SISTEM INTEGUMEN
COMBUSTIO
Dosen Pengajar : Khotimah, S Kep.Ners., M.Kes
Oleh:
1. Farichatus Sholihah
(7311018)
(7311055)
5. Maani Pakalesi
(7311053)
KELOMPOK 01
1. Farichatus Sholihah
2. Masitoh Ika Cahyani
3. Bagus Permadiawan
4. Rahman Lesipela
5. Maani Pakalesi
disetujui dan disahkan pada September 2013
MENYETUJUI / MENGESAHKAN
Khotimah , S.Kep.Ns.M.Kes.
Kata Pengantar
ii
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah "combustio" ini dapat
dipergunakan sebagai acuan dan pedoman maupun petunjuk bagi pembaca dalam proses
belajar mengajar.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan serta
pengalaman bagi kami dan pembaca, sehingga makalah ini dapat diperbaiki dan
dikembangkan bentuk maupun isinya agar kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah yang sederhana ini masih sangat jauh dari kesempurnaan karena
pengalaman kami yang masih sangat minim. Oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
iii
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1
Latar Belakang...................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3
Tujuan Umum....................................................................................1
1.4
Tujuan Khusus...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1
Definisi..............................................................................................3
2.2
Etiologi..............................................................................................3
2.3
Patofisiologi.......................................................................................3
2.4
2.5
Komplikasi........................................................................................9
2.6
Penatalaksanaan.................................................................................9
Pengkajian........................................................................................11
3.2
Analisis data....................................................................................13
3.3
3.4
Perencanaan Pulang.........................................................................20
BAB IV PENUTUP...............................................................................................21
4.1
Kesimpulan......................................................................................21
4.2
Saran................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk
mengalami luka bakar. Dan sebagian besar terjadi akibat panas srta penggunaan alat-alat
listrik.
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkn data statistik dari berbagai
pusat luka bakar di seluruh Amerika Serikat mencatat bahwa 75% merupakan korban dari
perbuatan mereka sendiri. Ada empat tujuan utama yang berhubungan dengan luka bakar.
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk penyelamatan jiwa pada pasien luka bakar yang berat.
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini, spesialistik
serta individual.
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekonstruksi dan program
rehabilitasi.
Luka bakar merupakan cidera yang cukup sering dihadapi para dokter. Biaya yang
dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Indonesia belum ada angka pasti mengenai
luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar
tersebut semakin meningkat.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat komplek. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi combustio?
b. Apa etiologi dari combustio?
c. Bagiamana patofisiologi combustio?
d. Apa saja tanda dan gejala penyakit combustio?
e. Bagaimana penatalaksanaan combustio?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan combustio?
g. Apa pemeriksaan penunjang untuk penderita combustio?
1.3 Tujuan Umum
Secara umum, makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami combustio atau luka
bakar.
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
PEMBAHASAN
COMBUSTIO
2.1 Definisi
Combustio atau luka bakar adalah trauma pada kulit yang disebabkan oleh panas atau
suhu yang tinggi. (Kuraesin, 2007)
Luka bakar merupakan luka yang meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Brunner,Suddarth, 2011)
Luka bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan seharihari, bahkan sering kali merupakan kecelakaan massal (mass disaster). (Dewi, 2011)
Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan
kimiawi maupun arus listrik (Ardhani, 2013)
2.2 Etiologi
Penyebab luka bakar adalah:
1. Terbakar api
2. Air panas
3. Pejanan suhu tinggi dari matahari
4. Listrik
5. Bahan kimia
(Sjamsuhidajat, 2010)
2.3 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas ke tubuh.
Panas dapat dipindahkan melalui hantaran dan radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan
terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel.
Luka bakar menyebabkan gangguan biologis dan psikologis.
a.
Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita
akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan)
yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih
ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
b.
c.
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
(Brunner Suddarth, 2011)
Kedalaman
Ketebalan
Penyebab
Jilatan api, sinar
Penampilan
Kering tidak ada
Warna
Bertambah
partial
ultra violet
gelembung.
merah.
superfisial
(terbakar oleh
Oedem minimal
(tingkat I)
matahari).
Perasaan
Nyeri
tekanan dilepas.
Blister besar dan
Berbintik-bintik
Sangat
dari
lembab yang
yang kurang
nyeri
ketebalan
bahan padat.
ukurannya
jelas, putih,
partial
Jilatan api
bertambah besar.
coklat, pink,
(tingkat II)
kepada pakaian.
daerah merah
Jilatan langsung
coklat.
Superfisi
kimiawi.
bila tekanan
al
Sinar ultra
dilepas berisi
Dalam
violet.
kembali.
Ketebalan
Kontak dengan
Kering disertai
Putih, kering,
Tidak
sepenuhnya
kulit mengelupas.
hitam, coklat
sakit,
full-
padat.
Pembuluh darah
tua.
sedikit
Thicness
Nyala api.
seperti arang
Hitam.
sakit.
(tingkat III)
Kimia.
terlihat dibawah
Merah.
