Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan

atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan


lebih bersifat kedaruratan. Adapun penyebab dari trauma abdomen dapat berupa
trauma tumpul dan trauma tembus baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.(1)
Trauma abdomen dapat menyebabkan kondisi pasien sulit dievaluasi
sebelum penanganan pre hospital. Namun, trauma abdomen merupakan penyebab
utama dari kematian yang dapat dicegah sehingga memerlukan perhatian dan
penanganan yang tepat karena dapat menyebabkan dua tanda bahaya yakni
perdarahan dan infeksi. Pada kasus perdarahan diperlukan penilaian tanda dan
gejala syok terhadap semua pasien dengan trauma abdomen, sedangkan pada
kasus infeksi akibat terlambatnya penanganan pre hospital sehingga diperlukan
pencegahan dari kontaminasi benda-benda asing.(1) Pada penilaian abdomen,
prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme
trauma, berat dan lokasi trauma maupun status hemodinamik penderita.(2)
Berdasarkan penyebabnya trauma tajam abdomen dapat dibagi menjadi dua
yaitu akibat tusukan benda tajam dan luka tembak.(1) Luka tusuk ataupun luka
tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena
laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation dan bisa pecah
menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.(2)
Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma
(20%), dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar
yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energi
kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek
pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon
(40%), hepar (30%), dan pembuluh darah abdominal (25%).(2)

Di rumah sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi. Dalam
kasus dimana dibutuhkan suatu penanganan yang profesional yaitu cepat,
tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian (pre hospital), transportasi
sampai tindakan definitif di rumah sakit. Pertolongan penderita gawat darurat
dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit,
dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk
masyarakat awam.(2)

1.2

Definisi
Trauma abdomen adalah kerusakan organ abdomen (lambung, usus halus,

pancreas, colon, hepar, limpa, ginjal) yang disebabkan oleh trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan; atau trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung atau jatuh.(3)
Trauma tajam abdomen adalah suatu trauma yang biasanya berhubungan
dengan tusukan luka, luka karena peluru, maupun ledakan.(4) Setiap trauma tajam
yang memasuki rongga peritoneum atau retroperitoneum menimbulkan kerusakan
pada isi perut. Secara umum, luka karena cedera perut mulai dari ruang intercostal
lima sampai ke perineum.(4)
Trauma tajam abdomen terbagi atas dua, yaitu :(5)
1. Luka tusuk, seperti menggunakan pisau, pena, gantungan baju, botol rusak.
Organ yang dapat terkena antara lain hati, usus kecil, dan limpa
2. Luka tembak, organ yang terkena biasanya usus kecil, usus besar dan dapat
menyebabkan perforasi usus.

1.3

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, bunuh diri dan pembunuhan secara konsisten

menempati peringkat atas dari 15 penyebab kematian. Menurut data yang


diterbitkan oleh National Statistics Laporan Vital, 11.406 kematian. Pembunuhan
terjadi dari cedera senjata api pada tahun 2009 dan 18.689 kematian. 40% kasus

pembunuhan dan 14% kasus bunuh diri dengan senjata api melibatkan cedera
pada tubuh.(6)
Pelacakan trauma lingkup Pusat Nasional untuk Pencegahan Cedera dan
Pengendalian (NCICP). Data yang dikumpulkan oleh organisasi ini menunjukkan
bahwa cedera traumatis adalah penyebab utama ketiga kematian keseluruhan dan
nomor satu penyebab kematian pada orang berusia 1-44 tahun. Salah satu trauma
yang banyak terjadi adalah trauma pada abdomen. Insiden signifikans morbiditas
dan mortalitas pasien. Sekitar 75-78% berupa trauma tumpul dengan kematian
sekitar 5-9%. Trauma tembus akibat peluru (80-95%) dengan kematian 5%.
Kematian berkaitan dengan waktu yaitu triple peak death time (mendadak, segera,
dan lambat). Penanganan yang cepat dan tepat, kondisi pasien pra operasi dan
derajat operasi akan mempengaruhi keluaran pasien. Diagnosa dini diperlukan
untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi
terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang
terkait.(6)

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI ABDOMEN
2.1

ANATOMI
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan

meluas dari atas mulai dari drafragma sampai pelvis di bawah. Batas-batas rongga
abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul
dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang
illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot
psoas dan quadratus lumborum. Berikut ini bagian dari rongga abdomen dan
pelvis beserta regio-regionya.(2)

Gambar 1. Pembagian Regio Abdomen


Dikutip dari kepustakaan 7

Regio-regio abdomen dan organ-organnya :


1. Regio hipokhondrium dextra : hepar dan vesica fellea
2. Regio epigastrium : gaster, hepar, colon transversum
3. Regio hipokondrium sinistra : gaster, hepar, colon transversum
4. Regio lumbal kanan : colon ascendens
5. Regio umbilikalis : intestenum tenue, colon transversum

6. Regio lumbal sinistra : intestenum tenue, colon descendens


7. Regio iliaca dextra : caecum, appendix vermiformis
8. Regio hypogastrium : appendix vermiformis, intestenum tenue, vesica
urinaria
9. Regio iliaca sinistra : intestenum tenue, colon descendens, colon
sigmoideum
2.1.1 Anatomi Luar Abdomen
a.

Abdomen depan
Sebagian abdomen tertutup oleh rongga bawah thorax; abdomen anterior

dibatasi oleh area antara transnipple line di superior, ligamentum inguinal dan
symphisis pubis di inferior, linea axillaris anterior di lateral. Flank adalah area di
antara linea axillaris anterior dan posterior dari sela iga ke enam sampai krista
iliaka. Dinding abdomen di daerah ini cukup tebal dengan lapisan otot, sedangkan
di abdomen anterior terdapat aponeurosis yang lebih tipis, yang berperan sebagai
barrier terhadap luka penetrans, terutama luka tusuk.(2)

Gambar 2. Abdomen depan


Dikutip dari kepustakaan 8

b.

Pinggang
Ini merupakan daerah yang berada diantara linea axillaris anterior dan linea

axillaris posterior, dari sela iga ke-6 di atas, ke bawah sampai crista iliaca. Di
lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang tebal, berlainan dengan dinding otot
yang tipis di bagian depan, menjadi pelindung terutama terhadap luka tusuk.(2)
c.

Punggung
Daerah ini berada di belakang dari linea axillaris posterior, dari ujung bawah

scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, di sini otot-otot
punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap trauma tajam.(1)

Gambar 3. Punggung
Dikutip dari kepustakaan 7

2.1.2 Anatomi dalam dari Abdomen


Ada tiga regio yang berbeda pada abdomen meliputi rongga peritoneal,
rongga pelvis dan rongga retroperitoneal.
a.

Rongga peritoneal
Rongga peritoneal secara praktis dapat dibagi menjadi dua bagian atas dan
bawah. Rongga peritoneal atas, yang ditutupi oleh tulang-tulang thorax,
termasuk diafragma, liver, limfa, gaster, dan kolon transversum. Area ini

dinamakan juga sebagai komponen thorakoabdominal dari abdomen.


Ketika diafragma bergerak ke sela interkosta ke-empat sewaktu ekspirasi
maksimal, fraktur dari iga bawah atau luka tusuk di bawah nipple line dapat
mencederai organ abdomen. Rongga peritoneal bawah berisi usus halus,
sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, dan, pada wanita,
organ reproduksi interna.(2)

Gambar 4. Rongga Peritoneal


dikutip dari kepustakaan 8

b.

Rongga Pelvis
Dilindungi oleh tulang tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian bawah

dari rongga intraperitoneal sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Di


dalam rongga pelvis terdapat rectum, vesica urinaria, pembuluh darah illiaca dan
pada wanita terdapat organ reproduksi internal. Sama halnya dengan daerah
thoracoabdominal , untuk mendeteksi adanya trauma pada organ organ pelvis
adalah dengan melihat tulang tulang yang melindunginya.(2)

Gambar 5. Rongga Pelvis


Dikutip dari kepustakaan 7

c.

