EUTHANASIA
Armayanti (1110324009)
Riadhoh (1110324005)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT, karena berkat rahmat
dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang berkenaan dengan
kasus skenario 1 tentang EUTHANASIA
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada mata
kuliah Etik dan Hukum Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil. Ucapan terima kasih tersebut
ditujukan kepada:
1. Ibu Ns. Lili Fajria, S.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah Etik dan Hukum
Keperawatan.
2. Rekan- rekan program B 2011 Program Studi Ilmu Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna,
untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari semua pihak
untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Padang,
Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Tujuan
........................................................................................
C. Manfaat .......................................................................................
B. Euthanasia
1. Pengertian ..............................................................................
C. Kelalaian
1. Pengertian ............................................................................... 12
2. Bentuk Kelalaian ....................................................................
13
D. Malpraktek
1. Pengertian .............................................................................. 13
2. Unsur Malpraktek ................................................................... 14
BAB III PEMBAHASAN ...............................................................................
15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................
19
B. Saran ............................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan
yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan
berbagai permasalahannya, serta diakhiri dengan kematian. Dari proses siklus
kehidupan tersebut, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung
misteri besar dan ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya. Untuk dapat
menentukan kematian seseorang sebagai individu diperlukan kriteria diagnostik
yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan adalah merupakan hak dari
Tuhan. Tak seorangpun yang berhak menundanya sedetikpun, termasuk
mempercepat waktu kematian. Tetapi bagaimana dengan hak pasien untuk mati
guna menghentikan penderitaannya. Hal itulah yang masih menjadi pembahasan
hangat di Indonesia.
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia,
sudah kerap dibicarakan oleh para ahli. Namun masalah ini akan terus menjadi
bahan perdebatan, terutama jika terjadi kasus-kasus menarik.
Untuk itulah masalah skenario pertama mengenai kasus euthanasia sangat
menarik untuk dibahas.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar mengenai Brain Death, Euthanasia dan aspek
etika dan hukum dalam kasus tersebut.
2. Untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga dan tenaga
kesehatan baik dokter maupun perawat terhadap kasus Euthanasia.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran masing- masing profesi yaitu perawat dan
tenaga kesehatan lainnya dalam menghadapi masalah Euthanasia jika dikaitkan
dengan etika dan hukum keperawatan.
C. Manfaat
Mampu menerapkan dan melaksanakan peran sebagai perawat dan apa saja yang
seharusnya dilakukan oleh seorang perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
pengambilan keputusan mengenai masalah Euthanasia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BRAIN DEATH
1. PENGERTIAN
Tahun 1950 kematian otak didefinisikan sebagai terhentinya sirkulasi
darah secara total, dan terhentinya fungsi vital seperti pernapasan, pulsasi.
Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi Cardiopulmonary resuscitation
(CPR), fungsi vital dapat dipertahankan meskipun ada gangguan sistem saraf
pusat irrevesible. Definisi kematian otak mengalami perubahan dari segi medis
dan hukum. Kematian otak tanpa kematian organ tubuh yang lain
memungkinkan transplantasi organ bila penderita tidak mungkin pulih.
Tahun 1967 American Electroencephalographic Society meneliti 1665
penderita dengan electrocerebral silence. Aktivitas listrik otak tidak lebih dari 2
V antara pasangan elektrode yang berjarak 10 cm atau lebih. Penderita
mengalami koma dengan berbagai stadium. Hanya 3 penderita yang pulih fungsi
cerebralnya. Penderita ini koma akibat obat, 2 penderita koma akibat barbiturat
dan 1 penderita akibat meprobamat. Electrocerebral silence dengan tanda apnea,
tidak ada respons, tidak ada refleks cephalic, dan tidak bisa mempertahankan
sirkulasi tanpa bantuan alat, didiagnosis koma irreversible (cerebral death), yang
disebut electrocerebral inactivity.
Tahun 1968 konsensus Ad Hoc Committee dari Harvard Medical School
mendefinisikan koma ireversibel sebagai tiadanya respons dari rangsangan luar,
tidak ada pergerakan, tidak ada napas, tidak ada refleks, dan EEG datar. Tahun
1975 American Neurological Association memperbarui definisi koma Harvard
karena tidak sesuai untuk anak usia di bawah 5 tahun. Sistem saraf immature
dapat bertahan pada periode electrocerebral silence.
Definisi kematian otak dibahas oleh beberapa organisasi seperti
American Bar Association, American Medical Association, dan National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws. Pada tahun 1981
kematian otak didefinisikan sebagai tidak berfungsinya sirkulasi dan pernapasan
seperti apnea.
- Diketahui tidak berfungsinya otak bersifat ireversibel
- Penyebab koma diketahui dan bermakna sebagai penyebab kehilangan fungsi
otak, faktor peluang pemulihan fungsi otak disingkirkan.
- Kegagalan fungsi otak menetap selama masa observasi atau percobaan terapi.
