Anda di halaman 1dari 23

Osteoartritis dan Pemeriksaan Pada Pasien

Pendahuluan
Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia seiring dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hinga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh.Osteoartritis (OA), disebut juga sebagai penyakit sendi degeneratif,
adalah jenis penyakit sendi tersering dan merupakan salah satu penyebab kecacatan utama di
negara-negara maju. Penyakit ini ditandai oleh erosi progresif tulang rawan sendi. Kata
osteoartritis menunjukan suatu penyakit perandangan. Meskipun dapat ditemukan selsel radang,
osteoartritis dianggap sebagai suatu penyakit intrinsik tulang rawan sendi yang menyebabkan
rusaknya sendi akibat perubahan kimiawi dan metabolic.Osteoartritis yang timbul pada usia lebih
muda yang mempunyai faktor-faktor predisposisi, misalnya riwayat cedera sendi makrotraumatik
atau mikrotraumatik berulang, cacat perkembangan kongenital (satu atau lebih) sendi, atau
penyakit sistemik tertentu, seperti diabetes, okronosis, hemokromatosis, atau obesitas
berlebihan.1

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2 Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
1

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)


5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan informasi bahwa pasien
mengalami nyeri pada lutut kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri tersebut bertambah
terutama saat berjalan, menekuk kaki, dan bangun dari duduk yang lama. Lutut terasa kaku saat
bangun tidur selama kurang lebih 30 menit, dan lutut sering berbunyi kretek kretek atau
mengalami krepitasi.
Dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat diketahui datadata sebagai berikut.
1. Keluhan utama
Nyeri pada lutut kanan dan kiri
2. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri pada lutut kanan dan kiri
3. Riwayat kesehatan lingkungan
Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketuk (perkusi) dan
pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali
untuk mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan
2

denyut nadi.3Pemeriksaan osteoarthritis difokuskan pada sendi-sendi dengan kemungkinan


terbesar terkena penyakit ini, yaitu sendi pangkal paha, lutut serta pergelangan kaki.
Pada persendian di daerah pangkal paha pemeriksaan yang dilakukan meliputi:4,5

Inspeksi
Pemeriksaan sendi pangkal paha dapat dimulai ketika pasien memasuki ruang periksa. Yang
perlu diperhatikan ialah fase berdiri dan fase mengayun. Fase berdiri ialah pada saat kaki
mengenai tanah dan menyangga beban tubuh. Sedangkan fase mengayun ialah fase disaat
kaki bergerak ke depan dan tidak menyangga beban tubuh. Cara berjalannya harus terlihat
lancar dengan irama yang berkesinambungan. Selain itu dapat dilihat pemukaan anterior dan
posterior sendi pangkal paha untuk menemukan bagian yang mengalami atrofi otot maupun

memar.
Palpasi
Pada perabaan dapat ditemukan bagian-bagian os coxae seperti SIAS, krista illiaka, dan
tuberkulum illiaka di permukaan anterior sendi. Jika terasa nyeri pada sendi pangkal paha
dapat dilakukan palpasi bursa illiopektineal yang berada pada bidang yang lebih dalam dari

ligamentum inguinalis.
Kisaran gerak dan manuver
Gerakan pada sendi pangkal pada meliputi fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan rotasi.
Khusus untuk osteoarthritis biasanya dijumpai keterbatasan pada abduksi. Selain itu
gangguan pada rotasi internal merupakan suatu indikator yang sensitif terhadap penyakit
sendi pangkal paha. Biasanya hal ini juga diikuti dengan gangguan pada rotasi eksternal.
Pada sendi lutut dan tungkai bawah juga dapat dilakukan pemeriksaan yang dengan pola

yang sama, yaitu:4

Inspeksi
Perhatikan aliran gerak pasien saat berjalan memasuki ruang periksa. Lutut harus
diekstensikan ketika tumit menyentuh tanah dan difleksikan pada siklus berdiri dan
mengayun. Pada penderita osteoarthritis sering terdapat pembengkakan sendi lutut dan

kantong suprapatela sehingga cekungan normal di sekitar patela menghilang.


Palpasi
3

Pada posisi duduk palpasi akan lebih mudah dilakukan karena semua patokan tulang terlihat
dengan lebih jelas. Ibu jari dapat digunakan untuk meraba cekungan lunak yang terletak di
kedua sisi patela. Selain itu dapat juga diraba kondilus medialis femur serta tepi atas plateau
medialis tibia.
Pada perabaan juga tanyakan pada pasien apakah ada nyeri tekan. Rasa nyeri dan krepitasi
merupakan indikasi adanya pergesekan antara os tibia dan os femur. Hal ini dapat terjadi
akibat berkurangnya cairan sendi maupun pembentukan spur/osteofit yang kerapkali dapat

ditemukan pada penderita osteoarthritis.


Kisaran gerak dan manuver
Gerakan sendi lutut yang terutama adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal. Pada
penderita osteoarthritis biasanya ditemukan pengurangan range of movement/ ROM.
Terutama pada gerakan fleksi-ekstensi. Normalnya pada pergerakan ini pasien setidaknya
dapat mencapai ROM sebesar 120o. Namun sudut ini dapat menurun pada penderita
osteoarthritis. Umumnya pasien akan kesulitan melakukan fleksi yang dalam seperti pada
saat berlutut.
Pergelangan kaki dan kaki juga merupakan tempat yang sering terjadi perubahan

radiografi akibat terjadinya proses peradagan. Oleh karena itu pemeriksaan di daerah ini tidak
kalah pentingnya.

