Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jambu Monyet

Jambu monyet berasal dari Brazil, tersebar di daerah tropik dan ditemukan pada
ketinggian antara 1-1.200 m dpl. Jambu monyet akan berbuah lebih baik di daerah
beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 500 mm per tahun. Tanaman ini dapat
tumbuh di segala macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan
tergenang air.

Pohon, tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang
melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun
tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5 -15 cm. Helaian daun berbentuk bulat
telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil di
bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga berumah satu memiliki
bunga betina dan bunga jantan, tersusun bentuk malai, keluar di ketiak daun atau di ujung
percabangan. Buahnya batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan
menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning,
kadang-kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak mengandung air, dan
berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya cokelat tua.

Kayunya dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan kerajinan
tangan. Kulit kayu digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak. Daun muda
bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya
sepat dan bisa dimakan rujak, dibuat minuman, anggur atau selai. Jika sudah diolah, harga
biji jambu monyet cukup mahal, dikenal dengan kacang mete. Kulit bijinya mengandung

cashew nut shell liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat menimbulkan
peradangan. Setelah diolah, CNSL dapt digunakan untuk bahan pelumas, insektida,
pernis, plastik, dan lain-lain. Jambu monyet dapat diperbanyak dengan biji, cangkokan,
enten, atau okulasi.

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Jambu Monyet

Jambu monyet termasuk jenis dikotil atau tumbuhan yang berdaun lembaga dua. Jambu
monyet termasuk tumbuhan yang berkeping biji dua atau juga disebut tumbuhan berbiji
belah. Jambu monyet mempunyai batang pohon yang tidak rata dan berwarna cokelat tua.
Daunnya bertangkai pendek dan berbentuk lonjong (bulat telur) dengan tepian berlekuklekuk, dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berwarna putih. Bagian
buahnya yang membesar, berdaging lunak, berair, dan berwarna kuning kemerahmerahan adalah buah semu.

Bagian itu bukan buah sebenarnya, tetapi merupakan tangkai buah yang
membesar. Buah jambu monyet yang sebenarnya biasa disebut mete (mente), yaitu buah
batu yang berbentuk ginjal dengan kulit keras dan bijinya yang berkeping dua yang
mengandung getah. (Yuniarti,2008).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Jambu Monyet

Sistematika tumbuhan jambu monyet adalah sebagai berikut :


Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Anacardiales

Famili

: Anacardiaceae

Genus

: Anacardium

Spesies

: Anacardium occidentale L.

Nama umum tumbuhan adalah jambu monyet. Tumbuhan ini dikenal masyarakat
Indonesia dengan nama daerah yaitu: jambu erang, jambu monyet, gaju (Sumatera),
jambu mede, jambu mete (Jawa), jambu jipang, jambu dwipa (Nusa Tenggara), jambu
parang, jambu sepal, jambu gayus, jambu seran, janggus, gayus (Kalimantan), jambu
dare, jambu sereng (Sulawesi), kanoke, masapana,buwa yakis, buwa jaki (Maluku).
(Dalimartha, 2000).

2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jambu Monyet (A. occidentale L.)

Kayunya dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan kerajinan tangan.
Kulit kayunya digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak. Daun muda
bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya
sepat bisa dimakan sebagai rujak, dibuat minuman, anggur atau selai. Jika sudah diolah
harga biji jambu monyet cukup mahal, dikenal dengan nama kacang mete. Kulit bijinya
mengandung cashew nut shell liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat
menimbulkan peradangan. Setelah diolah, CNSL dapat digunakan untuk bahan pelumas,
insektisida, pernis, plastik, dan lain-lain. Jambu monyet dapat diperbanyak dengan biji,
cangkokan, enten, atau okulasi.

2.1.4 Sifat dan Khasiat Jambu Monyet

Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelat, dan lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal di
lidah. Khasiatnya sebagai pencahar, astringen, dan memacu aktivitas enzim pencernaan.

