Anda di halaman 1dari 10

Object 1

Belajar Seumur Hidup

Sabtu, 30 Maret 2013


Makalah Problematika Pendidikan dan Dampaknya
PROBLEMATIKA

PENDIDIKAN

INDONESIA

DAN

DAMPAKNYA

TERHADAP

GENERASI MUDA
Oleh

: Nuryanto

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pendidikan merupakan pondasi pembangunan suatu bangsa, jika pendidikan tidak berjalan

dengan semestinya maka pembangunan tidak akan terlaksana, atau bahkan dapat mengakibatkan
krisis multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan media
pembangunan yang memiliki posisi strategis dalam mengintegrasikan dan mengatur sub-sub sitem
dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan sarana transformasi ilmu pengetahuan, yang
meliputi sosialisasi ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan, sosialisasi norma dan nilai
dalam masyarakat, baik budaya, agama, maupun idiologi.
Indonesia merupakan negara

yang sedang melakukan pembangunan pendidikan

sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam perjalanannya timbul
berbagai penyimpangan dan masalah-masalah didalam proses perealisasiannya.
Masalah pendidikan di indonesia bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih
rendah, tetapi juga diperparah dengan degradasi moral generasi muda yang masih belum bisa
menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan tindakan asusila
maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia, bahkan hal ini dapat kita
saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa. Banyak masyarakat mempertanyakan
kinerja pendidikan dengan pandangan sekeptis, namun kita juga tidak bisa menyalahkan lembaga

pendidikan karena sebagai masyarakat kita juga memiliki andil yang besar dalam proses
pendidikan.
Berbicara mengenai masalah-masalah pendidikan tentunya tiada habisnya, namun kita
sebagai generasi muda harus memiliki sikap kritis dalam membaca realitas yang sedang terjadi
dalam masyarakat, dan mungupayakan pencarian solusi terhadap permasalahan tersebut. Upaya
perbaikan tersebut sangat diperlukan dalam rangka membangun intelektual yang mandiri dalam
pembangunan dan bersaing dalam masyarakat global. Bukan saja dalam membangun kecerdasan
intelektual tetapi juga membangun kecerdasan emosional dan spiritual generasi muda.
1.2 Rumusan Masalah
1. Masalah apa saja yang dapat timbul dalam proses pendidikan?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan munculnya masalah pendidikan?
3. Bagaimanakah cara mengatasi masalah-masalah dalam pendidikan?
1.3 Tujuan Dibuatnya Makalah
Adapun tujuan penulis membuatan makalah ini adalah:Menjelaskan permasalahan pendidikan di
Indonesia dan upaya-upaya untuk menanggulanginya
II.PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Permasalahan Pendidikan Indonesia
Pendidikan merupakan suatu diskursus yang terpenting dan menempati posisis sentral dalam
bidang kajian sosiologi. Dalam sosiologi pendidikan inilah kemudian dibahas berbagai masalah
tentang pendidikan dengan tujuan mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik (Nasution, 1983). Pendidikan bukan hanya terpusat pada
instansi pendidikan saja melainkan juga pada tri pusat pendidikan yaitu pendidikan dalam keluarga,
pendidikan dilembaga pendidikan formal (sekolah dan kampus/universitas) serta pendidikan
dimasayarakat.Namun dalam makalah ini kami lebih mengutamakan pengkajian lembaga
pendidikan formal.
Kenakalan remaja (jevenile delinquency) bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan pelajar
atau siswa, melainkan kenakalan remaja muncul dari permasalah multidimensional dalam diri
pendidikan itu sendiri. Asumsi dasarnya adalah individu merupakan representasi dari masyarakat,
sebagaimana konsep fakta sosial Durkheim.
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri
individu sebagaimana sebuah paksaan eksternal; atau bisa dikatakan fakta sosial adalah keseluruhan
cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya
terlepas dari manifestasi-manifestasi individu (Durkheim, 1895/1982:13)
Dari pernyataan Durkheim itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa, tejadinya Penyimpangan

