Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang pada anak-anak.

Disebut osteogenik oleh karena

perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif.


Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering nomer
dua setelah myeloma multipel (Kawiyana, 2009).
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang dimana
lempeng pertumbuhannya (epi-physealgrowthplate) yang sangat aktif; yaitu pada
distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada
orangtua umur di atas 50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi
ganas dari pagets disease, dengan prognosis sangat jelek (Gebhardt, 2002)
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah 5
tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel
spindel dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks
osteoid. Osteosarkoma didapatkan kira-kira 3 orang per 10.000 di United States
(Gebhardt, 2002).
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery
retinoblastoma dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan
menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyletin gagent yang
digunakan pada kemoterapi. Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor
suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada
osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom17) dan Rb (kromosom13). Lokasi
tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan
1

perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh


bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada
jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai
barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi (Patterson, 2000)
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke
paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limfogen
hampir tidak terjadi (Gebhardt, 2002)
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara penegakan
diagnosis osteosarkoma terutama secara radiologis. Dengan tegaknya diagnosis
yang tepat, maka pengelolaan penyakit akan menjadi lebih mudah dan
menentukan keberhasilan penanganan selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas
yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang
panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal
dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma
primer dari tulang yang tersering nomer setelah myeloma multipel (Kawiyana, 2009).
B. Epidemiologi
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun
jumlah penderita kanker 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100
penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220
juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun (Patterson,
2008)
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat
455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128
kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor
tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor
tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Kanker tulang (osteosarkoma) lebih sering menyerang kelompok usia 15 25
tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15
tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada
akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai
sekarang penyebab pasti belum diketahui (Reksoprodjo, 2008)

C. Etiologi
Etiologi osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam
faktor predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi yang
dapat menyebabkan osteosarkoma antara lain:
1. Trauma
Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai
penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarkoma.
2. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi
dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarkoma ini. Salah satu
contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista
tulang aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan
osteosarkoma.
3. Karsinogenik kimia
Karsinogenik kimia Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk
penderita tuberkulosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi
osteosarkoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru
dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik
virus pada osteosarkoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan
menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel osteosarkoma dalam kultur
jaringan.

D. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui dengan
jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya pembelahan sel-sel
tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor tumor, sehingga sel-sel
tulang dapat membelah tanpa terkendali.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi
sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang)
Osteoblastik (pembentukan tulang)
Destruksi tulang local
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif

E. Gejala Klinis
1. Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan

dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan pada
daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak
pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya
patah tulang patologis.
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise (Gebhardt, 2002)
F. Lokasi
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis
humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis
atau epifisis. Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan predileksi
yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi
periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul
pada pelvis dan femur proximal (Skinner, 2003)

G. Anatomi tulang

H. Klasifikasi
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klasifikasi atau variasi yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Osteosarkoma klasik.
Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis
Parosteal osteosarkoma.
Periosteal osteosarkoma.
Osteosarkoma sekunder
Osteosarkoma intrameduler derajat rendah.
Osteosarkoma akibat radiasi.
Multifokal osteosarkoma.

Berikut penjelasannya:
1. Osteosarkoma Klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai.
Tipe ini disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada

anak-anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Sangat jarang
ditemukan pada tulang- tulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
pada kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai
tulang besar pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada tulang talus dan
calcaneus, dengan prognosis yang lebih jelek.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan
dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan
pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak
pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan
adanya patah tulang patologis.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi yang
agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekula
tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga
campuran area radioopaque dan radiolusen, oleh karena adanya proses
destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone
formation). Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan kortek
tulang, dengan pembentukan: Codmans triangle, dan gambaran Sunburst dan
disertai dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang
sering dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga dibuat untuk menentukan
adanya metastase pada paru.
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jaringan
sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada
8

jaringan otot. CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase
pada ke paru.
Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang mana
osteosarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti bentukan massa
bola. Apabila tumor menembus kortek tulang menuju jaringan otot sekitarnya
dan membentuk seolah-olah suatu kapsul (pseudocapsul) yang disebut daerah
reaktif atau reactive zone. Kadang-kadang jaringan tumor dapat invasi ke
daerah zone reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul yang disebut satellites
nodules. Tumor kadang bisa metastase secara regional dalam tulang
bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di luar zone reaktif pada satu
tulang yang disebut dengan skip lesions. Bentukan-bentukan ini semua sangat
baik dideteksi dengan MRI.
Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan menentukan
tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi
tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk mengetahui
adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang
digukakan adalah thallium Tl 201. Thallium scantigraphy digunakan
juga untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatan kemoterapi dan
mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada
High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang
sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon
terapi kemoterapi preoperatif berhasil.
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan
diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap
9

penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum


perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti:
invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka
operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah
tulang post biopsi dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan
high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan
membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi
mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit.
Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan
banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi
diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.
Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan lowgrade variant bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan
banyaknya mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel
spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pada telengiektasis
osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat
ganas sekali.
2. Beberapa Variasi dari Osteosarkoma
a. Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran
lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.
Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada
tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan
klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat
tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena
tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama

10

dengan osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant


chemotherapy.
b. Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas
dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur
lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun.
Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor
dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama
lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari
tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80 - 90%
c.Periosteal Osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa pada
tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan pada
klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma
klasik yaitu 20%- 35% terutama ke paru-paru.
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (widemargin surgical resection), dengan didahului preoperatif kemoterapi dan
dilanjutkan sampai post-operasi.
d. Osteosarkoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang
mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua,
misalnya bisa berasal dari pagets disease, osteoblastoma, fibous dysplasia,
benign giant cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang
11

berasal dari pagets disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa


merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur tua. Lokasi
yang tersering adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur.
Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu
cukup lama berkisar 15-25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah
inflamasi dari pagets disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul
oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat
jelek dengan five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi
pada orang tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan
karena toleransinya rendah.
e. Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat
rendah yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip
parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak
pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua yaitu
antara 15- 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama.
Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah
intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma,
osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik dengan hanya
melakukan lokal eksisi saja.
f. Osteosarkoma Akibat Radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari
30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3- 35 tahun, dan derajat
keganasannya

sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka

metastasenya tinggi.
g. Multisentrik Osteosarkoma
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal

12

ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada
lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase.
Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara
bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak
dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah
tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor
pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor
pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lacticdehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.
I. Stadium
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak
tepat untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk
bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem
stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya
metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal (tumor
tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium berdasarkan derajat
histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen
dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.

13

Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara


periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika
osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB.
Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien
tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic
osteosarkoma) (Gebhardt, 2002).
J. PemeriksaanPenunjang
1. Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum
pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi.
Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH)
dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat
diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada
paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang

14

dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH
normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:
a.

LDH

b.

ALP (kepentingan prognostik)

c.

Hitung darah lengkap

d.

Hitung trombosit

e.

Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine


aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.

f.

Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,


magnesium, phosphorus.

2.

g.

Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine

h.

Urinalisis

Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitif bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi
lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paruparu. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi
metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan (Kawiyana, 2009)
Radiologi : Didapat 3 macam gambar radiologi yaitu:
1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan proses utama.
2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak pembentukan tumor
tulang.

15

3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses pembentukan tumor


tulang.
a. X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari
lesi tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan
pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi,
tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik.
Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat
berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat lubang
kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat
membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan
lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian,
penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan
karena sclerosis disebabkan oleh karena produksi osteoid yang maligna. Juga
ada kalsifikasi yang dapat terlihat pada massa. Seringkali terdapat ketika
tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul,
termasuk Codman triangles, multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst,
yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif (Gebhardt, 2002)
Pertumbuhan neoplasma yang cepat mengakibatkan terangkatnya
periosteum dan tulang reaktif terbentuk antara periosteum yang terangkat
dengan tulang dan pada X-Ray terlihat sebagai segitiga Codman. Kombinasi
antara tulang reaktif dan tulang neoplastik yang dibentuk sepanjang pembuluh
darah berjalan radier dari kortek tulang ke arah masa tumor membentuk
gambaran Sunbrust (Kawiyana, 2009)

16

Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.

Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak
yang luas (black arrow).

17

Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal


b. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).
Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari
destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto
polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil
yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu
ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT
jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun
merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada
paru.CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada
osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika
digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal
bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan
gambaran nodular disekitar ruang kistik (Skiner, 2003)
18

c. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari
tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan
jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk
menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan
manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor,
penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya
merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi
fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan
ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah
jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan
adanya skip metastase.

Penilaian

dari

penyebaran

tumor

ekstraoseus

melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan
struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk
menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang
terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat
menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago (Skiner, 2003)

Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan


lunak.
19

d.Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium
dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan
percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography
mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan
rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat
menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat
memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa
digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi (Skiner, 2003)
e. Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99 methylene
diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan
penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi,
namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone
scan bersifat sensitif namun tidak spesifik (Skiner, 2003)
f. Patologi anatomi

Gambar Patologi : Gambaran histologinya bervariasi.


Kriteria untuk diagnosis adalah didapatnyastroma sarkoma dengan
pembentukan osteoid neoplastik dari tulang disertai gambarana aplasia yang

20

menyolok. Sel-sel ganas menembus rongga antara kumpulan osteoid.


Gambaran patologis ditemukannya stroma sarcoma dan anaplasia.
g. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada
High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang
sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurangi atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon
terapi kemoterapi preoperatif berhasil.

Gambaran angiografi pada Osteosarkoma


K. Diagnosis Banding Radiologi
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering
sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan
pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:
1. Ewings sarcoma

21

Sinonim :
Endothelioma tulang
Endothelial myeloma
Insiden:
7 % dari seluruh tumor tulang primer.
Nomor 4 tersering (setelah myeloma, osteosarcoma, chondro sarcoma)
Usia: 10 - 25 th, jarang dibawah 5 th dan diatas 30 th
Perbandingan pria dan wanita 2 : 1
Rasa nyeri dan bengkak daerah lesi
Mirip proses peradangan (anemia, leukositosis, LED meningkat)
Tulang panjang dari ekstremitas bawah (femur, tibia, tibula)
Gambaran radiologi:
Lesi permeatif di diafise
Reaksi periost onion skin
Fraktur patologis 5 %
Tumor tulang yang sering metastase ke tulang dibandingkan tumor
tulang lain (Sylvia, 2010).