Inspeksi
Amati apakah ada deformitas, noduli maupun pembengkakan di daerah pergelangan kaki.
Palpasi
Pemeriksaan dengan menggunakan kedua ibu jari di daerah anterior setiap sendi pergelangan
kaki dengan memperhatikan adanya pembengkakan serta nyeri tekan. Selain itu dapat
dilakukan perabaan pada daerah posterior yaitu pada tendon Achiles untuk menemukan
adanya noduli dan nyeri tekan. Selain itu lakukan pula palpasi pada artikulasio
metatarsofalangeal. Nyeri pada daerah ini lebih mengindikasikan ke arah penyakit arthritis

gout.6
Kisaran gerak dan manuver
Pergerakan pada pergelangan kaki meliputi gerakan fleksi dan ekstensi serta gerakan inversi
dan eversi.
4

Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading/stance phase,
toe off phase dan swing phase. Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien arthritis
dimana pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas sementara pada
tungkai yang sehat akan lebih lama diletakkan di lantai; biasanya akan diikuti oleh gerakan
lengan yang asimetri.
Hambatan gerak, perubahan ini sering kali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini
(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi
hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
Krepitasi, gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinik OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak
tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat
sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi.
Pembengkakan Sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan
sendi.3Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi
yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya
paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut.
-

Bulge sign

ditemukan pada efusi sendi dengan jumlah

cairan yang sedikit dalam rongga terbatas. Misalnya pada efusi


sendi lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan medial maka
cairan akan berpindah sendiri ke sisi medial.
-

Baloon sign :

ditemukan pada keadaan efusi dengan

jumlah cairan yang banyak. Bila dilakukan tekanan pada satu titik
akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini
sangat spesifik pada efusi sendi.
Pembengkakan kapsul sendi merupakan tanda spesifik sinovitis. Pada pembengkakan
tergambar batas kapsul sendi, yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada pegerakan
pasif.
5

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut,
pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.7
Perubahan bentuk dan deformitas sendi yang permanen.dapat timbul karena kecatatan
dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
Perubahan gaya berjalan yang hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha, dan OA tulang belakang
dengan stenosis spinal. Pada sendi lain seperti tulang bahu, siku dan pergelangan tangan,
osteoatritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA
servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan
keluhan nyeri di betis yang biasa disebut Claudio intermitten.7
Secara umum pada pemeriksaan osteoarthritis didapatkan nyeri sendi yang dapat disertai
dengan gangguan pergerakan pada sendi yang terkena peradangan. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 130/80, nadi 88/menit, napas 20x/menit, suhu tubuh 36,4 C, berat badan 80 kg, tinggi
badan 165 cm. Status lokalis regio genu dextra dan sinistra tidak tampak penonjolan, tidak
merah, tidak mengalami deformitas, tidak ada nyeri tekan, dan hanya didapati nyeri gerak.

Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik yang utama, kita dapat melakukan pemeriksaan penunjang
sebagai langkah memperkuat/menegakkanatau menyingkirkan diagnosa. Berikut pemeriksaan
penunjang untuk diagnose penyakit osteoarthritis:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan artosentesis sebagai suatu indikasi
untuk memastikan diagnosis. Namun perlu diperhatikan kontraindikasi yaitu pada
sendi yang tidak stabil. Hal ini biasanya terjadi pada tingkat ostearthritis yang lebih
tinggi dimana terjadi deformitas. Selain itu pada osteoarthritis yang sudah parah juga
6

dapat ditemukan gangguan sendi celah sendi menyempit dan jmlah cairan sendi
berkurang. Pengambilan cairan sendi akan semakin memperburuk keadaan pada
kondisi ini.8
Cairan sendi normal adalah ultra filtrate atau dialisat dari plasma. Dengan demikian
kadar ion-ion dan molekul-molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di dalam plasma,
sedang protein kadarnya lebih rendah. Protein plasma yang berpindah dari plasma ke
cairan sendi bergerak melalui difusi dengan tingkat kecepatan yang terbalik dengan
ukurannya.7
Pada artrosentesis dapat dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes
mikrobiologi, tes kimia serta tes imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang
dapat dilihat ialah warna cairan sendi, tes musin, tes viskositas dan melihat bekuan
dalam sendi. Diantara keempat jenis tes tersebut hanya tes warna yang masih bisa
digunakan untuk kasus osteoarthritis. Pada tes warna umumnya didapatkan perubahan
warna cairan sendi dari bening menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya
tetap terlihat seperti keadaan normal.8
Selain itu angka normal juga ditunjukan pada pemeriksaan hitung sel darah dan laju
endap darah darah. Pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan C-Reactive Protein,
Anti Nuclear Antibodies serta Rheumatoid Factor juga tidak banyak membantu
karena hasilnya tetap normal. Akan tetapi ketiga pemeriksaan ini bisa digunakan
untuk membedakan osteoarthritis terhadap jenis penyakit sendi yang lain seperti
rheumatoid arthritis.
C-Reactive Protein ialah suatu protein yang dilepaskan secara cepat pada proses
peradangan akut,terdapat dalam konsentrasi rendah (trace) pada manusia. CRP adalah
salah satu alfa globulin yang timbul dalam serum setelah terjadinya proses inflamasi.
Secara umum, konsentrasi CRP merefleksikan luasnya kerusakan jaringan.
Peningkatan konsentrasi CRP secara persisten menggambarkan adanya proses
inflamasi kronik seperti arthritis rheumatoid, tuberculosis dan keganasan.Pengukuran
CRP secara akurat menggunakan immunoassay atau nefelometri laser. Kadar CRP
pada manusia dewasa sehat <0,2 mg/dl.9Rheumatoid Factor merupakan antibodi
terhadap bagian Fc (constant region) dari immunoglobulin M, A, G dan E. 7Tes Anti
Nuclear Antibodies umumnya meningkat pada 70% penderita Sistemic Lupus
7