kepribadian pelajar dari norma-norma masyarakat tersebut bersumber dari pengaruh eksternal yang
terjadi diluar individu ( pranata, institusi, sosial dan lain sebagainya). Sehingga dapat dikatakan
penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi merupakan hanyalah akibat dan bukanlah pokok
penyebab atau persoalan. Sehingga dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global
dari sistem-sistem dalam masyarakat.
2.2. Penyebab Munculnya Masalah Pendidikan
Terdapat pelbagai penyebab munculnya masalah pendidikan yang mendasar didalam pendidikan
indonesia antara lain:
2.2.1 Minimnya Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum
melewati mutu standar pelayanan minimal. Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan
mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran
dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) baru 3,29%
dari 146.904 yang masuk kategori sekolah standar nasional, 51,71% katekori standar minimal dan
44,84% dibawah standar pendidikan minimal. pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185, 44,45%
berstandar minimal dan 26% tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Hal tersebut
membuktikan bahwa pendidikan di indonesia tidak terpenuhi sarana prasarananya.
Dari data diatas menggabarkan bagaimana lembaga pendidikan kurang memfasilitasi bakat
dan minat siswa dalam mengembangkan diri. Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar
mengalokasikan kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal yang negatif, misalnya tawuran antar
pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya meresahkan masyarakat. Setidaknya ada dua
dampak dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan
Dampak kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
a. Rendahnya Mutu Output Pendidikan
Kurangnya sarana pendidikan ini berdampak pada rendahnya output pendidikan itu sendiri,
sebab di era globalisasi ini diperlukan transormasi pendidikan teknologi yang membutuhkan sarana
dan prasaranan yang sangat kompleks agar dapat bersaing dengan pasar global. Minimnya sarana
ini menyebabkan generasi muda hanya belajar secara teoretis tanpa wujud yang praksis sehingga
pelajar hanya belajar dalam angan-angan yang keluar dari realitas yang sesungguhnya..Ironisnya
pemerintah kurang mendukung bahkan cenderung membiarkan tercukupinya fasilitas pendidikan.
Kerusakan sekolah, laboratorium, dan ketiadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya
menyebabkan gagalnya sosialisasi pendidikan berbasis teknologi ini. Kerusakan sekolah merupakan
masalah klasik yang cenderung dibiarkan berlarut-larut dan celakanya lagi hal ini hanya sekedar
menjadi permainan politik disaat pemilu saja.

b. Kenakalan Remaja dan Perilaku yang Menyimpang


Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja menuju kedewasaan diamana
didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kretivitas yang sagat tinggi. Jika
luapan-luapan dan pencarian jati diri ini tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung
mengekspresikanya dalam bentuk kekecewaan-kekecawaan dalam bentuk negatif. Sarana
pendidikan yang dimaksud disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan, ataupun peralatan
edukatif saja, tetapi juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian untuk mengekspresikan diri
mereka.
2.2.2 Kontradiksi-Kontradiksi dan Kakunya Kurikulum Pendidikan
Dalam rangka mengatur dan mengendalikan pendidikan yang sangat kompleks dibutuhkan
suatu batasan dan aturan dalam mengawasi mutu pendidikan suatu negara. Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang membutuhkan data yang tepat mengenai tingkat mutu pendidikan sebagai
alat untuk merancang arah pembangunan bangsa. Sehingga pemerintah berusaha meningkatkan
mutu pendidikan dengan menerapkan standar-standar pendidikan agar dapat mempermudah negara
dalam melakukan pembangunan.
Kurikulum pendidikan merupakan salah satu realisasi penjamin berjalannya mutu
pendidikan. kurikulum merupakan program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya
melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat.Maksud baik
pemerintah ini ternyata kurang sesuai dengan kultur dan perkembangan zaman, dikarenakan
kurikulum yang sekarang dijalankan masih berbasis pada langkah teoretis dan cenderung
mengesampingkan nilai praksis pendidikan. Kurikulum yang sekarang digunakan dalam proses
belajar tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan belanda, dimana proses pendidikannya
hanyalah dalam langkah teoretis dan cenderung mencetak tenaga kerja.
Standar pendidikan berupa Ujian Nasional (UN) dengan maksud menyamaratakan nilai
kemajuan dari sabang sampai merauke ini justru menimbulkan ketidak adilan baru, di daerah timur
Indonesia yang sangat jauh dari standar minimal itu dipaksa mengikuti standar jakarta ataupun jawa
yang notabene lebih memiliki sarana pendidikan. Belum lagi kecurangan-kecurangan pendidikan
dalam ujian nasional. Penentuan kelulusan yang hanya ditentukan waktu kurang dari satu minggu
mendapat banyak kecaman dari masyarakat, dengan alasan pemaksaan nilai tersebut bukanlah
ukuran kemajuan pendidikan justru menimbulkan tekanan batin dan kecurangan-kecurangan dalam
pendidikan.
Kurikulum pendidikan indonesia kurang mengajarkan sikap kritis dan kreatif dan cenderung
bersifat mendoktrin pelajar. Selain itu kurikulumnya lebih bersifat mencetak pekerja daripada
menumbuhkan pembuat pekerjaan (interprener). Hal itu dibuktikan dengan superioritas guru
terhadap pelajar, sehingga proses belajar bukannya transformasi melainkan doktrinasi.