Daun berbau aromatik, rasanya kelat, berkhasiat antiradang dan penurun kadar
glukosa darah (hipoglemik). Biji berkhasiat sebagai pelembut kulit dan penghilang nyeri

(analgesik). Tangkai daun

berfungsi sebagai pengelat dan akar berkhasiat sebagai

pencahar (laksatif).

Penyakit-penyakit yang dapat diobati antara lain :


a. diabetes insipidus (sering buang air kecil)
b. diabetes mellitus (kencing manis)
c. sembelit
d. sariawan
e. jerawat
f. radang mulut rahim (servikitis)
g. radang gusi, sakit gigi
h. gigitan ular berbisa
i. ruam kulit, borok, psoriasis
j. keracunan makanan
k. kanker kulit
l. tekanan darah tinggi (hipertensi)
m. malaria
n. rematik
(Dalimartha, 2000).

2.1.5 Kandungan Kimia Jambu Monyet

Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, zat samak, asam galat, dan gingkol
katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol, asam elagat, senyawa
fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A,B dan C),
kalsium, fosfor, besi, dan belerang. Pericarp mengandung zat samak, asam anakardat, dan
asam elagat. Biji mengandung 40-45% minyak dan 21% protein. Minyaknya mengandung
asam oleat, asam linoleat, dan vitamin E. Getah mengandung furufural. Asam anakardat
berkhasiat bakterisidal, fungisidal, mematikan cacing dan protozoa. (Dalimartha, 2000).

Selain itu daun jambu monyet yang masih mudamempunyai komposisi kandungan
kimia seperti vitamin A sebesar 2.689 SI per 100 gram, vitamin C sebesar 65 gram per
100 gram, kalori 73 gram per 100 gram, protein 4,6 gram per 100 gram, lemak 0,5 gram
per 100 gram, hidrat arang sebesar 16,3 gram per 100 gram, kalsium 33 miligram per 100
gram, fosfor 64 miligram per 100 gram, besi 8,9 gram per 100 gram, dan air 78 gram per
100 gram. (Yuniarti, 2008).

2.1.6 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian

1. Ekstrak alkohol daun jambu monyet menunjukkan :


a. Efek hipoglemik pada tikus albino
b. Keaktifan antikanker terhadap hepatoma pada mencit (vademikum bahan obat
alam)
2. Infusum 10% daun jambu monyet menunjukkan :
a. Efek seperti yang ditimbulkan oleh morfin dan fenotiazin pada tikus albino.
b. Efek perpanjangan waktu reaksi pada mencit. Efek ini timbul pada dosis 30
ml/kg bb. Kemungkinan besar, keadaan ini diakibatkan oleh zat aktif yang
berkhasiat analgetik seperti morfin atau metamizol.
3. Secara spesifik infus daun jambu monyet dengan takaran 50 cc/kg bb yang
diberikan secara intra peritoneal pada tikus putih dapat menghambat conditional
avoidance escape response pada 87% binatang percobaan. Di lain pihak tikus
kontrol yang diberi garam faal tidak menghalangi hambatan.
4. Infus daun jambu monyet dengan dosis 6 dan 12 g/kg bb tidak menunjukkan
adanya efek antiinflamasi yang nyata, tetapi memperlihatkan penghambatan
terhadap udem yang ditimbulkan oleh pemberian karagenin pada telapak kaki
tikus putih, Infus dengan dosis 14g/kg bb memperlihatkan efek antiinflamasi yang
nyata (p<0,05), pada jam kedua setelah pemberian karagenin. Persentase
penghambatan udem daun jambu monyet (26,86%) jauh lebih kecil dibandingkan
dengan natrium diklofenak (41,725).

5. Infus daun jambu monyet muda mempunyai pengaruh analgesik yang sama kuat
dengan parasetamol pada kasus periodontitis akut. Efek samping berupa mual dan
pusing. (Dalimartha, 2000)

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan
penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari makhluk
hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama
dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme
reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan
biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan. (Manitto, 1992).