- Komplikasi disingkirkan, seperti keracunan obat dan metabolik
- Hipotermia
- Usia di bawah 5 tahun
- Syok sirkulasi
- Observasi sudah dilakukan dengan waktu yang cukup, tanpa tes-tes
konfirmasi 12 jam sejak penyebab kondisi ireversibel diketahui
- Jejas anoksia otak
- Dengan tes-tes konfirmasi (mempersingkat waktu observasi), diagnosis
kematian otak ditentukan dengan Electroencephalography (EEG): tidak ada
fungsi korteks, bersifat ireversibel, dengan ditandai electrocerebral silence,
dan klinis tidak ada fungsi batang otak. Cerebral Blood Flow (CBF): tidak
ada aliran darah otak yang ditunjukkan dengan pemindai radionuklida
(radionuclide scanning) atau angiografi serebral 4 pembuluh darah
intrakranial, dan klinis tidak ada fungsi otak selama minimal 6 jam. (Suyono:
2010)
2.
B. EUTHANASIA
1.
PENGERTIAN
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah,
bagus, terhormat atau gracefully and with dignity dan Thanatos yang berarti
mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan
baik. Sedangkan secara harafiah, euthanasia tidak dapat diartikan sebagai
pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.
Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang dan
baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya Vita Caesarum
mengatakan bahwa euthanasia berarti mati cepat tanpa derita.
Masalah euthanasia biasanya dikaitkan dengan masalah bunuh diri.
Dalam hukum pidana, masalah bunuh diri yang perlu dibahas adalah apakah
seseorang yang mencoba bunuh diri atau membantu orang lain untuk
melakukan bunuh diri itu dapat dipidana, karena dianggap telah melakukan
kejahatan.
Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, seseorang yang gagal
melakukan bunuh diri dapat dipidana. Juga di Israel, perbuatan percobaan
bunuh diri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Pernah
ada amandemen agar larangan ini dicabut, tetapi Prof.Amos Shapira
berpendapat bahwa dengan konsep perbuatan percobaan bunuh diri sebagai
tindakan yang tidak terlarang, merupakan gerakan kearah diakuinya hak
untuk mati.
Dilihat dari segi agama Samawi, euthanasia dan bunuh diri merupakan
perbuatan yang terlarang. Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang
itu berasal dari Sang Pencipta yaitu Tuhan. Jadi, perbuatan yang menjurus
kepada tindakan penghentian hidup yang berasal dari Tuhan merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak
dibenarkan.
2.
EUTHANASIA DI INDONESIA
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia? Indonesia melalui pasal
344 KUHP jelas tidak mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain.
Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak azasi manusia,
hak yang mengalir dari hak untuk menentukan diri sendiri (the right of self
determination/TROS) sehingga penolakan atas pengakuan terhadap hak atas
mati, adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia yang tidak dapat
disimpangi oleh siapapun dan menuntut penghargaan serta pengertian yang
penuh pada pelaksanaannya.
4.
sebagai
pembunuhan
berencana,
atau
dengan
sengaja
menghadapi
perkembangan
iptekdok,
antara
lain
dengan
kesembuhan
ataupun
pengurangan
penderitaan,
apakah
agama
yang
satu
ini.
Aspek
lain
dari
pernyataan
berhati- hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.
(Hanafiah & Amir: 1999)
Kelalaian adalah petindak/pelaku tidak menduga terhadap timbulnya
akibat dari tindakannya. Akibat yang terjadi adalah diluar kehendak dari
petindak dan tidak ada motif dari petindak untuk menimbulkan akibat tersebut.
Kelalaian dalam arti pidana adalah suatu sikap yang sifatnya lebih serius
yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati- hati terhadap
kemungkinan timbulnya resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau
mati, sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara
(Hanafiah & Amir: 1999)
2. BENTUK KELALAIAN
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk:
a. Malfeasance
Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat (improper
unawful) atau tidak layak. Mis: melakukan tindakan medis tanpa indikasi
yang memadai, pilihan tindakan medis tersebut sudah improper.
b. Misfeasance
Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan
tidak tepat (improper performance). Mis: melakukan tindakan medis dengan
menyalahi prosuder.
c. Nonfeasance
Tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.
(Hanafiah & Amir: 1999)
D. MALPRAKTIK
1. PENGERTIAN
Malpraktik adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, dengan
tujuan yang sudah mengarah kepada akibat yang ditimbulkan atau petindak
tidak peduli kepada akibat dari tindakannya yang telah diketahuinya
melanggar UU.
Malpraktek
medik
adalah
kelalaian
seorang
dokter
untuk
2. UNSUR MALPRAKTEK
Menurut kepustakaan hukum pidana yang dimaksud Medical
Malpractice yang mengandung unsur-unsur:
a. Neglegent Medical Care, dalam arti kealpaan besar.
b. Standard of care / standard profession yang menjadi ukuran sebagai
petunjuk menurut ilmu pengetahuan dalam menjalankan profesi.
c. Tidak ada accident, risk in treatment, error in judgement sebagai resiko
medik.
d. Adanya informed consent yang terkait dengan medical record.
e. Medical liability baik yang bersifat strict liability, vicarious liability,
corporate liability.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
a. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum
dikalangan profesi kedokteran.
b. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi.
c. Melakukan kealpaan yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak
hati- hati.
d. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum. (Hanafiah
& Amir: 1999)
Berkaitan dengan malpraktik ketentuan pidana baik berupa ketidaksengajaan
(professional misconducts ataupun akibat lupa / kelalaian) sebagai berikut:
a. Menyebabkan mati atau luka karena kelalaian (pasal 359 KUHP, pasal 360
KUHP, pasal 361 KUHP).
b.
c.
