Anda di halaman 1dari 5

Mengapa Mencari obat di lautan ??

Alasan
Semakin banyaknya bibit penyakit kebal obat kimia
atau antibiotika, mendorong para peneliti farmasi
dan kedokteran mencari sumber obat alternatif.
Lautan ternyata memiliki potensi besar, bagi
penemuan unsur aktif baru.
Sebelumnya diyakini manusia mampu mengatasi
tantangan mikro organisme pemicu penyakit, tetapi
kini semakin disadari bahwa bibit penyakit tetap
selangkah lebih maju.
Bukti :
sejak ditemukan tahun 80-an lalu, penyakit
HIV/AIDS hingga kini tetap belum dapat disembuhkan.
semakin banyak bibit penyakit konvensiona,yang
kini kebal bermacam antibiotika.
Juga masih banyak penyakit kanker yang berakibat
pada kematian.
Upaya yang dilakukan,
pencarian
unsur
aktif
alternatif
semakin
digalakkan. Terutama kini para ahli melirik biota
laut, sebagai sumber unsur aktif bagi obat-obatan.
Alasannya, sudah banyak sumber unsur bio-aktif di
daratan yang didata dan diteliti. Sementara lautan
ibaratnya wilayah yang masih terlupakan.
Para peneliti mengakui, sampai beberapa tahun
lalu, lebih banyak memiliki data penelitian Bulan
atau Mars ketimbang hasil penelitian kelautan,
padahal diyakini potensi kelautan amatlah luas.
Sistem pertahanan bio-kimia
Mahkluk-makhluk di lautan amat menarik perhatian.
Banyak yang tidak memiliki senjata, semacam gigi
yang kuat atau panser pelindung seperti pada kurakura.
Kelihatannya makhluk hidup di lautan akan menjadi
pemangsa hewan lain. Namun, setelah diteliti lebih
lanjut, banyak makhluk hidup di lautan yang
kelihatannya tidak berdaya ternyata memiliki sistem
pertahanan yang cukup ampuh.

Dengan
memproduksi
bahan
kimia
atau
tertentu, makhluk hidup semacam ganggang,
laut, spons, kerang atau terumbu karang,
mempertahankan diri secara efektif.

racun
keong
dapat

Sejauh ini, para peneliti sudah meneliti lebih


dari 10.000 jenis unsur bio-aktif dari biota laut.
Banyak yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan
dasar pembuat obat.
Misalnya saja unsur aktif Aciclovir yang berasal
dari sejenis spons, yang kini secara luas digunakan
sebagai obat herpes.
Aciclovir termasuk kelompok unsur aktif NukleosidAnalog, yang bekerja menon-aktifkan polymerase DNA
virus herpes.
Demikian juga unsur aktif Pseudo-pterosin yang
berasal dari sejenis terumbu karang, kini unsur
aktifnya secara luas digunakan sebagai krim
pelindung kulit, untuk mengurangi pembengkakan
akibat sengatan matahari.
Mirip imunitas manusia
Dewasa ini, para peneliti dari 10 lembaga
penelitian terkemuka Jerman, bergabung untuk
meneliti khasiat unsur aktif dari biota laut dalam
lembaga yang diberi nama BIOTEC.
Terutama berbagai jenis spons dan terumbu karang
amat menarik perhatian.
Sejak 600 juta tahun lalu, spons di lautan bertahan
hidup, dengan mengembangkan sistem kekebalan tubuh
canggih, yang ternyata mirip sistem kekebalan tubuh
manusia.
Spons atau terumbu karang ini dapat hidup sampai
3.000 tahun.
Unsur aktif yang diproduksinya, terutama ampuh
untuk melawan peradangan, penghambat pertumbuhan
serta memberantas jamur.
Berbagai unsur bio-aktif dari spons atau terumbu
karang itu, merupakan potensi besar untuk
pengembangan obat-obatan baru. Misalnya saja, unsur
aktif penghambat pertumbuhan terumbu karang

