Anda di halaman 1dari 30

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

B A B XIX

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA


A. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan masih
menghadapi masalah kependudukan seperti jumlah penduduk yang
besar, laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, persebaran penduduk yang tidak merata dan struktur umur penduduk
yang tidak menguntungkan serta tingkat kematian yang masih
cukup tinggi.
Penduduk sebagai sumber daya manusia merupakan faktor
utama dalam pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu,
kebijaksanaan pembangunan di bidang kependudukan dan keluarga
berencana ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat
yang senantiasa meningkat. Kebijaksanaan itu ditempuh melalui
upaya pengendalian pertumbuhan penduduk, terutama pengendalian
tingkat kelahiran yang diupayakan melalui program Keluarga
Berencana (KB). Perlu ditekankan bahwa meningkatkan kualitas
sumber daya manusia berkaitan erat dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan keluarga, khususnya kesejahteraan ibu dan anak.
Upaya untuk menurunkan tingkat kematian dilaksanakan melalui
peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat. Kebijaksanaan pembangunan di bidang kependudukan tersebut juga dimaksudkan untuk mengubah struktur umur penduduk menjadi lebih

XIX/3

menguntungkan. Sementara itu, untuk menjadikan persebaran


penduduk menjadi lebih merata dilaksanakan transmigrasi dan
kebijakan antar kerja antar daerah (AKAD).
Pembangunan nasional dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana yang dilakukan secara terus menerus telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, antara lain berupa penurunan yang sangat berarti dalam laju pertumbuhan penduduk,
tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Sementara itu, telah
terjadi pula peningkatan potensi tenaga kerja produktif. Terjadinya peningkatan potensi tenaga kerja tersebut menunjukkan
terjadinya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
kekuatan bangsa yang efektif dan bermutu.
B. KEPENDUDUKAN
1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah
Kebijaksanaan pengembangan kependudukan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud
suatu mutu kehidupan masyarakat yang semakin meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut perlu terus ditingkatkan upaya
pengendalian pertumbuhan penduduk dan persebaran penduduk di
camping peningkatan pendidikan dan kesehatan mereka.
Upaya pengendalian pertumbuhan penduduk dilakukan melalui penurunan tingkat kelahiran serta penurunan tingkat kematian, terutama kematian bayi dan anak. Penurunan tingkat kelahiran dilaksanakan melalui gerakan keluarga berencana yang
selanjutnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, khususnya kesejahteraan ibu dan anak. Sedangkan upaya
penurunan tingkat kematian dilakukan dengan meningkatkan
derajat kesehatan dan gizi penduduk.
Upaya penurunan tingkat kelahiran dilaksanakan dengan
memberikan pengertian kepada masyarakat tentang keluarga
berencana yang bertujuan untuk menciptakan norma keluarga
kecil bahagia dan sejahtera. Adanya kesadaran masyarakat tentang keluarga berencana dapat mendorong kelompok penduduk
usia muda untuk menunda perkawinan pada usia yang lebih mandiri. Sementara itu, kelompok penduduk dalam pasangan usia
subur (PUS) diajak untuk berkeluarga berencana dengan menggunakan alat kontrasepsi yang lebih efektif yang dapat mencegah
kehamilan dalam waktu yang lebih lama.

XIX/4

Upaya penurunan tingkat kematian dilaksanakan melalui


usaha peningkatan gizi ibu dan anak serta usaha mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan menyediakan
sarana dan prasarana kesehatan sehingga mencapai daerah-dae
-rah terpencil. Penurunan tingkat kematian bayi selanjutnya
dapat memberikan dampak pada percepatan pencapaian usaha
penurunan tingkat kelahiran.
Persebaran penduduk yang lebih merata dimaksudkan untuk
membantu mengurangi berbagai beban sosial, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan akibat tekanan kepadatan penduduk
yang semakin meningkat. Di samping itu persebaran penduduk
yang lebih merata juga dimaksudkan untuk membuka dan mengembangkan wilayah baru guna memperluas lapangan kerja dan memanfaatkan sumber daya alam sehingga lebih berhasil guna.
Dengan demikian hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di wilayah yang berkepadatan
tinggi maupun di wilayah baru.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
a. Pertumbuhan Penduduk, Kelahiran, dan Kematian
Pada tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia adalah 118,0
juta orang. Jumlah tersebut telah naik menjadi sebesar 147,5
juta orang pada tahun 1980, dan kemudian naik menjadi 179,9
juta orang pada tahun 1990. Dengan demikian laju pertumbuhan
penduduk dalam kurun waktu 1971-1980 adalah 2,32% per tahun,
sedangkan dalam kurun waktu 1980-1990 adalah 1,97%. Data ini
menunjukkan adanya penurunan laju pertumbuhan penduduk yang
sangat berarti.
Upaya pembangunan nasional telah berhasil menurunkan
tingkat kelahiran. Pada tahun 1971 angka kelahiran kasar
diperkirakan sebesar 44,0 kelahiran per seribu penduduk dan
pada tahun 1983 sebesar 33,5 kelahiran per seribu penduduk.
Demikian pula telah terjadi perubahan menuju makin kecilnya
jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa
suburnya. Dalam kurun waktu 1967-1970, rata-rata anak yang
dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama masa suburnya
mencapai sebanyak 5,6 anak. Rata-rata jumlah anak ini telah
turun menjadi 4,68 dalam kurun waktu 1976-1979 dan selanjutnya
turun menjadi 4,05 anak dalam kurun waktu 1983-1985. Berdasarkan data
yang dikumpulkan pada tahun 1991, ratarata jumlah anak yang dilahirkan dalam kurun waktu 1989-1991
diperkirakan telah turun manjadi 3,02 anak.
XIX/5

Upaya pembangunan di bidang kesehatan telah meningkatkan


sarana dan prasarana kesehatan sehingga dapat dijangkau oleh
masyarakat banyak. Di samping itu, telah pula terjadi peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Hal-hal ini
akan mempunyai dampak positif terhadap peningkatan angka
harapan hidup yang selanjutnya akan menunjang peningkatan
kualitas penduduk.
b.

Penundaan Umur Perkawinan

Untuk mempersiapkan generasi muda agar makin paham mengenai masalah kependudukan, kepada mereka diberikan penerangan
tentang keluarga berencana dan mereka diajak untuk menunda
usia perkawinan. Penundaan usia perkawinan secara langsung
memberi dampak mempercepat penurunan tingkat kelahiran. Di
samping itu penundaan usia perkawinan juga berakibat pada penurunan kematian ibu, anak dan bayi karena pada saat melahirkan ibu lebih dewasa. Rata-rata umur kawin pertama pada Sensus Penduduk tahun 1971, tahun 1980 dan tahun 1990 berturut-turut adalah 19,6 tahun, 20,0 tahun dan 21,6 tahun.
c.

