BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Abses Hati
1.1 Definisi
Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang dapat disebabkan oleh
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi,
atau sel darah didalam parenkim hati.1
1.2 Klasifikasi
Abses hati secara umum terbagi dua, yaitu :
a. Abses Hati Amoeba (AHA)
Abses hati amebik merupakan salahsatu komplikasi amebasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai didaerah tropik dan subtropik,
termasuk Indonesia. Abses hati amebik merupakan masalah kesehatan
terutama didaerah Entamoeba Hystolitica dengan strain virulen yang
tinggi. Terdapat 3 cara E. Hystolitica masuk kehati yaitu melalui sistem
porta, secara langsung dari usus menembus peritoneum masuk kehati
dan melalui sistem limfatik. Hanya sebagian individu yang terinfeksi
Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga
ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen.
Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hepar.1,4
E.histolytica di dalam feces dapat di temukan dalam dua bentuk
vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar
tubuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana
kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa
eritrosit,mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase
yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
13
enterobacteriaceae
streptococci,
klebsiela
staphylococcus
aureus,
microaerophilic
pneumoniae,
staphylococcus
streptococci,
bacteriodes,
milleri,
anaerobic
fusobacterium,
candida
albicans,
E. colli
20,5
K. pneumoniae
16,0
Psedomonas sp
6,1
Proteus sp
1,3
Lainnya
Gram Positif aerob
7,4
S. milleri
12,2
Enterococcus sp
9,3
S aureus / S epididimis
7,7
Streptococci sp
Organik anerobik
1,1
Bacteriodes sp.
11,2
6,1
Fusobacterium
4,2
Lainnya
Miscellaneous
1,9
Actinomyces
0,3
C. albicans
Tabel.1 Mikrobiologi penyebab AHP(5)
0,3
sistemik
ataupun
menyebabkan
komplikasi
infeksi
14
trauma tusuk,
15
16
17
(Bagan pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth,
2000)6
b. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa
menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
18
hampir pada
sakit berupa
bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila
berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula
terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat
diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri. Anoreksia,
mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan
merupakan keluhan
iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses
melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan.
Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa
dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol
membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa
terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati
benar-benar menetap. Limpa tidak membesar.7,8
b. Abses Hati Piogenik
Menunjukkan manifestasi klinik lebih berat dari abses hati amoeba.
Terutama demam yang dapat bersifat intermitten, remitten atau kontinue
19
yang
atau muntah, lesu, dan berat badan yang menurun. Dapat juga disertai
batuk, sesak napas, serta nyeri pleura.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien yang septik
disertai nyeri perut kanan atas dan hepatomegali dengan nyeri tekan.
Kadang disertai ikterus karena adanya penyakit bilier seperti
kolangitis.1,7,9
1.6 Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis, dari anamnesis biasanya didapatkan keluhan nyeri perut kanan
atas, demam, anoreksia, mual, muntah, menggigil, nyeri bila ditekan atau
pada waktu bergerak, biasanya penderita miring kesisi kanan untuk
mengurangi rasa sakit.
b. Pemeriksaan Fisik, biasanya didapatkan adanya pembesaran hepar, nyeri
tekan, fluktuasi, ikterik ringan, dan distensi abdomen.
c. Laboratorium, biasanya didapat leukositosis, anemia, hipoalbuminemia,
peningkatan alkalin phosphatase, peningkatan bilirubin.
d. Ultrasonography, didapatkan gambaran massa hipoekoik dengan batas
yang tidak beraturan, kavitas berisi debris dapat teridentifikasi
e. Foto toraks, biasanya didapatkan gambaran atelektasis basilar,
hemidiaphragma kanan letaknya lebih tinggi, berkurangnya gerak
diafragma, efusi pleura yang biasanya diakibatkan pecahnya abses hati.
f. Foto polos abdomen, biasanya didapat gambaran ileus, hepatomegali atau
gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level
yang jelas.
g. Pemeriksaan serologi, beberapa uji yang banyak digunakan antara lain
indirect haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE),
dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA
menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk
diagnosis amoebiasis invasive
h. Aspirasi, ditemukan pus.
20
1.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pengobatan abses hati amoeba sebagai berikut :
a. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari atau tinidazole
3x800mg peroral selama 5 hari dilanjutkan dengan preparat
luminal.
b. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama
20 hari, ditambah;
c. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular
(maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
Pengobatan abses hati piogenik
a. Sefalosporin generasi 3 dan klindamisin atau metronidazole. Jika
dalam waktu 2-48 jam belum ada perbaikan klinis gunakan
antibiotika sesuai dengan kultur sensitivitas aspirat abses.
Kombinasi metronidazole dan antibiotika bila dicurigai abses
campuran.10
2. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
c. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga
perikerdium atau peritoneum.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d. Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan
reseksi misalnya lobektomi.