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia


yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu:
1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi
Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang bersangkutan.
Menurut sistem ini, ada 4 kelas yaitu:
a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.
Contoh: asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya
b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik
Contoh: terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida
c. Senyawa aromatik atau benzenoid
Contohnya: golongan fenolat dan golongan kuinon
d. Senyawa heterosiklik
Contoh: alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti
Karena klasifikasi ini hanyalah superfisial, maka tidak mengherankan jika suatu
senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan.

Contohnya: geraniol, farsenol, dan skualen, termasuk kelas senyawa alifatik rantai
terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut
merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

HO

OH

OH

geraniol

thymol

farnesol

squalene

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik


Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin (1806), penisilin
(1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi
dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir
separoh dari obat-obatan yang digunakan sehari-hari merupakan bahan alam, misalnya
alkaloida dan antibiotik, atau golongan-golongan sintetik. Oleh karena itu, senyawa
organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan segi aktivitas fisiologik dari bahan yang
bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.

HO

OH

NHR

Me

COOH
Me

N
COOH

H
H

HO

morphine

OH

OH

R = -OCCH2Ph

prostagladin

penisilin G

Meskipun asal usul biogenetik sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat
korelasi yang dekat antara aspek tersebut dengan kegiatannya. Misalnya, meskipun
struktur sangat bervariasi, namun senyawa-senyawa yang menunjukkan aktivitas
kardiotik (kardenolid dan bufadienolid) hanyalah struktur yang memiliki komposisi
sebagai berikut: (a) cincin A/B terpadu secara cis, (b) memiliki residu berupa gula pada
C3 dan (c) memiliki lakton suku -5 atau -6 yang terkonjugasi pada C17, lihat struktur (1)
dan (2) di bawah ini.

O
O
O
O

R = residu gula

17
H

OH
H

(1)

3
OR

(2)

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi


Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuhtumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme,
metabolit terakhir bisanya dibuang ke luar tubuh, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan,
metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya, beberapa metabolit
dianggap hanya berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa
beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata bahwa banyak
konstituen tumbuhan (seperti alkaloida dan terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies,
genera, suku atau family tumbuhan tertentu. Dalam satu spesies tunggal, dapat ditemukan
sejumlah konstituen yang strukturnya berhubungan erat satu sama lain. Misalnya,
opium dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida, termasuk morfin,
tebain, kodein dan narkotin, yang kesemuanya dibiosintesis dari precursor 1benzilisokuinolin melalui penggandengan (coupling) secara oksidasi. Oleh karena itu,

alkaloida-alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain dan berasal dari genus
tumbuhan tertentu, disebut alkaloida opium.

HO

codeine

narkotin

HO

N
OMe
OH

MeO

1-benzilisokuinolin

tebain

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis


Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme melalui reaksireaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. (istilah biosintesis dan biogenesis
mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme hidup.
Biosintesis mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur
sintesis yang berlangsung, sedangkan biogenesis masih bersifat hipotetik dan lebih
menekankan aspek spekulatif dari fakta).

Setelah pengetahuan tentang kimia organik bahan alam semakin berkembang


sejak tahun 1930-an, beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari

senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam organisme hidup. Aturan isopren
yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk
dari unit isopren C5.

OH

nerol

santonin

OH

O
H
HO

asam oleanolat

Teori poliketometilen diusulkan oleh Robinson menyatakan bahwa senyawa


golongan fenolat terbentuk melalui biosintesis asetogenin (poliketida).

O
COOH
O

O
COOH

O
Me

OH

OH

COOH
O

Me
O
endokrosin

Me

Teori lain dengan nama jalur asam sikimat diusulkan oleh Davis, yang
menyatakan bahwa biosintesis dari asam-asam amino aromatik dan senyawa aromatik
yang bertalian. Robinson juga menemukan hubungan di antara alkaloida dengan asam
amino prekursornya.