Peningkatan Tingkat Pendidikan

Indikator yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat pendidikan masyarakat antara lain adalah kemampuan membaca dan
menulis serta keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan formal. Usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis
masyarakat telah menunjukkan hasil yang nyata. Pada tahun
1971 persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang dapat
membaca dan menulis adalah sebesar 60,9%. Angka tersebut meningkat secara nyata, yaitu menjadi sebesar 71,1% pada tahun
1980 dan 84,1% pada tahun 1990. Selanjutnya tahun 1990 angka
partisipasi murni pendidikan dasar diperkirakan sebesar
99,6%. Sedangkan angka partisipasi pendidikan menengah perta ma sebesar 45% dari penduduk usia 13-15 tahun.
d.

Pendidikan Kependudukan

Dalam Repelita V dikemukakan bahwa usaha di bidang pendidikan mengenai kependudukan akan lebih dimantapkan. Untuk
itu pendidikan kependudukan telah diintegrasikan ke dalam
berbagai pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan

XIX/6

formal dan juga pendidikan informal. Melalui pendidikan kependudukan diharapkan setiap anak didik memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggung
jawab tentang pengaruh pertambahan penduduk terhadap kehidup an manusia. Dengan demikian generasi muda akan semakin sadar
akan pentingnya menunda usia perkawinan dan melakukan penjarangan kehamilan jika sudah berkeluarga.
e.

Peningkatan Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat

Untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang


pentingnya masalah kependudukan telah diikutsertakan pula
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam upaya pembangunan di
bidang kependudukan. Dengan demikian partisipasi aktif masyarakat pada pemecahan masalah kependudukan semakin luas. Untuk
menunjang upaya pengikutsertaan LSM tersebut antara lain pada
tahun ketiga Repelita V telah dilaksanakan pelatihan manaje
men bagi Lembaga Swadaya Masyarakat Kependudukan (LSMK). Pelatihan tersebut diikuti oleh 20 peserta yang merupakan wakilwakil LSMK dari 12 propinsi.
Di samping itu juga dilakukan pemasyarakatan modul
Kependudukan dan Lingkungan Hidup untuk pelatihan melalui
jalur lembaga-lembaga keagamaan. Upaya itu dimaksudkan agar
masyarakat semakin peka dan sadar akan pentingnya keterkaitan
masalah Kependudukan dengan Lingkungan Hidup.
f.

Peningkatan Pusat Studi Kependudukan

Permasalahan kependudukan yang dihadapi di setiap daerah


cukup bervariasi. Agar didapat pemecahan masalah yang tepat
di bidang kependudukan bagi masing-masing daerah maka didirikan Pusat Studi Kependudukan (PSK) di daerah. Hingga tahun
ketiga Repelita V hampir seluruh Perguruan Tinggi Negeri mempunyai Pusat Studi Kependudukan.
Untuk mendukung pengembangan PSK telah dilaksanakan pelatihan manajemen PSK yang diikuti oleh 20 peserta dari berbagai daerah. Melalui pelatihan manajemen ini diharapkan
dapat ditingkatkan kemampuan manajemen PSK dalam usahanya
untuk menjadi PSK yang mandiri.
Di samping itu, untuk meningkatkan pengembangan sumber
daya manusia telah dilakukan pemberian beasiswa kepada peneliti pada PSK dan staf instansi lain yang fungsinya berkaitan

XIX/7

dengan kependudukan. Sejak tahun 1987 telah diberikan beasiswa


di bidang kependudukan kepada 9 orang untuk program S-3,
70 orang untuk program S-2 di luar negeri dan sebanyak
60 orang untuk mengikuti pendidikan S-2 di dalam negeri.
g. Keserasian Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan
dan terns menerus yang memberikan dampak terhadap penduduk
dan lingkungan hidup. Pengaruh tersebut dapat bersifat menguntungkan dan dapat pula merugikan terhadap kesinambungan
proses pembangunan selanjutnya. Oleh karena itu diupayakan
adanya keserasian antara pembangunan di bidang kependudukan
dan di bidang lingkungan hidup agar tercipta dan terjaga
kondisi
yang
kondusif
bagi
proses
pembangunan
yang
berkesinambungan. Adanya interaksi antara kependudukan,
lingkungan hidup dan intervensi pembangunan yang serasi akan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Untuk lebih memasyarakatkan wawasan keserasian kependudukan
dan lingkunan hidup, pada tahun ketiga Repelita V telah
dilaksanakan pelatihan kependudukkan dan lingkungan hidup bagi
pelatih (widyaiswara) pada Sekolah Pimpinan Administrasi
Tingkat Lanjutan (SEPALA) dan Sekolah Pimpinan Administrasi
Tingkat Madya (SEPADYA). Pelatihan ini dimaksudkan agar para
widyaiswara dapat memberikan penerangan dalam pelatihan berjenjang. Pelatihan sejenis juga telah dilaksanakan untuk wartawan dan penyiar radio agar mereka dapat memberikan informasi
kepada masyarakat luas secara tepat guna. Di samping itu
telah pula disebarluaskan pengertian keserasian kependudukan
dan lingkungan hidup melalui terbitan yang edarannya dapat
menjangkau sampai kecamatan.
Tingkat keserasian kependudukan dan lingkungan hidup
dapat diukur melalui Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Daerah (NKLD) serta Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Nasional (NKLN). Modul NKLD tersebut berisi tentang, di satu
pihak, keadaan kependudukan di daerah, seperti tingkat pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan,
ketenagakerjaan dan perekonomian, dan di pihak lain, keadaan
lingkungan hidup di daerah, seperti keadaan kualitas air,
pencemaran udara, pemakaian lahan serta kondisi flora dan
faunanya. Hasil pemantauan NKLD tersebut dievaluasi oleh Tim
daerah yang berunsurkan petugas-petugas dari Pemerintah Daerah, PSK serta sektor yang terkait. Selanjutnya hasil evaluasi
tersebut akan dibahas pada tingkat nasional dan hasilnya

