Anestesi - Referat Beda TD Anestesi Spinal DGN Preload & TNP Preload RL
Anestesi - Referat Beda TD Anestesi Spinal DGN Preload & TNP Preload RL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi spinal merupakan anestesi regional yang didapatkan dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinal di dalam
ruang subaraknoid di daerah vertebra L2 - L3 atau L3 - L4. Tujuan tindakan anestesi
spinaladalah mendapatkan efek anelgesik (memblok) dermatom tertentu dan relaksasi otot
rangka. Meskipun anestesi spinal sudah lama dikenal sebagai teknik yang aman, bukan
berarti tanpa resiko atau efek samping.
Hipotensi adalah salah satu efek samping paling sering dialami pada anestesi spinal.
Hal tersebut diakibatkan oleh blokade preganglion serabut simpatis oleh obat anestesi spinal.
Hipotensi adalah suatu keadaan tekanan darah rendah yang abnormal, yang ditandai dengan
tekanan darah sistolik yang mencapai dibawah 90 mmHg, atau dapat juga ditandai dengan
penurunan sistolik mencapai dibawah 25 % dari baseline.Hipotensi dapat dicegah dengan
pemberian preload cairan tepat sebelum dilakukan anestesi spinal atau dengan pemberian
vasopresor contohnya efedrin. Pada beberapa penelitian prehidrasi dengan larutan kristaloid
10 - 20 ml/kg berat badan efektif mengkompensasi pooling darah di pembuluh darah vena
akibat blok simpatis atau pemberian cairan Ringer Laktat 500 - 1000 ml secara intravena
sebelum anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1 - 5 L
cairan elektrolit atau koloid digunakan secara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa
sakit. An tidak atau tanpa dan Aesthesos, persepsi atau kemampuan untuk merasa.
Secara umum Anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Wikipedia, 2008). Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell
Holmes pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan
nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk
menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Latief, dkk, 2001).
Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel (Miharja, 2009). Anestesi umum
biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan
pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung,
pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain (Joomla, 2008).
Adapun cara pemberian anestesi umum, yaitu secara parenteral (intramuscular/
intravena), perektal, dan inhalasi.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara lokal (setempat)
tanpa disertai hilangnya kesadaran (Bachsinar, 1992). Anestesi lokal bersifat ringan
dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat (Joomla,
2008). Adapaun cara pemberian anestesi lokal, yaitu anestesi permukaan dengan cara
pengolesan atau penyemprotan, anestesi infiltrasi dengan cara penyuntikan obat
langsung diarahkan di sekitar lesi, luka, atau insisi dan anestesi blok dengan cara
menyuntikkan obat langsung ke saraf utama atau pleksus saraf misalnya anestesi
spinal, anestesi epidural, dll.
2. Kontraindikasi
-
Absolut
o Kelainan pembekuan
Bahayanya adalah bila jarum spinal menembus pembuluh darah besar,
perdarahan dapat berakibat penekanan pada medula spinalis.
o Koagulopati atau mendapat terapi koagulan.
o Tekanan intrakranial yang tinggi
o Menyebabkan turunnya atau hilangnya liquor sehingga terjadi penarikan otak.
o Pasien menolak persetujuan.
o Infeksi kulit pada daerah pungsi
o Fasilitas resusitasi minim
o Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi consult
o Hipotensi, sistolik di bawah 80 90 mmHg, syok hipovolemik
o Blok simpatis menyebabkan hilangnya mekanisme kompensasi utama
Relatif
o Infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
o Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Teknik
-
Posisi pasien duduk di meja operasi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang
di depan. Pada posisi decubitus lateral, pasien tidur berbaring dengan salah satu
sisi tubuh berada di meja operasi.
4. Obat Anestesi
-
Volume obat analgetik lokal : makin besar makin tinggi daerah analgesia.
Tekanan abdominal yang meningkat : dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.
Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosis yang diperlukan ( berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis obat ).
Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.
Komplikasi tindakan
o Hipotensi berat
o Bradikardi
o Hipoventilasi
o Trauma saraf
o Mual - muntah
o Gangguan pendengaran
o Blok spinal tinggi atau spinal total
Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai
secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan
curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan darah ke
normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus menerus yaitu sinus
karotikus dan baroreseptor lengkung aorta (Sherwood L, 2011).
2) Curah Jantung
Anestesi spinal yang meluas sampai ke level torakal bagian atas atau servikal,
menyebabkan pengurangan yang nyata pada curah jantung karena adanya perubahan
pada laju nadi, venous return dan kontraktilitas.