Eritomatosus dan pada 20% penderita rheumatoid arthritis.Antinuklear antibody


merupakan suatu kelompok autoantibody yang spesifik terhadap asam nukleat dan
nukleuoprotein, ditemukan pada connective tissue disease seperti SLE, sklerosis
sistemik, mixed connective tissue diasease (MCTD) dan sindrom sjogres
primer.7Sehingga ketiga tes tadi bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
pasien terkena osteoarthritis bila didapatkan hasil yang positif.8
2. PemeriksaanRadiologi
Pemeriksaan radiologi ialah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dan
meyakinkan dalam diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi umumnya
didapatkan penyempitan pada rongga sendi yang disertai dengan sklerosis tepi
persendian. Mungkin pula terdapat deformitas, pembentukan kista juksta artikular
serta pembentukan spur/osteofit. Kadang bisa didapatkan liping pada tepi tulang
serta adanya tulang yang lepas. Berdasarkan gambaran radiologisnya, dua orang
ahli yaitu Kellgren dan Lawrance menetapkan lima derajat osteoarthritis, yaitu:

Derajat 0 : normal, celah sendi baik, tidak ada osteofit dan kista subkondral.

Derajat 1 :adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan adanya

kemungkinan pembentukan osteofit.


Derajat 2 : adanya osteofit yang disertai dengan kemungkinan penyempitan

pada celah sendi.


Derajat 3 : jumlah osteofit yang lebih dari satu, penyempitan celah sendi,
beberapa gambaran sklerotik pada tulang yang disertai dengan kemungkinan
adanya deformitas tulang.

Derajat 4 : osteofit yang besar, celah sendi yang menyempit, sklerosis dalam
tingkatan yang parah serta didapatkan adanya deformitas pada tulang.

Derajat ini digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit serta


penanganan yang tepat terhadap tingkat penyakit tersebut. Selain pemeriksaan
radiologi, dapat pula dilakukan pemeriksaan resonansi magnetik (MRI) serta
artoskopi untuk mendukung diagnosis osteoarthritis.8
Diagnosis Kerja
8

Diagnosis kerja penderita osteoarthritis dipastikan melalui gambaran klinis dan


radiografis.Gambaran klinis yang tampak pada pasien osteoarthritis umumnya ialah sebagai
berikut :8

Nyeri sendi
Keluhan ini yang umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali bertemu
dengan dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang nyerinya saat beristirahat. Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa
penjalaran maupun akibat radikulopati misalnya pada osteoarthritis servikal dan
lumbal. OA lumbal dapat menimbulkan stenosis spinal yang berujung pada rasa nyeri

di daerah betis yang disebut sebagai claudicatio intermitten.


Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini umumnya semakin bertambah parah seiring bertambahnya rasa nyeri.
Kaku pagi
Kaku biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu yang
lama maupun setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati maksimal 30 menit

keadaan kaku sebelum sendi dapat digerakan lagi.


Krepitasi
Pada keadaan di mana celah sendi telah menyempit dapat terjadi pergesekan antara
tulang yang satu dengan yang lainnya yang menimbulkan bunyi gemertak dan dapat

terdengar pada jarak tertentu.


Pembesaran sendi (Deformitas)
Biasanya perbesaran sendi secara progresif dapat terlihat pada sendi lutut dan sendi
tangan.
Perubahan gaya berjalan
Perubahan gaya berjalan yang paling sering terlihat ialah menjadi pincang. Hal ini
akan sangat mengganggu mobilisasi pasien OA.

Adapun gambaran radiologi yang dapat menyokong diagnosis osteoarthritis ialah:

Penyempitan celah sendi yang seringkali bersifat asimetris dan lebih sering terjadi
pada persendian yang berperan untuk menyangga badan.

Peningkatan densitas (gambaran sklerotik) tulang subkondral.


Adanya kista pada tulang akibat efusi cairan sendi.
9

Osteofit yang tampak pada pinggiran sendi.


Perubahan struktur anatomis sendi

Diagnosis Banding
Diagnosis banding terhadap osteoarthritis ialah penyakit radang sendi lainnya, yaitu:10
1. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi
utama poliarthritis progresif dan dapat menyaebabkan komplikasi ke seluruh organ tubuh.
Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun. Terlibatnya sendi pada pasien arthritis
rheumatoid akan terjadi pada tingkatan yang lebih lanjut dari penyakit ini.
Penyakit ini umumnya menyerang sendi yang kecil, meskipun tidak menutup kemungkinan
mengenai sendi yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan osteoarthritis yang umumnya
mengenai sendi penyangga tubuh. Seringkali terdapat deformitas yang sangat khas untuk RA
yaitu deformitas swan neck (fleksi kontraktur MCP hiperekstensi PIP fleksi PIP) dan
deformitas Boutonniere (fleksi PIP hiperekstensi DIP).
Selain itu ciri yang khas ialah terdapatnya poliarthritis yang serentak serta arthritis pada daerah
persendian tangan yang bersifat simetris. Hal ini berbanding terbalik dengan osteoarthritis yang
lebih sering terjadi monarthritis asimetris. Ciri khas lain dari RA ialah adanya nodul subkutan
pada pada lengan ekstensor yang bila dibiopsi akan terlihat kolagen rusak dengan histiosit yang
tersusun seperti pagar.