XIX/8

akan menggambarkan keadaan kependudukan dan lingkungan hidup


secara nasional. Dengan adanya NKLD diharapkan adanya proses
pembangunan yang di dalamnya terkandung keselarasan antara
keadaan kependudukan dan lingkungan hidup yang pada gilirannya
akan dapat meningkatkan kualitas masyarakat.
h. Keterpaduan Antara Kependudukan dan Keluarga
Berencana
Keterpaduan kependudukan dengan keluarga berencana yang
saling mendukung diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan. Keterpaduan tersebut akan
membuat pemanfaatan sumber daya, dana dan sarana menjadi
lebih efektif dan efisien.
Kegiatan terpadu KB-Transmigrasi dimaksudkan untuk memberikan pelayanan KB kepada masyarakat transmigrasi dan lingkungan sekitarnya. Kegiatan KB-Transmigrasi pada awal Repelita
IV dimulai di 5 propinsi (Jambi, Riau, Bengkulu, Sumatera
Selatan dan Kalimantan Barat) dan menjangkau 595 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Pada tahun ketiga Repelita V kegiatan tersebut telah menjangkau 20 propinsi penerima transmigrasi yang meliputi 1.300 UPT. Kegiatan tersebut meliputi
antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK), Bina Keluarga Balita (BKB), pemberian modal melalui kegiatan Usaha Peningkatan Pendapatan
Kelompok Akseptor (UPPKA), Pelayanan Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE), serta pelayanan kontrasepsi.
Kegiatan terpadu lainnya adalah KB-Kesehatan yang merupakan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga
berencana melalui Posyandu, UPGK serta BKB. Kegiatan Posyandu
meliputi pelayanan KB, peningkatan kesehatan ibu dan anak,
perbaikan gizi serta penanggulangan diare dan pemberian imunisasi. Upaya lain adalah kegiatan KB-UPGK yang merupakan
usaha peningkatan gizi keluarga yang sekaligus memberikan
pelayanan KB. Peningkatan gizi keluarga diharapkan akan menurunkan tingkat kematian bayi dan anak. Sampai dengan tahun
ketiga Repelita V telah dibina sekitar 219 ribu kelompok UPGK
yang tersebar di semua desa dan pembinaannya dilaksanakan secara sukarela oleh para kader pembangunan dan kader KB.
Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kesadaran dan sikap ibu
dan keluarganya dalam membina tumbuh kembangnya anak balita
secara optimal. Pelaksanaan BKB ini dilaksanakan oleh kaderkader yang terlatih dalam kelompok-kelompok yang terorganisir
XIX/9

dan dibina oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).


Pencapaian kegiatan BKB mengalami peningkatan dari 1.224 kelompok pada akhir Repelita IV menjadi 6.225 kelompok pada tahun 1990/91. Kemudian pada tahun 1991/92 telah meningkat menjadi 20.491 kelompok. Peningkatan kelompok BKB tersebut disebabkan oleh adanya pelatihan BKB bagi kader-kader serta partisipasi masyarakat yang semakin meningkat. Kelompok-kelompok
bina keluarga balita tersebut tersebar di seluruh propinsi di
Indonesia.
i. Registrasi Penduduk
Pelaporan data kependudukan yang didapat dari registrasi
penduduk dapat memberikan informasi yang tepat untuk perencanaan pembangunan secara berkesinambungan. Registrasi penduduk
yang semakin baik akan memberikan gambaran yang semakin akurat mengenai keadaan penduduk di desa, kecamatan, kabupaten
dan di propinsi. Mengingat pentingnya informasi yang dihasilkan maka telah dilakukan pelatihan registrasi penduduk bagi
aparat dari tingkat desa sampai tingkat propinsi. Pada tahun
ketiga Repelita V telah dilaksanakan pelatihan registrasi
penduduk di 13 kabupaten dari propinsi Jawa Barat serta
12 kabupaten dari 9 propinsi lainnya.
C. KELUARGA BERENCANA
1. Kebijakan dan Langkah-langkah
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan
tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk
berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana. Di samping upaya penurunan
tingkat kelahiran juga dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, yaitu melalui usaha-usaha peningkatan gizi
keluarga, peningkatan keterampilan dan kecerdasan anak, dan
peningkatan pengetahuan serta pengembangan sikap, terutama
bagi ibu, dalam mengasuh anak. Dengan usaha-usaha tersebut,
diharapkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
dapat membudaya dan melembaga di masyarakat.

XIX/10

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan
jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus
menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan
NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga
berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan penggarapan KB, peningkatan kualitas baik
tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan
pelaksanaan program di lapangan.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
a. Penerangan dan Motivasi
Kegiatan penerangan dan motivasi KB dilaksanakan dengan
maksud agar NKKBS dapat diwujudkan dan membudaya dalam masyarakat Indonesia. Kegiatan penerangan dan motivasi ini ditujukan kepada berbagai sasaran, baik perorangan, kelompok, maupun
masal.
Media elektronik radio dan televisi merupakan sarana
yang paling banyak peminatnya. Dalam tahun 1991/92 telah
dilakukan penayangan 6 paket fragmen melalui TVRI dan penerangan KB melalui acara TVRI "Daerah Membangun". Sementara
itu telah pula dirintis kerja sama dengan Televisi Pendidikan
Indonesia dalam penayangan pesan-pesan KB melalui sinetron. Di
samping itu, penerangan massa juga dilakukan melalui media
cetak dan penerangan keliling yang dilakukan bekerja sama
dengan sektor penerangan. Di samping leaflet mengenai keluar ga berencana, dalam tahun ketiga Repelita V telah pula disebarkan 100 ribu leaflet mengenai air susu ibu. Penerangan
kelompok terutama ditujukan kepada kelompok potensial, yaitu
kelompok yang dapat mempercepat pencapaian hasil program KB.
Kelompok tersebut antara lain adalah tokoh ulama, kelompok
wanita, organisasi kepemudaan atau karang taruna dan tokohtokoh masyarakat. Kelompok tersebut juga diharapkan dapat
memberikan penerangan tentang KB kepada masyarakat luas. Dalam pemberian penerangan kepada perorangan, Petugas Lapangan
KB (PLKB) secara intensif mengadakan pertemuan perorangan
dengan anggota masyarakat. Untuk menjangkau daerah-daerah
tertentu, seperti daerah terpencil, daerah pantai, daerah
kepulauan, dan daerah transmigrasi, penerangan dan motivasi
dilaksanakan secara terpadu melalui Tim Keluarga Berencana
Keliling (TKBK).
XIX/11