Rambut
Kontak dengan
kulit yang
mudah
arus listrik.
mengelupas.
lepas bila
Gelembung jarang,
dicabut.
dindingnya sangat
tipis, tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
b.
: 9%
2) Lengan masing-masing 9%
: 18%
: 36%
: 36%
5) genetalia/perineum
: 1%
Total
c.
: 100%
Parah critical:
Dewasa : > 25%, anak-anak : > 20%.
a) Tingkat II
b) Tingkat III
Sedang moderate:
Dewasa : 15-25%, anak-anak : 10-20%.
a) Tingkat II
: 15 30%
b) Tingkat III
: 1 10%
3)
Ringan minor:
Dewasa : < 15%, anak-anak : <10%.
a) Tingkat II
: kurang 15%
b) Tingkat III
: kurang 1%
(Sjamsuhidajat, 2010)
2.6 Komplikasi
a. Hipoksia
b. Gagal ginjal
c. Anemia
d. Dehidrasi
e. Hiponatremia, hipokalemia
f. Kekakuan sendi
g. Edema paru
h. Infeksi lokal
i. Pneumonia
(Sjamsuhidajat, 2010)
2.7 Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
1. Resusitasi A, B, C.
a. Pernafasan:
Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi
obstruksi gagal nafas.
b. Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan Baxter.
a. Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
b. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
c. Kebutuhan faal:
< 1 tahun
: BB x 100 cc
1 3 tahun
: BB x 75 cc
3 5 tahun
: BB x 50 cc
Tulle.
(http://ppnikesdambrw.wordpress.com/2012/12/04/askep-luka-bakar-combustio/)
6. Obat obatan:
a. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak
dipakai adalah golongan aminoglikosida yan efektif terhadap pseudomonas. Bila
ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.
b. Untuk mengatasi nyeri paling baik diberikan opiat melalui intravena dalam dosis
rendah
c. ATS atau toksoid untuk pencegahan titanus. (Sjamsuhidajat, 2010)
7. Tindak Bedah
Pemotongan eskar atau eskaratomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Biasanya eksisi dini ini
dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh. (Sjamsuhidajat, 2010)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN COMBUSTIO
3.1 Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. .Sirkulasi:
Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak
ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
9. Keamanan:
Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat
pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
10
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik). (Dongoes, 2000)
10. Pemeriksaan diagnostik:
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht
dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium
pembuluh darah.
b. SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respons inflamasi terhadap cidera.
c. GDA : dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi. Penurunan PaCO2
memungkinkan terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilang mekanisme kompesasi
pernafasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin) : peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
keracunan karbon monoksida/cidera inhalasi.
e. Elektrolit serum : kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal : hipokalemia dapat terjadi bila
mulai dieresis ; magnesium mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun
pada kehilangan air :hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi
ginjal
f. Natrium urine random : lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasi kelebihan resusitasi
cairan; kurang dari 10 mEg/L mennduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.
11
Data
DS: DO: Pernafasan tidak
teratur, bunyi nafas
abnormal, nilai AGD
2.
abnormal.
DS: DO: : Intake dan output
tidak seimbang, membran
Etiologi
Masalah
Gangguan membran kapiler Gangguan
alveoli
pertukaran gas
Defisit volume
cairan.
menurun.
DS: -
Resiko infeksi
12
jaringan.
Destruksi
Kerusakan
integritas kulit
bakar.
Hambatan
apabila bergerak.
mobilitas fisik
pertahanan
Hipermetabolisme
Ketidakseimbangan
kebutuhan tubuh
penurunan, penyembuhan
luka mengalami lama,
anoreksia.
7.
Destruksi jaringan
Nyeri
Kerusakan penampilan
Gangguan citra
tubuh
tubuhnya.
DO: Ansietas, gelisah,
sering mengeluh tidak
percaya diri.
Intervensi
Kaji status pernafasan
Rasional
Mengetahui adanya tanda cidera
inhalasi dan peningkatan edema jalan
nafas
Mengetahui adanya penurunan bunyi
nafas, takipneu, dispneu, batuk, pucat
dan sianosis.
Mengkaji status hipoksia
Mencegah terjadinya jaringan yang
nekrosis.
Mencegah obstruksi jalan nafas.
mengoptimalkan ventilasi
Pantau ventilasi mekanik dan slang
endotrakeal
Anjurkan pasien untuk beristirahat
nafas.
Mengurangi bebabn kerja sistem
pernafasan.
Mencegah hipoksia
Membuka alveoli
Mengosongkan dan mengembangkan
insentif
paru
Rasional
Menetukan derajat dehidrasi
Mencegah dehidrasi
pariental
Timbang berat badan
jam.
Pantau kateter menetap dan sistem
drainase
Pantau hasil darah lengkap
Pantau ketajaman mental setiap 8
jam
akurat
Mengurangi odema
mengalami cidera
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat sekunder akibat kerusakan jaringan.
Tujuan : Pasien bebas dari infeksi.1x24 jam.
Kriteria hasil: tidak ada infeksi atau sepsis, area yang terbakar mulai pulih,
suhu tubuh normal, area disekitar luka bersih.