2. Kristaline Arthritis

Merupakan suatu peradangan sendi yang kebanyakan disebabkan oleh deposit kristal urat di
jaringan lunak dan sendi. Penyakit ini lebih dikenal sebagai gout. Ciri khasnya ialah umumnya
kadar asam urat dalam darah yang meningkat diatas 7 mg/dl. Penyakit ini dapat semakin
bertambah parah, biasanya dimulai dari serangan akut yang jika tidak dapat ditangani dengan
baik dapat berubah menjadi kronik dan dapat menyebabkan komplikasi ke organ lain seperti
10

ginjal.Perbedaan utama yang ditemukan antara gout dan OA ialah pada gout sendi yang berwarna
kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila dibiopsi akan terdapat massa amorf urat dan
giant cell proses peradangan yang disebut sebagai tophus. Hal ini tidak ditemukan pada
osteoarthritis. Selain itu juga ciri khas pada gout ialah ditemukannya pembengkakan pada
persendian metatarsophalangeal 1 yang hanya terjadi unilateral.Tophus yang terjadi pada pada
kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi yang spesifik dan khas seperti cuping telinga,
olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon achiles dan jari tangan.10,11
3. Pseudogout dan Timbunan Kristal selain urat

Pseudogout

adalah gangguan yang mirip gout yang penyebabnya berbeda dengan gout.

Penyebabnya adalah timbunan Kristal Calcium Pyrophospate Diydrate (CPPD) atau Basic
Calcium Phosphate (BCP).

4. SLE (Lupus Eritematosus Sistemik)

Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan
menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacammacam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Gejala paling sering adalah arthritis
atralgia, gangguan ini dapat ditemukansebagai manifestasi awal.Sendi-sendi yang paling
sering terserang adalah sendi-sendi proksimal tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut
dan pergelangan kaki. Poliatritis SLE berbeda dari rematoid arthritis karena jarang bersifat
erosive atau menimbulkan deformitas. Nodula subkutan juga jarang ditemukan pada penyakit
lupus eritomatosus sistemik.Biasanya DNA tidak bersifat antigenic pada orang normal tapi
antigenic pada SLE. Ketika antibody antinuclear (anti-DNA) melekat pada antigen nya (asam
deoksiribonukleat, atau DNA ) dan diendapkan di glomelurus ginjal, sehingga dapat terjadi
peradangan ginjal, kerusakan jaringan dan pembentukan jaringan parut.9
5. Septic Arthritis
Septic, atau infeksius, arthritis adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi oleh
mikroorganisme-mikroorganisme. Secara normal, sendi dilumasi dengan jumlah kecil dari
11

cairan yang dirujuk sebagai cairan sinovial (synovial fluid) atau cairan sendi. Cairan sendi
yang normal adalah steril dan, jika dikeluarkan dan dipelihara (dikulturkan) dalam
laboratorium, tidak ada mikroba-mikroba yang akan ditemukan. Dengan septic arthritis,
mikroba-mikroba dapat diidentifikasi dalam suatu cairan sendi yang terpengaruh.Paling
umum, septic arthritis mempengaruhi suatu sendi tunggal, namun adakalanya lebih banyak
sendi-sendi yang dilibatkan. Sendi-sendi yang terpengaruh sedikit banyak bervariasi
tergantung pada mikroba yang menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi

orang

yang

terpengaruh.

Septic

arthritis

juga

disebut infectious

arthritis.Bakteri-bakteri, termasuk Staphylococcus aureus dan Haemophilus


influenzae. Virus-virus yang dapat menyebabkan septic arthritis termasuk
hepatitis A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus),
HTLV-1, adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola.Jamur yang dapat
menyebabkan septic arthritis termasuk histoplasma, coccidiomyces, dan blastomyces.9
6. Bursitis

Merupakan peradangan akut dan kronis. Nyeri dan cenderung membatasi pergerakan. Akut:
jika disentuh/bergerak akan timbul nyeri di daerah yang meradang. Kulit di atas bursa
kemerahan dan membengkak. Disebabkan oleh infeksi atau gout menyebabkan nyeri yang
luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan teraba hangat.Kronis: akibat dr
serangan bursitis akut sebelumnya atau karena cedera yang berulang. Bursa menebal dan di
dalamnya ada endapan kalsium padat. Sehingga membatasi pergerakan dan otot mengalami
penciutan (artrofi) dan menjadi lemah. Penatalaksanaa bursa yang terinfeksius harus
dikeringkan dan diberi antibiotik. Bursitis akut non-infeksius biasanya diobati dengan
istirahat dimana sementara sendi yang terkena tidak digerakkan dan diberi obat OAINS
(ibuprofen, Naproxen, Ketoprofen, dll). Kronis: endapan kalsium dibuang melalui jarum atau
pembedahan. Kortikosteroid bisa langsung ke dalam sendi. Terapi fisik untuk mengembalikan
fungsi sendi.9
Etiologi
Faktor umum yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoarhritis ialah:8

Umur
12

Faktor ini merupakan faktor dengan hubungan terbesar terhadap osteoarthritis. Ditemukan
sekitar 80% individu berusia diatas 75 tahun yang menderita osteoarthritis dengan
progresivitas penyakit hampir mengenai seluruh sendi. Perubahan radiologis yang
menunjukan gejala OA umumnya makin nyata ditemukan pada usia lanjut meskipun
perubahan ini tidak selalu berkorelasi dengan gejala klinik yang muncul.Perubahan
morfologis dan struktural yang berkaitan dengan kartilago pada sendi ialah semakin menipis
dan melembutnya permukaan kartilago. Selain itu berkurangnya ukuran dan agregasi matriks
proteoglikan juga dapat terlihat pada usia tua. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan
kemampuan kondrosit dalam memperbaiki jaringan akibat proses degenerasi yang terjadi.
Selain itu pada usia tua sering ditemukan penurunan sensitivitas kondrosit terhadap insulin
growth factor 1 yang berperan dalam stimulasi produksi proteoglikan, kolagen dan reseptor
sel integrin.Didapatkan pula korelasi langsung antara apoptosis pada kondrosit dan degradasi

kartilago pada usia lanjut dengan peningkatan resiko timbulnya osteoarthritis.