Dari semua teori biogenesis itu dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa
organik bahan alam, yakni:
a. Poliketida (asetogenin)
b. Fenolat (fenilpropanoida)
c. Isoprenoida
d. Alkaloida

(Tobing, 1989)

2.3 Senyawa Flavonoida

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15


atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa
1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan
senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari
kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen
terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak
disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang
berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai
cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk
dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981).

Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira
9

1x10 ton/tahun) diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan dengannya.

Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu
golongan fenol alam yang terbesar.

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk


daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini
berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng
terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah.
Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuhtumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh
mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu
angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988).

Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh


dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga
terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya
tampak, dan ini membuatnya berwarna.

Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi
tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos,
bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di bunga
berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan
lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di
sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari
antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa
bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama
oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau
jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.

Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan


tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut

tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae


mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan
tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain.
Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit
glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada
gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul,
yang masih berwarna, dinamakan antosianidin. (Salisbury, 1995).

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat
yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :

Kerangka dasar senyawa flavonoida


Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

HO

HO

A
C3

O
A

C6

OH

C3

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

HO

H3CO

A
C3

HO
OH

C6

H3CO

OCH3
O
A
C3
OCH3

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3, 4-, 3,4, 5- terhidroksilasi

C6

C6

R
C6 (A)

C3

R'
R''

R = R = H, R = OH
R = H, R = R = OH
R = R = R = OH
(juga, R = R = R = H)

(Sastrohamidjojo, 1996)

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita


serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne,
1996).
1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada
satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut
dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang
sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain
yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam
glukoronat serta galakturonat.
2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal
ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbonkarbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula
yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glukosa,
biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa,
xilosa, dan arabinosa.
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena

terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida


bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih
bebas atau pada gula.
4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah
flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana 5,7,4 dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau
kadang-kadang

eter.

Monomer

flavonoida

yang

digabungkan

menjadi

biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda.
Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas,
terdapat terutama pada gimnospermae.
5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai
atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu
memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida
ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain. (Markham,
1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan


keragaman pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa
dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.

OH
O

flavonol

2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi.
Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon
terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol.
Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat
warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida
dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya
luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa flavonoida.

O
flavon

3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan
terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan
pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna
biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain
tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

isoflavon

4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam
buah anggur dan jeruk.

O
flavanon

5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

OH

O
Flavanonol

6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.

OH
OH
HO

OH

OH
katekin

7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

HO

OH
OH

Leukoantosianidin

8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah
pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur
aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O
OH
Antosianin

9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya
pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam
pengembang air. (Harborne, 1996).

O
kalkon

10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas
berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah
jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995).

O
HC
O
Auron

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua
flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Golongan

Penyebaran

Ciri khas

flavonoida
Antosianin

pigmen bunga merah

larut dalam air, maks 515-545 nm,

marak,dan biru juga dalam bergerak dengan BAA pada kertas.


daun dan jaringan lain.
Proantosianidin terutama tan warna, dalam
daun

menghasilkan antosianidin bila

tumbuhan berkayu. jaringan dipanaskan dalam HCl 2M


selama setengah jam.

Flavonol

terutama ko-pigmen

setelah hidrolisis, berupa bercak

tanwarna dalam bunga

kuning murup pada kromatogram

sianik dan asianik;

Forestal bila disinari sinar UV;

tersebar luas dalam daun.