Rongga Retroperitoneal
Rongga yang berada di belakang dinding peritoneum yang melapisi

abdomen, dan didalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava inferior,


sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior
dari colon ascenden dan colon descenden, dan juga bagian rongga pelvis yang
retroperitoneal. Trauma pada organ- organ retroperitoneal sulit dikenali karena
daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa, dan juga cedera pada

daerah ini pada awalnya tidak menunjukkan gejala yang jelas, dan juga didaerah
retroperinoneal tidak bisa didiagnosa dengan Diagnostic Peritoneal Lavage.(2)

Gambar 6. Rongga Retroperitoneal


Dikutip dari kepustakaan 7

2.2

Fisiologi

a.

Lambung terletak oblik kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di


bawah diafragma. Secara anatomi lambung memiliki bagian yang disebut
fundus,corpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Fungsi lambung sebagai
fungsi motorik adalah menyimpan makanan, menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos
diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin, mencampur
makanan dengan getah lambung, mengosongkan lambing yang diatur oleh
faktor saraf dan hormonal seperti kolesistokinin. Fungsi pencernaan dan
sekresi lambung diantaranya pencernaan protein oleh pepsin dan HCl,
sintesis dan pelepasan gastrin, mucus, bikarbonat dan instrinsic factor yang
semuanya disekresi oleh kelenjar di submukosa. Asam lambung sendiri

mempunyai pH 1. Spinchter pyloric mengkontrol makanan bergerak


masuk dari lambung ke duodenum.(9)
b.

Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-lipat dan


membentang mulai dari spinchter pyloric sampai dengan proximal usus
besar (valvula ileocaecalis). Segmen dari usus halus sendiri terdiri dari
duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan
diamater 5 cm. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan, yaitu proses
pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat dicerna melalui berbagai
enzim dalam saluran gastrointestinal. Sekresi dari empedu dari hati
membantu proses pencernaan yang lebih luas bagi kerja lipase. Disini
terjadi proses absorbsi nutrient dan produk-produk lain oleh dinding usus
halus yang mengandung vili-vili untik selanjutnya menuju ke sirkulasi dan
limfe dan digunakan oleh tubuh.(9)

c.

Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian caecum, colon,


dan

rectum.

Pada

caecum

terdapat

valvula

ileocaecalis

yang

mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam usus halus juga ada
appendix vermiformis melekat pada ujungya. Sedangkan kolon terdiri dari
segmen colon ascenden, transversal, descenden dan sigmoid. Bagian
utama usus besar yang terakhir disebut rektum yang membentang dari
colon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Fungsi primer
dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.(9)
d.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati, saluran empedu, dan
pancreas berkembang dari cabang usus depan fetus dala suatu tempat yang
kelak menjadi duodenum. Ketiga struktur ini dibicarakan bersama karena
letak anatominya berdekatan dan fungsinya saling terkait dan terdapat
kesamaan kompleks gejala akibat gangguan ketiga struktur ini. Hati adalah
kelenjar terbesar dalam tubuh, diperdarahi kurang lebih 1450 ml permenit
atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu selain
merupakan organ parenkim yang paling besar, fungsi utama hati adalah

10

membentuk dan mengekskresi empedu, saluran empedu mengangkut


empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan
empedu ke dalam usus sesuai kebutuhan. Hati juga berperan dalam
metabolisme karbohidrat (glycogenesis, glycogenolysis, gluconeogenesis).
Metabolisme protein (sintesis asam-asam amino non esential, sintesis
protein plasma, sisntesis faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3
dimana NH3 merupakan hasil akhir dari asam amino dan aksi dari bakteria
terhadap protein di kolon), detoksifikasi, metabolisme steroid (ekskresi
dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi selanjutnya
adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem fagosit mononuklear
oleh sel kupffer dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah
putih, bakteri dan partikel lain, memecah hemoglobin dari sel darah merah
menjadi bilirubin dan biliverdin. Hati menghasilkan getah-getah empedu
sebanyak 30-60 ml dimana komposisinya 80% air, 10% bilirubin, 4-5%
phospolipid dan 1% kolesterol yang akan disimpan dala kandung empedu
dan akan dipekatkan. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan darah
mengabsorpsi air dan garam organik sehingga menjadi lebih pekat
dibandingkan dengan empedu hati. Pankreas memiliki fungsi endokrin dan
eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas mensekresi pankreas dan
mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin dimana
kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzym panceras itu
lipase dan amylase yang dikeluarkan ke usus halus.(9)

11

BAB III
INITIAL ASSESMENT
Initial assessment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita
gawat darurat yang langsung diikuti dengan tindakan resusitasi dan dikerjakan
secara sistematis.(10)
Kegiatannya meliputi :(2)
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Secondary survey (pemeriksaan head to toe dan anamanesis)
6. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
7. Penanganan definitif

3.1 PERSIAPAN
1. Fase Pra Rumah Sakit
Harus ada koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan
petugas lapangan sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan diri. Pada fase
ini dititikberatkan pada stabilisasi pasien yang menyangkut penjagaan jalan
nafas, control perdarahan dan syok, immobilisasi pasien dan transportasi
pasien.(11)
2. Fase Rumah Sakit
Harus dilakukan perencanaan

sebelum pasien tiba. Sebaiknya ada

ruangan/daerah khusus resusitasi untuk pasien trauma. Perlengkapan airway


(laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah dipersiapkan, dicoba, dan
diletakkan di tempat yang mudah terjangkau. Cairan kristaloid (misalnya
Ringer Lactate) yang sudah dihangatkan disiapkan dan diletakkan pada tempat
yang mudah dicapai. Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah
dipersiapkan. Suatu sistem tenaga medik tambahan sudah harus ada, demikian

12

juga tenaga laboratorium dan radiologi. Juga dipersiapkan formulir rujukan ke


pusat trauma.(11)
Sebaiknya ada pelaporan periodic yang dikaji secara multi disiplin. Semua
tenaga medis yang berhubungan dengan pasien harus dihindarkan dari
kemungkinan penularan penyakit menular. Terutama hepatitis dan Acquired
Immuno-deficiency Syndrome (AIDS). Center for Disease Control (CDC) dan
pusat kesehatan lain sangat menganjurkan pemakaian alat-alat protektif seperti
masker (face mask), proteksi mata (kaca mata), baju kedap air, sepatu dan
sarung tangan kedap air, bila ada kontak dengan cairan tubuh pasien.(11)

3.2 TRIASE
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera
atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan
klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medic
serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang
sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medic. Proses trise inisial
harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba/ berada ditempat dan tindakan
ini harus diinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat
berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.(10)
Triase

harus

mencatat

tanda

vital,

perjalanan

penyakit

pra

RS,mekanisme cedera,usia dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa


maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera
multiple,usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan
kelainan jantung-paru yang diderita sebelumnya bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.(12)
Prinsip Seleksi Korban(12)
Proses pilih & pindah pasien berdasarkan atas :
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran menit
b. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran jam
c. Ruda paksa ringan

13

d. Sudah meninggal
Prioritas Pertolongan(10)
Untuk memindahkan korban mana yang harus didahulukan digunakan
labelalisasi warna. Pertolongan pada pelayanan gawat darurat sehari-hari
dahulukan korban yang kondisinya berat sekali.
Ada empat kategori dalam metode triage START (Simple Triage And Rapid
Treatment) :
1. Prioritas Pertama Merah(12)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup seperti :
1. Gagal nafas
2. Cedera torako-abdominal
3. Cedera kepala atau maksilo-fasial berat
4. Shock atau perdarahan berat
5. Luka bakar berat
2. Prioritas 2 Kuning(12)
Diberikan pada korban dengan kondisi yang mendesak seperti ;
1. Luka bakar tanpa ada masalah jalan napas
2. Rasa sakit yang amat sakit dibeberapa bagian tubuh
3. Ada bengkak dan perubahan bentuk terutama pada anggota ekstremitas
4. Cedera punggung
5. Kejang
6. Cedera mata
3. Prioritas 3 Hijau
Diberikan pada korban yang tidak mengalami cedera serius, memerlukan
perawatan sedikit dan dapat menunggu perawatan tanpa bertambah parah
seperti ;(12)
1. Rasa sakit ringan
2. Luka bakar ringan
3. Bengkak
4. Cedera jaringan lunak

