Anda di halaman 1dari 21

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN & AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA

(BMN)

A. PENGERTIAN BARANG MILIK NEGARA


Barang Milik Negara (BMN) meliputi semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah meliputi:
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjian/kontrak;
c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketentuan
hukum tetap.
BMN merupakan bagian dari aset pemerintah pusat. Aset adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber
daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.BMN meliputi unsur-unsur :
a. aset lancar, adalah bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan
untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
b. aset tetap, aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum,
seperti tanah, peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; aset
tetap lainnya; dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP)
c. aset lainnya, aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah sehingga tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan
nilai tercatatnya.
d. aset bersejarah aset tetap yang
e. mempunyai ketetapan hukum sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya,
lingkungan, dan sejarah

Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)


merupakan subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SIMAK-BMN diselenggarakan
dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan sebagai alat pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBN dan pelaporan manajerial (Manajerial Report). SIMAK-BMN
menghasilkan informasi sebagai dasar penyusunan Neraca Kementerian Negara/Lembaga dan
informasi-informasi untuk perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian. SIMAK-BMN diselenggarakan oleh unit organisasi
Akuntansi BMN dengan prinsip-prinsip:
a. Ketaatan, yaitu SIMAK-BMN diselenggarakan sesuai peraturan perundang-undangan dan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Apabila prinsip akuntansi bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, maka yang diikuti adalah ketentuan perundangundangan.
b. Konsistensi, yaitu SIMAK-BMN dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
c. Kemampubandingan, yaitu SIMAK-BMN menggunakan klasifikasi standar sehingga
menghasilkan laporan yang dapat dibandingkan antar periode akuntansi.
d. Materialitas, yaitu SIMAK-BMN dilaksanakan dengan tertib dan teratur sehingga seluruh
informasi yang mempengaruhi keputusan dapat diungkapkan.
e. Obyektif, yaitu SIMAK-BMN dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
f. Kelengkapan, yaitu SIMAK-BMN mencakup seluruh transaksi BMN yang terjadi.

STRUKTUR ORGANISASI
Secara umum, struktur organisasi SIMAK-BMN ditetapkan sebagai berikut:
a. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB)
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang (UAPPB-E1)
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W)
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB)

Organisasi Akuntansi BMN UAPB

Organisasi Akuntansi SIMAK-BMN UAPPB-E1

Organisasi SIMAK-BMN UAPPB-W

Organisasi SIMAK-BMN UAKPB

Jenis Transaksi Akuntansi BMN


Transaksi yang dicatat dalam Akuntansi BMN mencakup: Perolehan, Perubahan dan
Penghapusan.
1. Saldo Awal
Saldo Awal, terdiri dari saldo BMN pada awal tahun anggaran berjalan atau awal tahun mulai
diimplementasikannnya SIMAK-BMN mencakup seluruh BMN yang telah dimiliki sebelum
tahun anggaran berjalan.
2. Perolehan BMN

Pembelian, adalah terjadinya transaksi pertukaran dengan penyerahan sejumlah uang


untuk memperoleh sejumlah barang.

Transfer Masuk, merupakan perolehan BMN dari hasil transfer masuk dari unit lain dalam
lingkup Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi.

Hibah, merupakan perolehan BMN dari luar Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan
sejumlah sumber daya ekonomi.

Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil rampasan berdasarkan putusan
pengadilan.

Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penyelesaian


pembangunan berupa bangunan /gedung dan BMN lainnya yang telah diserahterimakan
dengan Berita Acara Serah Terima.

Pembatalan

Penghapusan,

merupakan

pencatatan

BMN

dari

hasil

pembatalan

penghapusan yang sebelumnya telah dihapuskan/ dikeluarkan dari pembukuan.

Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi BMN yang sebelumnya telah dicatat dengan
klasifikasi BMN yang lain.

Pelaksanaan dari Perjanjian/Kontrak, merupakan barang yang diperoleh dari pelaksanaan


kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan
perjanjian kontrak lainnya.

3. Perubahan BMN

Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas/nilai BMN yang menggunakan


satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN
hilang.

Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang dikapitalisir yang


mengakibatkan pemindahbukuan dari Daftar BMN Ekstrakomptabel ke Daftar BMN
Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN dalam BI Intrakomptabel.

Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi BMN.

Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas, merupakan koreksi pencatatan atas nilai/kuantitas


BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya.

4. Penghapusan BMN

Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari pembukuan berdasarkan


suatu surat keputusan pengahapusan oleh instansi yang berwenang;

Transfer Keluar, merupakan penyerahan BMN dari hasil transfer keluar dari unit lain
dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi.