Dalam rangka meningkatkan mutu kegiatan penerangan dan


motivasi serta memperkuat pelaksanaan KB di lapangan telah
ditingkatkan jumlah, kemampuan serta keterampilan para petugas penerangan KB. Hal ini dilakukan melalui pelatihan bagi
mereka. Pada tahun ketiga Repelita V telah diberikan pelatihan
kepada 3.210 orang petugas penerangan KB. Kegiatan lain
yang dilakukan dalam tahun 1991/92 adalah mengembangkan sarana penerangannya (KIE-KIT), sesuai dengan perkembangan program KB. Isi pesan penerangan dan motivasi KB disesuaikan
dengan sasaran, yaitu mereka yang belum mencapai usia subur
(Pra-PUS), Pasangan Usia Subur (PUS) dan peserta KB. Isi
pesan penerangan kepada Pra-PUS lebih ditekankan pada masalah
reproduksi sehat. Antara lain diberikan penjelasan mengenai
umur ideal untuk melaksanakan perkawinan dan umur ideal bagi
seorang ibu untuk melahirkan anak pertama. Sementara itu kepada PUS yang belum melaksanakan KB diajak untuk memakai salah satu alat kontrasepsi. Kepada mereka diberikan penerangan
tentang efek samping penggunaan alat kontrasepsi agar mampu
memilih alat kontrasepsi yang sesuai. Kepada Pasangan Usia
Subur yang telah melaksanakan KB diberikan penerangan yang
dimaksudkan untuk mendorong agar mereka tetap memakai kontrasepsi. Mereka juga diarahkan agar memakai jenis alat kontrasepsi yang dapat memberikan perlindungan yang lebih lama
terhadap terjadinya kehamilan. Kegiatan penerangan dan motivasi juga dilakukan melalui berbagai lembaga yang ada dalam
masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan keluarga kecil sejahtera, pada
tahun 1991/92 telah diluncurkan kampanye ibu sehat sejahtera.
Kampanye ini antara lain memperkenalkan kepada masyarakat
pengertian tentang kegunaan air susu ibu (ASI), kesejahteraan
anak Indonesia, bina keluarga balita dan reproduksi sehat.
Dengan kampanye ini diharapkan para ibu lebih memahami dan
bersedia menyusui anaknya dengan cara yang benar dan dalam
kurun waktu yang cukup. Sementara itu untuk menumbuhkan dan
memelihara kemandirian dalam program KB terus diupayakan kampanye kesertaan dalam ber-KB secara mandiri dengan memakai
alat kontrasepsi yang berlogo Lingkaran Biru.
b. Pelembagaan Pelaksanaan KB
Keberhasilan usaha pelembagaan dan pembudayaan program
KB antara lain ditandai oleh terbentuknya kelompok-kelompok
peserta KB dalam bentuk Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD),
Sub-PPKBD, dan Pembina KB Rukun Tetangga (PKBRT). Fungsi dan
peranan PPKBD dan Sub-PPKBD antara lain adalah pembinaan
XIX/12

kelangsungan pemakaian kontrasepsi, pemberian pelayanan alat


kontrasepsi, khususnya pelayanan ulang penyediaan pil dan
kondom, dan penyebarluasan gagasan NKKBS. Melalui lembaga
tersebut diharapkan masyarakat akan makin merasa ikut serta
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelaksanaan program KB
dan akan makin berkembang kemandirian dalam pengelolaan
program KB.
Pada tahun ketiga Repelita V semua desa telah memiliki
PPKBD sehingga jumlah seluruhnya telah mencapai 72.305 buah
(Tabel XIX-1). Di samping itu, jumlah Sub-PPKBD juga terus
meningkat sehingga pada tahun ketiga Repelita V telah
mencapai 272.180 buah. Perkembangan Sub-PPKBD ini mencerminkan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan KB
di tingkat pedusunan yang makin meningkat.

TABEL XIX - 1
JUMLAH PFMBANTU PEMBINA KELUARGA BERENCANA DESA,
1988/89 - 1991/92
(buah)

Repelita V
Jenis kelompok
Peserta KB

1988/89

1989/90

1990/91

1991/92

Pembantu Pembina
KB Desa (PPKBD)

81.428

83.409

83.409

72.305

Sub-Pembantu
Pembina KB Desa
(Sub-PPKBD)

219.706

244.273

259.503

272.180

Jumlah

301.134

327.682

342.912

344.485

XIX/13

c.

Pendidikan KB

Upaya peningkatan kesadaran generasi muda dan mereka


yang belum menikah mengenai masalah-masalah kependudukan serta
keluarga berencana terus diperluas. Upaya ini ditanamkan
melalui pendidikan KB yang sejak awal Repelita V telah diintegrasikan ke dalam pendidikan umum, baik formal maupun
informal. Dengan demikian pengertian dan kesadaran masyarakat
akan tumbuh dan berkembang yang selanjutnya akan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan kependudukan dan keluarga berencana. Hasil nyata yang diperoleh dari pendidikan KB
adalah meningkatnya rata-rata umur perkawinan pertama wanita.
Pada tahun 1980 rata-rata umur perkawinan pertama adalah 20,0
tahun dan angka tersebut telah meningkat menjadi 21,6 tahun
pada tahun 1990.
Di samping itu, sejak tahun 1990/91 salah satu kegiatan
pendidikan KB telah diintegrasikan dengan kegiatan Badan
Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4) Departemen Agama
yang ditujukan bagi pasangan-pasangan yang akan menikah. Kepada calon mempelai diberikan pengetahuan mengenai perencanaan
keluarga, antara lain mengenai kapan sebaiknya mempunyai anak
pertama, berapa lama memberikan ASI, jarak antara kehamilan
dan jumlah anak yang ideal. Dengan demikian dapat diharapkan
bahwa para calon mempelai akan memiliki pengetahuan secukupnya
mengenai hal-hal tersebut.
d.