Intervensi
Perhatikan universal precaution
Pantau tanda-tanda infeksi
Kaji hasil laboratorium: leukositosis
Rasional
Mencegah infeksi lebih lanjut
Mengetahui infeksi sejak dini
Leukositosis mengindikasikan adanya
Berikan antibiotic
Pasang balutan
Kolabotasi pemberian agen luka
infeksi
Mencegah penyebaran infeksi
Mencegah kontak antar kulit.
Antiinfeksi
15
Intervensi
Ukur luas dan kedalaman luka
Rasional
Untuk menentukan penatalaksanaan
selanjutnya.
Mencegah terjadinya luka
tubuh.
Memantau membran mukosa jika
terpasang NGT.
Oleskan lition dikulit yang tidak
rusak.
Pasang balutan secara longgar
Memberiakn HE untuk menjaga
kebersihan tubuh
menimbulkan luka
Rasional
Mendukung pemulihan
yang diprogramkan.
Pantau status neuromuskular setiap 4
Mencegah kontraktur
jam.
Kolaborasi dalam pemberian
pergerakan.
Mencegah pembentukan jaringan
latian perorang
Mencegah gangguan pernafasan
Intervensi
Pertahankan hidrasi,nutrisi yang
Rasional
Menggati cairan yang hilang dan
adekuat.
Berikan nutrisi pariental total, selang
meningkatkan penyembuhan.
Mempertahankan asupan kalori yang
dibutuhkan.
Mengkaji adanya hiperglikemia
Memastikan asupan yang tepat dan
dibutuhkan.
Membgurangi resiko terjadinya
H2/agen pelindung.
Lakukan higien oral sebelum dan
sesudah makan.
Memantau berat badan setiap hari
Rasional
Mengurangi edema dan nyeri.
periodic
Tutup luka untuk mengurangi ketidak
meningkatkan nyeri.
Memantau peningkatan intensitas
skala nyeri.
komplikasi.
Mengurangi nyeri
analgesik
Lakukan ganti balutan sesudah diberi
Memberikan kenyamanan.
obat.
Ajarkan tehnik imajinasi terbimbing
nyeri.
Untuk meningkatkan rasa nyaman.
17
Rasional
Membantu pasien mengatasi
ansietas.
Perlihatkan penerimaan terhadap
perasaannya.
Mencegah perasaan ditolak.
perasaan pasien.
Tingkatkan aktifitas perawatan diri
sesegera mungkin.
Kolaborasi dengan layanan sosial
dan psikiatrik.
3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Memelihara pertukaran gas dan bersihan saluran nafas
a. Tidak mengalami dispnea.
b. Memperhatikan frekuensi respirasi antara 12 dan 20 kali /menit.
c. Memperdengarkan suara paru yang bersih pada auskultasi.
d. Memperlihatkan tingkat saturasi oksigen arterialyang melebihi 96% (dengan
oksimetri denyut nadi)
e. Memiliki secret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer.
2. Mendapatkan kembali keseimbangan cairan serta elektrolit yang optimal dan perfusi organorgan vital
a. Mempertahankan kadar elektrolit serum dalam batas-batas normal.
b. Memperlihatkan frekuensi jantung dan tekanan darah yang berada dalam batas-batas
normal.
c. Memiliki sensorium yang jelas
d. Memperlihatkan refleks dan tonus otot yang normal yang menunjukkan keseimbangan
elektrolit.
e. Eliminasi urin yang jernih dan berwarna kuning; nilai protein gula, aseton, Ph, dan
berat jenis urin berada dalam batas-batas normal.
f. Memiliki nilai hemoglobin dan hematokrit yang normal
3. Memperlihatkan suhu tubuh yang akseptabel
a. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran 37,2 derajat hingga 38,3 derajat Celcius.
b. Melaporkan rasa nyaman tanpa gejala menggigil.
4. Menyatakan bahwa rasa nyeri terkendali.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Combustio atau luka bakar adalah trauma pada kulit yang disebabkan oleh panas atau
suhu yang tinggi. (Titin Kuraesin, 2007)
19
DAFTAR PUSTAKA
Ardhani marista.2013. pengaruh pemberian ekstrak daun sirih terhadap jumlah makrofag pada
fase proliferasi perawatan luka bakar derajat II pada tikus puti. Malang. Fk Universitas
Brawijaya.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku ajar medikal bedah. Jakarta: EGC.
C Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. Kompas Gramedia.
20
Dewi dina.2011. pengaruh frekuensi perawatan luka bakar derajat II dengan madu nectarflora
terhadaplama penyembuhan luka. Malang. PSIK universitas Brawijaya.
Doenges, Marilyn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1999. Rencana asuhan keperawatan madikal bedah(vol 3). Jakarta: EGC
Faiz Omar, Moffat David. 2002. At a Glance: Anatomi. Jakarta. Erlangga
Kuraesin Titin. 2007. Mengenal luka dan menanganinya. Bandung : PT Karya kita
Rubenstein, david. 2005. Kedokteran klinis. Jakarta: Erlangga
Sjamsuhidajat, De Jong. 2010. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer C Suzanne. 2002. Keperawatan medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tucker Susan.dkk. 2008. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.
21