Pendahuluan
Manusia memerlukan energi untuk beraktivitas. Salah satu sumber utama energi yang
dibutuhkan ini berasal dari makanan dan minuman yang kita konsumsi. Makanan dan minuman
yang kita konsumsi ini akan diolah melalui sistem pencernaan tubuh kita. Mulai dari mulut,
faring, esophagus, lambung, usus halus, usus besar sampai ke rectum-anus. Selain itu juga ada
kelenjar pencernaan yang membantu kerja dari organ-organ tersebut. Makanan-makanan dan
berbagai minuman yang kita konsumsi tadi akan diubah menjadi zat-zat yang dapat dicerna oleh
tubuh dengan bantuan berbagai macam enzim. Enzim-enzim tersebut ada banyak macamnya dan
berbeda-beda fungsinya, juga letaknya. Hasil perubahan makanan yang kita konsumsi ini,
nantinya akan diserap oleh usus halus dan kemudian diedarkan melalui pembuluh darah ke
seluruh tubuh. Sedangkan sisanya akan dibawa ke usus besar untuk direabsorbsi, kemudian
dikeluarkan sebagai feces.
Pada kasus PBL yang didapat penulis, kasus yang terjadi adalah appendicitis atau radang
pada appendiks yang biasa dikenal dengan usus buntu. Oleh sebab itu, pada makalah ini, penulis
akan membahas mengenai struktur makroskopis dan mikroskopis organ-organ kuadran kanan
bawah, sistem pencernaan usus halus, fungsi appendiks, dan enzim-enzim yang bekerja di usus
halus.
Pembahasan
Struktur Makroskopis Kuadran Kanan Bawah
Usus Halus
Usus halus atau intestinum tenue terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Bagian usus
kecil dimulai dari pylorus yang merupakan awal duodenum, kemudian dilanjutkan pada flexura
duodenojejunalis menjaddi jejunum dan seterusnya menjadi ileum sampai bermuara ke caecum.
Berfungsi untuk mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan di lambung.
Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu oleh empedu dalam
hati, usus halus secara selektif mengabsorbsi produk disesti.1,4
Duodenum mulai dari pylorus sampai flexura duodenojejunalis dan beralih menjadi
jejunum. Panjangnya kurang lebih 25 cm. dan berbentuk seperti huruf C yang mengelilingi caput
pancreas. Duodenum dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu pars superior, pars descendens, pars
horizontalis (inferior), dan pars ascendens. Sepanjang 2-3 cm pertama pars superior duodeni
masih diliputi oleh peritoneum visceral yang ke atas merupakan tempat lekat dari ligamentum
hepatoduodenalis, bagian dari omentum minus dan ke bawah dari omentum majus, serta
merupakan batas bawah dari foramen omentalis (epiploicum). Bagian lain dari duodenum
kecuali 1-2 cm dari bagian akhir pars ascendens mempunyai letak retroperitonealis. Pars superior
duodeni panjangnya kurang lebih 5 cm, terletak setinggi vertebra L1, merupakan bagian yang
bergerak paling bebas. Mulainya pada pylorus, berjalan kearah kanan atas belakang sampai pada
collum vesica fellea dan ren dexter. Pars descendens duodeni panjangnya kurang lebih 8 cm,
berjalan vertical ke bawah sepanjang pinggir kanan vertebra lumbalis L1-L3 di depan hilum
renalis, Letaknya seluruhnya retroperitonealis. Kedalam pinggir media dari bagian tengah pars
descendens duodeni yang terletak 8-10 cm dari pylorus masuk dengan miring muara dari
amoulla hepatopancreatica (NA) Vateri (gabungan ductus choledochus dan ductus pancreaticus).
