pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya
autokorelasi dalam model regresi. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual
pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus
terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi.
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut
waktu (seperti dalam data urutan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional).
Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya autokorelasi ??
1. Inersia
Salah satu ciri menonjol dari sebagian deretan waktu ekonomi adalah inersia atau kelembaman.
Seperti telah dikenal dengan baik, deretan waktu seperti GNP. Indeks Harga, produksi,
kesempatan kerja dan pengangguran menunjukkan pola siklus. Dalam kasus-kasus tersebut
observasi yang berurutan nampaknya saling bergantungan.
2. bias spesifikasi : kasus variable yang tidak dimasukkan
beberapa variable tidak dimasukkan dalam model untuk berbagai alasan yang
seharusnya dimasukkan.
3. Specification Bias: Incorrect Functional Form(bentuk fungsional yang tidak benar)
4. Fenomena Cob Web
penawaran bereaksi terhadap harga dan keterlambatan 1 periode waktu karena
keputusan penawaran memerlukan waktu penawarannya (periode persiapan)
cth : awal musim tanam tahun ini dipengaruhi oleh harga yang terjadi tahun lalu
penawarant = 0 + 1 Pt-1 +
fenomena cobweb Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi
pada penawaran komoditi sektor pertanian Misalnya, panen komoditi
permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun sebelumnya
tidak lagi bersifat acak (random), tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang labalaba.
5. Lags
data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang,
kemungkinan besar akan saling ketergantungan (interdependence).
konsumen tidak mengubah kebiasaan konsumsi mereka karena alasan
psikologis. teknis dan kelembagaan.
6. Manipulasi Data
Dalam analisis empiris, data kasar seringkali dimanipulasikan. Sebagai contoh, dalam
regresi daretan waktu yang melibatkan data kuartalan, data seperti itu biasanya
diperoleh dari data bulanan dengan hanya marata-ratakan 3 observasi 3 bulanan.
Pemerataan-rataan ini meratakan fluktuasi dalam data bulanan dan dengan sendirinya
mengakibatkan pola sistematis dalam error sehingga menyababkan autokorelasi.
jika grafik yang mempetakan data kuartalan Nampak jauh lebih halus daripada data
bulanan, dan kehalusan ini mungkin dengan sendirinya mengakibatkan pola sistematis
dalam , sehingga menyebabkan autokorelasi.
7. Data Transformasi
8. Nonstationer
Data yang dianalisis tidak bersifat stationer
Apa akibatnya jika terjadi Autokorelasi ??
1. Penduga tetap tak bias, konsisten tetapi tidak lagi efisien (variansnya tidak lagi
minimum). Oleh karena itu selang keyakinannya menjadi lebar dan pengujian arti
(signifikan) kurang kuat.
2. Varians dan standar error penduga OLS akan menaksir varians dan kesalahan
sebenarnya terlalu rendah.
3. Pengujian arti t dan F tidak lagi valid sehingga menghasilkan kesimpulan yang
tidak valid.
4. Memberikan gambaran yang menyimpang dari nilai populasi sebenarnya.
mendeteksi autokorelasi
Metode Grafik
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi.
Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Sesuai dengan definisinya,
metode ini membandingkan antara residual dengan variabel X. selain itu, dengan
membandingkan antara rasidual ke-t dengan residual ke-(t-1).
Suatu grafik mengindikasikan adanya autokorelasi dapat dilihat dari polanya. Suatu grafik
dikatakan mengandung autokorelasi ketika terdapat pola antara residual dengan waktu atau
antara residual ke-t sampai ke-(t-1).
Pada bagian (a) terlihat bahwa grafiknya membentuk pola siklus sehingga diindikasikan
terdapat autokorelasi. Hal itu juga didukung dengan grafik antara raesidual ke-t dengan residual
ke-(t-1) yang menunjukkan ada hubungan liniear..pada gambar tersebut terdapatnya
autokorelasi positif dan negatif. Autokorelasi positif terlihat pada bagian (a) sedangkan
autokorelasi negatif pada gambar bagian (b).
hipotesis:
Ho=tidak ada autokorelasi
H1=ada autokorelasi
Statistik Uji:
Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan tabel
DW. Tabel DW tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas
bawah(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW.
Bila d < dL tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r= 1
Bila dL < d < dU kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
Bila dU < d < 4 dU jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun negatif
Bila 4 dU < d < 4 dL kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
Bila d > 4 dL tolak H0; Berarti ada korelasi negative
Mengatasi autokorelasi
1. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi yaitu dengan
mengidentifikasi apakah autokorelasi itu pure autocorrelation atau karena mis-
dan:
Sehingga akan membentuk persamaan umum berikut:
Jika autokorelasi di dalam residual tinggi (p=1), maka kita akan persamaan regresi tanpa
intersep. Sedangkan jika (p=0) maka model regresi yang akan didapat adalah regresi dengan
pembeda pertama.
3. Dalam sampel besar, kita dapat menggunakan metode Newey-West untuk
mendapatkan standar error OLS estimator yang dikoreksi untuk autokorelasi. Metode ini
sebenarnya merupakan perpanjangan standar error whites heteroskedastisitas
konstan.
4. Dalam beberapa situasi kita dapat terus menggunakan metode OLS.