Hibah (keluar), merupakan penyerahan BMN karena pelaksanaan hibah, atau yang sejenis
ke luar Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi.

Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam klasifikasi BMN yang lain.
Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi Masuk.

Koreksi Pencatatan, merupakan transaksi untuk mengubah catatan BMN yang telah
dilaporkan sebelumnya.

B. SISTEM AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA


Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) merupakan subsistem dari Sistem
Akuntansi Instansi (SAI). SABMN diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan
informasi yang diperlukan sebagai alat

pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN serta

pengelolaan/pengendalian BMN yang dikuasai oleh suatu unit akuntansi barang. Disamping
menghasilkan informasi sebagai dasar penyusunan Neraca Kementerian Negara/Lembaga.
SABMN

juga

menghasilkan

informasi-informasi

untuk

memenuhi

pertanggungjawaban pengelolaan BMN dan kebutuhan-kebutuhan manajerial


Negara/Lembaga lainnya.

kebutuhan
Kementerian

SABMN diselenggarakan oleh unit organisasi Akuntansi BMN

dengan memegang prinsip-prinsip:


a. Ketaatan, yaitu prinsip Akuntansi BMN dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Apabila prinsip akuntansi bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, maka yang diikuti adalah ketentuan perundang-undangan.
b. Konsistensi, yaitu akuntansi BMN dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
c. Kemampubandingan, yaitu akuntansi BMN menggunakan

klasifikasi standar sehingga

menghasilkan laporan yang dapat dibandingkan antar periode akuntansi.


d. Materialitas, yaitu akuntansi BMN dilaksanakan dengan tertib dan teratur sehingga seluruh
informasi yang mempengaruhi keputusan dapat diungkapkan.
e. Obyektif, yaitu akuntansi BMN dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
f. Kelengkapan, yaitu akuntansi BMN mencakup seluruh transaksi BMN yang terjadi.

Kebijakan Akuntansi Barang Milik Negara


BMN dikategorikan sebagai aset lancar apabila diharapkan segera dipakai atau dimiliki
untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. BMN yang memenuhi
kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan Sedangkan BMN dikategorikan sebagai aset tetap
apabila mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam operasi normal Kuasa Pengguna Barang, dan diperoleh atau dibangun dengan
maksud untuk digunakan. BMN yang memenuhi kriteria tersebut bisa meliputi Tanah; Peralatan
dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi, dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta

Konstruksi dalam Pengerjaan. Dalam sistem akuntansi pemerintah pusat, kebijakan akuntansi
BMN mencakup masalah pengakuan, pengukuran, penilaian, dan pengungkapan.
1.

Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan

untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk
dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan mencakup
barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis
pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan
barang bekas pakai seperti komponen bekas.
a.

Pengukuran Persediaan disajikan sebesar:


1) Biaya perolehan, apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan
meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang
secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan
lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan
adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
2) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan
meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya
overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam
proses konversi bahan menjadi persediaan.
3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

b.

Pengungkapan
Persediaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas

laporan keuangan harus diungkapkan pula:


1) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
2) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan
dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses
produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan
barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan kepada masyarakat ;
3) Kondisi persediaan;

4) Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan
yang diperoleh melalui hibah atau rampasan. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang
tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
2.

Aset Tetap

a.

Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud

untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Tanah
yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang
digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut
berdasarkan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di
negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen.
1. Pengakuan
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi
perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah.
Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah tersebut
harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah, misalnya telah
terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya
2. Pengukuran
Tanah dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau
biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya
pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah
tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah
yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Apabila
penilaian tanah dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah
didasarkan pada nilai wajar/harga taksiran pada saat perolehan.
3. Pengungkapan
Tanah disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas
laporan keuangan harus diungkapkan pula: Dasar penilaian yang digunakan Rekonsiliasi
jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah yang menunjukkan:
Penambahan; Pelepasan; dan Mutasi Tanah lainnya.

b.

Gedung dan Bangunan


Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun

dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan
Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
1. Pengakuan
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi
ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk
aset tersebut. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Gedung dan
Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Gedung dan
Bangunan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan
pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan
pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan
ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut. Pengembangan adalah
peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada:
durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya
kuantitas asset tersebut.
2. Pengukuran
Gedung dan Bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian Gedung dan
Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap
didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan. Biaya perolehan Gedung dan
Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja,
bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan,
perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan
dengan pembangunan aset tetap tersebut. Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui
kontrak, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya
perizinan, serta jasa konsultan.
3. Pengungkapan
Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam
catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:

a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.


b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
Penambahan, Pengembangan; dan Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan;
c.