Pada muara ini terdapat tonjolan, disebut papilla duodeni major (vateri), dan mempunyai
muscuus sphincter amppullae hepato pancreaticae (sphincter oddi) yang berfingsi mengatur
pengeluaran cairan empedu dan pancreas. Sedikit diaatasnya (2-3 cm) terdapat papilla duodeni
minor (santorini), tempat muara ductus pancreaticus accessorius. Bagian akhir (bawah dari pars
descendens duodeni membuat suatu kelokan, flexura duodeni inferior untuk beralih menjadi pars
2
inferior duodeni. Pars inferior duodeni panjanganya kurang lebih 8 cm berjalan horizontalis ke
kiri menyilang garis tengah setinggi vertebra L3 pada bidang subcostalis. Pars ascendens
duodeni panjangnya kurang lebih 5 cm berjalan kearah kiri atas sampai setinggi vertebra L2 dan
beralih menjadi jejunum dengan suatu lekukan yang disebut flexura duodenojejunalis. Bagian
akhir dari pars ascendens duodeni diliputi oleh peritoneum. Lambung membuka ke dalam bagian
pars superior duodeni pada lubang pylorus. Pankreas dan ductus biliaris membuka ke dalam
bagian pars descendens duodeni sebagai lubang bersama pada papilla kecil, lubang dikontrol
oleh sfingter yang disebut sfingter oddi. Kadang-kadang ductus terbuka secara terpisah.1,2
Jejenum adalah bagian pertama dan ileum adalah bagian kedua dari seluruh usus halus.
Kombinasi mereka bervariasi dari 300 sampai 900 cm. Jejenum adalah lanjutan dari duodenum
mulai dari flexura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada nuaranya pada cecum. Jejenum
agak besar, memiliki dinding tebal, vasa recta panjang, arcade setingkat. Jejenum dan ileum
terdapat didalam peritoneum kecuali sepanjang garis perlekatannya. Ileum memiliki dinding
yang lebih tipis dengan arcade bertingkat dan vasa recta pendek. Suplai darah usus halus oleh
percabangan arteri mesenterica superior (cabang dari aorta). Drainase vena usus halus: ke dalam
vena mesenterica superior dan kemudia ke dalam vena porta. Drainase limfe usus halus: ke
dalam nodus didalam mesenterium dan kemudian ke dalam kelenjar aorticus dan cistern chili.
Inervasi usus halus oleh nervus simpatis dan parasimpatis (vagus).1,2
Usus Besar
Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya, dan dimulai dari
katup ileokolik atau ileosekal, yang merupakan tempat sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik
terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltic didalam usus besar. Refleks
ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar. Kolon dimulai sebagai kantong yang
mekar dan terdapat apediks vermiformis atau umbai cacing. Apendiks memiliki panjang yang
bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm. Pangkal apendiks keluar dari aspek
posteromedial sekum; akan tetapi, arah apendiks itu sendiri sangat bervariasi. Pada sebagian
besar orang apendiks terletak pada posisi retrosekal namun sering juga ditemukan posisi lain.
Apendiks memiliki mesenterium kecil yang menurun di belakang ileum terminalis. Satu-satunya
pasokan darah apendiks, arteri apendikularis, berjalan dalam mesenterium. Pada kasus
apendisitis, akhirnya terjadi trombosis arteri apendikularis. Bila terjadi hal ini, komplikasi
3
gangren dan perforasi apendiks tidak terelakkan. Apendiks memiliki lumen yang relatif lebar
pada bayi dan perlahan-lahan menyempit dengan bertambahnya usia, seringkali menghilang
pada manula. Tenia koli sekum mencapai pangkal apendiks. Lipatan treves tak berdarah (lipatan
ileosekal) adalah nama yang diberikan pada refleksi peritoneal kecil yang berjalan dari ileum
terminal anterior ke apendiks. Struktur ini avaskular. Dalam apendiksitis apendiks meradang, dan
pada umumnya dibutuhkan pemotongan apendiks yang dikenal sebagai operasi apendektomi.
Pada apendiks, terlihat juga jaringan limfoid 2 minggu setelah lahir. Jumlah folikel mencapai
puncaknya, yaitu 200, antara usia 12-20 tahun. Immunoglobulin sekretorius dihasilkan sebagai
bagian dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus untuk melindungi lingkungan
interior. Apendektomi bukan merupakan predisposisi bagi kanker usus atau perubahan system
imun. Apendiks bermanfaat tetapi tidak diperlukan. Dasarnya muncul dari sisi posteromedial
sekum, dimana tiga tenia koli bertemu. Panjang dan lokasi dari ujung akhir bervariasi: pelvic,
retrosekal, atau pada kuadran bawah.
Caecum adalah katong lebar yang terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot
iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan disebut kolon asendens.