Pendidikan dan Pelatihan Program

Sejalan
dengan
makin
meningkatnya
kesejahteraan
masyarakat serta makin luasnya liputan pelaksanaan KB,
program KB memerlukan peningkatan mutu dan pelaksanaannya
makin memerlukan peningkatan tenaga, baik dalam jumlah maupun
mutunya. Untuk itu dilakukan berbagai macam pelatihan bagi
tenaga penyuluh, tenaga medis dan tenaga pengelola program.
Jumlah tenaga program yang mendapat pelatihan pada tahun
1991/92 adalah 509.935 orang (Tabel XIX-2). Peningkatan
jumlah tenaga pro-gram yang dilatih ini terutama disebabkan
oleh tingginya pelatihan untuk kader Usaha Peningkatan Gizi
Keluarga (UPGK) dan kader KB. Hal ini berkaitan dengan upaya
agar masyarakat lebih mampu dan bertanggung jawab dalam
pelaksanaan program KB. Sementara itu pelatihan untuk
pembantu pembina KB desa sedikit menurun jumlahnya jika
dibandingkan dengan tahun 1990/91, yaitu sebesar 4.256
orang. Turunnya pelatihan bagi

XIX/14

TABEL XIX 2
JUMLAH TENAGA PROGRAM KB YANG MENDAPATKAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KELUARGA BERENCANA,
1988/89 1991/92
(orang)

*) Termasuk 4.240 bidan yang dihasilkan melalui program kesehatan.

XIX/15

pembantu pembina KB desa pada tahun 1991/92 ini karena sasaran


pelatihan lebih diarahkan kepada kelompok peserta KB di
wilayah yang lebih kecil dari desa.
Untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat dan ilmu
pengetahuan dalam bidang K B dan bidang lain yang terkait maka
usaha-usaha peningkatan kemampuan dan keterampilan pengelola
program semakin ditingkatkan. Upaya peningkatan mutu para
pengelola program dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
baik yang berjenjang maupun yang tidak berjenjang. Pada tahun
1991/92 telah diselenggarakan pendidikan berjenjang bagi
60 orang dan pendidikan tidak berjenjang bagi 329 orang,
termasuk di antaranya 10 orang calon sarjana Strata Dua (S2).
Di samping itu bagi pengelola program di tingkat lapangan
juga diberikan pendidikan jarak jauh (PJJ). Melalui PJJ ini
para pengelola program di tingkat pusat dapat memberikan
informasi dan pengetahuan terbaru kepada para pengelola
program di tingkat lapangan dengan lebih efektif dan efisien.
Pelatihan tenaga program yang akan memberikan dampak
langsung terhadap keberhasilan program KB adalah pendidikan
bidan. Selama tahun 1991/92, melalui program KB telah dilakukan pendidikan bidan bagi 1.705 Petugas Lapangan KB (PLKB)
yang
mempunyai
pendidikan
Sekolah
Perawat
Kesehatan.
Sementara itu, melalui program kesehatan telah diluluskan
4.240 bidan yang langsung ditempatkan di desa.
e. Pelayanan Kontrasepsi
Untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan K B serta
mendekatkan tempat pelayanan, jumlah klinik K B terus ditingkatkan. Data dalam Tabel XIX-3 menunjukkan bahwa pada akhir
Repelita IV jumlah klinik telah mencapai 9.388 buah. Pada
tahun 1990/91 jumlah klinik meningkat menjadi 10.206 buah dan
pada tahun 1991/92 meningkat menjadi 11.641. Peningkatan sejumlah 1.435 klinik KB pada tahun 1991/92 ini terutama juga
disebabkan oleh kenaikan yang berarti dalam jumlah klinik KB
milik Pemerintah. Peningkatan klinik KB milik Pemerintah tersebut dimaksudkan untuk lebih memperluas liputan dan meningkatkan pelayanan KB, terutama pelayanan di daerah yang sebelumnya belum memiliki klinik KB. Jumlah klinik swasta yang
juga selalu meningkat dari tahun ke tahun mencerminkan semakin besarnya peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program KB. Sejalan dengan meningkatnya jumlah klinik
dan upaya peningkatan mutu pelayanan, maka jumlah personalia

XIX/16

TABBL XIX - 3
JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS,
1988/89 - 1991/92
(bush)

Repelita V
Status Klinik

Departemen Kesehatan
A B R I
Instansi Pemerintah
lainnya

1988/89

1989/90

1990/91

1991/92

7.418

7.618

8.056

9.372

528

536

539

547

377

392

405

417

Swasta

1.065

1.128

1.206

1.305

Jumlah

9.388

9.674

10.206

11.641

TABEL XIX - 4
JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA,
1988/89 - 1991/92
(orang)

Repelita V
Jenis Personil
Klinik KB

1988/89

1989/90

1990/91

1991/92

Dokter

8.402

8.962

9.527

9.551

Bidan

10.803

10.882

11.954

11.993

Pembantu Bidan

10.999 )
17.515

17.515

Tenaga Administrasi
Jumlah

7.059 )
37.263

17.613
7.129

37.359

38.996

46.286

XIX/17

klinik juga ditingkatkan (label XIX-4). Pada akhir Repe lita IV jumlah personalia klinik meliputi 37.263 orang dan
pada tahun 1991/92 meningkat menjadi 46.286 orang.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan KB, pada tahun
1991/92 diadakan penggantian 8.313 buah meja persalinan
(obgyn-bed) yang dipakai untuk pemeriksaan calon peserta KB di
rumah sakit dan klinik KB. Di samping itu, telah pula
dilakukan penggantian alat pemeriksaan pernafasan (stetoskopi) dan alat pemeriksaan tekanan darah (tensimeter) pada
11.000 klinik KB. Peningkatan pelayanan KB di 42 rumah sakit
dilakukan dengan pengadaan alat pemeriksaan rahim (laparoskopi). Sementara itu, 1.281 orang Bidan di desa yang berasal
dari Petugas Lapangan KB (PLKB) telah diperlengkapi dengan
peralatan untuk pemasangan IUD (IUD Kit).
Jarak antara tempat pelayanan KB dan tempat tinggal
peserta KB merupakan faktor penting dalam pembinaan kelestarian peserta KB. Untuk itu PPKBD dan Sub-PPKBD yang merupakan
wujud peran aktif masyarakat dan lembaga pelaksana KB yang
berjarak terdekat dengan tempat tinggal peserta KB telah ditingkatkan fungsinya menjadi tempat pemberian pelayanan ulang
alat kontrasepsi pil dan kondom. Sementara itu, dalam kegiat an pelayanan KB di lapangan, PPKBD dan Sub-PPKBD diharapkan
akan saling mendukung dengan bantuan bidan di desa yang mulai
ditempatkan pada tahun 1991/92.
Tim KB Keliling (TKBK) terutama dimaksudkan untuk melayani daerah yang jauh dari klinik KB, seperti daerah terpencil, daerah pantai dan kepulauan. Dalam kegiatan TKBK para
petugas secara aktif memberikan penerangan serta pelayan
kontrasepsi. Mereka juga mendorong para peserta KB agar makin
mengarah pada pemakaian alat kontrasepsi efektif, yaitu alat
kontrasepsi yang memberikan perlindungan terhadap kehamilan
yang lebih tinggi. Data dalam Tabel XIX-5 menunjukkan bahwa
jumlah TKBK pada tahun 1991/92 terlihat sedikit lebih tinggi
jika dibandingkan tahun 1990/91. Hal ini sesuai dengan kebijakan KB untuk memperluas jangkauan dan makin banyak meliput
daerah-daerah terpencil.
f. Pencapaian Peserta KB Baru
Wanita yang berumur antara 15-49 tahun dan berstatus
kawin disebut sebagai pasangan usia subur (PUS). PUS inilah
yang menjadi sasaran utama untuk diajak berkeluarga berencana. Pasangan Usia Subur yang menggunakan alat kontrasepsi untuk pertama kalinya dinamakan peserta KB baru.
XIX/18