Lokasi Sendi
Seperti yang kita ketahui bersama, ostearthritis kerapkali terjadi pada persendian antara
tulang-tulang yang menyangga badan, seperti pada persendian pangkal paha, lutut dan
pergelangan kaki. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh umur yang mempercepat penurunan
fungsi persendian dalam menyangga badan.Sebuah studi menunjukkan bahwa daerah
pangkal paha dan lutut lebih tinggi kemungkinannya untuk terkena osteoarthritis. Pada kedua
daerah ini ditemukan lebih banyak reseptor terhadap interleukin 1 dan lebih banyak kondrosit
yang mengekspresikan M-RNA pembentuk metalloproteinase dibanding daerah pergelangan
kaki. Hal ini diduga turut berperan dalam mempercepat degenerasi yang terjadi dalam

persendian tersebut.
Obesitas
Obesitas juga merupakan suatu predisposisi terhadap peningkatan resiko terkena
osteoarthritis. Seseorang dikatakan mengalami obesitas apabila indeks massa tubuhnya
melebihi 25,0 (indeks massa tubuh ialah hasil pembagian berat badan dalam kilogram
terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter). Obesitas menyebabkan tulang-tulang penyangga
badan bekerja lebih keras dalam menyangga badan sehingga meningkatkan gaya mekanik
pada persendian antar tulang tersebut.Apalagi bila kondisi ini ditambah dengan aktivitas fisik
yang terlalu keras. Hal ini tentu saja dapat memperberat keadaan tersebut. Oleh karena itu
harus dijaga agar penderita osteoarthritis tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan.
13

Pada penderita OA yang menurunkan berat badannya didapati peningkatan status fungsional
yang berarti bahkan didapati perbaikan yang setara dengan pasien yang telah mengalami

operasi penggantian sendi.


Genetik
Studi populasi yang diikuti pasien dengan perubahan radiografis khas osteoarthritis
menemukan kontribusi genetik terhadap penyakit ini, yaitu gen resesif dan komponen
multifaktorial. Ada beberapa gen struktural yang berperan penting dalam pengelolaan serta
perbaikan kartilago sendi dan berperan dalam pengaturan proliferasi kondrosit serta ekspresi
gen. Beberapa gen untuk kode protein pembentukan matriks ekstraselular yang mengalami
mutasi telah dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya osteoarthritis. Contohnya ialah
mutasi titik yang terjadi pada gen yang berperan dalam pembentukan protein kolagen tipe II.
Mutasi ini diwariskan dalam keluarga yang memiliki riwayat spondyloepifisial displasia dan
poliartikular osteoarthritis. Gangguan ini pada gilirannya akan menghasilkan protein yang
salah sehingga protein yang terbentuk tidak dapat bekerja dengan tepat dalam perbaikan

kartilago sendi. Hal ini meningkatkan resiko timbulnya osteoarthritis.


Trauma
Terjadinya trauma dapat menyebabkan peningkatan terjadinya osteoarthritis secara cepat
maupun dapat menginisiasi suatu proses lambat yang menghasilkan gejala osteoarthritis
beberapa tahun kemudian. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya suplai darah periartikular
pasca trauma maupun berkurangnya proses remodelling pada osteochondral junction. Faktor
lokal lainnya seperti stress yang berkaitan dengan frekuensi penggunaan sendi dan

deformitas sendi juga mempunyai pengaruh atas timbulnya osteoarthritis.


Gender
Wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dibanding pria untuk terkena osteoarthritis.
Sebelum usia 50 tahun, lebih banyak didapati pria penderita OA dibanding wanita. Diatas 50
tahun, hal ini menjadi berkebalikan. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya kadar estrogen
pasca menopause pada wanita berusia di atas 50 tahun. Kondrosit pada daerah persendian
memiliki reseptor terhadap estrogen yang mengindikasikan bahwa sebenarnya sel-sel
diregulasi oleh estrogen. Peningkatan kadar estrogen juga sebanding dengan peningkatan
proteoglikan yang sangat diperlukan untuk menunjang matriks ekstraselular.Sebuah studi
juga menunjukkan bahwa konsumsi estrogen oral selama 10 tahun berturut pada wanita pasca

14

menopause menghindarkan mereka terhadap resiko terkena osteoarthritis di daerah pangkal


paha.
Epidemiologi
Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun penyakit
ini sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah data OA
pada sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka yang cukup
tinggi ini membuat osteoarthritis memiliki dampak sosio-ekonomik yang cukup besar baik di
negara maju maupun negara berkembang.8,11
Patofisiologi
Secara umum berdasarkan patogenesisnya osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer primer disebut juga OA idiopatik yaitu jenis OA yang
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit sistemik serta perubahan
lokal yang terjadi pada sendi. Sedangkan yang disebut sebagai OA sekunder ialah OA yang
didasari pada kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan
makro serta imobilisasi yang terjadi dalam waktu yang lama. Kasus primer lebih sering
ditemukan dalam kenyataannya dibanding dengan kasus sekunder. Para ahli menyatakan bahwa
OA merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme pada kartilago yang juga diikuti dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang belum diketahui mekanismenya. Terjadinya jejas
mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan jejas ini
dapat merangsang pembentukan molekul yang abnormal serta menyebabkan adanya produk dari
hasil degradasi kartilago yang berada di dalam persendian yang memicu terjadinya inflamasi
sendi, kerusakan kondrosit serta nyeri. Pada OA juga didapati hipertrofi kartilago berupa
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit yang diduga merupakan
suatu mekanisme kompensasi terhadap degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi
pada cairan sendi.8
Secara fisiologis didapatkan bahwa rawan sendi mampu melakukan perbaikan sendiri
dimana akan terjadi replikasi pada kondrosit untuk memproduksi matriks yang baru. Proses
15