22

Gambaran radiologi Ewings Sarcoma


2. Osteokhondroma
Osteochondroma adalah tumor (non-kanker) jinak yang berkembang selama
masa kanak-kanak atau remaja. Osteochondroma biasanya dianggap sebagai
tumor tulang jinak meskipun lebih tepat dianggap sebagai pertumbuhan
abnormal yang terbentuk di permukaan tulang dekat lempeng pertumbuhan
dan terdiri dari tulang keras dan tulang rawan (Peterson, 2009)

Gambaran radiologi Osteokhondroma


L. Penatalaksanaan

23

Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat


dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan
standar manajemen.
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Pada
beberapa penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah
rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi. Penggunaan
neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan tumor
karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter faktor
prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan
methotrexate dosis tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu
tahun setelah dilakukan pembedahan tumor.
Pembedahan

harus sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan

osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor


primer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang
harus dievaluasi dari pasien secara individual.
Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang
terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi
kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi
radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70%
dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis,
dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi
pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi
batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan.
Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun
lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan
pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan,
maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan
konsiderasi individual, sebagai berikut:
24

Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi.
Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada
pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan
yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).

Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan,


terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.

Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter


atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas
merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien
remaja.

Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang
berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang
besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi. Selama reseksi tumor,
pembuluh

darah

diperbaiki

dengan

cara end-to-end anastomosis

untuk

mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki
dirotasi 180 dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat
membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.

Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat


disembuhkan

secara

total

dengan

reseksi

pembedahan.

Reseksi

lobar

atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor.


Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor primer.
Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median sternotomy, namun
lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh
karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk
metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa
minggu) (Bechler, 2009)
M. Prognosis
25

Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum
terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5
tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap
datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika
tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara
penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan
radikal diikuti kemoterapi.
Pada permulaannya prognosis Osteosarkoma adalah buruk 5 years Survival
Rate-nya hanya berkisar antara 10-20%. Belakangan ini dengan terapi adjuvan berupa
sitostatik yang agresif dan intensif yang diberikan prabedah dan pasca bedah maka
Survival Rate menjadi lebih baik dapat mencapai 60-70%. Berkat terapi adjuvan juga
terapi amputasi belakangan ini sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat
pengobatan kanker yang lengkap, maka terapi non amputasi atau Limb Salvage lebih
sering dilakukan.

BAB III

26

PENUTUP
A. SIMPULAN
Osteosrakoma merupakan jenis kanker tulang dengan angka kematian
yang cukup tinggi khususnya di Indonesia. Diagnosis yang tepat lebih awal
akan memberikan kontribusi positif untuk menentukan prognosis pada
penderita. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang
vital dalam melakukan diagnosis pada kejadian osteosarkoma.
B. SARAN
a. Orang dengan riwayat keluarga osteosarkoma perlu sadar untuk
memeriksakan diri guna deteksi dini osteosarkoma.
b. Jika ditemukan gejala dan tanda mirip osteosarkoma diharapkan segera
dilakukan pemeriksaan ke dokter dan jika perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menentukan apakah menderita osteosarkoma atau
tidak.
c. Pengobatan osteosarkoma membutuhkan waktu lama, oleh karena itu
diperlukan kesabaran dan peran aktif dari pihak pasien untuk menjalani
proses pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Bechler JR, Robertson WW, Meadows AT, Womer RB. 2009. Osteosarcoma as a
second malignant neoplasmin children. J Bone Joint Surg Am. 74:1079-83.

27

Gebhardt, Mark C, Hornicek, Francis J. 2002. Osteosarcoma. Orthopaedic knowledge


update musculoskeletal tumors. American Academy of Orthopaedic
Surgeons. Pp.175-82. 1st ed. McGraw-Hill: New York
Kawiyana S. 2009. Osteosarkoma Diagnosis dan Penanganannya. Jurnal of Internal
Medicine. Vol 10. No 1.
Patterson FR. 2008. Osteosarcoma. In: Timothy AD, editor. Orthopaedic Surgery
essential. oncol-ogy and basic science. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008.p.177-87.Tsuji Y, Kusuzaki K, Kanemitsu K, et al. Calcaneal
osteosarcoma associated with werner syndrome. The Journal of Bone and
Joint Surgery 2000;82:9-12.
Peterson HA, 2009. Multiple hereditary osteochondromata. Clin Orthop 239:222-230
Reksoprodjo, Soelarto. 2008. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Edisi 2. Hal.522-533.
Binarupa Aksara : Tangerang.
Skinner, Harry B. 2003. Current diagnosis & treatment in orthopaedics. Lange
Medical Book. 3rd ed. pp.312-8. McGraw-Hill : NewYork
Sylvia, 2010. Tumor Tulang. USU Repository.

28

Anda mungkin juga menyukai