Mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh
perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti
anaknya sendiri, tanpa memberi status anak kandung kepadanya
2)
Mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung
sehingga ia berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta
peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orang tua
2.3 Fatwa MUI Tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumaidil Akhir
1405H/Maret Mengenai Hukum Adopsi:
Mengangkat (adopsi)
adalah orang lain, sehingga mereka tidak boleh memperlakukan anak yang
diadopsi tersebut sebagai mahram.
2. Anak-anak yang diadopsi ikut bersama dalam hak pusaka dan hak-hak
lain yang bersifat syar'iyah. Jadi kesannya seolah-olah ia adalah salah
seorang anak kandung orang yang mengadopsinya sehingga bisa ikut
memakan hak anak-anak kandungannya sendiri.
3. Mengharamkan sesuatu yang tidak ada dalam aturan syari'at Islam, yakni
pernikahan anak yang diadopsi dengan puteri-puteri orang yang
mengadopsinya.
4. Kemungkinan terjadinya pernikahan anak yang diadopsi dengan saudarasaudara perempuannya dari ibunya yang asli, karena nasab anak yang
diadopsi berbeda nasab dengan sauadara-saudara perempuannya tersebut
yang sesungguhnya adalah nasab yang sebenarnya.
[Disalin dari kitab 30 Bid'ah Wanita oleh Amru Abdul Mun'im, hal 122125,Pustaka Al-Kautsar]
maa ja'ala allaahu lirajulin min qalbayni fii jawfihi wamaa ja'ala
azwaajakumu allaa-ii tuzhaahiruuna minhunna ummahaatikum wamaa
ja'ala ad'iyaa-akum abnaa-akum dzaalikum qawlukum bi-afwaahikum
waallaahu yaquulu alhaqqa wahuwa yahdii alssabiila ud'uuhum li-aabaaihim huwa aqsathu 'inda allaahi fa-in lam ta'lamuu aabaa-ahum faikhwaanukum fii alddiini wamawaaliikum walaysa 'alaykum junaahun
fiimaa akhtha/tum bihi walaakin maa ta'ammadat quluubukum wakaana
allaahu ghafuuran rahiimaan
"Artinya : Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama-nama bapak
mereka, itulah yang lebih baik dan adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudarasaudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu
terhadaap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
[Al-Ahzab : 4-5]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
"Artinya : Barangsiapa yang disebut bukan kepada bapaknya atau berafiliasi
bukan kepada walinya, maka baginya laknat Allah yang berkelanjutan" [Hadits
Riwayat Abu Daud]
Dengan keputusan Allah yang membatalkan hukum adopsi anak (yaitu
pengakuan anak yang tidak sebenarnya alias bukan anak kandung) dengan
keputusan itu pula Allah membatalkan tradisi yang berlaku sejak zaman jahiliyah
hingga awal Islam berupa:
[1]. Membatalkan tradisi pewarisan yang terjadi antara pengadopsi (ayah angkat)
dan anak adopsi (anak angkat) yang tidak mempunyai hubungan sama sekali.
Dengan kewajiban berbuat baik antara keduanya serta berbuat baik terhadap
wasiat yang ditinggalkan setelah kematian (ayah angkat) pengadopsi selama tidak
lebih dari sepertiga bagian dari hartanya. Hukum waris serta golongan yang
berhak menerimanya telah dijelaskan secara terperinci dalam syari'at Islam.
Dalam rincian tersebut tidak disebutkan adanya hak waris di antara keduanya.
Dijelaskan pula secara global perintah berbuat baik dan sikap ma'ruf dalam
bertindak.
"Artinya : Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih
berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan
orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudarasaudaramu (seagama)" [Al-Ahzab : 6]
[2]. Allah membolehkan pengadopsi (ayah angkat) nikah dengan bekas istri anak
angkat setelah berpisah darinya, walaupun diharamkan di zaman jahiliyah. Hal
kepada agama. Namun rumah tangganya tidak bahagia, karena perbedaan status
sosialnya yang jauh berbeda. Sebab Zainab dari kalangan bangsawan, sedangkan
Zaid adalah bekas budak, meskipun
Islam tidak mengenal diskriminasi berdasarkan ras, bangsa/suku bangsa, bahasa,
dan sebagainya. Zaid menyadari hal itu (ketidakharmonisan rumah tangganya)
dan tepa sehra, maka ia mohon izin kepada Nabi untuk menceraikan istrinya,
tetapi Nabi menyuruh ia agar tetap mempertahankan rumah tangganya. Dan ia pun
mentaatinya. Namun, setelah ternyata rumah tangga Zaid tetap tidak harmonis,
dan semua Sahabat dan masyarakat tahu, maka akhirnya perceraian Zaid dengan
Zainab diizinkan, dan bahkan setelah habis idahnya, Nabi diperintahkan oleh
Allah untuk mengawini Zainab, bekas istri anak angkatnya.