Di bawah hati berbelok pada tempat yang disebut fleksura hepatica, lalu berjala melalui tepi
daerah epigastrik dan umbilical sebagai kolon transversus. Dibawah limpa membelok sebagai
fleksura sinistra atau fleksura sogmoid dan kemudian berjalan melalui daereah kanan lumbal
sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid
dan dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi
rectum. Ileum memasuki sisi kiri dari caecum pada lubang ileosekal, celah oval yang dikontrol
oleh sfingter otot. Appendiks membuka ke dalam caecum di bawah ileosekal. Caecum berlanjut
ke atas sebagai colon ascedens. Struktur kolon terdiri dari atas keempat lapisan dinding yang
sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang
member rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari pada yang
ada pada usus halus, dan tidak memilki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar
tubuler dalam usus halus dan dilapisi epithelium silinder yang memuar sel cangkir. Sktruktur
retum serupa dengan yang pada kolon, tetapi dinding yang berotot lebih tebal dan membrane
mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini
menyambung ke dalan saluran anus. Didalam saluran anus ini serabut otot sirkular menebal
membentuk otot sfingter anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya;
4
epithelium bergaris menggantikan sel-sel slilinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan
orifisium supaya tertutup. Suplai darah usus besar oleh cabang arteria mesenterica superior
sampai flexura colica sinistra dan oleh cabang arteria mesenterica inferior. Usus besar tidak ikut
serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan. Bila isis usus halus mencapai sekum, semua zat
makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi
makin padat karena air absorpsi dan ketika rectum dicapai maka feses bersifat padat-lunak.
Peristaltic di dalam kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira-kira enam belas sampai dua
puluh jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid.2,3
Struktur Mikroskopis Kuadran Kanan Bawah
Usus Halus
Epitelnya terdiri dari selapis toraks dan sel goblet. Sel torak pada bagian apikalnya terdapat
brush border/mikrovili yang berfungsi untuk memperluas permukaan absorptif dan juga
mengandung sel-sel pencernaan. Semakin ke distal, sel goblet semakin banyak.Terdapat vili
intestinalis. Sepanjang mukosa terdapat glandula intestinalis (cryptus Lieberkuhn), tubulosa
simpleks, yang bermuara diantar vili intestinalis. Pada dasar cryptus terdapat sel paneth, di
bagian apikalnya mengandung granula eosinofilia.Sel-sel cryptus berfungsi menggantikan sel-sel
epitel permukaan yang rusak. Dibagi dalam 3 daerah yakni:
Duodenum
Terdapat kelenjar Bruner, mukus, dan kompleks tubulosa bercabang.Bentuk vili intestinalis
berbentuk lebar.
Jejunum
Tidak terdapat kelejar Bruner ataupun agmina peyeri.Plica sirkularis Kerckringi tinggitinggi.Vili intestinalis berbentuk budar seperti lidah.
Illeum
terdapat agregat limfonodus atau agmina peyeri/ Plaque Peyeri di lamina propria meluas ke
tunica submukosa. Vili instetinalisnya berbentuk jari-jari.
Usus Besar
Sel sel goblet di usus besar jauh lebih banyak daripada sel goblet di usus halus. Sel
goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika
5
sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar intestinal terletak lebih dalam daripada usus
halus. Kelenjar intestinal usus besar juga tidak memiliki sel peneth, namun memiliki berbagai
sel enteroendokrin. Usus besar ini erdiri dari tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis
silindris, kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa.
Lapisan submukosa terletak di bawah lapisan mukosa, mengandung sel dan serat jaringan ikat
berbagai pembuluh darah dan saraf. Kemudian terdapat lapisan muskularis yang terdiri dari
otot polos. Pada liang anus, terdapat lapisan otot sirkular muskularis eksterna bertambah tebal
di bagian atas liang anus dan membentuk sfingter ani interna. Di bagian bawah liang anus
sfingter ini dig anti oleh otot rangka, yaitu sfingter ani externa. Di luar sfingter ini terdapat
muskulus levator ani.4
Motilitas
Kata motilitas menunjuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi
saluran cerna. Saluran cerna disusun oleh otot polos yang mempertahankan suatu kontraksi
tingkat rendah yang menetap yang dikenal sebagai tonus. Tonus ini sangat penting untuk
mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna utuk mencegah dindingnya teregang
permanan setelah mengalami distensi.