14

4. Prioritas 0 Hitam(12)
Diberikan pada korban yang sudah meniggal.
Dalam sistem START, pertama katakan pada korban yang bisa jalan pindah
ke daerah khusus yang sudah ditetapkan, kemudian alihkan kepada korban
yang tidak bisa jalan dengan penilaian awal.
Pemeriksaan kesadaran juga perlu dilakukan untuk menentukan
tindakan yang selanjutnya akan dilakukan. Seseorang dianggap sadar bila ia
sadar terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Tingkat kesadaran dibagi atas:
kesadaran yang normal (kompos mentis), somnolen, spoor, koma ringan, dan
koma.(13)
-

Compos Mentis(conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan


dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

Somnolen(obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon


psikomotor yang lambat,mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu member jawaban verbal.

Stupor(spoor koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada


respon terhadap nyeri.

Koma ringan (semi-comatose), yaitu keadaan dimana tidak ada


respon terhadap rangsangan verbal. Reflex (kornea, pupil) masih
baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap nyeri.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon


terhadap rangsangan apapun.(14)

Evaluasi skala Koma Glasgow


Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi
membuka mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (skor) dengan rentang 1-6 tergantung responnya.(13)

15

1. Eye Respon (respon membuka mata) :

Skor

Spontan

Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)

Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,


misalnya menekan kuku jari
Tidak ada respon

2 Verbal Respon (respon verbal) :


Orientasi baik
Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulangulang) disorientasi tempat dan waktu

2
1

Skor
5
4

Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih


jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduuh...,

bapak....)

Suara tanpa arti (mengerang)

Tidak ada respon

Motorik Respon (respon motorik)


Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri
Withdraws (menghindar / menarik ekstremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
Fleksi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri

Skor
6
5

Ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di


sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki ekstensi saat

diberi rangsang nyeri)


Tidak ada respon

16

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Niali GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu


E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus
trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS

: 14-15 = cidera kepala ringan (CKR)

GCS

: 9-13 = cidera kepala sedang (CKS)

GCS

: 3-8

= cidera kepala berat (CKB)

Menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert),
berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain),
atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi
rangsang nyeri (unresponsive).(14)

3.3 PRIMARY SURVEY


Sebelum kita melangkah ke penderita perlu diperhatikan terlebih dahulu
alat pelindung diri yang harus kita pakai, karena pada prinsipnya dalam hal
menangani penderita adalah aman diri kita, aman lingkungan, dan aman
penderita.(15)
Setelah kita menggunakan Alat Proteksi Diri (APD) kemudian kita cek
respon penderita dengan memanggil nama, dengan menepuk bahu, dengan
dirangsang nyeri, hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana respon
penderita pada rangsang suara dan rangsang nyeri atau bahkan tidak respon sama
sekali.(15)
Dalam bahasa Inggris, ini sering disebut sebagai AVPU, yaitu :(15)
A = Alert / sadar
Penderita di katakan sadar apabila pasien dapat berorientasi terhadap tempat
waktu dan orang.
V = Verbal / Respon terhadap suara.
Penderita ini dalam keadaan disorientasi, namun masih dapat diajak bicara.
P = Pain / Respon terhadap nyeri.
Pasien hanya berespon terhadap rangsangan nyeri.
U = Unresponsive / tidak sadar.

17

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis


perlakuan,tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka
parah terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai
secara cepat dan efesian. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat
dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya definitif. Proses ini
berusaha mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu dengan
berpatokan pada ABCDE.(15)
A

: Airway, menjaga airway dengan kontrol cervikal (cervikal spine control)

: Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi

: Circulation dengan menghentikan atau mengontrol perdarahan


(hemorrhage control)

: Disability, pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya


gangguanneurologist (status neurologis)

: Exposure/environmental control, pemeriksaan pada seluruh tubuh


penderita dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali,

dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.(15)

3.3.1. AIRWAY
a.

Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi

Gambar 7. Organ-Organ Respirasi


Dikutip dari kepustakaan 8

18

Jalur udara pernapasan dimulai dari Cavum nasi, kemudian menuju Pharynx
yang merupakan tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian
dasar tengkorak sampai Oesophagus. Kemudian Larynx yang menghubungkan
Pharynx dan Trachea, yaitu tabung pendek berbentuk kotak triangular dan
ditopang oleh Sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tunggal. Trachea
merupakan tuba dengan panjang 10 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di
atas permukaan anterior Oesophagus. Merentang dari Larynx hingga area vertebra
kelima yang kemudian bercabang menjadi Bronchus principalis dextra dan
Bronchus principalis sinistra, dan selanjutnya menuju ke Pulmo.(8)
Bronchus principalis dextra berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih
vertikal dibandingkan dengan Bronchus principaslis sinistra. Hal ini disebabkan
karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Setiap Bronchus
principalis bercabang 9 hingga 12 kali membentuk Bronchus lobaris kemudian
Bronchus segmentalis dengan diameter yang semakin kecil.(8)
Bronchus segmentalis kemudian membentuk Bronchiolus terminalis yang
merupakan saluran udara terkecil. Bronchiolus terminalis kemudian dilanjutkan
oleh Bronchiolus respiratorius yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas,
lalu menuju ductus alveolaris, kemudian berakhir di saccus alveolaris terminalis.(8)
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 dari atmosfer ke
dalam sel-sel tubuh (inspirasi) dan untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme kembali ke atmosfer (ekspirasi).(8)
Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg)
sama dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intraalveolar. Sementara tekanan intrapleura dalam rongga pleura adalah tekanan subatmosfer atau kurang dari tekanan inta-alveolar. Peningkatan atau penurunan
volume rongga toraks mengubah tekanan intrapleura dan intra-alveolar yang
secara mekanik menyebabkan pengembangan atau pengempisan paru-paru.(8)
Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan
volumenya. Otot-otot inspirasi terdiri dari Diaphragma, M. intercostalis externa,
M. pectoralis major, M. sternocleidomastoideus, M. serratus anterior, dan M.

19

scalenus. Ekspirasi yang tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses
pasif. Otot-otot ekspirasi meliputi M. rectus abdominis, M. obliquus abdominis,
M. transversus abdominis, dan M. intercostalis interna.(8)
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.(8)
1. Pernapasan Dada, yaitu pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.

Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk


sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang
kaya oksigen masuk.(8)

Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan
di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.(8)

2. Pernapasan Perut, merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan


aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni
sebagai berikut.(8)

Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga


diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan
menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot


diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga
dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.(8)
Suara paru-paru normal terbagi atas empat kelompok, yaitu: tracheal,

bronchial, bronchovesikular dan vesikular.(8)

20

Suara pernafasan tracheal sangat nyaring dan pitch-nya relatif tinggi.