TABEL XIX

-5

JUMLAH KEGIATAN TIM KB KELILING (TKBK),


1988/89 - 1991/92
(buah)
Repelita V
Wi1ayah

1988/89

1989/90

Jawa - Bali

1.031.5
42
331.249

1.003.437

875.048

969.167

340.887

279.571

297.415

97.253

195.946

73.647

85.921

1.460.0
44

1.540.270

1.228.266

Luar Jawa - Bali I


Luar Jawa - Bali II

Indonesia

1990/91

1)

1991/92

1.352.5
03

1 ) S ej a k ta hun 1 99 0/ 91 T KBK d a rt Desa ke Dukuh y ang


s eb elumny a d ihitung send iri sud a h terma su k d a la m T KBK
d a rt Keca ma ta n ke Desa .

TABEL XIX - 6
PENCAPA1AN HASIL SASARAN PESERTA KB BARU,
1988/89 - 1991/92
(ribu orang)
Repelita V
Wilayah

1988/89

1989/90

1990/9
1

1991/9
2

Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase
Luar Jawa - Bali I

3.674,3
3.707,5
(100,91)

2.803,7
2.725,6
(97,2%)

2.800,0
2.737,3
(97,8%)

2.764,3
2.710,8
(98,1%)

Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

1.478,8
1.241,6
(84,0%)

1.198,6
1.168,7
(97,5%)

1.219,1
1.336,2
(109,61)

1.236,4
1.396,9
(113,0%
)

461,9
426,2
(92,3%)

375,4
390,0
(103,9%)

390,6
405,2
(103,7%
)

405,0
423,3
(104,5%
)

5.615,0
5.375,3
(95,7%)

4.377,7
4.284,3
(97,9%)

4.409,7
4.478,7
(101,6%
)

4.405,7
4.531,0
(102,8%
)

Jawa - Bali

Luar Jawa - Bali


Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase
Indonesia
Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

XIX/19

Jumlah peserta KB baru pada tahun ketiga Repelita V adalah sebanyak 4,5 juta PUS (Tabel XIX-6). Jumlah ini naik sekitar 52,3 ribu PUS dibandingkan pada tahun 1990/91. Jumlah
PUS yang berhasil diajak menjadi peserta KB pada tahun
1991/92 mencapai 102,8% dari sasaran yang ditetapkan dalam
Repelita V untuk tahun tersebut. Pencapaian sasaran Repelita V di tiga wilayah penggarapan KB memberikan gambaran
yang cukup bervariasi. Dari ketiga wilayah tersebut hanya
wilayah Jawa-Bali yang tidak mencapai sasaran yang ditetapkan. Pengalaman yang demikian di Jawa-Bali sudah berlangsung
sejak awal Repelita V. Hal ini disebabkan di wilayah Jawa-Bali
jumlah PUS yang belum ber-KB relatif sedikit sehingga semakin
sulit mencari pasangan usia subur yang dapat diajak ber-KB.
Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa
sebagian besar dari PUS yang belum ber-KB di Jawa dan Bali
masih berusia muda dan atau anaknya masih sedikit sehingga
masih mengharapkan mempunyai anak. Untuk wilayah Luar JawaBali I dan Luar Jawa-Bali II pada akhir Repelita IV masyarakat yang berhasil diajak menjadi peserta KB baru masing-masing
mencapai 84,0% dan 92,3% dari sasaran yang ditetapkan. Tingkat
pencapaian sasaran ini menjadi masing-masing sebesar 113,0%
dan 104,5% pada tahun ketiga Repelita V. Peningkatan pencapaian yang melebihi sasaran baik di wilayah Luar Jawa-Bali I
maupun di wilayah Luar Jawa-Bali II disebabkan oleh kegiatankegiatan yang bertujuan memperluas jangkauan program, terutama
di daerah terpencil dan daerah transmigrasi. Di sawing itu,
sejak awal Repelita V telah ditingkatkan pula penggarapan
pelaksanaan KB di daerah kepulauan, antara lain kepulauankepulauan di propinsi Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara,
DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Sejak Repelita IV telah digalakkan peningkatan kualitas
alat kontrasepsi yang dipakai, yaitu yang mempunyai tingkat
perlindungan terhadap kehamilan yang relatif tinggi. Sementara
itu kebijakan dalam Repelita V diarahkan pada peningkatan
peran serta masyarakat dengan meningkatkan kesadaran dan kesediaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan slat kontrasepsi tanpa mengandalkan subsidi penuh dari pemerintah.
Gambaran hasil arah kebijakan tersebut di atas dapat
dilihat dalam Tabel XIX-7. Pada akhir Repelita IV jumlah
peserta KB baru yang memakai alat kontrasepsi dengan tingkat
perlindungan yang kurang efektif terhadap kehamilan mencapai
72,8%. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peserta KB
yang memakai alat kontrasepsi pil, kondom dan suntikan. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 27,2%, adalah peserta KB yang
XIX/20

TABEL XIX - 7
JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU
MENURUT METODE KONTRASEPSI,
1988/89 - 1991/92
(ribu orang)

Repelita V
Metode Kontrasepsi

P i 1

Kondom

Suntikan

I U D

Lain-lain

Implant

Jumlah

1988/89

1989/90

1990/91

1991/92

1.962,4

1.307,0

1.393,7

1.466,7

(36,5%)

(30,5%)

(31,1%)

(32,4%)

160,4

104,3

91,4

84,8

(3,0%)

(2,4%)

(2,0%)

(1,9%)

1.791,0

1.434,1

1.612,3

1.769,6

(33,3%)

(33,5%)

(36,0%)

(39,1%)