perbaikan ini dibantu oleh oleh suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel serta
membantu proses komunikasi antar sel. Polipeptida ini merupakan suatu faktor pertumbuhan
yang menginduksi proses sintesis DNA dan protein serta kolagen dan proteoglikan. Contoh
faktor pertumbuhan tersebut ialah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor (TGF- ) dan coloni stimulating factors (CSFs). Namun pada
keadaan inflamasi terjadi suatu kondisi dimana sensitivitas sel terhadap faktor pertumbuhan
menurun. Selain faktor-faktor pertumbuhan tadi, hormon seperti testosteron, -estradiol dan
kalsitonin juga memiliki peranan dalam sintesis komponen kartilago.11
Pada penderita OA juga terjadi gangguan suplai darah. Gangguan ini disebabkan oleh
peningkatan aktivitas fibrinogenik sekaligus penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini akan
menyebabkan munumpuknya trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah daerah
subkondral yang berujung pada iskemia dan nekrosis pada jaringan subkondral tersebut. Seperti
kita ketahui bersama saat terjadi nekrosis, sel akan melepaskan mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat memicu rasa sakit karena dihantar oleh saraf sensibel.
Selain dilepaskannya mediator kimiawi, adanya peradangan pada tendo atau ligamen serta
spasme otot ekstra artikuler juga dapat memicu terjadinya rasa sakit. Sakit pada sendi juga dapat
disebabkan oleh adanya penekanan periosteum dan radiks saraf oleh osteofit serta peningkatan
tekanan intramedular akibat statisnya aliran darah vena intramedular karena proses remodelling
pada trabekula dan subkondral.8,11
Pada saat terjadi jejas yang menyebabkan nekrosis sel, material hasil nekrosis (yang
dikenal sebagai CSFs) akan memproduksi suatu sitokin aktivator plasminogen yang disebut
sebagai katabolin. Sitokin ini terdiri dari interleukin, tumor necrosis factor dan interferon.
Sitokin ini akan merangsang pembentukan CSFs tambahan yang akan mempengaruhi monosit
untuk mendegradasi rawan sendi secara lebih lanjut. Selain itu adanya sitokin ini juga akan
mempercepat proses resorpsi matriks rawan sendi. Adanya interlekuin-1 juga memiliki efek
yang banyak terhadap cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi
rawan sendi seperti stromelisin dan kolagenosa. Selain mendegradasi rawan sendi, enzim ini
juga menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. 9Efek antagonis dapat terlihat
antara sitokin terhadap faktor pertumbuhan. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis. Namun

16

yang menjadi permasalahan adalah pada penderita OA seringkali didapatkan penurunan kadar
faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth factor 1/IGF-1.8
Penatalaksanaan
Secara umum terapi pada penderita osteoarthritis terdiri atas 3 hal, yaitu:
1. Terapi Non-Farmakologis

Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk lordosis
pada daerah lumbal, menghindari aktivitas berlebihan pada sendi yang sakit dan
pemakaian alat-alat yang dapat meringankan kerja sendi.

Dapat juga dilakukan terapi penggunaan ultrasound, stimulasi elektrik, akupuntur dan

pemijatan untuk mengurangi efek nyeri pada osteoarthritis.


Diet untuk menurunkan berat badan agar dapat mengurangi timbulnya keluhan.
Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin (diathermi), serta program latihan yang
tepat.

Edukasi dan penerangan tentang cara menangani pasien osteoarthritis bagi kerabat dan
keluarga yang bersangkutan.

Dorongan psikososial bagi penderita osteoarthritis.

2. Terapi Farmakologis

Pada penyakit osteoarthritis obat yang dapat digunakan meliputi analgesik oral nonopioid, analgesik topikal, OAINS, steroid intraartikular serta penggunaan suplemen. Pada
penderita osteoarthritis yang digunakan sebagai lini pertama penanganan penyakit adalah
asetaminofen. Asetaminofen/Paracetamol merupakan obat analgesik-antipiretik yang
berasal dari golongan Para Amino Fenol. Dosis yang digunakan berkisar antara 350-650
mg dan digunakan 4 kali sehari. Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri dalam tingkat
ringan yang timbul akibat gejala awal dari osteoarthritis.Yang perlu diperhatikan adalah
efek samping obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi seperti eritemia, urtikaria dan
demam. Selain itu dapat timbul nefropati analgesik. Dalam dosis yang toksik maka bisa
terjadi nekrosis hati dan tubuler ginjal.