Aborsi (pasal 341 KUHP, pasal 342 KUHP, pasal 346 KUHP, pasal 347
KUHP, pasal 348 KUHP, pasal 349 KUHP).
d.
e.
BAB III
PEMBAHASAN
SKENARIO I
Seorang ibu Ny.T, umur 36 tahun, diantar oleh tenaga kesehatan ke RS. C, klien
melahirkan anak pertama, ibu dilakukan tindakan operasi ceaser oleh dokter. Pada saat
operasi tiba-tiba TD menurun, dokter memberikan obat untuk meningkatkan TD, tapi
kondisi klien malah sebaliknya, kesadaran menurun, keadaan umum memburuk dan
akhirnya klien dirawat di ruangan ICU, bayi klien selamat. Saat ini sudah lebih 1 bulan
klien di ICU dengan diagnosa Braindeath. Keluarga tidak sanggup membayar biaya
perawatan dan keluarga meminta tindakan euthanasia saja.
PERTANYAAN:
1. Apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga, tenaga kesehatan dan dokter
dalam kasus ini?
2. Bagaimana peran masing-masing profesi jika dikaitkan dengan etik dan hukum
dalam kasus tersebut?
3. Siapa yang memegang peranan penting?
4. Apa solusi yang akan dilakukan dan siapa yang berhak mamutuskannya?
Berikan alasan!
JAWABAN:
1. Hal yang seharusnya dilakukan oleh:
Keluarga
Tindakan euthanasia yang diminta oleh keluarga adalah hak pasien dan
keluarga, tetapi sebaiknya pasien atau keluarga tidak meminta tindakan
euthanasia tersebut.
Peran perawat
Memberikan asuhan keperawatan seoptimal dan semaksimal mungkin
dan tidak melakukan tindakan yang mengarah kepada tindakan
euthanasia, seperti: melepas alat ventilator, melepas selang oksigen, dll.
Peran dokter
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan
perkembangan kesehatan pasien tersebut.
selama operasi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Euthanasia merupakan menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya
sendiri. Aturan mengenai masalah ini berbeda- beda di tiap- tiap Negara dan
seringkali berubah seiring dengan perubahan norma- norma budaya. Di beberapa
Negara euthanasia dianggap legal tetapi di Indonesia tindakan euthanasia tetap
dilarang karena tidak ada dasar hukum yang jelas. Sebagaiman tercantum dalam
pasal KUHP 338, pasal 340, pasal 344, pasal 355 dan pasal 359. Sehingga pada
kasus Ny. T euthanasia tidak dibenarkan.
Euthanasia ini ditentang untuk dilakukan atas dasar etika, agama, moral dan
legal
dan
juga
pandangan
bahwa
apabila
dilegalisir
euthanasia
dapat
disalahgunakan.
- Sebagai perawat berperan dalam memberikan advokasi. serta sebagai counselor
yaitu membela dan melindungi pasien tersebut untuk hidup dan menyelamatkan
jiwanya dari ancaman kematian. Perawat diharapkan mampu memberikan
pengarahan dan penjelasan kepada keluarga pasien bahwa pasien berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak melakukan
euthanasia. Menyarankan kepada keluarga untuk mencari alternative jalan keluar
dalam hal mencari sumber biaya yang lain, menjadi jembatan penghubung
diantara dokter, tenaga kesehatan lain dan keluarga sehingga keluarga akan
mendapatkan informasi yang sejelas- jelasnya tentang kondisi pasien, seberapa
besar kemungkinan untuk sembuh dan berapa besar biaya yang telah dan akan
dikeluarkan. Memberikan pertimbangan- pertimbangan yang positif pada
keluarga dalam hal pengambilan keputusan untuk membawa pulang pasien Ny.
T atau dilakukannya euthanasia pasif. Perawat tetap memberikan perawatan
pada pasien, pemenuhan kebutuhan dasar pasien selama perawatan di ICU. Dan
membantu keluarga dalam hal permohonan atau peringanan biaya perawatan
Rumah Sakit.
B. SARAN
1. Bagi keluarga
Keluarga sebaiknya memikirkan kembali keputusan untuk mengajukan
euthanasia. Dan permasalahan biaya agar mencari alternatif keringanan biaya melalui
Jamkesmas, Jamkesda dll.
3. Bagi Pemerintah
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan euthanasia
sebagai
salah
satu
materi
pembahasan,
semoga
teap
diperhatikan
dan
DAFTAR PUSTAKA
Billy, N. 2008. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Euthanasia di Indonesia.
Tersedia:http//www.hukum_kesehatan.web.id. diakses tanggal 14 Oktober 2011
Fadli,
Ahmad.
2000.
Euthanasia
dalam
Medis
dan
Hukum
Indonesia.
Ilham.
Konsep
Mati
Otak
dan
Euthanasia.