Inspirasi dan ekspirasi relatif sama panjang. Suara ini dapat didengar di atas
trachea yang agak jarang dilakukan pada pemeriksaan rutin.(8)
Suara pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang
paling umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru. Suaranya
lembut dan pitch rendah. Suara inspirasi lebih panjang dibanding suara
ekspirasi. Suara vesikular bisa terdengar lebih kasar dan sebagian terdengar
lebih panjang apabila ada ventilasi yang cepat dan dalam (misal setelah
berolah raga) atau pada anak-anak yang memiliki dinding dada yang lebih
tipis. Suara vesikular juga bisa lebih lembut jika pasien lemah, tua, gemuk,
atau sangat berotot.(8)
Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat
dengan stetoskop.Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada
pernafasan, dan suara ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi terdengar
lebih lama dibanding suara inspirasi.Jika suara ini terdengar dimana-mana
kecuali di manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah
konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.Terdapat suara
pernafasan yang tingkat intensitas dan pitch-nya sedang. Inspirasi dan
ekspirasinya sama panjang. Dengan suara bronchi, jika terdengar di manamana selain di batang utama bronchus, biasanya mengindikasikan daerah
konsolidasi.(8)
Selain suara pernapasan normal, terdapat pula suara-suara pernapasan
abnormal, yang terjadi akibat adanya obstruksi saluran pernapasan dan
diklasifikasikan sebagai berikut:
1.

Stridor, yaitu suara abnormal bernada tinggi yang dihasilkan oleh


aliran udara turbulen melalui sebagian jalan napas yang terhambat
pada tingkat supraglottis, glotis, subglottis, dan atau trakea. Stridor
adalah suara napas inspirasi yang keras, kasar, dan

bernada

sedang.(8)

21

Wheezing, yaitu bunyi ngiik. . . yang terdengar saat inspirasi

2.

maupun ekspirasi karena penyempitan bronkus eksudat yang lengket


pada pasien asma dan bronkitis.(8)
3.

Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas
yang penuh cairan / mukus, terdengar saat inspirasi maupun
ekspirasi.(8)
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada

daerah pertukaran gas, tetapi hanya mengisi saluran napas yang tidak
mengalami pertukaran gas, seperti pada hidung, pharynx, dan trachea.
Udara ini disebut udara ruang rugi sebab tidak berguna untuk pertukaran
gas.(8)
Ruang rugi terbagi atas dua, yaitu ruang rugi anatomis dan ruang rugi
fisiologis. Ruang rugi anatomis terdiri dari seluruh ruang sistem
pernapasan selain alveoli dan daerah pertukaran gas lainnya yang
berkaitan erat. Ruang rugi fisiologis adalah sebagian alveoli yang tidak
berfungsi karena tidak adanya atau buruknya aliran darah yang melewati
kapiler paru yang berdekatan.(8)

b. Pemeriksaan airway
Telinga didekatkan ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan
napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita
dengan cara look, listen, and feel.
1) Lihat (look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut.
Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila
ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
2) Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur
(napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur
(snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin

22

berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang
melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia
dan tidak boleh dianggap karena keracunan/batuk.
3) Raba (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada
ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya, hembusan nafas penderita.
Dengan look listen feel kita dapat mengetahui beberapa hal diantaranya
ada sumbatan jalan nafas partial / sumbatan total karena memang kedua hal inilah
yang kita cari dan temukan pada pemeriksaan jalan nafas. Obstruksi jalan nafas
dapat disebabkan oleh benda asing, cairan, lidah jatuh ke belakang pada penderita
tidak sadar, kelainan adsnatomis dan beberapa fraktur di daerah wajah dan
trachea, luka bakar ( trauma inhalasi ), dsb.(15)
Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servical, karena
kemungkinan patahnya tulang servical harus selalu diperhitungkan.
Adapun kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila :(15)
1. Trauma dengan penurunan kesadaran
2. Adanya luka / trauma tumpul diatas klavikula
3. Multi trauma
4. Biomekanik trauma yang mendukung
c.

Permasalahan(15)
Terjadinya sumbatan sumbatan jalan nafas dapat mengakibatkan
kematian kurang dari 4 menit jika tidak diberikan pertolongan, masalah
yang terjadi pada jalan nafas adalah :
-

Sumbatan total

: Sumbatan total dapat terjadi karena makanan atau

benda asing yang mengganjal atau menghalangi jalan nafas. Keadaan ini
sering disebut tesedak / chocking.
-

Sumbatan Parsial

: Sumbatan parsial atau sebagian disebabkan karena

lidah jatuh ke belakang pada korban tidak sadar, perdarahan atau


banyaknya secret, dan edema laring yang masih proses ( belum terjadi
edema total ). Pada saat korban tidak sadar dan terbaring telentang, gaya
gravitasi akan membuat dagu jatuh ke belakang. Mulut akan terbuka

23

tetapi jalan nafas cenderung tertutup. Dalam keadaan tidak sadar otot
menjadi rileks dan lidah jatuh kea rah dinding belakang mulut.
Keadaan gawat nafas akibat sumbatan jalan nafas atas mulai
hidung sampai ke karina, dapat terjadi pada bayi, anak dan orang dewasa.
Berat ringan gejala yang timbul tergantung dari derajat sumbatan dan lokasi
sumbatan. Gawat nafas lebih cepat trerjadi pada bayi dan anak, karena
adanya perbedaan bentuk anatomi yang memudahkan terjadinya sumbatan
total. Pada bayi, diameter saluran pernafasan relative lebih kecil, submukosa
daerah subglotik lebih banyak mengandung jaringan ikat sehingga mudah
mebengkak serta letak laring relative lebih tinggi dengan epiglottis yang
kecil dan panjang sehingga ujungnya mudah menekuk dan mengganggu
saluran nafas pada inspirasi.(11)
Tanda tanda obstruksi jalan napas :(15)

Mendengkur ( Snoring ), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara


mengatasi dengan chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring /
nasofaring dan pemasangan endotrakeal.

Berkumur ( Gargling ), penyebabnya adalah cairan di daerah


hipofaring. Carsa mengatasi dengan finger sweap, pengisapan /
suction.

Stridor ( crowing ), sumbatan di plica vokalis. Cara mengatasi


dengan cricotirotomi, trakeostomi.

Nafas cuping hidung ( flaring of the nostrils )

Retraksi trakea.

Retraksi thoraks

Tak terasa ada udara ekspirasi

d. Penanganan(15)
Snoring :

Head tilt-chin lift

Jaw Trust

OPA/ NPA

24

Crowing :

Airway definitif

Intubasi

Nidle cricothiroidotomi

Gargling :

Miringkan (logroll)

Suction

Finger sweep
Jika yang terjadi adalah sumbatan total, maka dapat dilakukan beberapa

cara pembebasan berikut:(16)

Abdominal Thrust (Heimlich Manuever)


pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban,
lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan
kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya.
Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas.
Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak
(tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang
dengan

muka

ke

atas.

Penolong

berlutut

di

sisi

paha

korban.Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis


tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang
sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong
menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.(16)

25

Gambar 8. Abdominal Thrust


Dikutip dari kepustakaan 16

Gambar 9. Abdominal Thrust pada anak dan bayi


Dikutip dari kepustakaan 16

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan


sendiri
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari
pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum,
genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kearah
diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat

26

dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau


belakang kursi.(16)

Gambar 10. Abdominal Thrust yang dilakukan sendiri


Dikutip dari kepustakaan 16

Back Blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila
nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan
keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan
tulang punggung/vertebrae).(16)

Gambar 14. Back blow


Dikutip dari kepustakaan 17

27

Gambar 11. Back blow pada anak dan bayi


Dikutip dari kepustakaan 17

ChestThrust
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang
dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah
garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar,
tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan.(16)

Keluarkan benda padat dengan jari telunjuk sementara jari tangan pada
tangan yang lain mempertahankan lidah dan rahang atas.
Apabila terdapat cairan dalam jalan napas misalnya darah dapat dilakukan
suction.(16)
Penyebab obstruksi saluran napas bagian atas adalah lidah yang jatuh ke
belakang dan menutup nasofarings. Selain itu bekuan darah, muntahan,
edema atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Ada tiga
cara untuk membebaskan obstruksi jaan napas:(16)

28

Jika dengan cara di atas kurang berhasil, maka dapat digunakan jalan
napas buatan, sebagai berikut:
Nasopharyngeal airway