Dampak yang paling nyata dari rancun dan kakunya kurikulum pendidikan ini adalah pengangguran
terdidik yang semakin meningkat. Menurut data ??. hal ini mengindikasikan bukanlah transformasi
ilmu melainkan doktrianasi ilmu
2.2.3 Pendeskreditan Moralitas
Pendidikan moralitas merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung
pembanguanan suatu bangsa sebagai alat untuk mengimbangi globalitas dan degradasi norma dalam
masyarakat. Bahkan Durkheim mengkaji moralitas sebagai kajian pokoknya. Moralitas tentunya
tidak akan hilang dari masyarakat melainkan moralitas hanya berubah dari suatu bentuk kebentuk
lainnya, namun jika bentuk tersebut kacau maka akan cenderung menghambat perkembangan
masyarakat.
Dalam perjalanannya banyak kasus moralitas dalam pendidikan indonesia, misalnya kasus
kekerasan ini tidak hanya dilakukan sesama murid ironisnya guru juga melakukan kekerasan secara
fisik kepada murid sebaimana diberitakan dimedia massa. Tentunya kekerasan ini mengganggu
perkembangan secara psikologis pelajar dan mendorong legalisasi kriminalitas dan kekerasan
kepada siswa
2.2.4 Liberalisasi Pendidikan
Jika kita melihat sejarah kebelakang, sebenarnya liberalisme merupakan tahap
perkembangan lanjut dari penjajahan negara-negara maju kepada negara dunia. Dalam sejarah
domonasi eksploitasi ini dibagi dalam tiga fase. Fase pertama disebut dengan masa kolonialisme
yang ditandai dengan ekspansi secara fisik kapitalisme di eropa untuk memastikan perolehan bahan
baku. Fase kedua disebut masa neokolonialisme dimana penjajah tidak lagi mencengkram secara
fisik melainkan secara substantif melalui teori dan proses perubahan sosial, yaitu dengan mendekte
atau mengintervensi kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang cenderung merugikan negara bekas
koloni. Fase yang ketiga adalah masa liberalisasi yaitu dengan memberlakukan perdagangan bebas
dalam lingkup global tanpa melihat kondisi negara berkembang yang masih buta teknologi,
sehingga liberalisasi cenderung menguntungkan negara-negara maju. Perkawinan antara globalisasi
dan liberalisasi ini menimbulkan monopoli-monopoli perusahan besar.Ironisnya bukan hanya
ekonomi saja yang mengalami liberalisasi, kesehatan bahkan pendidikan tidak luput dari liberalisasi
yang menjurus pada komersialisasi pendidikan. Dengan landasan mengikuti Konsesus
Washington pemerintah membiarkan dan melepas tanggung jawab sebagai penjamin hak
memperoleh pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Bentuk pelepasan tanggung jawab ini dapat dilihat dalam peraturan presiden 1ndonesia no
77 tahun 2007, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan Dibidang Penanaman Modal atau biasa disebut BHP pendidikan (Badan Hukum