Terdapat dua tipe dasar motilitas yaitu gerakan mendorong (propulsif) dan gerakan
mencampur. Gerakan mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan
bervariasi bergantung pada dungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian sauran cerna. Pada
esofagus, gerakan ini berlangsung sangat cepat.
Sementara itu, gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur
makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan pencernaan makanan. Kedua,
gerakan ini mempermudah penyerapan dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke
permukaan serap saluran cerna.
Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh kelenjar eksokrin.
Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan konsituen organik spesifik yang
6
penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, gram empedu, atau mukus. Sekresi semua
getah pencernaan memerlukan energi, baik untuk transpor aktif sebagai bahan mentah ke
dalam sel maupun untuk sintesis produk sekretorik oleh retikulum endoplasma.
Pencernaan
Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya energi yaitu
karbohidrat, protein dan juga lemak. Dasar dari proses pencernaan ini adalah untuk memecah
molekul-molekul besar yang tidak dapat melewati membran plasma menjadi molekul-molekul
kecil untuk dapat diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah. Perubahan molekul besar
menjadi kecil ini dibantu oleh enzim-enzim yang diproduksi di dalam sistem pencernaan.
Sebagain besar karbohidrat yang kita telan berada dalam bentuk polisakarida yang terdiri dari
rantai-rantai molekul glukosa yang saling berikatan. Selulosa adalah polisakarida lain dalam
makanan yang ditemukan di dinding tumbuhan yang tidak dapat dicerna menjadi
monosakarida, karena itu karbohidrat ini membentuk serat yang tidak tercerna. Selain bentuk
polisakarida, sumber karbohidrat lain yang lebih sedikit dalam makanan adalah dalam bentuk
disakarida termaksuk sukrosa dan laktosa. Dalam prosesnya, kesemuanya harus diubah
menjadi bentuk monosakarida (glukosa, fruktoa, galaktosa) agar dapat diserap.
Sementara itu, protein melalui proses pencernaan diuraikan menjadi asam amino konstituennya
serta beberapa polipeptida kecil. Keduanya adalah satuan protein yang dapat diserap. Sebagai
besar lemak dalam makanan berbentuk trigliserida, yaitu lemak netral yang terdiri dari satu
molekul gliserol dengan tiga asam lemak. Dalam prosesnya, dua dari tiga molekul asam lemak
tersebut terpisah, meninggalkan satu monogliserida, satu molekul gliserol dengan satu molekul
asam lemak melekat padanya. Karena itu hasil akhirnya adalah monogliserida dan asam lemak
bebas.
Penyerapan
Secara sederhana, proses penyerapan adalah proses dimana unit-unit kecil makanan yang dapat
diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin, dan elektrolit,
dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Di usus halus, terjadi
sebagain besar penyerapan.
meningkat setelah makan sebagai repons terhadap stimulasi lokal mukosa usus halus oleh
adanya kimus.
Mukus di dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu, sekresi cair
menyerdiakan banyak H2O untuk berperan dalam pencernan makanan oleh enzim. Tidak ada
enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus ini. Usus halus memang mensintesis
enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini berfungsi di dalam membran brush-border sel epotel
yang melapisi bagian dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen.5
keadaan tidak memungkinkan untuk defekasi maka akan terjadi pengencangan sfingter ani
eksternus secara segaja.
Jika defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas,
dan keinginan unntuk buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong
lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum serta memicu refleks
defekasi. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang
melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara
bersamaan.5
dan
kimiawi.
Mukus
mempermudah
feses
bergerak,
sementtara
NaHCO3 menetralkan asam iritan yang diproduksi oleh fermentasi bakteri lokal.