21
1.8 Komplikasi
a. Infeksi sekunder, merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 1020% kasus.
b. Ruptur atau penjalaran langsung, rongga atau organ yang terkena
tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal,
kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan
organ-organ lain.
c. Komplikasi vaskuler, ruptur kedalam vena porta, saluran empedu atau
traktus gastrointestinal jarang terjadi.
d. Parasitemia, amoebiasis serebral, E. histolytica bisa masuk aliran darah
sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan
memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
1.9 Prognosis
Prognosis dari abses hati bergantung dengan usia, dimana usia tua
memiliki prognosis yang lebih buruk, cara timbulnya penyakit, tipe akut
mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih
buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian
obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun
secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom
hepatorenal.7,10
2. PPOK
2.1 Definisi
PPOK menurut ATS 1995 adalah penyakit dengan adanya obstruktif
jalan napas karena bronkitis kronis atau emfisema dimana obstruksi jalan
napas tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disebabkan hiperaktifitas
bronkus dan bisa reversible sebaian. 12
2.2 Epidemiologi
22
1. Hipotesis Dutch
23
Grade
Karakteristik
At risk
Spirometri normal
Gejala kronik (batuk, produksi sputum)
II
Mild
COPD
Moderate
sputum)
FEV 1 /FVC < 70% & 50% < FEV 1 < 80%
Dngan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi
III
Severe
sputum)
FEV1/FVC < 70% & 30% < FEV1 < 50%
Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi
IV
Very
sputum)
FEV1/FVC <70%
Severe
24
level).
Batuk kronis
Bronkitis kronik
Sesak nafas
Gejala klinik :
Dispnea (sesak nafas), ekspirasi menjadi fase yang sulit pada saluran
pernafasan.
Lelah, lesu
25
ditempat kerja, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak misalkan
berat badannya rendah, riwayat infeksi saluran kemih berulang, lingkungan
asap rokok dan polusi udara, batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi.
Pemeriksaan fisik, umumnya pada pasien PPOK dini belum
terdapat kelainan. Dari inspeksi biasanya didapatkan pursed lip breathing,
barrel chest, penggunaan otot bantu napas, penampilan pink puffer atau blue
bloater. Pada palpasi didapatkan penurunan stemfremitus, pelebaran sela iga.
Pada perkusi didapatkan hipersonor, batas jantung mengecil , letak diafragma
rendah, hepar terdorong kebawah. Pada auskultasi didapatkan bunyi vesikuler
yang normal atau menurun, terdapat ronki dan atau wheezing, ekspirasi
memanjang, bunyi jantung terdengar jauh.
Pemeriksaan
penunjang
yang
dibutuhkan
untuk
pengakan
diagnosis PPOK antara lain pemeriksaan faal paru dengan spirometri dan uji
bronkodilator, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan radiologi dimana
biasanya didapatkan hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
edukasi pasien
rehabilitasi PPOK
Terapi farmakologis
PPOK stabil
tujuan pegobatan untuk mempertahankan fungsi paru, meningktaakn
kualitas hidup, mencegah exacerbasi, dan agar PPOK tetap stabil
bronkodilator, contohnya ipraatropiuam bromida, dan atraopin sulfat
agaonis -2
26
metilxantin
terapi oksigen, hanya bila sesak akibat penamabahan aktivitas pada ppok
sedang sedangkan pada ppok berat diberikan selama 15 jam. dosis oksigen
2 liter
ventilasi mekanik
evaulasi dan monitor tnada exacerbasi, efek samping obat dan kecukupan
dan efek samping O2
PPOK exaserbasi
Antibiotik,
Terapi oksigen
Fisioterapi membantu pasien untuk
Bronkodilator,
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
a. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
b. Infeksi berulang
c. Kor pulmonal
3. Hidronefrosis
3.1 Definisi
Hidronefrosis adalah penggelembungan ginjal akibat tekanan balik
terhadap ginjal karena adanya obstruksi pada saluran kemih. Dalam keadaan
normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah.
Jika terjadi obstruksi pada saluran kemih, maka air kemih akan mengalir
kembali kedalam tubulus renalis dan pelvis renalis diginjal. Hal ini
menyebabkan ginjal menggelembng dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.
Pada akhirnya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak
ginjal sehingga dengan perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.(12)
27
3.2 Etiologi
Hidronefrosis
biasanya
terjadi
akibat
adanya
sumbatan
pada
akibat
sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung
kemih:
Batu di dalam ureter
Tumor di dalam atau di dekat ureter
Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.
28
akan
berakhir
bila
kehamilan
berakhir, meskipun
sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran
pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis
yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa
lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter
sehingga terjadi kerusakan yang menetap.
3.3 Grading
Terdapat empat grade hidronefrosis, antara lain :
a. Grade 1, dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting atau tumpul.
b. Grade 2, dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening atau mendatar.
c. Grade 3, dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing atau menonjol.
d. Grade 4, dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor serta
adanya penipisan korteks kalises berbentuk ballooning atau
menggelembung.
3.4 Patofisiologi
29
tergantung
pada
penyebab
penyumbatan,
lokasi
yang
terkena. Jika
penyumbatan
berkembang
secara
perlahan
ureter
Air
kemih
akibat
dari
ginjal
10%
bergeser
penderita
ke
mengandung
bawah.
darah.
Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih),
30
demam
Jika
dan
aliran
rasa
air
nyeri
kemih
di
daerah
tersumbat,
kandung
bisa
kemih
terbentuk
atau
batu
ginjal.
(kalkulus).