Anda di halaman 1dari 56

PATOFISIOLOGI

HIDUNG DAN SINUS


PARANASAL
Pembimbing : dr. Budi Wiranto, Sp.THT
Oleh : Gamal Hariansyah

SKDI 2012
1.
2.
3.
4.
5.

Epistaksis 4A
Furunkel pada hidung 4A
Rhinitis alergika 4A
Rhinitis vasomotor 4A
Sinusitis 3A

Epistaksis
Definisi: Perdarahan dari hidung
Etiologi
Kelainan Lokal
Trauma
Kelainan anatomi spina septi tajam
Kelainan pembululuh darah (tipis)
Infeksi lokal
Benda asing
Tumor (angiofibroma)

Kelainan Sistemik
Penyakit kardiovaskular (hipertensi)
Kelainan darah (trombositopenia, hemofilia)
Infeksi sistemik (Demam berdarah)
Perubahan tekanan atmosfer (cuaca sangat
dingin atau kering)
Kelainan hormonal (wanita hamil)
Kelainan kongenital (telangiektasis
hemoragik herediter)

Patogenesis
Sumber perdarahan

Epistaksis
Anterior
- Plesus
Kiesselbach
- Ringan

Epistaksis
Posterior
- a. etmoidalis
posterior/a.
sfenopalatina
- lebih hebat,
jarang berhenti
sendiri

Tatalaksana
Prinsip Utama:
Perbaiki keadaan umum
Perhatikan vital sign
Infus bila diperlukan
Bersihkan jalan napas jika tersumbat

Cari sumber perdarahan


Pasien diposisikan duduk/setengah berbaring
untuk mencegah darah turun ke saluran napas
bawah.
Untuk mencari sumber perdarahan, hidung
dibersihkan lebih dulu kemudian dipasang tampon
sementara yang telah dibasahi adrenalin 1/5000
1/10.000 dan pantokain/lidokain 2% untuk
menghentikan darah sementara dan
menghilangkan rasa nyeri selama 10-15 menit.
Setelah vasokontriksi barulah dicari sumber
perdarahan

Hentikan perdarahan

Perdarahan anterior
Penekanan hidung 10-15 menit biasanya
berhasil. Bila sumber terlihat di kaustik
dengan larutan Nitras argenti (AgNO3) 2530% kemudian diberi krim antibiotik (gel
metronidazole). Bila belum berhasil
dipasang tampon yang telah diberi salep
antibiotik selama 2x24 jam.

Perdarahan posterior
Dipasang tampon Belloc (terbuat dari kasa
padat dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter 3 cm, pada tampon terikat 3 utas
benang, 2 di satu sisi dan 1 di sisi yang
berlawanan.

Cari faktor penyebab


Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mencari faktor penyebab dan
mencegah berulangnya epistaksis.
Pemeriksaan dapat berupa:

Pemeriksaan darah lengkap


Fungsi hepar dan ginjal
Gula darah
Hemostasis
Foto polos atau CT scan sinus

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi karena proses epistaksis atau


karena proses usaha penanggulangan epistaksis sendiri.
Aspirasi darah ke saluran napas
Syok
Anemia
Tekanan darah menurun hipoksia iskemia serebri
insufisiensi koroner infark miokard kematian
Infeksi
Pemasangan tampon Rinosinusitis otitis media
Septikemia
Hemotimpanum
Airmata berdarah
Laserasi palatum mole karena pemasangan tampon
Belloc

FURUNKEL HIDUNG
Definisi Furunkel adalah peradangan pada folikel
rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. Furunkel
dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih
dari satu tempat disebut furunkulosis.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Iritasi
Tekanan
Gesekan
Dermatitis (kerusakan dari kulit dipakai sebagai jalan
masuknya Staphylococcus aureus)
Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena
faktor predisposisi : malnutrisi atau keadaan
imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus

Gejala
Mula-mula nodul kecil kemudian menjadi
pustule nekrosis menyembuh setelah
pus keluar sikatriks.
Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang
akut, besar, dan lokasinya di hidung. Bisa
timbul gejala prodromal yang seperti panas
badan, malaise, mual.