1.152,9

937,6

903,2

790,1

(21,4%)

(21,9%)

(20,2%)

(17,4%)

121,1

145,2

146,1

135,7

(2,3%)

(3,4%)

(3,3%)

(3,0%)

187,5

356,1

332,0

284,1

(3,5%)

(8,3%)

(7,4%)

(6,3%)

5.375,3

4.284,3

4.478,7

4.531,0

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%)

(100,0%
)

XIX/21

menggunakan alat kontrasepsi dengan tingkat perlindungan yang


lebih efektif terhadap kehamilan. Persentase peserta KB baru
yang memakai alat kontrasepsi efektif pada tahun pertama Repelita V naik menjadi 33,6% untuk kemudian menurun menjadi
26,7% pada tahun ketiga Repelita V. Mungkin sekali penurunan
ini terjadi antara lain karena PUS yang menjadi peserta KB
baru terdiri atas mereka yang berumur muda sehingga cenderung
memakai alat kontrasepsi yang berjangka tidak lama karena
masih ingin mempunyai anak kemudian. Kemungkinan lain adalah:
para peserta KB baru memakai alat kontrasepsi yang tidak sepenuhnya mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah, yaitu
alat kontrasepsi dengan tanda Lingkaran Biru. Sampai saat ini
alat kontrasepsi yang memakai tanda Lingkaran Biru baru ada
beberapa jenis, yaitu Pil, Kondom, Suntikan, dan IUD jenis
Copper-T.
g. Pencapaian Peserta KB Aktif
Upaya pembinaan peserta KB merupakan pelaksanaan program
yang sangat penting. Peserta KB yang dapat dibina dengan baik
secara langsung berdampak menurunkan tingkat kelahiran. Pasangan Usia Subur (PUS) yang secara terus menerus memakai alat
kontrasepsi dinamakan peserta KB aktif.
Pembinaan kelestarian kesertaan dalam berkeluarga berencana dilaksanakan antara lain melalui usaha peningkatan kesejahteraan keluarga. Kegiatan ini meliputi pemberian modal
pinjaman kepada kelompok akseptor untuk kegiatan produktif
sehingga diharapkan memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga akseptor. Di samping itu juga telah dilaksanakan pemberian beasiswa kepada putera-puteri peserta KB lestari yang
berprestasi di sekolah dan pemberian bantuan perawatan bagi
peserta KB yang mengalami efek samping pemakaian alat kontrasepsi. Untuk memberikan rasa kebanggaan kepada para peserta
KB aktif maka pemerintah menunjukkan perhatiannya dalam wujud
penghargaan kepada mereka yang telah menjadi peserta KB aktif
selama 16 tahun, 10 tahun dan 5 tahun.
Pada tahun ketiga Repelita V jumlah peserta KB aktif
mencapai sebesar 20,3 juta PUS (lihat Tabel XIX-8). Dari jumlah tersebut sebesar hampir dua per tiga adalah peserta KB
aktif yang tinggal di wilayah Jawa-Bali. Jumlah peserta KB
aktif di wilayah ini sangat besar karena hampir dua pertiga
dari seluruh PUS yang ada tinggal di wilayah Jawa-Bali.
Dengan demikian keberhasilan dalam pembinaan peserta KB agar
tetap memakai alat kontrasepsi di wilayah tersebut sangat

XIX/22

TABEL XIX - 8
PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB AKTIF,
1988/89 - 1991/92
(ribu orang)

Wilayah

1988/8
9

Repelita
V
1991/9
1989/90 1990/9
1
2

Jawa - Bali
Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

12.384,
0
12.793,
1
(103,3%
)

12.877,
5
12.336,
5
(95,8%)

3.931,0
4.499,2
(114,5%
)

4.735,4
4.543,5
(95,9%)

925,0
1.476,3
(159,6%
)

1.361,1
1.645,3
(120,9
%)

1.449,0
1.575,9
(108,8%)

17.240,
0
18.768,
6
(108,9%
)

18.974,
0
18.525,
3
(97,6%)

19.622,7 20.276
,5
18.772,0 20.262
,9
(95,7%) (99,9%
)

13.231,0 13.582
,8
12.543,6 13.117
,9
(94,8%) (96,6%
)

Luar Jawa - Bali I


Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

4.942,7
4.652,5
(94,1%)

5.154,
5.077,
4
(98,5
%)

Luar Jawa - Bali II


Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

1.539,
0
2.067,
6
(134,3
%)

Indonesia
Sasaran Repelita
Pencapaian
Persentase

XIX/23

berpengaruh terhadap tingkat pencapaian peserta KB aktif secara nasional.


Tingkat pencapaian peserta KB aktif pada tahun ketiga
pelaksanaan Repelita V sedikit lebih kecil dari sasaran yang
ditetapkan karena pencapaian di wilayah Jawa-Bali dan Luar
Jawa-Bali I masing-masing hanya mencapai 96,6% dan 98,5% dari
sasaran Repelita V. Namun demikian tingkat pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pencapaian pada
tahun 1990/91. Sementara itu tingkat pencapaian di wilayah
luar Jawa-Bali II jauh lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan, yaitu 134,3%. Rendahnya tingkat pencapaian peserta KB
aktif di wilayah Jawa-Bali, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, disebabkan oleh makin sedikitnya pasangan usia subur
yang belum melaksanakan KB.
Selain terus diupayakan adanya peningkatan jumlah peserta KB aktif juga dilaksanakan peningkatan pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif. Dengan meningkatnya jumlah peserta KB aktif yang memakai alat kontrasepsi efektif diharapkan kelestarian kesertaan masyarakat dalam ber-KB semakin
tinggi.
Pada tahun ketiga pelaksanaan Repelita V pencapaian jumlah peserta KB aktif yang memakai alat kontrasepsi kurang
efektif (Pil, Kondom dan Suntikan) adalah sebesar 62,5%
(Tabel XIX-9). Persentase ini hampir sama dengan tahun
1990/91 (62,7%) tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tahun
1989/90 (64,5%).
h. Prasarana dan Sarana
Guna menunjang kegiatan-kegiatan pelayanan bagi para
peserta KB diperlukan sarana dan prasarana yang memadai.
Seperti tahun-tahun sebelumnya penyediaan alat kontrasepsi
secara memadai merupakan kebutuhan yang mutlak baik dalam
jumlah, maupun dalam jenis, mutu, dan ketepatan waktu pengadaannya. Pengadaan alat kontrasepsi dalam tahun 1991/92 dapat dilihat dalam Tabel XIX-10. Sejak tahun pertama sampai
dengan tahun ketiga Repelita V pengadaan alat kontrasepsi Pil
terus mengalami penurunan. Pada tahun 1991/92 jumlah pengadaan alat kontrasepsi Pil hanya mencapai sebesar 62,6 juta siklus. Rendahnya pengadaan alat kontrasepsi Pil pada tahun
1991/92 disebabkan jumlah persediaan Pil pada tahun-tahun sebelumnya masih tinggi. Demikian juga penyediaan alat kontrasepsi IUD, Suntikan dan Kondom. Di samping itu penurunan jumlah pengadaan alat kontrasepsi tersebut juga disebabkan oleh
XIX/24