Gambar 12. Nasopharyngeal Tube


Dikutip dari kepustakaan 17

Oropharyngeal airway

Gambar 13. Oropharyngeal Tube


Dikutip dari kepustakaan 15

29

Laringoskop

Gambar 14. Laringoskop


Dikutip dari kepustakaan 17

Endotracheal tube

Gambar 15. Endotracheal Tube


Dikutip dari kepustakaan 15

30

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah jalan nafas


bebas.(15)

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan
nafas bebas

Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke


depan, posisi leher netral

Nilai apakah ada suara nafas tambahan.(15)

Pada prinsipnya apabila kita curiga fraktur servikal maka tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi, head tilt-chin lift ataupun rotasi.
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan neck collar adalah sbb:(15)
1. Penolong pertama melakukan immobilisasi secara manual pada kepala dan
leher
Penolong kedua mengukur leher dengan cara membuat garis khayal - dari
dagu ke arah sudut rahang (angulus mandibula) lalu tempatkan jari sampai
pangkal leher (clavicula)
2. Tempatkan jari di tempat untuk mengukur pada neck collar, lalu ganti
ukuran pada neck collar
3. Masukkan neck collar di bawah leher dengan perlahan jangan sampai
posisi leher berubah
4. Lakukan sapuan dada lalu posisikan pada dagu sehingga neck collar
mengelilingi leher.
5. Setelah itu amankan neck collar dengan velcro
6. Pastikan collar pada posisi nyaman
7. Jaga posisi leher dan kepala selama proses pemasangan

3.3.2. BREATHING
a. Pemeriksaan
Memastikan pasien / korban tidak bernafas dengan cara melihat naik
turunnya dada, mendengar bunyi nafas, dan merasakan hembusan nafas, dengan

31

teknik penolong mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung pasien / korban
sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetpa terbuka. Dilakukan tidak lebih
dari 10 detik. Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari
bebrapa kali seseorang bernafas dalam satu menit, secara umum:(15)

Frekuensi / jumlah pernafasan 12 20 x / menit ( dewasa ), anak


(20 30 x / manit ), bayi ( 30 40 x / menit)

Dada sampai mengembang

b. Permasalahan
1. Tidak ada tanda-tanda pernapasan
2. Tidak ada gerakan dada
3. Tidak ada suara napas
4. Tidak dirasakan hembusan napas
5. Sesak napas
a) Penderita mengeluh sesak
b) Bernafas cepat (tachypneu)
c) Pernafasan cuping hidung
d) Pemakaian otot pernafasan tambahan :
1) Retraksi suprasternal
2) Retraski intercostalis
3) Retraksi sternum
4) Retraksi infrasternal
c. Penanganan

a. Ventilasi mouth to mouth

Gambar 16. Ventilasi mouth to mouth


Dikutip dari kepustakaan 15

32

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas


korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih
tetap melakukan teknik membuka jalan nafas Chin lift. Hidung korban harus
ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada hidung
korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban.Mata penolong melihat
ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada.Pemberian pernafasan
buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat pengembangan dada
korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan pernafasan
biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan nafas secara
biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang.(15)
b. Ventilasi mouth to nose

Gambar 17. Ventilasi mouth to nose


Dikutip dari kepustakaan 8

Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut


korban tidak dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut
korban, mulut tidak dapat dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak
dapat mencakup mulut korban.(15)

33

c. Ventilasi mouth to mask

Gambar 18. Ventilasi mouth to mask


Dikutip dari kepustakaan 10

Cara ini melalui pemberian napas melalui masker penghalang untuk


melindungi

penyelamat

dari

menjadi

terkena

cairan

tubuh

korban.

Masker saku biasanya terbuat dari plastic dan mengandung nilai salah satu cara
yang dirancang untuk membatasi paparan penyelamat untuk dihembuskan udara,
cairan tubuh, dan proses penyakit.(15)
c. Ventilasi mulut ke alat pelindung

Gambar 19. Cara menggunakan ambubag


Dikutip dari kepustakaan 15

34

Penolong seorang diri dalam menggunakan ambubag harus dapat


mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah,
menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan
memeras bagging.Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada
korban pada setiap pernafasan.(17)
Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang
berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan
sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong
harus memperhatikan pengembangan dada korban.(17)
Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil
memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker.
Pada Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker
membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah
penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf
E.(17)
3.3.3. SIRKULASI
a.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Sirkulasi

Gambar 19. Letak Jantung


Dikutip dari kepustakaan 7

35

Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak
antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks. Dua per tiga jantung
terletak di sebelah kiri linea midsternal. Jantung dilindungi mediastinum. Posisi
jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu
pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus
xiphoideus.(18)
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi
lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di
kiri linea medioclavicularis. Jantung dibungkus oleh kantong berdinding ganda
yang dapat membesar dan mengecil, disebut perikardium. Sementara dindingnya
tersusun dari tiga lapisan, yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium.(18)
Pada orang dewasa, jumlah volume darah yang mengalir di dalam system
sirkulasi mencapai 5-6 liter (4,7-5,7 liter). Darah terus berputar mengalir di dalam
sistem sirkulasi sistemik dan paru-paru tanpa henti. Sistem sirkulasi tubuh terbagi
atas dua, yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik.(9)
1. Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup
katup semilunaris. Dari vetikel kanan mengalir melalui katup pulmonaris
kearteri pulmonaris. Arteri pulmonaris bercabang-cabang menjadi arteri
pulmonaris kiri dan kanan yang masing-masing mengalir ke paru-paru kiri
dan kanan. Di paru-paru arteri pulmonaris becabang-cabang berkali-kali
menjadi ateriol kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada
satuan pernafasan melalui sebuah alveolus. Semua kapiler menyatu
kembali menjadi venula, kemudian vena. Vena-vena menyatu untuk
membentuk vena pulmonaris besar dan kembali ke atrium kiri.(9)

36

Gambar 20. Sirkulasi paru


Dikutip dari kepustakaan 8

2. Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris. Darah di atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui katup atrioventrikel (AV), yang
terletak di sambungan atrium dan ventrikel (katup mitralis). Darah dari
ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Darah di aorta diteruskan ke
seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol dan kapiler yang kemudiaan
menyatu kembali untuk membentuk vena-vena.(18)
Vena-vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke vena
terbesar, vena cava inferior, sedangkan vena dari bagian atas tubuh
mengembalikan darah ke vena cava superior. Kedua vena bermuara ke atrium
kanan.(18)

37

Gambar 21. Sirkulasi sistemik


Dikutip dari kepustakaan 8

b. Pemeriksaan
Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban ditentukan
dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua
atu tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea,
kemudian digeser kearah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut
selama 5 10 detik. Bila teraba penolong harus memeriksa pernapasan,bila
tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit.bila ada nafas
pertahankan airwaypasien/korban.(19)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit.
Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi yakni: (19)

38

1. Tingkat kesadaran : bila volume darah menurun, perfusi otak dapat


berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan
dibalik : penderita yang sadar belum tentu normovolemik).
2. Warna kulit : membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang
kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang
dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan
kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.
3. Nadi : periksa nadi besar seperti a. femoralis atau a. karotis (kiri-kanan),
untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat
dan teratur biasanya merupakan tanda-tanda normovolemia (bila penderita
tidak minum obat beta blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan
tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain.
Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi
yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi segera.
c.

Permasalahan
Pada kasus trauma dikenal adanya perdarahan luar (eksternal) dan

perdarahan dalam (internal) perdarahan luar adalah perdarahan yang terlihat


biasanya tidak begitu parah tergantung luar dan dalamnya perlukaan sedang
perdarahan dalam adalah perdarahan yang tidak kelihatan dan sering kali
membahayakan penderita, adapun perdarahan dalam yang bisa menyebabkan
shock antara lain :(20)
1. Rongga dada
2. Rongga Abdomen
3. Rongga Pelvis
4. Tulang panjang
5. Retroperitoneal
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti
jantung dan syok.(21)

39

Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi


karotis dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan
jantung (primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera
dikoreksi.
Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstremitas
teraba dingin, berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian
kapiler (capilary refill time > 2 detik).