Tatalaksana

Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau


kotor dikompres dengan solusio sodium
chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi
salep natrium fusidat atau framycetine sulfat
kassa steril

Antibiotik sistemik : mempercepat resolusi


penyembuhan dan wajib diberikan terutama
pada seseorang yang beresiko mengalami
bakteremia. Antibiotikdiberikan selama 7-10
hari. Lebih baiknya, antibiotik (Levofloxacin
500 mg/hari) diberikan sesuai dengan hasil
kultur bakteri terhadap sensitivitas antibiotik

RINITIS ALERGI
Definisi
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,


rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar allergen yang diperantai IgE.
(WHO)

Patofisiologi

Fase Sensitisasi

Reaksi Alergi Fase Cepat (<1


jam)

Reaksi Alergi Fase Lambat


(24-48 jam)

Gambaran histologik
Dilatasi pembuluh darah
Pembesaran sel goblet dan sel kelenjar
mukosa
Pembesaran ruang interseluler
Penebalan membran basal
Infiltrasi sel-sel eosinofil pada mukosa dan
submukosa hidung
Persisten: proliferasi jaringan ikat,
hiperplasia mukosa (irreversibel)

Macam-macam allergen
Inhalan
Ingestan
Injektan
Kontaktan

Klasifikasi (berdasar WHO ARIA,


2007)
Berdasar sifat berlangsungnya:
Intermitten (kadang-kadang) : bila gejala <4
hari/minggu / <4 minggu
Persisten (menetap) : bila gejala >4 hari/minggu dan
>4 minggu
Berdasar berat ringannya penyakit:
Ringan : bila tidak ada gangguan tidur, gangguan
aktifitas harian (bersantai, berolahraga), tidak ada
gangguan ketika bekerja/bersekolah
Sedang-berat : bila terdapat satu/lebih gangguan
diatas

Diagnosis
Anamnesis
Gejala khas: bersin-bersin berulang,
terutama pagi hari atau setelah paparan
debu

Gejala lain: rinore encer dan banyak, hidung


tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang
lakrimasi

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
warna pucat, sekret encer dan banyak. Bila
persisten: mukosa hipertrofi

Nasoendoskopi: bayangan gelap di daerah


bawah mata akibat stasis vena sekunder
karena obstruksi hidung (allergic shiner).

Dapat ditemukan hal-hal berikut:


Anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan punggung tangan (allergic salute).

Allergic crease : garis melintang pada dorsum nasi


1/3 bagian bawah akibat bekas gosokan tangan
anak

Facies adenoid:: mulut sering terbuka dengan


lengkung langit-langit tinggi disertai gangguan
pertumbuhan gigi-geligi

Cobblestone apperance : dinding posterior faring


tampak granular dan edema
Penebalan dinding lateral faring

Geographic tongue: lidah seperti gambaran peta

Orang yang alergi menjadi sensitif terhadap


rangsang dingin

Pemeriksaan Penunjang
In vitro:

Hitung eosinofil darah tepi : dapat


normal/meningkat
IgE total : seringkali normal kecuali jika terdapat
bersamaan penyakit alergi yang lain
IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent
Test)/ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test)

In vivo:
Mencari allergen penyebab (Skin test, uji
intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri
(SET))

Alergi makanan diidentifikasi dengan


Intracutaneus Provocative Dilutional Food
Test (IPDFT) atau diet eliminasi dan
provokasi (Challenge Test)

Tatalaksana
Menghindari kontak dengan allergen penyebab
Medikamentosa:

Non-operatif AH1

Oral:
Generasi 1:
Chlorpheniramin
dewasa 3-4x4 mg/hari (max 24 mg/hari)
anak-anak 6 12 tahun: 0.5 dosis dewasa
anak-anak 1 6 tahun: 0.25 dosis dewasa
Generasi 2:
Cetirizine 1x10 mg/hari
Loratadine 1x10 mg/hari

Topikal (intranasal)
Azelastine nasal spray (137 mcg per spray)
Dekongestan oral Ephedrine 3-4x50 mg,
Phenylpropanolamine 3-4x25 mg,
Pseudoephedrine 3-4x60 mg

