Anda di halaman 1dari 2

2.7.

Ilustrasi Kasus
Untuk menambah pemahaman kita, berikut ini diskenariokan satu
ilustrasi praktek abortus buatan ilegal 7:
Saritem adalah seorang pembantu rumah tangga dan mempunyai
hubungan gelap dengan majikannya. Setelah berhubungan lebih kurang satu
tahun, ternyata Saritem hamil, dan ia memberitahu majikannya tersebut atas
kehamilannya. Majikannya sangat kaget dan takut jika rahasianya terbongkar
dan istrinya tahu mengenai hal ini. Dengan modus bujukan, dirayunyalah
Saritem agar mau menggugurkan kandungannya, tetapi Saritem menolak
mentah-mentah bujukan tersebut. Majikannya panik dan cemas, akhirnya ia
minta bantuan seorang dokter kebidanan dan kandungan untuk membantunya
melakukan aborsi pada Saritem.
Dokter tersebut memberikan semacam obat dengan alasan untuk
meningkatkan stamina agar kehamilan Saritem terjaga, obat tersebut
diminumkannya kepada Saritem. Selang beberapa hari terjadilah pendarahan
dan majikannya membawa Saritem ke Klinik Dokter Kebidanan yang sama
untuk pura-pura minta pertolongan. Dokter menjelaskan bahwa kehamilan
Saritem tidak dapat dipertahankan dan harus dilakukan kuretase (pengeluaran
janin).

Saritem

terkejut

karena

harus

dilakukan

kuretase

padahal

pendarahannya hanya sedikit.


Tanpa dapat melakukan perlawanan, Saritem pasrah melakukan
kuretase meskipun dalam hati kecilnya rencana untuk menjebak Saritem jadi
suaminya terancam gagal. Setelah Saritem sembuh, ia pun melaporkan
kejadian tersebut ke Kantor Polisi dengan isi laporan bahwa suaminya dengan
bantuan seorang dokter kebidanan telah melakukan aborsi atas kehamilannya.
Polisi pun melakukan penyelidikan dan dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Pada saat polisi mengumpulkan alat bukti, polisi mendapatkan catatan
medis Saritem berisi bahwa Saritem mengalami pendarahan hebat dan akan
mengancam jiwanya, sehingga dengan persetujuan Saritem dan (suaminya)
dokter melakukan kuretase. Dokumen catatan medik lengkap, bukti
persetujuan Saritem ada, lalu Polisi menginterogasi dokter kebidanan dan
dokter tersebut bersikukuh bahwa ia harus menyelamatkan jiwa Saritem dan
menurutnya perbuatannya tersebut sudah sesuai dengan Sumpah Profesi dan
Kode Etiknya.

Dalam ilustrasi di atas, dokter tersebut terkena KUHP pasal 299 karena
membujuk atau menyuruh Saritem unntuk melakukan tindakan abortus.
Sementara dokter akan terjerat pasal 348 tentang tindakan pengguguran
kandungan dengan persetujuan.
Dari kasus tersebut, bila perbuatan dokter yang mengambil tindakan
aborsi dengan membuat catatan medis palsu dikenai pasal 267 KUHP tentang
keterangan palsu ayat 1 dan 3, dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Bila memang ada indikasi untuk dilakukan tindakan abortus dan sesuai dengan
keahlian dan kewenangan demi menyelamatkan Saritem, maka dokter telah
melakukan kewajibannya dengan benar. Namun bila Saritem mempunyai
penyakit yang berisiko pada kehamilannya maka dokter harus melakukan
konsultasi terlebih dahulu dengan tim medis lainnya. Serta dokter melakukan
tindakan abortus bukan pada tempat yang seharusnya, dalam hal ini adalah
tempat tempat yang ditunjuk oleh pemerintah sesuai dengan syarat syarat
yang telah disebutkan diatas.
Sedangkan upaya polisi untuk menindaklanjuti aduan Saritem, ada
beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, salah satunya polisi akan kesulitan
untuk memproses dokter, karena dokter memiliki alibi, bahwa tindakannya
tersebut atas persetujuan Mona serta tindakannya dilakukan berdasarkan atas
indikasi adanya perdarahan. Namun dokter tidak dapat mengelak dari MKEK,
karena tindakan untuk dilakukan kuret hanya di sebuah klinik, padahal kuret
hanya dapat dilakukan pada minimal rumah sakit tipe C.
Dokumen medik harus lengkap dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
aspek medikolegal pada abortus tidak semudah yang kita bayangkan, karena
banyak aspek yang berperan untuk membuktikan suatu aborsi.

Anda mungkin juga menyukai