Tanda-tanda sirkulasi normal :(11)

Perfusi perifer : teraba hangat, kering

Warna akral : pink/merah muda

Capillary refill time : < 2 detik

Denyut nadi < 100

Tekanan darah sistole >90-100

Produksi urine 1 ml/kgBB/jam

Tanda klinis syok :(11)

Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah

Capillary refill time > 2 detik

Nafas cepat

Nadi cepat > 100

Tekanan darah sistole < 90-100

Kesadaran : gelisah s.d koma

Pulse pressure menyempit

JVP rendah

Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam

Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di


Radialis :> 80 mmHg
Femoralis :> 70 mmHg
Carotis :> 60 mmHg

40

Klasifikasi Syok Hemoragik :(13)


1. Pendarahan kelas I :
Kehilangan volume darah hingga 15%. Gejala klinis minimal. Bila tidak ada
komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan berarti dari
tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada penderita yang
dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena
pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume
darah dalam 24 jam.
2. Pendarahan kelas II :
Kehilangan volume darah 15-30%. Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume
darah 750-1500 cc. Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu,
penurunan tekanan nadi, perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti
cemas, ketakutan, atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan
perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit
terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).
3. Pendarahan kelas III:
Kehilangan volume darah 30-40%. Kehilangan darah dapat mencapai 2000
ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, antara
lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status mental dan penurunan
tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi
darah. Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon
penderita terhadap resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang
adekuat.
4. Pendarahan kelas IV:
Kehilangan volume darah > 40%. Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi
yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang besar, tekanan nadi sangat
sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran menurun, produksi urin
hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat. Penderita membutuhkan transfusi
cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas
respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan volume darah
>50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.

41

d. Penanganan
Dengan meninggikan ekstrimitas bawah 45 derajat, kalau tidak ada respon
cari sumber perdarahan dan hentikan, tambah lagi cairan kristaloid, apabila tidak
berhasil juga berikan tranfusi darah tipe spesific.(10)
Langkah-langkah ini juga bisa dilakukan pada penderita dengan shock
karena perdarahan internal. Sedangkan perdarahan eksternal dapat kita lakukan
dengan balut cepat/ balut tekan, elevasi daerah yang luka atau kombinasi dengan
penekanan pada arteri yang besar.(10)
Untuk torniquet sudah tidak dianjurkan lagi karena bisa merusak jaringan, kecuali
pada luka amputasi yang tidak mungkin disambung kembali.(10)
Pada penderita fraktur dibeberapa bagian tubuh bisa kita lakukan
pembidaian.
Resusitasi Kardio Pulmonal(17)
Resusitasi kardio pulmonal adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi henti nafas dan henti jantungsehingga dapat pulih kembali.(17)
Resusitasi kardio pulmonal dilakukan bila:(17)
1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan
gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi
(asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel)
2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti:
a.

Hipoksemia karena berbagai sebab

b.

Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)

c.

Gangguan irama jantung (aritmia)

d.

Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension


pneumothoraks)

RKP merupakan proses serial, yang menimbulkan aliran darah dengan cara
meningkatkan tekanan dalam rongga dada atau langsung menekan jantung. Darah
bersirkulasi menuju jantung, dikombinasikan dengan pernapasan buatan akan
memberikan suplai oksigen yang cukup adekuat ke otak dan organ vital lainnya
hingga defibrilasi dapat dilakukan.(11)

42

A. Menentukan Titik Kompresi


3. Posisikan diri Anda berlutut disamping korban
4. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan Anda untuk menentukan batas
bawah dari sangkar costa
5. Jika sudah Anda dapatkan, gerakkan jari Anda menelusuri lengkung costa
sampai ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus)
6. Letakkan jari tengah Anda di atas atau pada takik dan jari telunjuk di sebelah
atasnya
7. Letakkan tumit tangan Anda yang lain (tangan yang dekat dengan kepala
korban) di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk
8. Angkat jari-jari Anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas tangan
yang lain pada dada
B. Langkah-langkah kompresi jantung :(10)
1. Letakkan korban di tempat yang datar dan keras
2. Bebaskan dada korban dari baju yang dikenakan korban
3. Perlu diingat sebelum melakukan kompresi dada jalan nafas harus
dipastikan tetap bebas
4. Letakkan punggung telapak tangan kanan atau tangan yang dominan tepat
di tengah-tengah tulang dada diantara kedua puting susu.
5. Letakkan tangan yang satu lagi diatas tangan yang dominan tadi.
6. Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil
7. Arahkan bahu agar tepat berada diatas kedua telapak tangan tersebut hingga
lengan menjadi lurus
8. Dengan menggunakan bantuan berat badan, lakukan penekanan ke dada
korban hingga kedalaman 2 inci pada dewasa dan 1,5 inci pada bayi.

Gambar 22. Posisi tangan saat RKP


Dikutip dari kepustakaan 17

43

Gambar 23. Posisi saat RKP


Dikutip dari kepustakaan 17

9. Lakukan kompresi ini sebanyak 30 kali (dulu 15, yang terbaru 30


kompresi) kemudian diselingi dengan nafas buatan sebanyak 2 kali.
Ini merupakan satu siklus. (AHA 2010; penolong meningkatkan
kecepatan kompresi dinding dada setidaknya 100 kali permenit &
pada anak menekankan pengelolaan penanganan dalam periode 2
menit kompresi terus menerus)
10. Setelah lima siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada
denyut jantung. Bila belum ada, ulangi kembali siklus.

Gambar 24. Resusitasi kardio pulmonal


Dikutip dari kepustakaan 17

44

Resusitasi Kardio Pulmonal pada Anak dan Bayi

korban anak-anak (1 8 tahun)


Untuk anak-anak (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP
dilakukan sebanyak 14 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri
dari 5 kali pijat jantung dan sekali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan
disini adalah penekanan jantung tidak boleh terlalu dalam, hanya 3 4 cm
saja, dan tiupan pada saat pemberian nafas buatan juga tidak boleh terlalu
kencang.(17)

korban bayi (kurang dari 1 tahun)


Untuk bayi (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP dilakukan

sebanyak 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali tekan jantung
dan 1 kali nafas buatan. Untuk bayi yang baru lahir, RJP dilakuakan sebanyak 40
siklus yang tiap siklusnya terdiri dari 3 kali tekan jantung dan 1 kali nafas buatan.
Yang perlu diperhatikan pada RPJ pada bayi adalah penekanan jantung dilakukan
dengan 2 jari saja (jari tengah dan jari manis) dengan kedalaman 1,5 2,5 cm dan
volume nafas yang diberikan hanya sebanyak penggembungan pipi penolong
saja.(17)

Penghentian Tindakan Resusitasi(10)


1. Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
2. Mengecek nadi dan pernafasan
3. Penolong sudah kelelahan
4. Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

RJP yang tidak efektif(10)


1. RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang
mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup).
Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan
secara efisien.
2. Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan satu atau lebih dari problem
problem di bawah ini :
a. Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilit pada waktu
diberikan nafas buatan;

45

b.

Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;

c. Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;


d. Hidung korban tidak ditutup selama pemberian nafas buatan;
e. Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;
f. irama kompresi yang tidak teratur.

3.4. SECONDARY SURVEY


Secondary survey adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (HEAD TO TOE
EXAMINATION), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital.
Pada secondary survey ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk
mencatat skor GCS bila belum dilakukan dalam primary survey.
3.4.1 Anamnesis
Seringkali anamnesis tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan harus
didapat dari petugas lapangan atau keluarga.(10)
Riwayat AMPLE patut diingat (10)
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P

: Past illness (penyakit penyerta) / pregnancy

: Last meal

: Event / Environment (lingkungan) yang berhubungan dengan

kejadian perlukaan.
3.4.2 Pemeriksaan fisik(10)
Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
a.