Dekongestan topikal (intranasal)


Oxymethazoline tetes hidung 1-3 x 2-3 tetes
larutan 0,05% (HCl) di setiap lubang hidung

Kortikosteroid topikal (intranasal)


Dipilih apabila gejala utama sumbatan
hidung akibat respon fase lambat tidak
berhasil diatasi, Triamnicolone acetonide
nasal spray 220 mcg/hari (2 semprotan
tiap lubang hidung sehari)

Antikolinergik topikal
Ipratropium bromida 3-4 x 0,4-2 ml/hari
(3-4 x 2 semprot)

Operatif
Konkotomi parsial (pemotongan sebagian
konka inferior)
Konkoplasti

Komplikasi
Polip hidung
Otitis media
Sinusitis paranasal

RINITIS VASOMOTOR
Definisi
Keadaan idiopatik yan didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal (kehamilan), dan
pajanan obat (kontrasepsi oral, b-bloker,
obat topikal dekongestan).
Disebut juga vasomotor cattarh, vasomotor
rinorhea, nasal vasomotor instability, atau
non-allergic parenhial rhinitis

Etiologi dan patofisiologi


Etiologi dan patofisiologi belum diketahui
dengan pasti namun terdapat beberapa
teori yang mengemukakan patofisfiologi
rinitis vasomotor:
Neurogenik (disfungsi saraf otonom)
Neuropeptida
Nitrit Oksida (NO)
Trauma

Neurogenik (disfungsi saraf


otonom)

Hidung dipersarafi oleh serabut simpatis dan


parasimpatis. Serabut simpatis berasal dari korda spinalis
segmen Th1-2 dengan fungsi menginervasi terutama
pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut
simpatis melepas ko-transmiter noradrenalin dan
neuropeptida Y yang menyebabkan vasokontriksi dan
penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi
sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan
tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam.
Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi. Dengan adanya
siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat bernafas
dengan tetap normal melalui rongga hidung yang
berubah-berubah luasnya.

Sedangkan serabut parasimpatis berasal


dari nukleus salivatori superior menuju
ganglion sfenopalatina dan membentuk
n.vidianus. Serabut parasimpatis
menginervasi pembuluh darah dan kelenjar
eksokrin. Pada perangsangan akan terjadi
pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan
vasoaktif intestinal peptida yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
sekresi hidung.

Dalam keadaan normal, perasarafan


simpatis lebih dominan bekerja. Pada rinitis
vasomotor diduga terjadi karena
ketidakseimbangan impuls saraf otonom di
mukosa hidung yang berupa bertambahnya

Neuropeptida

Terjadi disfungsi oleh meningkatnya


rangsangan terhadap saraf sensoris serabut
C di hidung. Rangsangan abnormal ini akan
diikuti dengan peningkatan pelepasan
neuropeptida seperti substance-P dan
calcitonin gene-related protein yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan peningkatan sekresi kelenjar
hidung.

Nitrik Oksida (NO)

Kadar NO yang tinggi dan persisten di


lapisan epitel hidung dapat merusak epitel
sehingga rangsangan non spesifik
berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas
serabut trigeminal dan recruitment refleks
vaskular dan kelenjar hidung.

Trauma

Rinitis vasomotor dapat merupakan


komplikasi jangka panjang dari trauma
hidung melalui mekanisme
neurogenik/neuropeptida.

Gejala Klinis
3 golongan:
Golongan bersin (sneezers) : gejala biasanya
memberikan respon yang baik dengan terapi
antihistamin dan glukokortikosteroid topikal
Golongan rinore (runners) : gejala dapat diatasi
dengan pemberian antikolinergik topikal
Golongan tersumbat (blockers) : kongesti
umumnya memberikan respon yang baik
dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan
vasokontriksi oral

Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan melakukan
eksklusi yaitu menyingkirkan adanya:
rinitis infeksi
rinitis alergi
rinitis okupasi
rinitis hormonal
rinitis akibat obat

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior:
edema mukosa hidung
konka warna merah gelap atau pucat, permukaan
licin atau berbenjol-benjol
sekret mukoid biasanya sedikit

Pemeriksaan Penunjang
Lab untuk menyingkirkan rinitis alergi. Kadang
ditemukan eosinofil pada sekret hidung tapi
sedikit. IgE spesifik tidak meningkat.