Peralatan dan Mesin


Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan

seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas)
bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin bisa meliputi: Alat Besar,
Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga,
Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium,
Alat Persenjataan, Komputer, Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan dan
Pemurnian, Alat Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit
Proses/Produksi.
1. Pengakuan
Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi
ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset
tersebut. Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Peralatan dan
Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Peralatan dan
Mesin

ditentukan

jenis

transaksinya

meliputi:

penambahan,

pengembangan,

dan

pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan
pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan
ditambahkan pada harga perolehan Peralatan dan Mesin tersebut. Pengembangan adalah
peningkatan nilai Peralatan dan Mesin karena peningkatan manfaat yang berakibat pada:
durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Peralatan dan Mesin dikarenakan berkurangnya
kuantitas asset tersebut.
2. Pengukuran
Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah
dilakukan untuk

memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya

perolehan atas Peralatan dan Mesin yang berasal dari pembelian meliputi harga pembelian,
biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan

mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Biaya perolehan
Peralatan dan Mesin yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya
perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan dan jasa konsultan. Biaya perolehan Peralatan
dan Mesin yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja,
bahan baku,

dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan,

perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan
dengan pembangunan Peralatan dan Mesin tersebut.
3. Pengungkapan
Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam
catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
Penambahan; Pengembangan; dan Penghapusan
3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.

d.

Aset Bersejarah (Heritage Assets)


Aset bersejarah (heritage assets) tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset
bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah
adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti
candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap
sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah: (1) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan
sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga
pasar. (2) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
pelepasannya untuk dijual: (3) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat
selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; (4) Sulit untuk
mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset
bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah mungkin
mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara
perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset

bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki
atau jumlah unit monumen. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus
dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk
seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan
lokasi yang ada pada periode berjalan. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi
manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah
digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsipprinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.

C. SISTEM PENGKODEAN BMN


Penggolongan dan Kodefikasi BMN bertujuan untuk menyeragamkan Penggolongan dan
Kodefikasi BMN secara nasional guna mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib
pengelolaan BMN. Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan
Penggolongan dan Kodefikasi BMN yang berada dalam penguasaannya.
Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang dapat mengusulkan perubahan
dan/ atau penambahan pada item Penggolongan dan Kodefikasi BMN kepada Menteri Keuangan
c.q.

Oirektur

Jenderal.

Direktur

Jenderal

melakukan

kajian

bersama

Kementerian

Negara/Lembaga atas usulan. Dalam hal berdasarkan hasil kajian usulan dinilai layak, Direktur
Jenderal atas nama Menteri Keuangan menetapkan perubahan dan/ atau penambahan atas
Penggolongan dan Kodefikasi BMN.

D. PEMINDAHTANGANAN BMN
Pemindahtanganan Barang Milik Negara merupakan pengalihan kepemilikan Barang
Milik Negara sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan,
dihibahkan, atau disertakan sebagai modal pemerintah. Bentuk-bentuk pemindahtanganan
sebagai tidak lanjut atas penghapusan barang milik negara meliputi:
a. penjualan;
b. tukar-menukar;
c. hibah;
d. penyertaan modal pemerintah.

Pemindahtanganan barang milik negara sebagaimana dimaksud di atas untuk:


a. Tanah dan/atau bangunan;
b. Selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah), dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR. Usul untuk memperoleh persetujuan
DPR diajukan oleh pengelola barang.
Pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan tidak
memerlukan persetujuan DPR apabila:
a. Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam
dokumen penganggaran;
c. Diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. Diperuntukkan bagi kepentingan umum;
e. Dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya
dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.

Untuk tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

b.

Untuk tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang;

Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai
sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang
setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai di
atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

E. PEMANFAATAN BMN

Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan oleh:


a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang
berada dalam penguasaan Pengguna Barang; atau
Didalam Peraturan Menteri Keuangan No. 78 tahun 2014 mengatur tata cara pelaksanaan
Pemanfaatan BMN yang berada pada Pengelola Barang dan pengguna barang. Pengaturan tata
cara pelaksanaan Pemanfaatan BMN meliputi:
a. pihak pelaksana Pemanfaatan;
b. objek Pemanfaatan;
c. jangka waktu Pemanfaatan;
d. penerimaan negara dari hasil Pemanfaatan;
e. tata cara pelaksanaan Sewa, Pinjam Pakai, KSP, BGS/BSG, dan KSPI;
f. pengamanan dan pemeliharaan objek Pemanfaatan;
g. penatausahaan Pemanfaatan; dan
h. sanksi.
Prinsip Umum pemanfaatan BMN
a. Pemanfaatan BMN dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara.
b. Pemanfaatan BMN dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan
umum.
c. Pemanfaatan BMN dilakukan dengan tidak mengubah status kepemilikan BMN.
d. BMN yang menjadi objek Pemanfaatan harus ditetapkan status penggunaannya oleh
Pengelola Barang/Pengguna Barang.
e. Biaya pemeliharaan dan pengamanan BMN serta biaya pelaksanaan yang berkaitan dengan
Pemanfaatan BMN dibebankan pada mitra Pemanfaatan.
f. Penerimaan negara dari Pemanfaatan BMN merupakan penerimaan negara yang wajib
disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Negara.
g. BMN yang menjadi objek Pemanfaatan dilarang dijaminkan atau digadaikan.