Surat Al-Ahzab ayat 37 yang menerangkan kasus Zaid dengan Zainab di atas
adalah untuk menegaskan, bahwa:
1)
Adopsi seperti praktek dan tradisi di zaman Jahiliyah yang memberi status
kepada anak angkat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang)
dan tidak diakui oleh Islam.
2)
Hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap
Nabi menikahi Zaenab binti Jahsy atas perintah Allah setelah suaminya Zaid bin
Haritsah menceraikannya.
Dari uraian diatas, maka menjadi jelas bahwa pembatalan terhadap hukum adopsi
bukan berarti menghilangkan makna kemanusiaan serta hak manusia berupa
persaudaraan, cinta kasih, hubungan sosial, hubungan kebajikan dan semua hal
berkaitan dengan semua perkara yang luhur, atau mewasiatkan perbuatan baik.
Beberapa perbuatan yang dapat dilakukan seseorang, untuk menghindari praktek
Adopsi:
[a]. Seseorang boleh memanggil kepada yang labih muda darinya dengan sebutan
"wahai anakku" sebagai ungkapan kelembutan, kasih sayang, serta perasaan cinta
kasih sayang kepadanya, agar ia merasa nyaman dengannya dan mendengarkan
nasehatnya atau memenuhi kebutuhannya. Boleh juga memanggil orang yang
usianya lebih tua dengan panggilan, "wahai ayahku" sebagai penghormatan
terhadapnya, mengharap kebaikan serta nasehatnya, sehingga menjadi penolong
baginya, agar budaya sopan santun merebak dalam masyarakat, simpul-simpul
antar individu menjadi kuat hingga satu sama lain saling
merasakan persaudaraan seagama yang sejati.
[b]. Syari'at Islam telah menganjurkan untuk bertolong menolong dalam rangka
kebajikan dan ketakwaan serta mengajak semua manusia berbuat baik dan
menebarkan kasih sayang.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
Bila keuangan Baithul Mal tidak mencukupi, maka bisa meminta bantuan kepada
orang-orang mampu dari kalangan masyarakat, sabda nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya : Siapapun seorang mukmin mati meninggalkan harta pusaka, hendaknya
diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak, siapapun mereka. Tetapi jika
meninggalkan utang atau kerugian hendaklah dia mendatangiku, karena aku
walinya" [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
Inilah yang disepakati bersama, semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad , keluarga serta sahabatnya.
[Komisi Tetap Untuk Fatwa, Fatawa Islamiyah 4/497]
[Disalin dari kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar
Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa'id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim,
Penerbit Griya Ilmu]
3. Surat al-Ahzab : 40
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki
diantara, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutub nabi-nabi. Dan Allah Maha
Mengetahui Segala sesuatu.
4. Sabda Nabi Muhammad S.A.W.
Dan Abu Zar Ra. Sesungguhnya ia dengar Rasul bersabda: Tidak
seorangpun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang
sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah
kufur (HR Bukhari dan Muslim).
5. Sabda Nabi
Dari Saad bin Abi Waqqas Ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda.
Barang siapa yang mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayahnya
padahal ia tahu bahwa bukan ayah kandungnya, haram baginya surga. (HR
Bukhari dan Muslim).
6. Sabda Nabi
Dari Abdullah bin Umar bin Khathab Ra. Sesungguhnya ia berkata :
Kami tidak memanggil (Laid bin Hariaah) melainkan (kami panggil) Zaid
bin Muhammad, sehingga turun ayat al-Quran : Panggilah mereka dengan
nama ayah (kandung mereka, itulah yang lebih adil di siai Allah. (HR
Bukhari).
7. Sabda Nabi
Sesungguhnya Zaid bin Harisah adalah mula Rasulullah SAW dan
kami memanggilnya dengan : Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat :
Panggilah mereka dengan nama ayah (kandung) mereka, mereka itulah
yang lebih adil di sisi Allha,Lalu Nabi bersabda : Engkau adalah Zaid bin
Harisah (HR Bukhari dan Muslim).
8. Dalam Tafsir Ayat al-Ahkam, halaman 263, jilid 2, oleh Muhammad
ketenangan hidup.
http://www.halalguide.info/content/view/93/55/
2.8 Pengasuhan Anak Yatim
1. Keutamaan Mengasuh Anak Yatim
Yatim secara etimologis berarti sendiri, contohya adalah kalimat
bahasa Arab durrah yatimah (biji tunggal) yang artinya tak ada duanya.
Anak anak yatim adalah anak yang ditinggal mati ayah-ayah meraka.