,
bahwa gulma maupun semak menjadi terlalu tinggi (> 0,5 m). Pada areal
berlereng pemeliharaan harus lebih intensif karena kecepatan pembakaran
lebih tinggi dibanding areal datar.
Tebang Matahari
7,5 m 7,5 m
Jalan
Utama
10 m
2,5m 2,5m
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 29 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 30 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 31 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
15. PENJARANGAN
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 32 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
(tahun ke-10 setelah penanaman untuk jenis meranti) dan selanjutnya setelah
tahun ke-15.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 33 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 34 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
17. ORGANISASI
Perlu diketahui kalau struktur organisasi yang ada mampu untuk melaksanakan
kegiatan Rehabilitasi dalam sekala besar. Kalau tidak, maka perlu dilakukan
penyesuaian struktur organisasi HPH agar memungkinkan bagian yang
bertanggung jawab bergerak secara efektif dan efisien dalam menjalankan
wewenang dan tugasnya. Struktur tersebut harus diisi dengan sumberdaya
manusia yang memiliki pengalaman dan kualifikasi memadai. Penyesuaian
organisasi mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
a) Tingkat kemudahan penguasaan pengetahuan dan teknologi baru mengenai
sistem silvikultur.
b) Volume pekerjaan Rehabilitasi (cakupan wilayah, luas, dan jumlah tanaman)
dibandingkan dengan kapasitas aktual, per satuan target waktu tertentu.
c) Prestasi kerja alat dan regu atau personil pelaksana.
d) Tantangan masa depan untuk menuju pengelolaan hutan produksi lestari
termasuk didalamnya pembentukan kompartemen.
e) Perlunya pengelolaan keuangan secara mandiri khusus untuk unit
pengelolaan Rehabilitasi.
f) Perlu ditingkatkanya keterlibatan masyarakat dalam Rehabilitasi hutan.
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 35 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
Secara umum, ada beberapa cara untuk melibatkan masyarakat setempat dalam
kegiatan Rehabilitasi hutan secara aktif untuk menciptakan kesejahteran melalui
Rehabilitasi.
1. Tenaga Kerja:
Rehabilitasi hutan bekas terbakar adalah satu kegiatan dengan sifat padat
karya (penyiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan). Ini
berarti, bahwa kegiatan pemulihan bisa menyediakan peluang kerja untuk
banyak tenaga kerja. Dalam rangka itu, perlu mempriorisasikan tenaga kerja
dari lingkungan daerah HPH.
2. Pemborong:
Perusahaan HPH bisa menawarkan kepada masyarakat setempat menjadi
pemborong dengan menggunakan bentuk hukum koperasi untuk membantu
HPH dalam pelaksanaan Rehabilitasi. Kegiatan-kegiatan ini bisa
menyangkut persemaian, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, logisik
dll.
3. Pembagian Hasil:
Dalam rangka ini, perusahaan HPH dan masyarakat setempat (sebagai
individu, kelompok tani atau koperasi) membuat berjanjian mengenai
pembagian tugas. Sebagai contoh, HPH menyediakan lahan, bibit,
penyuluhan dll.; masyarakat menyediakan tenaga kerja dan perjanjian untuk
menjual hasil (yaitu: kayu) kembali kepada perusahaan. Dari harga itu, biaya
masukan perusahaan dipotong sesuai dengan perjanjian dulu. Kalau hasil
hutan dijual keluar, pendapatan dibagi dengan porsentase yang diberjanji
dulu. Alternatif ini berpotensi khususnya di areal dekat desa/pemukiman
untuk pengelolaan sekat bakar (jalur hijau) dan di areal dengan tuntutan
lahan dari masyarakat (tumpang tindih). Kemungkinan ini bisa dipakai
secara pragmatis sampai masalah tanah ini dipecahkan melalui penataan
batas secara partisipatif.
4. Pembagian Saham:
Masyarakat sebagai pemegang saham berperan paling aktif dalam pemulihan
areal HPH (joint forest management). Dengan demikian, resiko pengusaha,
penghasilan dan pertanggungan jawab perusahaan dibagi secara keseluruhan.
Dalam rangka ini penting sekali untuk menentukan persentase optimal
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 36 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 37 -
Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH SFMP Document No. 6a (1999)
DAFTAR PUSTAKA
-D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication\SFMP Document 1999\Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc - 38 -
SFMP Dephutbun gtz Petunjuk Teknis Pemulihan Hutan Bekas Terbakar di Areal HPH
- 39 -D:\My Documents\stenly\Publication \SFMP Publication \SFMP Document 1999 \Doc. No.6a - 1999 \Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar.doc