Bentuk Pemanfaatan BMN berupa:


1. Sewa;

Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu
dan menerima imbalan uang tunai. Pertimbangan untuk Menyewakan Barang Milik Negara
dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan,
menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, atau mencegah
penggunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain secara tidak sah.
Barang Milik Negara yang dapat disewakan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada
pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan
Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat menyewakan Barang
Milik Negara:
a. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk:
1.

sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna
Barang;

2.

Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.

Pihak yang dapat menyewa Barang Milik Negara meliputi:


a) Badan Usaha Milik Negara
b) Badan Usaha Milik Daerah
c) Badan Hukum lainnya;
d) perorangan.
2. Pinjam Pakai;
3. KSP(Kerja Sama Pemanfaatan);
c. BGS (Bangun Guna Serah) atau BSG (Bangun Serah Guna); dan
4. KSPI (Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur).

F. PENGHAPUSAN BMN
Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan
menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi
dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya. Dengan kata lain, Penghapusan adalah
proses terakhir dari perjalanan hidup Barang Milik Negara. Jika dianalogikan dalam karir

manusia, penghapusan dapat didefinisikan sebagai Tahap Pensiun seseorang dari suatu
Perusahaan/Instansi. Kenapa Barang Milik Negara (BMN) Harus Dihapuskan? Pada dasarnya
alasan BMN harus dihapuskan, antara lain:
1. Penghapusan Karena Penyerahan BMN Kepada Menteri Keuangan (Pengelola Barang).
Dalam hal ini penghapusan dikarenakan pembubaran instansi pemerintah, karena
berakhirnya jangka waktu yang ditugaskan kepada instansi tersebut. Sebagai contoh
adalah berakhirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias (BRR Aceh-Nias).
Setelah pembubaran BRR Aceh Nias, seluruh BMN yang dipergunakan dan dibangun
BRR dihapusakan dari daftar BMN BRR untuk diserahkan kepada Menteri Keuangan
sebagai Pengelola BMN. Untuk selanjutnya BMN tersebut didistribusikan kepada
Kementrian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain) melalui perubahan status
penggunaan, dihibahkan kepada Pemerintah daerah atau Lembaga Sosial dan Korban
Bencana. Hal lain, Penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan Penghapusan Karena
Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada Kementrian/Lembaga
Negara Lain (Pengguna Barang Lain).
2. Penghapusan Karena Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada
Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain). Dalam hal ini penghapusan
dikarenakan BMN pada suatu intansi dinilai berlebih dan tidak dipergunakan (idle).
Sehingga dikembalikan kepada Menteri Keuangan (Pengelola BMN) guna dioptimalkan
penggunaannya atau didistribusikan kepada instansi lain yang dinilai membutuhkan.
Sebagai contoh adalah penghapusan BMN berupa tanah idle suatu Kementerian untuk
dipergunakan oleh Kementerian/Lembaga lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
(TUPOKSI).
3. Penghapusan Karena Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN beralih kepemilikannya dan tidak lagi
menjadi Barang Milik Negara. Adapun cara pemindahtanganannya, yaitu melalui :
Penjualan (Lelang);
Tukar Menukar (Ruilslag);
Hibah;
Penyertaan Modal Pemerintah.
4. Penghapusan karena hal-hal yang mengharuskan dilakukannya pemusnahan.

Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN dinilai sudah tidak dapat digunakan
maupun dipindahtangankan karena pertimbangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sebagai contoh BMN yang telah melampaui batas penggunaan/kadaluarsa, mengalami
perubahan dalam spesifikasi (Menyusut, Terkikis, Rusak, Aus, dll), Selisih kurang dalam
timbangan/ukuran karena penggunaan/susut dalam penggunaan/ pemanfaatan, Mati, bagi
Tanaman atau Hewan/Ternak. Hal lain, Penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan
penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan
ketentuan undang-undang.
5. Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan
ketentuan undang-undang. Dalam hal ini, penghapusan dilakukan karena putusan
pengadilan atau penghapusan dilakukan karena menurut ketentuan undang-undang
mewajibkan dilakukan penghapusan. Sebagai contoh adalah BMN berupa tanah yang
digugat/disengketakan, dan setelah ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan
hukum tetap dinyatakan bukan sebagai Barang Milik Negara. Sedangkan contoh
penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang adalah penghapusan BMN
karena terbitnya UU otonomi daerah yang mengatur pemisahan Barang Milik Negara
menjadi Barang Milik Daerah.
6. Penghapusan karena sebab-sebab lain.
Dalam hal ini Penghapusan dilakukan berdasar pertimbangan Force Majeure,
pertimbangan dalam rangka rencana strategis pertahanan, pertimbangan hilang/
kekurangan/kerugian baik karena kelalaian Bendahara/Pengelola maupun kelalaian
pegawai/pengguna. Untuk BMN yang hilang/rusak karena kelalaian pengguna/pengurus
barang selain dilaksanakan proses penghapusan BMN, juga dilaksanakan Tuntutan
Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
Persyaratan Penghapusan Barang Milik Negara
Persyaratan Penghapusan Barang Milik Negara dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian:
Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan
Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan

1.

Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan adalah
sebagai berikut:
a. Memenuhi persyaratan teknis:
secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis apabila
diperbaiki
secara teknis barang tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;
barang telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluarsa;
barang mengalami perubahan dalam spesifikasi karena penggunaan, seperti terkikis,
aus, dan lain-lain sejenisnya; atau
berkurangnya barang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/ susut dalam
penyimpanan/pengangkutan.
b. Memenuhi persyaratan ekonomis, yaitu lebih menguntungkan bagi negara apabila barang
dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar daripada manfaat
yang diperoleh; atau
c. Barang hilang, atau dalam kondisi kekurangan perbendaharaan atau kerugian karena
kematian hewan atau tanaman.

2.

Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan adalah
sebagai berikut :
barang dalam kondisi rusak berat karena bencana alam atau karena sebab lain di luar
kemampuan manusia (force majeure);
lokasi barang menjadi tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) karena
adanya perubahan tata ruang kota;
sudah tidak memenuhi kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas;
penyatuan lokasi barang dengan barang lain milik negara dalam rangka efisiensi; atau
pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pertahanan.

Tata Cara Penghapusan BMN pada Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang
Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan
menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi
dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya. Dengan kata lain, penghapusan adalah

proses terakhir dari perjalanan hidup Barang Milik Negara. Jika dianalogikan dalam karir
manusia, penghapusan dapat didefinisikan sebagai Tahap Pensiun seseorang dari suatu
Perusahaan/Instansi. Kenapa Barang Milik Negara (BMN) yang berada pada Pengguna Barang
atau Kuasa Pengguna Barang harus dihapuskan? Pada dasarnya ada 6 (enam) alasan mengapa
BMN harus dihapuskan, antara lain:
a. Penghapusan karena penyerahan Barang Milik Negara kepada Pengelola Barang;
b. Penghapusan karena pengalihan status penggunaan Barang Milik Negara kepada
Pengguna Barang lain;
c. Penghapusan karena pemindahtanganan Barang Milik Negara;
d. Penghapusan karena hal-hal yang mengharuskan dilakukannya pemusnahan;
e. Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan
ketentuan undang-undang;
f. Penghapusan karena sebab-sebab lain.
Tata Cara Penghapusan atas Barang Milik Negara karena penyerahan Barang Milik
Negara kepada Pengelola Barang ditetapkan sebagai berikut:
a. Tahap pelaksanaan penghapusan
Pengguna Barang memperoleh keputusan penetapan penyerahan Barang Milik
Negara dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Lampiran I tentang Tata Cara
Penggunaan;
Berdasarkan keputusan penetapan penyerahan Barang Milik Negara dari Pengelola
Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan penghapusan
barang dimaksud dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna dengan menerbitkan keputusan penghapusan barang paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal penetapan penyerahan barang ditandatangani;
Tembusan keputusan penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar
Barang Kuasa Pengguna tersebut disampaikan kepada Pengelola Barang;
Berdasarkan keputusan penghapusan, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna
Barang menyerahkan Barang Milik Negara dimaksud kepada Pengelola Barang yang
dituangkan dalam berita acara serah terima Barang Milik Negara.
b. Tahap pelaporan pelaksanaan penghapusan

Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai
akibat dari penghapusan harus dicantumkan dalam Laporan Semesteran dan Laporan
Tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.

Anda mungkin juga menyukai