Flavon

seperti flavonol

maksimal spektrum pada 330 350


setelah hidrolisis, berupa bercak
coklat redup pada kromatogram

Glikoflavon

seperti flavonol

Forestal; maksimal spektrum pada


330-350 nm.

mengandung gula yang terikat


melalui ikatan C-C; bergerak dengan
pengembang air, tidak seperti flavon
biasa.
Biflavonil

tanwarna; hampir

pada kromatogram BAA beupa

seluruhnya terbatas pada

bercak redup dengan RF tinggi .

gimnospermae

dengan amonia berwarna merah,

Khalkon dan

pigmen bunga kuning,

maksimal spektrum 370-410 nm.

auron

kadang-kadang terdapat

berwarna merah kuat dengan

juga dalam jaringan lain

Mg/HCl; kadang kadang sangat

tanwarna; dalam daun dan

pahit .

buah( terutama dalam

bergerak pada kertas dengan

Citrus )

pengembang air; tak ada uji warna

tanwarna; sering kali

yang khas.

Flavanon

Isoflavon

dalam akar; hanya


terdapat dalam satu suku,
Leguminosae

2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila
dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan
terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar
seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida
(DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada
flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan

air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang
polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat
dan alur sikimat (Markham, 1988).

Gambar : Antar hubungan antara jenis monomer flavonoid yang diusulkan pada saat ini

2.4 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan
berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada
2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan
dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaanperbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk
dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).

2.4.1 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang
merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang
bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat sifat dari fasa
diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut
kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak
dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:
1) Fasa gerak cairfasa diam padat (kromatografi serapan):
a.kromatografi lapis tipis
b.kromatografi penukar ion
2) Fasa gerak gasfasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3) Fasa gerak cairfasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.
4) Fasa gerak gasfasa diam zat cair, yakni :

a. kromatografi gascair
b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa
senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain
(Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20
cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit
sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat
lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa
serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan
zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.
(Sudjadi, 1986).

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik


alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5
g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah
cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode
pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi
silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991).

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah
sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham,
Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.


4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham,
1988).

2.4.1.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi
terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom,
campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap
yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak
dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau
didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang
berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter,
1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir
ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida
(berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau
poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang
cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu
ujung. (Markham, 1988).

2.4.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang


diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak
perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh

oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi
suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf
senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan


Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

(Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2 Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum
ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi
dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut
berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat,
etanol, metanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif


terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne,
1996).

2.5 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimiafisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen
yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai

spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat


fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe tipe dari adanya gugus


fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang
menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan
data yang ada kadang kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang
tidak diketahui. (Pavia, 1979).

2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada
struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan
percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi
di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol


(MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi
maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan
pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada
pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada
spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang
tinggi.
Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :

maksimum

utama (nm)

maksimum

(nm)

(dengan

tambahan Jenis flavonoida


intensitas

nisbi)
475-560

275 (55%)

Antosianin

390-430

240-270 (32%)

Auron

365-390

240-260 (30%)

Kalkol

350-390

300 (40%)

Flavonol

250-270

300 (40%)

Flavonol

330-350

tidak ada

Flavon dan biflavonil

300-350

tidak ada

Flavon dan biflavonil

275-295

310-330 (30%)

Flavanon dan flavononol

225

310-330 (30%)

Flavonon dan flavononon

310-330

310-330 (25%)

Isoflavon

(Markham, 1988).

2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm

-1

(panjang

gelombang lebih daripada 100 m) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah
menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis
garis melainkan berupa pita pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal
selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis jumlah
dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan

saja disebabkan besarnya jumlah pusat pusat vibrasi, melainkan karena juga harus
diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan
vibrasi lentur.
1. Vibrasi regang
Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak
simetri.

2.Vibrasi lentur
Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau
vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting (Noerdin, 1985).

2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan


alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan
informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR
memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen
dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom
hidroge (Cresswell, 1982).

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) pada


umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada
suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. (Dachriyanus,


2004).

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua protonproton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang
menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan
menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet,
perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang
melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi
dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung
pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang
mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan
yang digunakan (Bernasconi,1995).
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu
:
1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum
puncak tunggal yang kuat.

CH3
CH3

Si

CH3

CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam


larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. (Silverstein, 1986)
Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak
tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi
proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja,1995).

Anda mungkin juga menyukai