Posisi saat ditemukan

b. Tingkat kesadaran
c.

Sikap umum, keluhan

d. Trauma, kelainan
e.

Keadaan kulit

46

1. Kepala(11)
Seluruh kulit kepala dan kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio
atau fraktur. Karena kemungkinan bengkaknya mata yang akan mempersulit
pemeriksaan yang teliti, mata harus diperiksa akan adanya :
1) Ketajaman visus
2) Ukuran pupil
3) Perdarahan konjungtiva dan fundus
4) Luka tembus pada mata
5) Lensa kontak (ambil sebelum edema)
6) Dilocatio lentis
7) Jepitan otot bola mata
8) Gerakan bola mata
2. Maksilo-fasial(11)
Trauma maksilofasial dapat mengganggu airway atau perdarahan yang
hebat, yang harus ditangani saat survei primer.
Trauma maksilofasial tanpa gangguan airway atau perdarahan hebat, baru
dikerjakan setelah penderita stabil sepenuhnya dan pengelolaan definitif dapat
dilakukan dengan aman.
Penderita dengan fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur pada
lamina cribrosa.
a. Vertebra servikalis dan leher
b. Rambut dan kulit kepala :perdarahan, pengelupasan, perlukaandan
penekanan.
c. Telinga: perlukaan, dareah, cairan,
d. Mata: perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi
kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal
e. Hidung : perlukaan, darah, cairan, napas cuping hidung, kelainan anatomi
akibat trauma.
f. Mulut : perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka
mulut atau tidak
g. Bibir : perlukaan, perdarahan, sianosis, kering.

47

h. Rahang : perlukaan, stabilitas, krepitasi.


i. Kulit: perlukaan, basah atau kering, darah, suhu, warna.
j. Leher: perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma,
stabilitsa tulang leher.
3. Toraks(11)
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan adanya flail chest
atau open pneumo-thorax. Palpasi harus dilakukan pada setiap iga dan
klavikula. Penekanan pada sternum dapat nyeri bila ada fraktur sternum atau
ada costochondral separation. Kontusio dan hematoma pada dinding dada
mungkin disertai kelainan dalam rongga toraks. Kelainan pada toraks akan
disertai nyeri dan/atau dispneu. Bising nafas diperiksa pada bagian atas toraks
untuk menentukan pnumo-toraks, dan pada bagian posterior untuk adanya
hemotoraks. Auskultasi mungkin sulit bila lingkungna berisik, tetapi harus
tetap dilakukan. Bunyi jantung yang jauh disertai tekanan nadi yang kecil
mungkin disebabkan tamponade jantung.
Adanya tamponade jantung atau tension pneumothorax dapat terlihat dari
adanya distensi pada vena jugularis, walaupun adanya hipovolemia akan
meniadakan tanda ini. Melemahnya suara nafas dan hipersonor pada perkusi
paru disertai syok mungkin satu-satunya tanda akan adanya tension pneumothorax, yang menandakan perlunya dekompresi segera.
4. Abdomen(11)
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif. Diagnosis yang tepat
tidak terlalu dibutuhkan, yang penting adalah adanya indikasi untuk operasi.
Pada saat penderita baru datang, pemeriksaan abdomen yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis perlukaan intra abdomen, karena gejala mungkin
timbul agak lambat. Diperlukan pemeriksaan ulang dan observasi ketat, kalau
bisa oleh petugas yang sama. Diperlukan konsultasi ahli bedah.
Penderita dengan hipotensi yang tidak dapat diterangkan, kelainan
neurologis, gangguan kesadaran karena alkohol dan/atau oat dan penemuan
pemeriksaan fisik abdomen yang meragukan, harus dipertimbangkan

48

diagnostik peritoneal lavage (DPL), USG abdomen, atau bila keadaan umum
memungkinkan, pemeriksaan CT Scan abdomen dengan kontras.
Fraktur iga-iga terbawah atau pelvis akan mempersulit pemeriksaan,
karena nyeri dari daerah ini pada palpasi abdomen.

3.5 INDIKASI PENGAKHIRAN RESUSITASI


RJP dihentikan bila(17)
a.

Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan

b.

Mengecek nadi dan pernafasan

c.

Penolong sudah kelelahan

d.

Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

a. Resusitasi Yang Berhasil


Tanda-tanda keberhasilan RJP: (17)
1. Dada harus naik dan turun dengan setiap tiupan (ventilasi).
2. Pupil bereaksi atau tampak berubah normal
3. Denyut jantung kembali terdengar
4. Refleks pernapasan spontan dapat terlihat
5. Kulit penderita pucat berkurang atau kembali normal.
6. Penderita dapat menggerakkan tangan atau kakinya.
7. Penderita berusaha untuk menelan penderita menggeliat atau
memberontak
b. Resusitasi Yang Tidak Berhasil
Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah
diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter pribadi korban
hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan.
Tidak sadar ada pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi pupil yang
menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian otak
kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat atau dalam anesthesia
umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan jantung terhadap tindakan resusitasi.

49

Tidak ada aktivitas listrik jantung selama paling sedikit 30 menit walaupun
dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.(17)
Seseorang dikatakan mati bilamana:(17)
Fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik dan kematian system
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit dan otak merupakan organ besar
pertama yang menderita kehilangan fungsi yang irreversible atau di sebut mati
batang otak.
Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau
irreversible.

50

3.6 ALGORITMA INITIAL ASESSMENT

51

BAB IV
DIAGNOSIS/ TERAPI/ PENANGANAN
TRAUMA TAJAM ABDOMEN

4.1

DIAGNOSIS
Pada pasien yang mengalami hipotensi, sasaran dokter mula-mula adalah
menetukan apakah ada/tidak trauma abdomen, dan apakah ini yang
mengakibatkan hipotensi. Pasien dengan hemodinamik yang stabil tanpa tandatanda peritonitis bias diperiksa lebih detail untuk menentukan apakah ada trauma
yang spesifik, atau apakah selama observasi timbul peritonitis ataupun
perdarahan.(11)

4.1.1 Anamnesis
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis
gawat abdomen. Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang
cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi : kejadian apa, dimana,
kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat,
letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga
muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans
muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting
untuk menegakkan diagnosis.(11)

4.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut
nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi
atau sepsis juga perlu diperhatikan. Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul
abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi.

52

a.

Inspeksi
Pada

inspeksi

terdapat

hal-hal

perlu

diperhatikan

yaitu

Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Adanya perdarahan di bawah kulit,
dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat mengalami
trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus
(Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini
biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari. Adanya distensi pada dinding
perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya pneumoperitonium,
dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal. Pergerakan pernafasan perut,
bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan
adanya peritonitis.(11)

b.

Auskultasi
Pada auskultasi, yang perlu diperhatikan:

Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus
bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya
trauma diafragma.(11)

c.

Palpasi
Pada palpasi, perlu diperhatikan:

Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot


dinding perut abdomen akibat peritonitis.

Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan
organ-organ yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.(11)

53

d. Perkusi
Pada perkusi, perlu diperhatikan(23)
-

Redup hepar yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam


rongga perut yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ
usus.

Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis


umum.

Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga


perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.

Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang


akibat fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood.
Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan
palpasi

high-riding

prostat

mengarah

pada

trauma

salurah

kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk


mendapatkan tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam
rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga
klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan
dengan :
-

Buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.

Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.

Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no.
18-20

Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu
diaspirasi.

Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

54

Penetrasi (trauma tajam)(22)


a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali adanya tim medis.
b. Penangannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
gaas pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
g. Kirim ke rumah sakit
4.1.3 Intubasi(22)
Jika problem airway, breathing, dan circulation sudah dilakukan
pemasangan kateter gaster dan urin sebagai bagian dari resusitasi.
5. Gastric tube
Tujuan terapeutik dari pemasangan gastric tube sejak masa resusitasi adalah
untuk mengatasi dilatasi lambung akut, dekompresi gaster sebelum melakukan
DPL, dan mengeluarkan isi lambung yang berarti mencegah aspirasi. Adanya
darah pada NGT menunjukkan kemungkinan adanya cedera oeshopagus ataupun
saluran gastrointestinal bagian atas bila nasofaring ataupun orofaringnya aman.
6. Kateter urin
Tujuan pemasangan adalah mengatasi retensi urine, dekompresi buli-buli
sebelum melakukan DPL, dan untuk monitor urinary outuput sebagai salah satu
indeks perfusi jaringan. Hematuria menunjukkan adanya cedera traktus
urogentitalis.

55

4.1.4 Pengambilan sampel darah dan urine


Darah yang diambil sewaktu pemasangan jarm infus gunanya adalah
menentukan tipe darah. Pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil.
Bersamaan dengan itu dilakukan juga pemeriksaan darah rutin,
kalium+glukosa+amylase (pada trauma tumpul) dan juga kadar alcohol
darah. Urine dikirim untuk urinalisa ataupun test obat dalam urine
bilamana diperlukan.(2)

4.1.5 Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tajam


Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan
pemeriksaan screening X- Ray. Pada pasien luka tusuk di atas umbilicus
atau dicurigai dengan cedera thoraco abdominal dengan hemodinamik
yang normal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi
adanya udara bebas intraperotoneal. Pada pasien hemodinamiknya normal,
pemasangan klip pada luka masuk maupun luka keluar dari suatu luka
tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara
retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.(20)
4.2 PENANGANAN
Managemen syok merupakan penanganan utama pada individu dengan
trauma tajam abdomen. Penanganannya bervariasi sesuai dengan mekanisme
dari trauma. Individu dengan kerusakan organ multiple memerlukan intervensi
gawat darurat dengan mempertahankan Airway (jalan nafas). Pada beberapa
trauma tajam abdomen, ditemukan bersama tekanan darah menurun dan nadi
cepat (syok) memerlukan penanganan secara cepat penggantian cairan
(resusitasi cairan) dan transfusi darah apabila memungkinkan. Jika syok berat,
pemasangan kateter vena pada vena sentral, vena carotis interna, vena
brachialis, vena femoralis menunjang pemberian cairan dalam volume besar

56

dan cepat. Individu dengan tanda-tanda syok hemoragik ditangani dengan


laparotomi guna mengidentifikasi dan mengontrol perdarahan.(23)
Cairan yang diberikan adalah cairan garam seimbang seperti
Ringers Laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis
tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik.
Pemberian 2-4 L dalam 20 30 menit diharapkan dapat mengembalikan
keadaan hemodinamik.(23)
Bila hemodinamik tetap tidak stabil, berarti perdarahan atau
kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan
kadar Hb

10 mg/dL perlu penggantian darah dengan transfusi. Jenis darah

transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang digunakan telah


menjalani tes cross-match (uji silang).(23)
Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan,
dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin, atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah
mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi
dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak memberikan manfaat
pada hipovolemik. Pemberian naloksom bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit
dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu
meningkatkan MAP.(23)
Selain resusitasi cairan, saluran pernafasan

harus dijaga.

Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi


dapat dikerjakan.(23)
Pemberian O2 dibagi 2 jenis yaitu sistem arus rendah dan sistem
arus tinggi. Sistem aliran rendah berupa Kanul Nasal (FR 1-6 L/m, FiO2 :
24-44%), Transtrakeal (FR 0,5 4 L/m, FiO2: 24-40%, Mask Oksigen (FR
5-8 L/m, FiO2 : 40-60%), Mask dengan kantong reservoir (FR 6-10 L/m,
FiO2 : 60->99%), Mask dengan kantong nonbreathing (FR 4-10 L/m, FiO2 :

57

60-100%). Sistem aliran tinggi berupa Venturi Mask (FR 3-15 L/m, FiO2 :
24-50%).(24)
Sebagian besar trauma tajam abdomen ditangan dengan laparatomi
eksploratif karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Bila
ada kecurigaan bahwa trauma tajam sifatnya superficial dan tidak
menembus lapisan dinding abdomen biasanya akan dilakukan eksplorasi
luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya sambil dilakukan
monitoring keadaan pasien.(22)

58

BAB V
KOMPLIKASI

1. Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat
kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
lambung, maka terjadiperangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan
timbul gejala peritonitis hebat.Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon,
mula-mula timbul gejala karenamikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang
biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon
terlukadan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera
dilakukanpembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal
ini dapatmenimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.(21,25)

2. Perdarahan
Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak)
dapatmenimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alatalat parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus
padatrauma tumpul biasanya terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit
dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Penting
sekali untukmenentukan secepatnya, apakah ada perdarahan dan tindakan segera
harus dilakukanuntuk menghentikan perdarahan tersebut. Sebagai contoh adalah
trauma tumpul yang menimbulkan perdarahan dari limpa. Dalam taraf pertama darah akan
berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umumperangsangan peritoneal
belum ada sama sekali.(21,25)

59

BAB VI
KESIMPULAN

1. Abdomen secara otomatis terbagi dalam dua bagian yaitu abdomen luar dan
abdomen dalam. Abdomen luar terdiri dari abdomen depan, pinggang, dan
punggung sedangkan abdomen dalam terdiri dari 3 regio yaitu rongga
peritoneal, rongga retroperitoneal dan rongga pelvis yang di dalamnya terdapat
organ-organ vital seperti organ pencernaan dan reproduksi.
2. Trauma tajam abdomen adalah suatu trauma yang biasanya berhubungan
dengan tusukan luka, luka karena peluru, maupun ledakan. Setiap trauma tajam
yang memasuki rongga peritoneum atau retroperitoneum menimbulkan
kerusakan pada isi perut. Secara umum, luka karena cedera perut mulai dari
ruang intercostal lima sampai ke perineum.
3. Trauma tajam abdomen terbagi atas dua, yaitu :
- Luka tusuk, seperti menggunakan pisau, pena, gantungan baju, botol rusak.
Organ yang dapat terkena antara lain hati, usus kecil, dan limpa
- Luka tembak, organ yang terkena biasanya usus kecil, usus besar dan dapat
menyebabkan perforasi usus.
4. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal
sangat bermanfaat tetapi kadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
jelas pada area lain yang terkait.
5. Penilaian awal pada abdomen, prioritas maupun metode yang digunakan sangat
ditentukan oleh mekanisme trauma, berat, dan lokasi trauma maupun status
hemodinamik penderita.
6. Penanganan awal pada trauma tajam abdomen yang dikenal sebagai initial
assessment terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Persiapan
b. Triase
c. Primary survey (ABCD)
d. Resusitasi
e. Secondary survey (head to toe and history taking)

60

f. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan


g. Penanganan definitive
7. Penanganan pra rumah sakit pada trauma tajam abdomen dapat berupa :
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. Cukup dengan melilitkan
dengan kain gaas pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
b. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
c. Imobilisasi pasien
8. Sebagian besar trauma tajam abdomen ditangan dengan laparatomi eksploratif
karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Bila ada kecurigaan
bahwa trauma tajam sifatnya superficial dan tidak menembus lapisan dinding
abdomen biasanya akan dilakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk
menentukan kedalamannya sambil dilakukan monitoring keadaan pasien.
9. Komplikasi kegawatdaruratan trauma abdomen yaitu berupa perforasi,
perdarahan, syok dan juga peningkatan resiko regurgitasi lambung pada kasus
pembedahan darurat abdomen.

61

BAB VII
AYAT AL-QURAN

QS. Al - Baqarah ayat 148

( )

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.

Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada


pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah : 148)

62

Anda mungkin juga menyukai