tertentu, terbukti dapat menghambat pertumbuhan


selkanker.
Namun seperti diketahui, untuk mengembangkan
obat-obatan yang aman, dari unsur aktif yang
ditemukan, bukan soal mudah.
Selalu diperlukan waktu cukup lama, dan tentu
saja biaya cukup besar, untuk membuat unsur aktif
alami itu benar-benar bermanfaat bagi pengobatan.
Selain khasiatnya, tentu saja harus diteliti efek
sampingannya. Selain itu, untuk penelitian
laboratorium, diperlukan unsur aktif dalam jumlah
cukup besar, yang biasanya tidak diproduksi di
alam.
Terlepas dari berbagai kesulitan prosedur semacam
itu,
para ahli farmasi dan peneliti kedokteran terus
mengumpulkan data unsur aktif biota laut.
Permasalahan
penelitian untuk menemukan obat-obatan ampuh dari
lautan, ibaratnya berlomba dengan kerusakan
lingkungan.
Dalam beberapa dekade ini, pengrusakan
terumbu karang atau panen spons, baik untuk
kebutuhan industri atau perikanan, berlangsung
dalam laju yang mencemaskan.
Belum lagi kematian massal terumbu karang
akibat perubahan iklim global. Masalahnya, terumbu
karang tumbuh amat lambat, hanya beberapa
sentimeter saja setahunnya.
Penemuan Conotoxin
Dalam lomba adu cepat itu, belum lama ini para
peneliti melaporkan, berhasil mengembangkan obat
penghilang rasa sakit, yang jauh lebih kuat dari
Morphin, tetapi hampir tanpa dampak sampingan
kecanduan. Unsur aktifnya berasal dari racun
sejenis keong laut keluarga Conidae.
Sejak lama diamati, keong laut ini walaupun
bergerak lebih lamban dari ikan mangsanya, selalu

berhasil melumpuhkan mangsa yang bergerak lebih


cepat.
Rahasianya terletak pada moncongnya yang mampu
menembakkan jarum beracun. Mangsanya akan lumpuh
atau mati akibat racun tsb.
Selain mangsanya, juga manusia kini semakin
sering diserang oleh keong laut. Penyebabnya,
wisata kelautan kini semakin meningkat. Dengan
akibat, semakin banyak manusia memasuki wilayah
perburuan keong laut. Jika merasa terganggu, secara
instiknt keong laut akan membela diri dengan
menembakan jarum beracunnya.
Memang pada manusia sengatan keong laut ini amat
jarang menimbulkan kematian. Gejala umum yang
muncul akibat racun ekong laut Conidae, antara
lain, rasa terbakar hebat, pusing-pusing, merasa
lumpuh atau tidak lagi dapat menggerakan anggota
badan sampai yang paling fatal tentu saja kematian.
Pengganti Morphin
Ternyata racun dari keong laut tsb, merupakan
senyawa yang amat kompleks. Unsur aktifnya yang
diberi nama Conotoxin, paling sedikit memiliki
tujuh jenis racun yang berbeda sifatnya.
Masing-masing racun, terdiri dari 12 sampai 30
asam amino yang membentuk rantai Peptida.
Yang disebut alpha Conotoxin misalnya,menyerang
jaringan saraf, dan menyebabkan kelumpuhan atau
kematian.
Myu, Delta, Kappa dan Omega Conotoxin bekerja
secara berbeda-beda, namun terutama memblokir
kanal/aliran Natrium di otot, dan menyebabkan
terganggunya fungsi otot.
Sementara racun lainnya yang dijuluki peptida King
Kong, juga berfungsi melumpuhkan sistem saraf,
dengan memblokir kanal ion dan reseptor saraf.
Dengan diketahuinya sifat masing-masing peptida
dari Conotoxin itu, para peneliti mulai
mengembangkannya untuk obat-obatan. Delta Conotoxin
misalnya, diketahui
berfungsi memblokir kanal ion Kalsium pada reseptor

saraf.
Dalam ujicoba pada tikus di laboratorium,
suntikan Delta Conotoxin ke saraf tulang
belakangnya dalam dosis tertentu, terbukti mampu
memutus sinyal rasa nyeri ke otak.
Yang amat menarik, penggunaan terus menerus Delta
Conotoxin, tidak menimbulkan rasa kecanduan atau
ketagihan.
Dari hasil ujicoba itu, diyakini Conotoxin dapat
dijadikan pengganti Morphin. Unsur penghilang rasa
sakit Morphin memang terbukti keampuhannya selama
ini.
Akan tetapi memiliki dampak negatif, yakni rasa
ketagihan. Hal ini terjadi akibat tubuh
mengembangkan toleransi terhadap Morphin.
Akibatnya, untuk mencapai efek pengobatan yang
sama, diperlukan dosis Morphin yang harus terus
ditingkatkan.
Karena itulah, sejak tahun 1996 ujicoba unsur
Conotoxin kepada manusia
mulai dilakukan. Diharapkan, dalam waktu beberapa
tahun lagi, obat penghilang rasa sakit Conotoxin
yang 40 kali lebih kuat dari Morphin, sudah dapat
dipasarkan.

Anda mungkin juga menyukai