17

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) yang digunakan hanya bekerja sebagai analgesik
dan mengurangi peradangan, namun tidak dapat menghentikan reaksi patologis yang
terjadi. Adapun jenis obat yang digunakan ialah fenoprofin, piroksikam serta ibuprofen.
Dosis yang digunakan hanya

1
2

1
3

dari dosis obat yang sama bila digunakan pada

penderita rheumatoid arthritis.Karena pemakaiannya yang digunakan dalam jangka


panjang, umumnya muncul efek samping utama yaitu gangguan mukosa lambung dan
gangguan faal ginjal. Hal ini disebabkan karena hambatan pada COX-1 dan COX-2 pada
jalur siklooksigenase tempat kerja obat ini. Oleh karena itu saat ini dikembangkan jenis
OAINS yang hanya bekerja selektif pada COX-2 yaitu Celecoxib dan Valdecoxib. Kedua
jenis obat ini memiliki efek samping yang lebih kecil pada traktus gastrointestinal
dibanding jenis OAINS yang lain.10

Bila penggunakan Asetaminofen dan OAINS tidak memberi perubahan yang berarti pada
pasien, maka dapat diberikan analgesik opiod dalam dosis yang rendah yang
dikombinasikan dengan Asetaminofen. Contohnya ialah penggunaan 8 mg kodein
ditambah dengan 650 mg Paracetamol. Tetap perhatikan efek samping seperti mual,
muntah, pusing, sakit kepala dan penurunan tingkat kesadaran pada pemakaian obat ini.
Penggunaan ketiga jenis obat-obatan diatas memiliki efek gastrointestinal yang cukup

besar seperti tukak lambung dan gastritis. Di Amerika Serikat penggunaan OAINS menyebabkan
100.000 kasus tukak lambung dengan 10.000 15.000 kematian per tahun. Hal ini mendorong
para ahli untuk berusaha mencari obat yang bukan mengurangi nyeri dengan menghambat jalur
siklooksigenase, melainkan mencari obat yang dapat memperlambat progresifitas kerusakan
kartilago sendi bahkan kalau bisa mencegah timbulnya kerusakan kartilago.Jenis obat ini
digolongkan sebagai chondroprotective agents atau disease modifying osteoarthritis drugs
(DMOADs). Yang termasuk ke dalam golongan DMOADs ialah:

Tetrasiklin dan derivatnya yang mempunyai kemampuan menghambat kerja enzim


metaloproteinase. Salah satu derivat yang digunakan ialah doksisiklin. Penggunaan obat
ini masih dalam tahap percobaan pada hewan dan belum diterapkan pada manusia.11

Asam Hialuronat digunakan untuk memperbaiki tingkat kekentalan cairan sinovial. Obat
ini digunakan melalui suntikan intra-artikuler dengan dosis 2 cc sekali seminggu dan
18

disuntik sebanyak 3-5 minggu berturut-turut. Jenis preparat yang digunakan ialah NaHyaluronat dan Hylan G-F 20. Asam hialuronat memegang peranan penting dalam
pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Efek samping
yang perlu diperhatikan ialah pembengkakan dan reaksi kulit yang bersifat lokal yang
mungkin terjadi.12

Injeksi steroid intra-artikuler dapat mengurangi inflamasi sendi maupun efusi sendi yang
terjadi pada osteoarthritis. Hal ini dikarenakan steroid (seperti kortikosteroid) dapat
menghambat kerja enzim fosfolipase sehingga tidak terbentuk mediator peradangan
seperti prostaglandin dan leukotrien melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase. 8
Penggunaan kortikosteroid dibatasi hanya 3 4 kali per tahun dikarenakan efek
sistemiknya yang besar. Preparat yang digunakan ialah Metil Prednisolon Asetat dan
Triamnisolon Hexatidone.

Glikosaminoglikan merupakan sejenis suplemen yang dapat menghambat sejumlah enzim


yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro. Selain itu glikosaminoglikan juga merangsang
sistensis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.

Kondroitin Sulfat ialah suatu komponen yang penting pada matriks ekstraselular
sekeliling sel pada kelompok vertebrata. Tulang rawan kita terdiri dari 98% matriks
ekstraselular dan hanya 2% sel. Pada OA terjadi kerusakan sendi yang disebabkan oleh
berkurangnya komponen matriks ekstraselular seperti proteoglikan. Pada pemberian
Kondroitin Sulfat ditemukan efek protektif terhadap kerusakan tulang rawan sendi
tersebut.

Vitamin C, dapat berguna pada penderita OA karena dapat menghambat aktivitas enzim

lizosim.
Superoxide Dismutase, merupakan suatu enzim yang dapat menangkal radikal bebas
seperti superoksida dan radikal hidroksil. Radikal bebas ini dapat merusak kolagen,
proteoglikan, asam hialuronat dan kondrosit. Sehingga pemberian superoxide dismutase
dapat memberikan efek positif dalam pengobatan penderita OA.

3. Pembedahan

19

Pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan dengan terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis tidak berhasil dengan baik. Selain itu pembedahan juga dapat dilakukan juga
pasien mengalami keluhan seperti nyeri, kaku dan deformitas bengkok yang semakin
bertambah parah seiring dengan perjalanan penyakit. Keluhan ini sangat mengganggu pasien
karena membatasi aktivitas sehari-hari pasien seperti berjalan, naik turun tangga dan bekerja.
Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi dan total
joint replacement. Tindakan ini diindikasikan sesuai dengan derajat keparahan radiologis
penderita OA menurun Kellgren dan Lawrance (Pembagian derajat Kellgren Lawrance dapat
dilihat pada bagian pemeriksaan penunjang). Untuk OA derajat 1 dan 2 dilakukan artroskopi
sedangkan untuk OA derajat 3 dan 4 dilakukan total joint replacement. Berikut ini akan
dideskripsikan mengenai kedua bentuk pembedahan tersebut.
1. Artroskopi
Artroskopi merupakan prosedur pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara
melihat sendi melalui kabel serat optik sambil melakukan proses pembedahan dengan
semacam selang kecil yang ditusukan ke dalam persendian. Indikasi dilakukannya
artroskopi ialah bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan terkunci (locking), tertahan
(catching), dan sempoyongan (giving way). Selain itu artroskopi dapat dilakukan untuk
memperbaiki robekan meniskus/bantalan sendi. Pada artroskopi dapat dikeluarkan benda
asing dan pencucian sendi. Umumnya pasca operasi nyeri dapat hilang hingga 2-5 tahun
pada 50-85% pasien.Ada dua bentuk artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan
debridement. Lavage merupakan proses pencucian cairan sendi dengan memakai larutan
garam yang kemudian dikeluarkan lagi bersama benda asing dari dalam sendi beserta
dengan cairan sendi yang berlebihan. Sedangkan debridement merupakan proses yang
sama namun ditambah dengan proses penipisan dan pelembutan kartilago sendi yang
telah keras dan meradang serta pengambilan serpihan tulang rawan yang ada dari
persendian. Selain itu pada debridement dapat pula dilakukan synovectomy yaitu
tindakan membuang selaput sinovial yang meradang. Berdasarkan prospective study yang
dilakukan Jackson pada tahun 1982, ditemukan bahwa debridement memiliki angka
keberhasilan yang lebih baik dibandingkan lavage dalam jangka waktu 3 tahun pasca
operasi.13
20