3) Laju Nadi
Serabut simpatis dari T1 - T5 mengontrol laju nadi. Anestesi spinal yang memblokade
serabut tersebut menyebabkan denervasi yang nyata dari persyarafan simpatis jantung.
Sebagaimana normalnya derajat tonus simpatis terhadap jantung, denervasi tersebut
menyebabkan penurunan laju nadi.
4) Stroke volume
Stroke volume dapat berkurang selama spinal anestesi tinggi dengan pengurangan
pada venous return dan penurunan kontraktilitas jantung.
5) Venous Return
Pada pasien yang tonus simpatisnya sudah dihilangkan, venous return akan tergantung
pada gaya berat dan posisi tubuh. Kontrol simpatis pada sistem pembuluh darah
sesungguhnya untuk mempertahankan venous return dan kardiovaskuler homeostasis
selama perubahan postural. Pembuluh darah vena membentuk sistem tekanan darah
dan merupakan proporsi yang besar dalam darah sirkulasi ( mendekati 70% ). Ketika
anestesi spinal menghasilkan blokade simpatis, kontrol tersebut hilang dan venous
return tergantung gravitasi. Pada anggota badan yang berada dibawah atrium kanan,
pembuluh darah yang didenervasi akan dilatasi, sehingga menyimpan sejumlah besar
volume darah. Gabungan dari penurunan venous return dan curah jantung serta
dengan penurunan tahanan perifer dapat menyebabkan hipotensi yang hebat.
6) Kontraktilitas
Blokade persyarafan simpatis jantung dapat menyebabkan penurunan inotropism atau
sifat inotropiknya yang mengakibatkan penurunan pada cardiac output ( 5% ).
2. Sistem Kardiovaskular
Ketika curah jantung menurun, baroreseptor yang berada di jantung, aorta dan arteri
karotid terangsang untuk meningkatkan laju jantung dan pelepasan katekolamin
menyebabkan vasokonstriksi di perifer dan meningkatkan kontraktilitas untuk
menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Meskipun mekanisme
protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi
jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran darah
koroner tidak memadai, maka ketidak-seimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen terhadap miokardium semakin meningkat, menimbulkan suatu infark di
jantung.
Pada pasien dengan gagal jantung, penurunan kontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema. Dengan bertambah buruknya
kinerja ventrikel kiri, keadaan hipotensi berkembang dengan cepat sampai akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi yang menggangu sistem organ-organ penting.
kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus, terjadi peningkatan ureum kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjanganan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal
ginjal akut. Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati
dan bermanifetasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati.
4. Saluran Cerna
Iskemik saluran
nekrosis
hemoragik dari usus besar. Penurunan motilitas saluran cerna ditemukan pada
keadaan hipotensi. Oleh karena itu keadaan hipotensi tidak dapat dibiarkan dan
harus dicegah jangan sampai terjadi, khususnya pada pasien-pasien dengan penyakit
kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, arteriosklerosis, gagal jantung,
penyakit serebrovaskular, pasien-pasien dengan kelainan hepar, penyakit ginjal,
pada geriatri, gangguan volume darah seperti pada anemia, perdarahan dan keaadan
syok hipovolemik.
juga
replacement
type
solution.
Dalam
cairan,
glukosa
berfungsi
menjagatonisitas dari cairan atau menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan cepat.
Anak-anak cenderung akan menjadi hipoglikemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita
mungkin lebih cepat hipoglikemia jika puasa (> 24 h) dibanding pria. Kebanyakan jenis
kehilangan cairan perioperative adalah isotonik, maka yangbiasa digunakan adalah
replacement type solution yang dimana cairan yang tersering dipakai adalah Ringer
Laktat.
Walaupun sedikit hipotonik, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung Na serum
130 mEq/L, Ringer Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan extraselular
dan paling sering dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan ini
dikonversi oleh hati sebagai bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar,
dapat menyebabkan dilutional acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang
tinggi (154 mEq/L): konsentrasi bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi klorida
meningkat.RL merupakan cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada
kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL banyak digunakan sebagai replacement
therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar.
Laktat, sebagai agen pengalkali, yang terdapat di dalam larutan RL akan
dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan
seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk
pemeliharaan sehari-hari dalam jangka panjang, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan
rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya ketosis.
Walaupun pH cairan ini 6,5; RL merupakan cairan pengalkali karena hail metabolitnya
yang berupa bikarbonat.
Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi:
memiliki tekanan osmotik yang sama dengan plasma, infus larutan hipotonik dapat
menyebabkan perpindahan cairan dari ruang extracelluler ke ruang intracelluler lebih
mudah. Larutan infus hypotonic banyak digunakan dalam praktek klinis sehari - hari,
termasuk Ringer Laktat, Ringer Asetat dan larutan elektrolit lengkap seperti Normosolratau Plasmalyte.
2. Asidosis laktat dan asidosis metabolik berat: bila pasien dalam keadaan tersebut perlu
diperhatikan penggunaan RL karena kandungan laktatnya dapat memperburuk
keadaan pasien yang sudah asidosis karena laktat, terlebih lagi jika pasien juga
memiliki gangguan fungsi hati terkait metabolisme laktat yang terjadi di hati.
4. Alkalosis atau pasien denganresiko alkalosis: hasil metabolit laktat yang dihasilkan
oleh hati adalah bikarbonat yang brsifat basa sehingga perlu diperhatikan jika terdapat
keadaan yang memungkinkan pasien akan mengalami alkalosis atau sedang dalam
keadaan alkalosis.
5. Gangguan fungsi hati berat: laktat yang terkandung dalam cairan RL akan
dimetabolisme oleh hati. Jika fungsi hati terganggu, metabolisme laktat akan menurun
sehingga terjadinya penumpukan laktat dalam tubuh.
BAB III
PEMBAHASAN
dengan kata lain vasokonstriksi yang terjadi di atas level dari blok, diharapkan dapat
mengkompensasi terjadinya vasodilatasi yang terjadi di bawah level blok.
2) Posisi pasien
Vena - vena mempunyai tekanan darah dan berisi sebagian besar darah sirkulasi
(70%). Blokade simpatis pada anestesi spinal menyebabkan hilangnya fungsi kontrol
dan venous return menjadi tergantung pada gravitasi. Jika anggota gerak bawah lebih
rendah dari atrium kanan, vena - vena dilatasi, terjadi sequestering volume darah yang
banyak (pooling vena). Penurunan venous return dan curah jantung bersama - sama
dengan penurunan tahanan perifer dapat menyebabkan hipotensi yang berat. Hipotensi
pada anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh posisi pasien. Pasien dengan posisi headup akan cenderung terjadi hipotensi diakibatkan oleh venous pooling. Oleh karena itu
pasien sebaiknya pada posisi slight head-down selama anestesi spinal untuk
mempertahankan venous return.
3.2 Efek Preload RL terhadap Hipotensi Karena Anestesi Spinal dalam Operasi
Tindakan anestesi spinal paling sering diikuti oleh hipotensi pada pasien yang dapat
didefinisikan sebagai tekanan sistolik antara 90-100 mmHg atau dalam persentase
penurunan relatif sebesar20%. Respon ini terjadi akibat terjadinya blokade simpatis yang
mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis menjadi lebih dominan.
Apabila terjadi pemblokan simpatis maka otot polos pada arteri akan berdilatasi dan
mengakibatkan hipotensi, penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung. Terjadinya
efek simpatektomi dari anestesi spinal tersebut dapat dicegah dengan pemberian preload
kristaloid ataupun koloid dan pemberian vasopresor. Pemberian preload kristaloid pada
anestesi spinal lebih efektif dalam menurunkan insidensi terjadinya hipotensi, karena
dengan cara ini kristaloid masih dapat memberikan volume intravaskuler tambahan
(additional fluid) untuk mempertahankan venous return dan curah jantung sehingga dapat
digunakan untuk mengkompensasi pooling darah di pembuluh darah vena akibat blok
simpatis.
Pada penelitian oleh Shienny T., pada tahun 2012 menunjukkan hasil dimana secara
statistik tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, kelompok yang tidak
mendapatkan preload, didapatkan penurunan yang signifikan ( p< 0,05 ) pada tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri rerata pada menit menit awal
setelah anestesi spinal dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak adanya volume intravaskuler
tambahan yang mengkompensasi efek dari anestesi spinal. Namun, pada menit ke 15
ditemukan penurunan kembali dari TDS dan TDD karena cairan dalam intravaskular
sudah berpindah ke dalam interstisial sehingga perlu dibantu dengan pemberian efedrin
untuk meningkatkan kembali tekanan darah. Hasil penelitian tersebut juga mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh C. C. Rout F.F.A.R.C.S., et al (1993) dimana
hipotensi lebih banyak terjadi pada pasien yang tidak mendapat preload dibandingkan
yang mendapat preload.
BAB IV
KESIMPULAN