Pendidikan). Dalam peraturan disebutkan bahwa pendidikan dasar, menengah, pensisikan tinggi dan
pendidikan nornformal dapat dimasuki oleh modal asing dengan batasan kepemilikan modal
maksimal 49 persen. Ini indikasi jelas bahwa telah terjadi komersialisasi pendidikan sebagai
komunitas dagang atas nama liberalisasi.
Liberalisasi pendidikan tanpa melihat kondisi objektif masyarakat indonesia yang sebagaian
besar masih miskin ini, justru menjerumuskan rakyat kepada kebodohan. Pendidikan tak ubahnya
menjadi sarana mobilisasi dalam merebutkan kekayaan dan mempertahankan status quo bagi orangorang yang kaya. Akibat liberalisasi pendidikan ini tentunya rakyat miskin tidak mampu
membiyayai pendidikan, sehingga dapat dikatan liberalisasi dan sahamisasi.
2.3. Reformasi Pendidikan
Reformasi pendidikan merupakan upaya dalam memperbaiki dan mengembalikan fungsi
pendidikan sebagai mestinya. Jika pendidikan tidak segara direformasikan maka akan memperburuk
kualitas pendidikan dan akhirnya dapat menyebabkan terbengkalainya pembangunan. Untuk
mereformasi pendidikan diperlukan suatu sistem yang kritis konstruktif, terbuka, dan emansipatif.
Pendidikan kritis merupakan solusi terbaik dalam memperbaiki pendidikan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memperbaiki pendidikan ini antaralain:
2.3.1 Meningkatkan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan output pendidikan tentunya kita harus menaikan cost (harga),
menaikkan harga disini maksudnya adalah meningkatkan sarana dan prasarana penunjang
pendidikan. Adapun sarana tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik.
a.

Sarana fisik
Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan, laboratorium,
perpustakaan, sarana-sarana olah raga, dan fsilitas pendukung lainnya. Dalam hal ini tentunya
pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan ini, karena pemerintah
berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal. Jika sarana belajar ini telah terpenuhi
tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

b.

. Sarana non fisik


Sarana non fisik ini diibaratkan soft ware dalam komputer, jika soft ware ini dapat mengoprasikan
perangkat komputer dengan baik maka pekerjaan akan cepat selesai. Begitu juga dalam pendidikan
jika sistem dan pengajarnya bermutu maka akan mempercepat pembangunan nasional.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

1.

Peningkatan kualitas guru


Kualitas guru harus ditekankan demi berjalannya pendidikan itu sendiri, tugas guru adalah
merangsang kreativitas dan memberi pengajaran secara fleksibel, artinya berkedudukan seperti
siswa yang belajar tidak ada patron client. Peningkatan mutu ini bukan hanya pada intelektual guru

saja, melainkan juga mengembangkan psikologis guru itu sendiri misalnya dengan memahami
karakteristik siswa, psikologi perkembangan dan sebagainya.Dengan adanya peningkatan ini
tentunnya akan berdampak pada membaiknya output pendidikan. Dikarenakan guru dapat
menempatkan dirinya sebagaimana mestinya dan bersifat fleksibel. Kenakalan remaja biasanya
terjadi justru karena prilaku guru itu sendiri misalnya melakukan hukuman fisik kepada siswa
ataupun penekanan psikologis.
2.

Pembentukan lembaga studi mandiri


Pembentukan lembaga studi mandiri ini berfungsi sebagai wadah pengembangan kpribadian
siswa.. Jika lembaga studi ini dapat dibentuk tentunnya akan memperbaiki kualitas fakultas maupun
menambah pengalaman mahasiswa.

2.3.2

Reformasi Kurikulum Pendidikan


Kurikulum merupakan jiwa dari lembaga pendidikan, jika dalam kurikulum terdapat banyak
penyimpangan dan kontradiksi-kontradiksi tentunya akan merusak citra pendidikan itu sendiri.
Pengembangan kurikulum diharuskan sesuai dengan kultur masyarakat artinya tidak begitu saja
menelan mentah-mentah teori pendidikan barat kedalam pendidikan indonesia. Negeri jepang
misalnya walaupun mempelajari bahan ajaran Barat namun mereka menyesuaikan dengan kultur
dalam masyarakat.Dalam kurikulum ini harusnya mengutamakan keadilan dan kesetaraan, tidak ada
pengelompokan berdasarkan suku, agama, maupun golongan-golongan. Pendidikan merupakan hak
dasar bagi masyarakat sebgaimana diamanatkan oleh UUD 1945, jadi dalam masalah biaya
tentunya negara mempunyai kewajiban dalam pendanaan pendidikan. Anggaran Perencanaan
Belanja Negara 20% untuk pendidikan harus diawasi dan direalisasikan perwujudannya sehingga
bukan hanya menjadi wacana politik saja.