2. Total Joint Replacement


Merupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal dan
plastik. Operasi ini telah dimulai sejak tahun 1950. Saat ini dilakukan penelitian untuk
mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi buatan ini bertahan lebih lama.
Operasi penggantian sendi secara total diindikasikan pada orang yang mengalami
ostearthritis derajat 3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada usia muda. Kontraindikasi
dilakukannya total joint replacement ialah adanya penyakit tambahan seperti diabetes dan
jantung yang dapat memperparah keadaan pasien.
Operasi ini dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri lutut parah hingga terjadi
deformitas (seperti varus dan valgus pada lutut), kegagalan pengobatan serta keterbatasan
dalam melakukan gerakan / penurunan range of movement yang berujung pada
kehilangan fungsi sendi seperti ketidakmampuan berjalan dan berjongkok.Sendi yang
paling sering dilakukan total joint replacement adalah sendi lutut dan pangkal paha.
Umumnya keluhan nyeri berkurang setelah operasi dan terdapat koreksi pada deformitas.
Pada lutut didapati fleksi hingga 120 derajat bahkan dengan desain implant high flex knee
fleksi hingga 155 derajat bisa tercapai. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam
melakukan gerakan yang melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa.
Selain itu tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95%
dalam kurun waktu 10-15 tahun pasca operasi. Namun, ada komplikasi yang dapat timbul
dari operasi total joint replacement, yaitu infeksi akibat operasi terbuka, trombosis venavena dalam, keterbatasan gerakan sendi, nyeri lutut yang menetap dan keausan implant
dalam jangka panjang. Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini dikembangkan suatu
sistem operasi dengan bantuan komputer. Sistem ini dikenal sebagai Computer Assisted
Surgery. Sistem ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding operasi yang
dikerjakan secara manual. Selain itu resiko infeksi dan penggunaan tourniquet dapat
diturunkan dalam penggunaan operasi ini.14
Pencegahan
Secara umum pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena
osteorarthritis adalah:12
1. Mengatur diet dan pola makan sehingga berat badan tetap stabil dan tidak terjadi obesitas.
2. Menghindarkan diri sebisa mungkin dari kemungkinan trauma yang dapat terjadi.
21

3. Konsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents seperti kondroitin sulfat dan
glikosaminoglikan.
4. Aktivitas fisik teratur namun hindari aktivitas fisik yang memberi beban terlalu berat pada
tubuh, apalagi bila sudah berusia lanjut.
Prognosis
Umumnya baik.Hanya pada kasus yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien saja baru
dilakukan operasi. Operasi yang dilakukan pun memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
Kuncinya bergantung kepada penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit ini.10

Penutup

Osteoatritis adalah penyakit sendi degenerative yang diakibatkan oleh kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai
dengan nyeri, deformitas, krepitasi, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi besar
yang menanggung beban. Gejala Osteoatritis memiliki banyak persamaan dengan penyakit sendi
lain seperti Rheumatoid arthritis, Lupus Eritomatosus Sistemik (SLE), Gout, Pseudogout,
Bursitis, dan Infeksius Artritis. Tetapi melalui pemeriksaan, diagnosis pasti terhadap
osteoarthritis dapat ditegakkan begitu juga dengan penatalaksanaannya. Prognosis nya baik dan
nyeri dapat diatasi oleh obat konservatif.

Daftar Pustaka
1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran dasar patologis penyakit. 7 th ed.
Jakarta : EGC; 2009.p.1329-30
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1.
Jakarta. Interna Publishing, 2009.h. 25-7.
22

4. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9, 15, 64-70
5. Runge MS, Greganti MA. Netters internal medicine. 2 nd edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier Publisher; 2009.p.1009-17.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287
7. Prince SA, Wilson FM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Dalam:
Michael AC, penyuting. Oateoartritis. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005.p.1380-3.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2538-49.
9. Departemen Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Joewono S,
Harry I, Handono K, Rawan B, Riyardi P, penyunting. Osteoartritis. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Penyakit Dalam; 2009.p. 2538-48.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1. Jakarta:
Media Aeculapius; 2005.h.535-9.
11. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, etc. Kelleys textbook of rheumatology. 8 th edition.
Philadelphia: Elsevier Publisher; 2009.p.1525-73.
12. Beers MH, Berkow R. The merck manual of geriatrics. 3th edition. New York: Merck &
Co. Inc; 2004.p.489-93.
13. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, etc. Hazzards geriatri medicine and gerontology.
6th edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2009.p.1411-9.
14. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, etc. Schwartzs principles of surgery. 8 th
edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2005.p.1703-6.

23

Anda mungkin juga menyukai