11
Sumber Sekresi
Aksi
Kelenjar saliva
Pankreas
Usus halus
Usus halus
Usus halus
Lambung
Pankreas
Pankreas
Protein Polipeptida
Protein dan peptida pepetida yang lebih kecil
Protein dan peptida peptida yang lebih kecil
Peptidase
Lemak
Lipase pankreas
Usus halus
Pankreas (dengan
garam empedu)
Usus halus (dengan
garam empedu)
Lipase usus
Pencernaan Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut dan lambung. Air liur mengandung enzim ptialin
(suatu -amilase), yang menghidrolisis tepung menjadi maltosa dan polimer kecil glukosa
lainnya. Kandungan tepung dalam makanan yang dihidrolisis sebelum ditelan adalah kurang
dari 5 persen. Pencernaan berlanjut di lambung selama sekitar 1 jam sebelum aktivitas amilase
12
liur dihambat oleh asam lambung. -amilase menghidrolisis hampir 30 sampai 40 persen
tepung menjadi maltosa.
Sekresi pankreas, seperti air liur, mengandung banyak -amilase. Fungsi -amilase pankreas
hampir identik dengan yang dimiliki oleh -amilase air liur tetapi dengan kekuatan beberapa
kali lipat; karena itu segera setelah kimus masuk ke dalam duodenum dan bercampur dengan
getah pankreas, hampir semua tepung akan dicerna.
Disakarida dan polimer kecil glukosa dihidrolisis menjadi monosakarida oleh enzim epitel
usus. Brush border mikrovili mengandung enzim-enzim yang menguraikan disakarida laktosa,
sukrosa, dan maltosa serta polimer kecil glukosa menjadi monosakarida konstituennya.
Glukosa biasanya membentuk lebih dari 80 persen dari produk akhir pencernaan karbohidrat.
(1) Laktosa terurai menjadi satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa. (2) Sukrosa
terurai menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. (3) Maltosa dan polimer kecil
glukosa lainnya terurai menjadi molekul-molekul glukosa.
Karbohidrat makanan disajikan ke usus halus untuk diserap terutama dalam bentuk disakarida
maltosa (produk pencernaan polisakarida), sukrosa dan laktosa. Disakarida terdapat di brush
border usus halus selanjutnya menguraikan disakarida ini menjadi satuan monosakarida yang
dapat diserap, yaitu glukosa, galaktosa, dan fruktosa.
Glukosa dan galaktosa diserap oleh transportasi aktif sekunder, sementara pembawa
kontranspor di batas luminal mengangkut monosakarida dan Na+ dari lumen ke dalam interior
sel usus. Operasi pembawa kontranspor ini, tidak secara langsung menggunakan energi,
bergantung pada gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+ K+ basolateral yang
memerlukan energi. Glukosa (atau galaktosa), setelah dikumpulkan di dalam sel oleh sel
pembawa kontranspor, keluar dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk
ke darah di dalam vilus. Fruktusa diserap ke dalam darah semata-mata melalui difusi
terfasilitasi (transpor pasif yang diperantarai oleh pembawa).3,5
Pencernaan Protein
Pencernaan protein dimulai di lambung. kemampuan pepsin mencerna kolagen sangat penting
karena serat kolagen harus dicerna agar enzim dapat menembus daging dan mencerna protein
selular. Sebagian besar pencernaan protein disebabkan oleh kerja enzim proteolitik pankreas.
Protein yang meninggalkan lambung dalam bentuk proteosa, pepton, dan polipeptida besar
13
dicerna menjadi dipeptida, tripeptida, dan beberapa peptida besar oleh enzim-enzim proteolitik
pankreas; hanya sebagian kecil protein yang dicerna oleh getah pankreas menjadi asam amino.
Tripsin dan kimotripsin menguraikan molekul protein menjadi polipeptida kecil,
Karboksipolipeptidase membebaskan asam amino dari ujung karboksil polipeptida,
Proteolastase menghasilkan elastase, yang selanjutnya mencerna serat elastin yang
menyatukan daging.
Asam amino membentuk lebih dari 99 persen produk pencernaan protein. Tahap pencernaan
terakhir protein di lumen usus dilakukan oleh enterosit yang melapisi vili.
pembawa
lain
dan
diuraikan
menjadi
konstituen-konstituen
asam
aminonya
oleh
Pencernaan Lemak
Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah emulsifikasi oleh asam empedu dan lesitin.
Emulsifikasi adalah proses pemecahan globulus lemak menjadi potongan yang lebih kecil oleh
efek detergen garam empedu dan terutama lesitin. Proses emulsifikasi meningkatkan luas
permukaan lemak. Lipase adalah enzim larut air dan dapat menyerang globulus lemak hanya di
permukaannya. Karena itu, mudah dipahami betapa pentingnya efek detergen garam empedu
ini untuk pencernaan lemak.