2.3.3

Mewujudkan pendidikan inklusif dan anti diskriminasi


Pendidikan yang saat ini masih terlibat dengan berbagai diskriminasi dan ekskluisasi terhadap
pelajar. Sehingga kadangkala masyarakat memandang bahwa pendidikan hanyalah sebagai alat
untuk mobilitas sosial dan mempertahankan satatus quo orang-orang kaya. Anak-anak pemilik
modal lebih mendapatkan keistimewaan fasilitas dari pada masyarakat miskin sehingga timbul
pesimisme terhadap netralitas pendidikan.
Pendidikan inklusif didiasarkan pada beberapa prinsip dasar antara lain:

1.

Setiap orang secara inheren punya hak terhadap pendidikan atas dasar kesamaan kesempatan
sebagaimana yang diamanatkan UU, jadi tidakada alasan sekolah untuk menolak pelajar yang
miskin.

2.

Tidak boleh ada siswa yang tereksklusi dan terdiskriminasi dalam pendidikan dengan berbagai
alasan apapun, baik dari ras, warna kulit, gender, bahasa, agama, politik, difabelitas, dan lain
sebagainya.

3.

Semua anak pada dasarnya dapat belajar dan mendapat manfaat dari pendidikan, sehingga
pendidikan bertugas mengembangkan potensi otak anak.

4.

Sarana dan prasarana disediakan pemerintah dari pajak.

5.

Pandangan dan opini peserta didik harus didengarkan dan diperhatikan (demokrasi pendidikan).

6.

Perbadaan individu merupakan suatu anugrah, sehingga guru harus mencari pendekatan
karakteristik dan kompetensi peserta didik.

7.

Pendidikan bukanlah asimilasi tetapi apresiasi perbedaan, adupun pelaksanaannya dilakukan


secara kontinyu bukannya instan.
Pendidikan juga harus lebih mengutamakan langkah praksis dengan mencetak generasi
muda yang mandiri dan dapat mengolah sumberdaya alam serta memproduksi lapangan kerja bukan
hanya mencetak mental pekerja. Kesadaran sosial generasi muda juga perlu ditingkatkan sebagai
wujud pengabdian pendidikan terhadap masyarakat. Mewujudkan pendidikan yang memanusiakan
manusia bukanlah mimpi, jika dilakukan secara kontinyu dan intensif.
III.SIMPULAN
Tejadinya menyimpangan kepribadian pelajar dari norma-norma masyarakat bukanlah
murni disebabkan oleh kesalahan pelajar atau siswa, melainkan penyimpangan ini muncul dari
permasalah multidimensional dalam diri pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan
penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi muda, hanyalah sebagian dampak kecil dari
berbagai masalah dalam dunia pendidikan dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan. Sehingga
dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global dari sistem-sistem dalam masyarakat.
Masalah pendidikan di Indonesia bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih
rendah, tetapi juga diperparah dengan degradasi moral generasi muda yang masih belum bisa
menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan tindakan asusila
maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia, bahkan hal ini dapat kita
saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa. Namun semua itu bukanlah alasan bagi kita
untuk cenderung menyalahkan pendidikan, karena kita sendiri memiliki tanggung jawab yang besar
dalam proses pendidikan.
Dalam memperbaiki masalah pendidikan itu dapat dilakukan dengan cara mereformasi
kurikulum yang lebih merakyat, menyediakan sarana, prasarana, menjalankan pendidikan anti
diskriminasi, dan sebaginya. Selain itu pendidikan juga diharapkan melaksanakan tugasnya yaitu,
memperjuangkan masayarakat dari penindasan dengan menanamkan sikap sadar sosial dan
membangun mentalitas kemandirian anak didik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin dkk. 2006. Sosiologi Reflektif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
A. Ferry T. Indriarto. 2007. Kurikulum Identitas Kerakyatan dalam Kurikulum

yang

Mencerdaskan, Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif. Jakarta: Kompas


Nuryanto Agus. 2010. Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book
Diposkan oleh Nuryanto wiryo di 01.59
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Object 2

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Object 3

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
2013 (7)
Maret (7)
Makalah Problematika Pendidikan dan Dampaknya
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
Penelitian Korelasional
Analisis Kesalahan Berbahasa
Struktur Batin Puisi
Aliran Intuisi

Mengenai Saya

Nuryanto wiryo
Object 4

Lihat profil lengkapku

Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.


Object 5

Anda mungkin juga menyukai