TABEL XIX 9
JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIF
MENURUT METODA KONTRASEPSI,
1988/89 1991/92
(ribu orang)

XIX/25

GRAFIK XIX 1
PERKEMBANGAN JUMLAH KELUARGA BERENCANA AKTIF
MENURUT METODE KONTRASEPSI,
1988/89 1991/92

TABEL XIX - 10
PENYEDIAAN ALAT KONPRASEPSI PADA KLINIK KB,
1988/89 - 1991/92
(ribu)

Repelita V
Alat-alat

Satuan

P i 1

Siklus

Kondom

1988/89

1989/90

1990/91

1991/92

XIX/27

29.347,9

122.633,3

110.588,5

62.565,8

Gross

277,7

593,9

186,0

194,0

Suntikan

Vial

12.745,1

23.639,9

9.457,9

9.201,0

Implant

Set

275,8

419,6

426,8

441,1

semakin tingginya peserta KB yang bersedia memenuhi kebutuhan


alat kontrasepsinya dengan membeli di pasaran bebas dan pada
Dokter atau Bidan praktek swasta. Sementara itu, pengadaan
alat kontrasepsi yang disuntikkan di bawah kulit (Implant)
relatif tetap karena walaupun peminatnya besar, pelayanan
untuk memakai alat kontrasepsi ini memerlukan tenaga pelayanan yang khusus.
Guna mempercepat pengiriman laporan hasil pelaksanaan
program ke Dati II, Dati I maupun ke Pusat, Pengawas Petugas
Lapangan KB (PPLKB) telah dilengkapi mesin tik sebanyak 2.683
buah. Jumlah ini merupakan separuh lebih dari kebutuhan di
seluruh Indonesia. Di samping itu untuk memperlancar arus
informasi yang segera memerlukan penyelesaian, seperti halnya
efek samping yang dialami peserta KB yang tinggal di daerahdaerah terpencil, sebagian PPLKB telah pula dilengkapi dengan
sarana komunikasi berupa radio komunikasi (SSB) sebanyak 216
unit.
i. Pelaporan dan Penelitian
Untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan yang dilaksanakan, diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang benar.
Laporan yang benar sangat menunjang pengambilan keputusan
baik untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan maupun untuk
perencanaan tindak lanjut. Di samping itu laporan yang diterima tepat waktu sangat membantu pengambilan langkah pengendalian agar tidak ketinggalan dari perkembangan kondisi di
lapangan.
Dalam rangka meningkatkan pemantauan atas perkembangan
pelaksanaan program KB, sejak awal Repelita V telah diadakan
penyempurnaan-penyempurnaan dalam sistem pencatatan dan pelaporan sehingga sesuai dengan tingkat perkembangan pelaksanaan
program. Sistem pencatatan dan pelaporan tersebut dikembangkan
menjadi 3 sub-sistem, yaitu sub-sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan kontrasepsi, sub-sistem pencatatan dan
pelaporan pengendalian lapangan serta sub-sistem pencatatan
dan pelaporan pendataan PUS dan peserta KB. Sub-sistem pencatatan pelaporan pelayanan kontrasepsi dikhususkan untuk memperoleh data dan informasi tentang kegiatan dan hasil-hasil
kegiatan pelayanan kontrasepsi melalui petugas klinik KB,
dokter/bidan praktek swasta, apotek, PPKBD serta kelompok
peserta KB. Sub-sistem pencatatan pelaporan pengendalian.
lapangan bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kegiatan dan hasil kegiatan Pengawas Petugas Lapangan KB
(PPLKB), Petugas Lapangan KB (PLKB), Tim KB Keliling (TKBK),
XIX/28

Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK) dan Usaha Peningkatan


Pendapatan Kelompok Akseptor (UPPKA). Sementara itu sub-sistem pencatatan dan pelaporan pendataan PUS dan peserta KB
dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi mengenai jumlah Pasangan Usia Subur (PUS), jumlah peserta KB aktif menurut jenis alat kontrasepsi yang dipakai, jumlah PUS yang bukan peserta KB, dan jumlah anak balita.
Kegiatan penelitian diarahkan untuk mengumpulkan informasi yang tidak dapat dikumpulkan melalui pelaporan dan pencatatan berkala. Kegiatan ini diperlukan untuk menunjang kebijakan dalam penyempurnaan program KB.
Penelitian yang mencakup seluruh wilayah Indonesia adalah Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada
akhir tahun ketiga Repelita V laporan awal SDKI telah dapat
diselesaikan. Dari laporan tersebut dapat disediakan data
mengenai kondisi demografi penduduk, pemakaian alat kontrasepsi, dan keadaan kesehatan penduduk.
Pada tahun 1991/92 telah dilakukan penelitian terapan di
8 propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Ba rat, Daerah Istimewa Aceh, Bali, Sulawesi Selatan, Maluku,
Irian Jaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan dan efektifitas institusi-institusi yang berada di masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan KB, seperti Pembantu
Pembina KB Desa (PPKBD), Sub Pembantu Pembina KB Desa
(Sub-PPKBD), dan kelompok akseptor. Dari hasil penelitian
terapan tersebut dapat dikembangkan kebijakan peran serta
institusi masyarakat dalam peningkatan pelaksanaan KB.
Penelitian yang bersifat medis dilaksanakan untuk mengkaji efektifitas alat kontrasepsi suntikan yang memerlukan
pelayanan ulang setiap satu bulan. Alat kontrasepsi suntikan
XIX/29
ini disebut Cyclofem. Hasil sementara penelitian
menunjukkan
bahwa alat kontrasepsi tersebut mempunyai efek samping yang
lebih kecil dibandingkan dengan alat kontrasepsi suntikan
lainnya yang memerlukan pelayanan ulang setiap tiga bulan.

Anda mungkin juga menyukai