Trigliserida dicerna oleh lipase pankreas. Enzim terpenting untuk mencerna trigliserida adalah
lipase pankreas. Enzim ini terdapat dalam jumlah besar dalam getah pankreas sehingga semua
trigliserida dicerna menjadi asam lemak bebas dan 2-monogliserida dalam hitungan menit.
Garam empedu membentuk misel yang mempercepat pencernaan lemak. Hidrolisis trigliserida
bersifat sangat reversibel; karenanya, penumpukan monogliserida dan asam lemak bebas di
sekitar lemak yang sedang dicerna dengan cepat menghambat pencernaan lebih lanjut. Garam
empedu membentuk misel yang menyingkirkan monogliserida asam lemak bebas dari sekitar
globulus lemak yang sedang dicerna. Misel terdiri dari globulus lemak di bagian tengah
(mengandung monogliserida dan asam lemak bebas) dengan molekul-molekul garam empedu
menonjol ke arah luar untuk melindungi permukaan misel. Misel garam empedu juga
membawa monogliserida dan asam lemak bebas ke brush border sel epitel usus.
Karena tidak larut dalam air, lemak harus menjalani serangkaian transformasi agar dapat
dicerna dan diserap. Lemak dalam makanan yang berada dalam bentuk trigliserida
diemulsifikasi oleh efek detergen garam-garam empedu. Emulsi lemak ini mencegah
penyatuan butir-butir lemak, sehingga luas permukaan yang dapat diserang oleh lipase
pankreas meningkat.
15
Lipase menghidrolisis trigliserida menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. Produkproduk yang tidak larut air ini diangkut di dalam misel yang larut air, yang dibentuk oleh
garam empedu dan konstituen-konstituen empedu lainnya, ke permukaan luminal ke sel epitel
usus halus. Setelah meninggalkan misel dan berdifusi secara pasif menembus membran
luminal, monogliserida dan asam lemak bebas disintesis ulang menjadi trigliserida di sel epitel.
Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh satu lapisan lipoprotein untuk
membentuk kilomikron yang larut air. Kilomikron kemudian dikeluarkan melalui membran
basal sel secara eksositosis. Kilomikron tidak mampu menembus membran basal kapiler;
sehingga mereka masuk ke dalam pembuluh limfe, yaitu lakteal pusat. 3,6
Appendisitis
Appendisitis adalah peradangan pada appendiks verimiformis yang disebabkan oleh
adanya benda asing yang masuk ke dalam appendiks sehingga terjadi pembengkakan pada
appendiks. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm (4inci),
melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif, dan
lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(appendicitis). Appendiks disebut juga umbai cacing. Organ ini sering mengalami peradangan
yang memerlukan tindakan bedah untuk mencegah komplikasi yang berbahaya.7
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen
appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid). Patologi apendisitis berawal
di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan
mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi
menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam
lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
16
ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Mukosa dari appendiks
mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi
sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf
viseral yang mensyarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada
umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difuse. Nyeri ini
dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya
pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered Pain. Distensi dari
appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan nyeri kolik. Distensi
appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks.8,9
Kesimpulan
Sistem pencernaan di tubuh manusia bekerja saling berhubungan dan melengkapi satu sama
lain, dan akan cukup merepotkan bila mengalami gangguan karena dapat mengganggu kerja
dari organ pencernaan yang lain. Appendisitis atau peradangan appendiks biasanya terjadi
karena penyumbatan pada apendiks, umumnya oleh fecalith, dan dibutuhkan pengangkatan
appendiks.
Daftar Pustaka
1. Widjaja IH. Anatomi abdomen. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.h.52-84.
2. Gibson J. Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. 2th Ed. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2003.h.189-200.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2009.h.234-6.
4. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fugsional edisi ke-9. jakarta:
EGC; 2003.h.149-229
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012
6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004
7. Corwin E. Buku saku patofiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009
17
8. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah .2th Ed.Jakarta: Buku Kedokteran EGC;
2005.h.639-45.
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardani WI. Bedah digestif. 3th Ed. Jakarta: Media
Aesculapius; 2005.h.307-13.
18