Penatalaksanaan
Terapi Non-Medikamentosa:
Hindari stimulus atau faktor pencetus
Terapi Medikamentosa
Non-Operatif
Dekongestan oral Ephedrine 3-4x50 mg,
Phenylpropanolamine 3-4x25 mg,
Pseudoephedrine 3-4x60 mg
Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
Kauterisasi konka hipertrofi dengan AgNO3
25% atau triklor-asetat pekat

Kortikosteroid topikal beklometason dipropionat


100-800 mikrogram/hari
Antikolinergik topikal, ipratropium bromida 40 mcg,
3-4x/hari (untuk rinore berat)

Operatif
Bedah beku
Elektrokauter
Konkotomi parsial konka inferior
Neurektomi n.vidianus atau blocking gangglion
sferopalatina

Sinusitis
Definisi
Inflamasi sinus paranasal.
Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis sedangkan bila mengenai
semua sinus disebut pansinusitis.

Etiologi dan Faktor Predisposisi

ISPA
Rinitis
Polip hidung
Deviasi septum
Hipertrofi konka
Sumbatan KOM
Infeksi tonsil
Infeksi gigi
Diskinesia silis (sindrom Kartagener)
Penyakit fibrosis kistik
Hipertrofi adenoid pada anak
Faktor lingkungan (polusi udara, udara dingin/kering,
kebiasaan merokok)

Patofisiologi

Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagi atas :
1) Sinusitis akut, < 4 minggu.
2) Sinusitis subakut, 4 minggu 3 bulan.
3) Sinusitis Kronis, > 3 bulan.

Diagnosis

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor


atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria
minorpada pasien dengan gejala lebih dari
7 hari.

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior: pus dari meatus
media, mukosa edema
Pemeriksaan

transluminasi. Pada
pemeriksaan transluminasi, sinus
yang sakit akan tampak suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati
bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah, karena akan
nampakperbedaan antara sinus
yang sehatdengan sinus yang sakit.

Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan denganfoto kepala posisi Waters, PA,dan
lateral, akanterlihat:
perselubungan atau
penebalanmukosaatau
air-fluidlevelpadasinusyangsakit

CTScanadalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam


kasus sinusitis.

Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah
kepada mikroorganisme penyebab
makakulturdianjurkan.
Bahankulturdapatdiambildarimeatusmedius,meatu
s superior, atau aspirasi sinus.

Rontgengigi : dilakukan untuk mengetahui apakah


terdapat sumber infeksi dentogen

Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis
adalah:
1) Mempercepatpenyembuhan
2) Mencegahkomplikasi
3) Mencegah perubahan menjadi kronik

Terapi Medikamentosa
Non-operatif
Antibiotik
Berikangolonganpenisilinselama1014harimeskipungejalakliniksinusitis akut
telah hilang. Amoksisilin 3x500 mg/hari

Dekongestan lokal Ephedrine 3-4x50 mg


Berupaobat teteshidunguntuk memperlancar
drainase hidung.

Analgetik asam mefenamat 1000 mg/hari


selama 5 hari. Untukmenghilangkan rasa sakit

IrigasiAntrum.
Indikasinyaadalahapabilaterapidiatasgag
aldanostiumsinus
sedemikianedematosasehinggaterbentuk
absessejati.
Irigasiantrummaksilaris dilakukan dengan
mengalirkan larutan salin hangat melalui
fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris.
Cairan ini kemudian akan mendorong pus
untuk keluar melalui ostium normal.

Menghilangkan faktor predisposisi dan


kausanya jika diakibatkan olehgigi

Operatif
Pembedahanpadapasiensinusitisakutjarangdila
kukankecualitelahterjadi komplikasi ke orbita
atau intrakranial.

Indikasi:
Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan
Disertai kista atau polip ekstensif
Komplikasi sinusitis
Sinusitis Jamur
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)
merupakan operasi untuk sinusitis yang perlu
pembedahan.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai