Anda di halaman 1dari 84

BAB 6

Gagal Jantung
JOHN R. TEERLINK. KAREN SLIWA. LIONEL H.OPIE
Hanya ada satu maksud/arti untuk istilah berhubungan dengan gagal jantung
tentang ketidamampuan jantung dalam membebaskan muatan listrik yang cukup
adekuat.
Sir Thomas Lewis, 19931
Penanganan dari gagal jantung hanya dapat jika tumbuh dari kesadaran pasien,
dokter dan sistem kesehatan arsitek di dunia.
Editorial, Lancet, 20112
Tidak (ada) titik-akhir tunggal dapat menangkap semua unsur-unsur menyangkut
gejala klinis sepanjang sindrom gagal jantung akut, dan oleh karena itu, tidak (ada)
titik-akhir tunggal akan jadi pada semua populasi pasien atau dengan intervensi.
Felker GM, et al.20103

Akut Vs Gagal Jantung Kronik


Gagal jantung merupakan kondisi klinik dimana fungsi atau abnormalitas pada stuktur
jantung yang dapat menimbulkan gejala pada pernapasan yang pendek dan kelelahan.
Disamping definisi yang sederhana, presentase dan kasus yang menetap pada gagal
jantung seringkali menjadi pilihan. Biasanya gagal jantung kronik (prevalensinya 1-3%
dalam atu populasi meningkat dengan bertambahnya umur sekitar 10%), kelemahan,
kebiasaan, dan ekonomi yang tinggi memberikan efek pada sistem kesehatan.
Prognosisnya buruk pada kasus yang berat dengan presentase hingga 50% pada pasien
yang tidak diterapi selama 4 tahun. Sekarang terapi meningkat secara komprehensif.
Dua penyebab utama di negara Barat asalah hipertensi dan penyakit arteri koroner

(Fig.6.1) dengan cardiomiopathy dan penyebab kasus lainnya di Afrika. Penyebab


paling sedikit meliputi faktor genetik dan abnormalitas keluarga, dan peripartum
cardiomiopathy (PPCM) yang menjadi penyebab seperti hormon-molekuler yang baru
dikenali.
Gagal jantung telah dikenali dan diuraikan berabad-abad. Sebagai konsekuensi
banyak yang sudah menjadi pe=raktek klinis. Ini merupakan terminologi pada klinisi
tentang kegagalan terapi yang menurun, kegagalan keluaran tinggi dan rendah di segala
tempat gagal jantung. Hal ini lebih bermanfaat dan istilah yang dipakai saaat ini tentang
gagal jantung kiri dan kanan. Istilah yang sering digunakan dan seringkali dipakai pada
terminologi akut dan gagal jantung kronik, sistolik (gagal jantung pada fase ejeksi
[HfrEF]; pembesaran jantung dan mengurangi pengeluaran pada fase ejeksi) dan
diastolik (gagal jantung dengan fase ejeksi pada saat pengeluaran [HfpEF]; dekat pada
ukuran jantung atau pada fase ejeksi) gagal jantung , dan objek seperti berlebih,
kompensasi, relaps, kongesti atau undulasi.
Dua kategori klinis yang biasa digunakan diparaktek. (1) Akut melawan gagal
jantung kronik : Karakteristik gagal jantung akut bergantung pada onset dan gejala yang
berat, biasanya sesak napas, yang dapat berlanjut menjadi kasus yang urgen atau sampai
pada penanganan yang darurat. Karakteristik gagal jantung kronik biasanya bersifat
persisten tapi kadang kadang gejalanya stabil, dan terapi memberikan perbaikan
terhadap mortalitas dan morbiditas.

Walaupun banyak kasus de no vo pada gagal jantung akut, kasus terbanyak adalah gagal
jantung akut dekompensasi menjadi gagal jantung kronik. Walaupun gagal jantung akut
dan kronis merupakan bagian kesatuan dari rangkaian patofisiologi yang berbeda masih
diperdebatkan pada bab ini. (2) Hipervolemik vs output berkurang: banyak pasien
dengan gagal jantung akan memberikan tanda dan gejala seperti overload volume,

kadang disertai dengan edema perifer, penekana pada vena sentral dan sesak napas.
Output yang berkurang pada gagal jantung, akan memberikan manifestasi yang berat
dimana akan menyebabkan syok kardiogenik dimana terjadi vasokonstriksi perifer
(akral dingin, gelisah, berkeringat) penurunan pada fungsi organ target (biasanya
insufisiensi ginjal dengan atau tanpa anuria atau oliguria), dan terjadi penurunan
tekanan darah sistolik BP kurang dari 90 mmHg). Bagaimanapun, kelainan fungsi tubuh
berkenaan dengan ginjal, serta terjadi hipervolemik pada gagal jantung dan tidak perlu
dipertimbangkan yang mendandakan terhadap penurunan kegagalan. Hipervolemik dan
penurunan output pada gagal jantung tidaklah sama secara ekslusif dan mungkin akan
memberikan rangsangan simultan yang lebih baik.

Gagal Jantung Akut


Pada gagal jantung akut gejalanya berupa pernapasan pendek biasanya akan terlihat
pada peningkatan penekanan pada atrium kiri. Penanganan untuk mereduksi kasus
sedang pada penekanan atrium kiri (preload). Diuretik, nitrat, dan jika memungkinkan
morfin (antianxietas) biasanya digunakan pada kasus yang cepat. Natriuretik peptida
intarvena (NPs;nesiritide) sekarang boleh diberikan, tetapi penambahan tersebut akan
memberikan keuntungan yag baik. Vasopresin bisa digunakan pada beberapa situasi
akut untuk support tekanan darah dan vasopresin antagonis, yang mana akan mereduksi
vasokonstriksi dan boleh pada obat diuresis untuk menyelidiki kasus sebelumnya.

Terapi Gagal Jantung Akut


Klasifikasi baru pada gagal jantung akut adalah (1) dekompensasi gagal jantung akut,
dominasi terhadap retensi cairan, dan (2) kegagalan pembuluh darah biasanya
penyebabnya dari hipertensi akut atau kasus hemodinamik yang lain dari edem paru
akut.4 Secara klinis, bagaimanapun edema paru akut dan syok kardiogenik harus
penanganan yang urgent. Di sini klasifikasi sampai panas dalam, wet-warm, dry-cold,
and wet cold. (Table 6-1) menyediakan informasi prognosis. Basah syok akan
meningkat resiko kematian dua kali lipat. 5 Pemeriksaan klinik yang urgent ditentukan
dari masalah dominan seperti shocklike state dengan hipotensi (syok kering), atau
edema paru akut dengan dypsnea akut (syok basah), atau kedua-duanya, yang paling
serius. Situasi kompleks ini biasa membutuhkan obat-obatan tergantung lokasi dari
seluruh keadaan hemodinamik pasien (Fig.6-2). Dua pobat pilihan utama ditunjukkan
dalam Table 6-2. Perawatan dengan segera bisa dilakukan sengan posisi setengah
duduk, oksigen, loop diuretik intravena, dan mungkin diberikan dengan atau tanpa
antiemetik. Bagaimanapun, morfin digunakan untuk memastikan adanya sindrom
koroner akut6 dan gagal jantung akut,7 di mana morfin dihubungkan dengan hasil klinis
lebih buruk, bahkan setelah disesuaikan dengan gejala klinis dan pertanda variabel/
indikasi atau prognosis.
Diuretik. Diberikan pada pasien dengan gejala mayor hipervolemia, diuretik intravena
dapat diberikan untuk terapi gagal jantung akut. Pada grup kecil dari 304 pasien
membandingkan pemberian dosis rendah dan dosis tinggi serta bolus dan pemberian
furosemide secara berkelanjutan intravena, pada pasien dengan pemberian dosis tinggi
(2,5 x dosis oral sebelumnya) mempunyai suatu kecenderungan ke arah efek diuresis
lebih besar, meningkatkan gejala, dan dapat memperburuk fungsi ginjal. 8 Walaupun
tidak ada perbedaan nyata antara bolus dengan infus berkelanjutan pada jangka waktu
pendek, yang menjadi perhatian dari percobaan dari personil pasien dan frekuensi dosis
pemberian yang reguler secara bolus mungkin tidak mungkin dunia nyata klinis
menetukan.

Dosis Diuretik dan Mortalitas. Tidak ada percobaan random yang baik. Dua studi
yang menggunakan kecenderungan mortalitas angka kematian sebagai suatu hasil yang
akan datang akan memberikan kesimpulan yang berbeda. Studi di rumah sakit ALARMHF merekam terapi gagal jantung diterima 4953 pasien menerima furosemide dengan
dosis tinggi dan rendah yang masuk ke pembuluh darah yang diberikan 24 jam pertama
dosis lebih dari atau lebih sedikit dibandingkan 1 mg/kg. 9 Tidak ada asosiasi yang
menemukan antara dosis diuretik dan banyaknya kematian d subkelompok tersebut.
Pada studi kedua, dari 1354 pasien dengan kelainan sistolik lanjut pada gagal jantung,
pasien dibagi menjadi empat kelompok terhadap pemberian dosis loop diuretik yang
diberikan tiap hari. Bhakan seteah terjadi penyesuaian ekstensive co-variate, ada suatu
penurunan survival dengan terus meningkat pada dosis diuretik 0,40 mg, 41-80 mg, 81160 mg dan lebih dari 160 mg. (83%, 81%, 68%, dan 53% untuk kelompok 1,2,3,dan 4)
10

Hal ini merupakan argumentasi secara tidak langsung untuk kedua studi random

terhadap percobaan yang telah dilakukan.


Fungsi Ginjal Memburuk. Pada pasien dengan gagal ginjal akut, jika terjadi
penekanan vena sentral yang berlebihan merusak fungsi ginjal.

11,12

Pengeluaran urin

harus dimonitor secara ketat. Diuretik, pada posisi meninggikan tekan vena sentral akan
membantu fugsi ginjal menjadi berkurang.
Terapi vasodilator. Terapi vasodilator biasanya di kombinasikan dengan diuretik pada
penanganan pilihan pada pasien edema paru akut. Kadang-kadang sesak napas hebat
maka perlu diberikan penambahan ventilasi. Vasokonstriksi yang abnormal
memberikan banyak defek pada episode gagal jantung akut.

13,14

akan

Pemberian vasodilator

akan memberikan efek singkat pada pasien pada pasien dengan sekresi yang berlebih,
tetapi juga berguna pada pasien dengan kongesti paru hebat menurun. Hal ini seperti
terapi vasodilator di USA. Random kecil pada percobaan dengan terapi nitrat
membandingkan dengan pemberian diuretik yang utama pada 110 pasien dengan edema
paru akut dan gagal jantung kongesti. Keunggulan (CHF) dapat diusulkan dengan
pemberian pendekatan vasodilator. Pasein dengan terapi isosorbid dinitrate secara

intravena kebutuhan yang dimiliki lebih sedikit ventilasi tiruan dan mengurangi
kejadian infrak myocard (MI).15Yang menarik, suatu analisa dari ALARM_HF
pencatatan pada pasien yang mengusulkan untuk mencapai suatu kesimpulan perlu
kombinasi dengan diuretik intravena dan vasodilatasi untuk menurunkan kematian
angka kejadian rumah sakit jika dibandingkan hanya pemberian diuretik saja. 16

Inotropin

simpatomimetik

dan

dilator

inotropik.

Penambahan

inotropik

simpatomimetik dan dilator inotropik boleh diberikan dan meberikan keuntungan pada
beberapa pasien dengan hipervolemik, tetapi secara khas pada penurunan cardiac
output. Di sini tidak ada bukti tehadap pemberian keuntungan dengan dosis lama, jika
dibandingkan dengan peningkatan mortalitas (lihat Milrinone bab berikutnya).
Seperti obat yang biasa digunakan pada gagal jantung, atau pada kelainan ventrikuler
kiri (LV) untuk perlengkapan bantuan atau transplantasi. Inotropik atau inodilator
merupakan indikasi ketika tekanan darah rendah dan mengurangi perfusi ginjal. Pilihan
penting, penurunan tekanan darah yang besar terhadap perfusi perifer yang
berkurang,apakah dapat diberikan terhadap peningkatan atau penurunan resistensi
pembuluh darah perifer terhadap peningkatan atau penurunan vasokontriksi, dan apakah
pilihan inotropik atau vasodilator. Algoritma guidline Eropa sangat membantu pada

diagnosis dan penanganan gagal jantung akut.

17

Intervensi diberikan pada pasien

dengan kondid akut dengan kasus acute shocklike yang telah ditetapkan. Walaupun
setelahnya penaganan dilanjutkan dengan gagal ginjal kronik.
Inotropik Vs Terapi Vasodilator. Pada studi dengan pemberian inotropik vs terapi
vasodilator pada gagal jantung akut. Di ADHERE tentang review retrospektif lebih dari
65000 pasien memberikan efek mortalitas lebih rendah dengan pemberian vasodilator
nitroglycerin atau nesiritide dibandingkan dengan dobutamin atau milrinone.18
Bagaimanapun, penanganan dengan menggunakan vasodilator diberikan jika tekanan
darah sistolik tinggi dibandingkan dengan pemberian inotropik mungkin diharapkan.
Koreksi dibuat pada studi observasi. Data statistik banyak meskipun masih posthoc,
data analisis akan menunjukkan lebih dari 4000 pasien dari ALARM-HF menggunakan
tehnik propensity-matching. Analisis ini menunujukkan mortalitas di rumah sakit
terjadi peningkatan 1,5 lipat untuk pemberian dopamin atau dobutamin dibandingkan
pemberian norepinefrin atau epinefrin lebih besar 2,5 lipat terhadap pasien yang diterapi
diuretik dan vasodilator.16 Obat kombinasi dengan perbedaan mekanisme inotropik atau
kombinasi vasodilator dengan inotropik positif tidak dapat dipertimbangkan pada
analisis ini. Dari kesemua tujuan ini, pertama, memantau agar tidak terjadi penekanan
yang berlebihan sehingga dapat memberikan pengeluaran monitor jantung yang adekuat
dan kedua memantau aliran urin yang adekuat.
Akut Inotropik : Sympathomimetik dan Lainnya
Secara fisiologis, respon inotropik akut memberikan respon terhadap peningkatan
adregernik pada otot jantung dan kedua cyclic adenosine monophospate (cAMP;
Fig.1.1). Secara farmokologi, inotropik akut akan memberikan prinsip yang sama
dibandingkan pemberian ketokolamin eksogenous, dimana terjadi rangsangan reseptor, atau terjadi inhibisi pada cAMP terhadap phosphodiesterase (PDE) type III
inhibisi (lihat Fig.6-2) Diberikan rangsangan -andregernic untuk memberikan efek
vasokonstriksi perifer (Fig.6-3). Karenanya pemberian obat katekolamin dapat
digunakan pada gagal jantung akut, pemberian obat inotropik akut secara kombinasi

dapat ditunda, vasodilatasi akut, dan vasokonstriksi akut mungkindapat diberikan jika
memungkinkan (Tabel 6-3). Seringkali resiko aritmia bisa terjadi untuk balnce
keuntungan inotropik selanjutnya. Kongesti paru bisa terjadi dan sesak napas akut
memerlukan furosemide dan nitrat secara inravena.
Efek Therapeutik Kardiovaskuler terhadap Adrenergic
Efek adrenergic terhadap tekanan darah. Pada kasus norepinefrin, efek peningkatan
tekanan darah (dominan -efek), dimana pada kasus epinefrin pada dosis fisiologi,
vasodilator memberikan efek rangsangan 2 boleh diberikan terhadap peningkatan
tekanan darah rangsangan . (lihat 6-2). Efek epinefrin hanya mneingkatkan tekanan
darah sistolik (peningkatan stroke volume) dengan penurunan tekanan darah diastolik
(dilatasi 2 perifer). Hanya farmakologi dosis tinggi epinefrin ini peningkatan konstriksi
pada tekanan darah diastolik.
Stimulasi -Adrenergic pada gagal jantung akut. Rangsangan Simpathomimetic
memberikan keuntungan pada gagal ginjal akut, rangsangan - 1 pada efek inotropik ,
rangsangan 2 mereduksi afterload (vasodilatasi arteri perifer), dan rangsangan pada
peningkatan hipotensive (lihat Tabel 6-2).Percobaan dengan menggunakan katekolamin
menunujukkan memberikan stimulasi seperti norepinefrin intravena yang harus
digunakan sebagai perhatian

terhadap penurunan infark miokard akut. Efek

mempercepat terjadinya aritmia dan tachycardia yang mana dapat berpotensi


meningkatkan terjadinya iskemia dan kematian sel yang disebabkan oleh penuruanan
metabolisme, efek yang berlebihan meningkatkan afetrload ketika tekanan darah naik
ketika perfusi jaringan cukup, dengan begitu dapat meningkatkan myocard dapat
bekerja. Walaupun aktivasi -2 dapat terjadi vasodilatasi dan juga efek inotropik,
rangsangan tersebut akan menyebabkan hipokalemia dengan resiko aritmia. Masalah
yang lebih lanjut adalah rangsangan -1 yang berlanjut akan meningkatkan pada
rangsangan yang menurun pada pemberian inotropik (Lihat Fig. 1-6) Racun
katekolamin akan membrikan gannguan kematian. Hal ini menjadi pertimbangan
mengapa simpatomimetik digunakan hanya pada perawatan jangka pendek pada gagal

10

jantung akut. Pada pasien

gagal jantung kronik dekompensata yang hebat diakui

pemberian blocker dan juga akan menurunkan mortalitas 180-hari.


Efek adrenergic . Jika terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi penurunan output
pada gagal jantung, diinginkan untuk meningkatkan tekanan darah yang

semata-mata

oleh pemberian inotropik atau oleh suatu kombinasi dari tentang efek vasokonstriksi
sekeliling dan inotropik, atau hanya terjadi vasokonstriksi perifer. Walaupun tujuan
belakangan ini dapat dicapai murni rangsangan seperti phenylephrine (5-20 mg dalam
500 ml lambat) atau methoxamine (5-10 mg sampai 1 mg/menit) pilihan ini tidaklah
logis, sebab gagal jantung secara otomatis memberikan vasokonstriksi adrenergik.
Keduanya ini boleh diberikan meskipun terjadi hipotensi anestetik.

11

Efek kombinasi inotropik dan vasokonstriktor. Kombinasi inotropik dan efek


vasokonstriksi memerlukan efek dopamin dosis tinggi. Selanjutnya, formasi defek
cAMP akan menimbulkan gagal jantung, seperti yang digunakan kombinasi dopamine
dan inhibitor PDE seperti milrinone. Hanya jika diperlukan rangsangan inotropik seperti
dobutamin menjadi pilihan, meskipun risiko akan berkurang terhadap tekanan darah
distolik pada efek 2. Jika rangsangan inotropik yang diperlukan untuk pelebaran
pembuluh darah perifer, kemudian dobutamine dan vasodilator., dosis rendah dopamine,
tau milrinone yang tepat.
Campuran inotropik intravena adrenergik. Campuran inotropik intravena adrnergik
( > adrenergik stimulating) merupakan keadaan di mana terjadi awal rangsangan dari
dan reseptor adrnergik dengan variasi dari rangsangan yang juga memberikan hasil
dari respon inotropik positif terhadap jantung manusia, hal ini mungkin akan sangat
penting ketika reseptor memberikan efek relatif yang lebih berat terhadap gagal
jantung. Hal ini mencakup pada kelompok obat adrenergik dobutamin yang
memberikan efek selektif yang lebih besar terhadap reseptor , tetapi sekarang
rangsangan ada gagasan yang mencakup tentang resptor dan 2. (Lihat Tabel 6-2)

12

Dobutamin
Dobutamin, merupakan obat sintetik yang analog dengan dopamin, ini merupakan
rangsangan yang kompetitif terhadap rang sangan adrenergik 1- 2 > ). Efek dari
inotropik yang poten ini memberikan karakteristik yang besar (Fig 6-4). Bagaimanapun,
efek dari rangsangan 2 mungkin akan menyebabkan hipotensi dan kadang kadang akan
terjadi penurunan tekanan diastolik dengan tachycardia secara tiba-tiba. Lagipula,
mortalitas dengan pemakaian jangka panjang akan terjadi peningkatan19 seperti halnya
aktivitas simpatik jantung akan meningkat pada pasien dengan gagal jantung.
Farmakokinetik, dosis dan indikasi. Pada pemberian dengan cepat yang dapat
dibersihkan (umur paruh 2,4 menit). Dosis standar yang biasa digunakan dengan
pemberian secara intravena yaitu dengan dosis 2,5 sampai 10 mcg/kg/menit, dengan
dosis rendah (2,5-5 mcg/kg/menit) sudah cukup, jarang sampai kepada dosis
40mcg/kg/menit. Obat/racun dapat diberikan sampai pada 72 jam dengan monitoring.
Tidak ada persiapan obat oral sebelumnya. Indikasi jika terjadi gagal jantung, infark
miocard akut berat (setelah jantung mendapatkan perawatan), syok kardiogenik dan
kelebihan -blockade.
Dobutamine, digunakan, efek samping dan tindakan pencegahan. Pemberian terapi
dobutamin yang ideal digunakan pada pasie yang terjadi penurunan funsi dari ventrikel
kiri yang berat dengan penurunan index jantung dan terjadi elevasi pada penekanan
ventrikel kiri tetapi jika terjadi hipotensi yang hebat (rata rata tekanan darah < 70
mmHg tetapi secara klinis syok ). Sekarang ini dobutamin digunakan untuk stress
ekokrdigrafi. Potensial yang menyebabakna keadaan yang merugikan dari dobutamin
yaitu (1) terjadi penurunan pada gagal jantung yang bekerja pada reseptor atau terapi
yang memblik pada terapeutik terhadap dobutamin yang tidak dapat diantisipasi, 20.
(2) Penurunan tekanan darah bisa atau menetap yang tidak dapat dipilih atau ytidak
terjadi peningkatan dan (3) sinus tachycardia atau aritmia yang serius yang mungkin
saja terjadi

19

Walaupun terjadi aritmia dan tachycardia dibandingkan dengan

isoprotenolol, semua golongan inotropik terjadi peningkatan sistolik kalsium terhadap

13

peningkatan terjadinya aritmia. Efek toleransi dari inotropik mungkin menghasilkan


efek jangka panjang setlah pemberian. Adapun tindakan pencegahan mencairkan yaitu
dengan menggunakan larutan steril atau dextrose atau saline, tindak untuk larutan
alkalin. Digunakan selama 24 jam. Monitor secara hati hati keadaan klinis seperti
keadaan hemodinamik pasien. Cek darah pottasium untuk minimalisasi terjadinya
aritmia.

14

Dopamine
Dopamin adalah golongan yang mirip katekolamin yang digunakan untuk terapi pada
gagal jantung yang berat dan syok kardiogenik. Secara fisiologi prekursor norepinefrin
dan pembebasan norepinefrin dari saraf pada jantung (Lihat Fig 6-4). Bagaimanapun,
menimbulkan efek yang berlebih pada aktivitas pembuluh darah perifer terhadap pre
junctional reseptor dopamine-2, norepinefrin menghambat dan dengan membantu
vasodilatasi. Oleh karena itu dari semua keseluruhan rangsangan dari jantung reseptor
dan keduanya memberikan respon dan penyebab vasodilatasi terhadap reseptor
dopamin. Secara teori, dopamin memiliki peran penting di dalam gagal jantung kronik
yang berat atau terjadi syok yang meningkatkan darah mengalir ke ginjal, di mesenterik,
koroner, dan otak dengan mengaktifkan post junctional dopamin reseptor DA1,
Walaupun masalah konflik terdahadap data klinis dan dari efek tersebut. Pada dosis
dopamin yang tinggi menyebabkan reseptor terjadi rangsangan terhadap
vasokonstriksi di sekitarnya dengan perlawanan yang meningkatkan aliran darah yang
berhubungan dengan gagal ginjal. Dosis perlu oleh karena itu dijaga sama rendah
seperti yang mungkin untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan.
Keunggulan dan penggunaan dopamin. Dopamin adalah molekul fleksibel juga
memiliki respotor smapai sesuai dengan penyebab langsung 1 dan 2 rseptor, dan
rangsangan . Hal ini dijelaskan dimana pemberian dosis dopamin yang tinggi
memberikan efek vasokonstriksi yang signifikan. Farmakokinetik : Dopamin tidak aktif
secara oral. Dopamin secara intravena akan cepat dimetabolisme dalam menit oleh
hydroxylase dopamin dan monoamino oksidase (MAO).
Dosis dan indikasi. Dopamin hanya dapat diberikan secara intravena dimana terjadi
resitriksi yang digunakan terhadap penganan yang jangka pendek. Dosis dimulai dari
0,5 sampai 1 mcg/kg/menit dan peningktan sam pai aliran urin ada, tekanan darah atau
heart rate tercapai, vasokonstriksi dimulai kira-kira 10 mcg/kg/menit dan ditandai pada
dosis yang lebih tinggi, adakalanya mengharuskan terjadi penambahan dari -blocking
sodium atau golongan nitroprusside. Beberapa pasien akan mengalami vasokonstriksi

15

yang dimulai pada dosis rendah yang sama 5 mcg/kg/menit. Pada pasien dengan syok
kardiogenik atau infark miocard akut dopamin dengan dosis 5 mcg/kg/menit cukup
untuk memberikan suatu peningkatan stroke volum secara maksimal, sedangkan aliran
dari ginjal menjangkau puncak pada 7,5 mcg/kg/menit dan aritmia akan tampak jika
diberikan dosis 10 mcg/kg/menit. Pada syok sepsis dopamin mempunyai efek inotropik
dan peningktan volume urin. Dopamin secara luas digunakan setelah perawatan jantung.
Perburukan pada fungsi ginjal berhubungan dengan ginjal dan hipokalemia terhadap
penggunaan diuretik pada gagal jantung akut dekompensata yang dihubungkan dengan
efek perkiraan yang kurang. Penurunan dosis dopamin aka meningkatkan perfusi pada
ginjal.
Kombinasi dengan furosemide. Padapasien dengan gagal jantung akut, kombinasi
dengan furosemide dengan dosis rendah (5 mg/jam) dan dopamin dosis rendah (5
mcg/kg/menit) secara terus menerus melalui infus selama 8 jam sama efektifnya dengan
pemberian furosemide dengan dosis tinggi tetapi dihubungkan dengan meningkatkan
fungsi ginjal dan keseimbangan pottasium.22
Dosis Renoprotektif. Dopamin kadang-kadang memberikan efek proteksi pada
ginjal atau untuk efek diuresis pada pasien dengan dosis tipikal 0,5 sampai 2,5
mcg/kg/menit. Dosis ini tidak dapat bekerja pada pengaturan di perawatan intensive,
konsep renoprotektif yang dibantah lagi.21 Bagaimanapun pemberian yang digunakan
secara intravaskuler harus hati hati pada pasien dengan gagal jantung kronik, dosis yang
diberika 3-5 mcg/kg/menit akan meningktkan aliran darah ginjal, dan dosis yang tinggi
terjadi peningkatan cardiac output.23 Studi ini mengembalikan lagi dosi yang
berhubungan ginjal dan membentuk dasar untuk studi berikutnya. Pada pasien
hipoksik, dopamin mungkin mempunyai efek samping yang tidak diinginkan seperti
tekanan ventilasi dan peningkatan pada paru shunting, yang mana boleh memerlukan
oksigen.

24

untuk dosis dopamin pada Dosis ginjal belum menunjukkan pencegahan

nephrophaty contrast-dye,25 dan pada pasien dengan rawat jalan secara intermitten pada
pasien gagal ginjal kronik 26 dan boleh lakukan kejahatan.

16

Tindakan pencegahan, efek samping dan indikasi. Dopamin tidak harus dilemahkan
dengan larutan alkalin. Tekanan darah, elektrokardiogram, dan aliran urin yang
dimonitor secara intermitten dan ukuran konstan terhadap output jantung dan mungkin
terjadi penekanan paru. Untuk oliguria, pertama koreksi hipovolemi, coba furosemide.
Kontra indikasi dopamin pada aritmia ventrikel, dan pheochromositoma. Digunakan
pada perawatan yaitu stenosis aorta. Ekstravasasi dapat menyebabkan pengelupasan,
mencegah dengan memberikan obat secara intravena ke dalam suatu pembuluh darah
besar melalui kateter kedalam tubuh, dan penganan yang diberikan akibat infiltrasi likal
dengan phentolamine. Jika pasien baru-baru mengambil penghambat MAO, tingkat
dopamin di metabolisme oleh jaringan tissue akan jatuh dan dosis harus memotong 1
dari 10 pasien umum.
Perbandingan antara dopamin dan dobutamin. Dopamin adalah inotropik preferred
dimana pasien memerlukan kedua keduanya memiliki efek pressor (efek dosis tinggi)
dan terjadi peningkatan cardiac output, dan ditandai dengan adanya tachycardia atau
iritabel ventrikuler. Pada syok kardiogenik konsentrasi dari dopamin dan dobutamin
dapat memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan obat yang siberikan satu demi
satu. Penggunaan (semua inotropik secara infus) sangat efektif diberikan namun harus
dengan hati-hati dan untuk melihat respon hemodinamik pada setiap pasien.

Epinefrin (Adrenaline)
Epinefrinmemberikan campuran rangsangan 1 2 dengan menambhakan beberpa efek
mediasi pada dosis tinggi (Lihat Tabel 6-2). Secara fisiologi rendah pada rata rata
pemberian infus (<0,01 mcg/kg/menit) terjadi penurunan tekanan darah (efek
vasodilator) sedangkan lebih dari 0,2 mcg/kg/menit meningkatkan resistensi perifer dan
tekanan darah (kombinasi inotropik dan efek vasokonstriktor). Digunakan terutama
ketika mengkombinasikan rangsanga inotropik-chronotropik sangat diperlukan, untuk
menghentikan terjadinya gagal jantung. (lihat Fig 10-12), dimana rangsangan
memberikan efek bertambah dengan dosis tinggi epinefrin membantu menjaga tekanan

17

darah dan resistensi perifer yang dicapai oleh reseptor 2. Dosis akut 0,5 mg secara
subkutan atau intramuscular (0,5 ml sampai 1000) atau 0,5 sampai 1 mg ke vena sentral
atau 0,1 samapi 0,2 intra cardiac/ waktu paruh obat sekitar 2 menit. Efek samping
meliputi tachycardia, aritmia, kecemasan, sakit kepla, ekstremitas dingin, perdarahan
otak dan edema paru. Kontraindikasi meliputi pada ibu hamil karena risiko dalam
mempengaruhi kontraksi uterin.
Digunakan pada pasien syok. Pada 330 pasien dengan syok septik dan menggunakan
ventilasi mekanik dan tekanan darah rata-rata 70 mmHg, epinefrin 0,3 mcg/kg/menit
pemberian hasil dan mortalitas dari pemberian norepinefrin 0,2 mcg/kg/menit ditambah
dengan dobutamin 5 mcg/kg/menit.

27

Bagaimanapun, hal ini bukan merupkan grup

tidak berguna, epinefrin harus dengan penyebab (atau keuntungan) dibandingkan


norepinefrin dan dobutamine.
Norepinefrin (Noradrenalin)
Norepinefrin diberikan secara intravena dengan dosis 8-12 mcg/kg/menit dengan waktu
paruh obat sekitar 3 menit. Efek utama dari katekolamin ini adalah efek dari 1 dan efek
dengan kehilangan rangsangan 2. Rangsangan pada norepinefrin lambat pada
reseptor pada daerah perifer (dengan penanda efek dibadingkan epinefrin) dan
reseptor pda jantung. Secara logika, norepinefrin harus digunakan pada keadaan syok
untuk memperlebar pembuluh darah perifer (syok panas). Untuk selanjutnya, obat ini
dapat memperlambat vasodilatasi terhadap nitrat oksida (NO) yang mungkin akan
memberikan efek yang lebih besar pada beberapa pasien. Efek samping dari
norepinefrin seperti sakit kepla, tachycardi, bradicardia, dan hipertensi. Pada semua
katekolamin dan golongan vasodilator, sebagai catatan dapat menimbulkan risiko
nekrosis dengan ekstravasasi pembuluh darah. Kombinasi terapi dengan penghambat
PDE membantu terjadinya hipotensi pada efek samping obat PDE tersebut.
Kontraindikasi pada ibu hamil (lihat Epinefrin pada bab sebelumnya) dan
memperburuk keadaan vasokonstriksi yang lebih hebat.

18

Isoproterenol (Isoprenalin)
Rangsangan murni relatif (1 > 2) kadang kadang masih digunakan. Efek pada
jantung menyerupai pada kegitan fisik meliputi inotropik positif dan efek vasodilatsi.
Secara teori, yang paling cocok pada situasi dimana terrjadi kontraktil myocardium
yang sedikit dan heart rate yang menurun, akan memberikan hasil lebih tinggi terhdap
resistensi perifer, sebagai contoh setelah perawatan jantung pada pasien yang diterapi
blokade . Meskipun yang paling ideal digunakan adalah kelebihan dosis - bloker.
Dosis intara vena yaitu 0,5-1 mcg/menit, dimana waktu paruh di plasma sekitar 2 menit.
Untuk selanjutnya, boleh diberikan pada tekanan darah diastolik menurun bisa diberikan
rangsangan vasodilator 2. Efek samping lainnya yaitu sakit kepla, tremor, dan
berkeringat. Kontraindikasi meliputi iskemik myocardium, yang mana dapat terjadi
secara berulang dan aritmia.
2-agonist
Kronotropik, inotropik dan respon vasodilator dari reseptor 2 dapat berperan terhadap
kesehatan. Walaupun gagal jantung biasanya akan memberikan efek yang lebih baik
dimana reseptor jantung 2 yang tidak diketahui, beberapa bukti memberikan
keuntungan pada pasien yang siap diterapi dengan diuretik dan digoxin. Obat ini
digunakan untuk bronkodilator dasar (terbutalin, albuterol = salbutamol) dan meskipun
secara teori idealnya harus dikombinasi jika terjadi penyakit obstruksi saluran nafas dan
gagal jantung kronik. Akibat dari keadaan ini akan menyebabkan hipokalemia dan
pemanjangan interval QT, 2 agonis mungkin akan memberikan risiko gejala aritimia
yang lebih tinggi. Secara karakteristik farmakologi beberapa 2 agonist memberikan
efek baru yang kompleks. Clenbuterol telah digunakan pada pasien dengan ventrikel
kiri mungkin akan memberikan efek hemodinamik atau metabolik aksi yang disebabkan
oleh obat tersebut.
Sensitizer Kalsium
Sensitizer kalsium digunakan ketika tidak ada percobaan terhadap peningkatan sel
kalsium, mekanisme pada keadaan yang biasa dimana terjadi aksi pada inotropik

19

konvesional dengan risiko yang tidak dapat dilakukan pada keadaan aritmia.
Dibandingkan dengan appartus kontraktil pada level kalsium yang masih berlaku.
Secara teori terjadi oeningkatan kontraktilitas tanpa harus ada efek dari risiko terjadinya
aritmia. Ekspektasi ini tidak seharusnya memperberat kelompok yang juga diberikan
penghambat PDE dengan risiko aritmia. Di beberapa negara Eropa seperti AS dikatakan
Levosimedan boleh diberikan. Obat ini memiliki troponin C kalsium, tanpa relaksasi
diastolik yang impact.

28

Sebagai tambahan efek vasodilatasi b dapat dimediasi dengan

obat adenosin trifosfat yang sensitif terhadap pottasium. 28 Kendali dari refleks pelebaran
pembuluh darah seperti tachycardia, juga kan memberikan hasil dari penghambat PDE
3. Pada studi kasus LIDO dari 103 pasien yang memiliki output yang rendah pada gagal
jantung, levosamin dan (infus diberikan dengan dosis 0,1 mcg/kg/menit selama 24 jam
setelah itu loading dose 24 mcg/kg/setelah 10 menit) di tambahakan dengan dobutamin
(5-10 mcg/kg/menit) untuk mereduksi hemodinamik selama 180 hari.

29

Tidak ada

kelompok plasebo dari perbedaan karena kasus efek berbahaya dari dobutamin. Angka
kejadian yang dapat bertahan dengan gagal jantung akut dekompensata terhadap 1327
pasien levosimendan memberikan hasil yang lebih baik (dari semua kasus dengan angka
kejadian moratalitas 180 hari) untuk dobutamin.

29

Levosimendan akan sangat baik

untuk mereduksi gagal jantung (percepatan plasma natrium peptide tipe B [BNP], hert
rate menurun selam 180 hari) dan akan mengakibatkan atrial fibrilasi dan hipokalemia.
Pada percobaaan REVIVE II, pasien yang telah diterapi dengan levosimendan dengan
jangka waktu singkat di rumah sakit dengan penanganan yang standar. 30 Analisis dari
kelompok dasar ini perlu administarsi pasien dengan label sebelumnya, levosimendan
akan membrikan efek relatif yang lebih baik pada penganan yang standar.
Golongan dengan Inotropik dan Properti Vasodilator
Walaupun inodilasi yang dilakukan oleh Opie pada tahun 1986,
tahun 1978 dengan Stemple dkk.

32

31

yang di rational pada

dengan kombinasi efek vasodilator dari niroprusside

dengan edek inotropik dopamin, akan mereduksi terjadinya afterload dan preload.
Dengan percakapan yang lebih keras, dobutamin dan dopamin dosis rendah harus
mencakup inodilator tersebut. Meskipun penghambat PDE type III merupakan golongan

20

prototopikal (Fig. 6-5). Pada grup ini, inodilator mortalitas atau morbiditas pada
percobaaan ini memberikan hasil situasi hemodinamik yang lebih serius seperti
kegagalan dari ventrikel kiri dengan cardiac output yang menurun meskipun ada
penambahan tekanan yang adekuat pada ventrikel kiri.
Penghambat Phosphodiesterase Type III
Penghambat PDE tipe III, melambangkan dengan milrinone, menghambat rangkaian
dari cAMP di dalam jantung dan otot jantung pada pembuluh darah perifer, dimana
menghasilkan agumentasi terhadap kontraklitas pada myocard dan areteri dan vena
perifer menjadi melebar Lihat Fig.6-5). Milrinone pada umumnya dapat meningkatkan
heart rate jantung dan penurunan tekanan darah. Komponen pelebaran yang dapat
ditambahkan mungkin dapat dijelasakn dengan percakapan yang relatif tentang
konsumsi oksigen yang dibutuhkan. Meskipun begitu, cAMP yang dapat ditingkatkan
pada otot jantung mempengaruhi ke atrium dan aritmia ventrikuler, dimana dapat
menjelasakan kandungan obat Digoxin-Milrinone pada percobaan didapatkan di mana
milrinone tidak lebih baik dari digoxin dan akan meningkatkan aritmia ventrikel. 34 Satusatunya inotropik dilator yang diizinkan di Amerika Serikat adalah milrinone, walaupun
kedua-duanya milrinone dan anoximone juga tersedia di United Kingdom.
Milrinone. Penggunaan milrinone secara intravena di USA dan United Kingdom.
Secara farmakologi aksi mekanisme yang menghambat PDE type III. Suatu peringatan
yang utama tidak ada bukti untuk keselamatan jangka panjang jika diberikan secara oral
akan meningkatkan aritmia ventrikuler.34 dan mortalitas

35.

Di OPTIME pada percobaan

gagal jantung kronik pada 949 pasien dengan gagal jantung eksaserbasi akut dengan
latar gagal ginjal kronik, milrinone tidak memberi manfaat tambahan di luar plasebo
sekalipun begitu dapat memberikan komplikasi seperti atrial fibrilasi dan hipotensi
tanpa adanya manfaat dari keseluruhan mortalitas 36 Analisis

yang mengungkapkan

tentang kecenderungan hasil yang lebih buruk yaitu terjadi iskemik pada pasien

37

Tidak

ada bukti yang berlanjut pada pemberian jangka panjang atau berlanjut secara jangka
panjang yang menggambarkan manfaat tanpa resiko yang serius.

21

Indikasi dan dosis sebagai berikut. Milrinone adalah diizinkan hanya untuk
digunakan pada pasien dengan gagal ginjal penurunan output untuk monitor , dengan
faslitas untuk perlakukan aritmia ventrikuler mungkin muncul. Tidak ada percobaan
klinis dengan pemasangan infus lebih dari 48 jam. Pemberian intravena secara lambat
dengan loading dose (sampai 10 menit sebelum dilemahkandigunakan dosis 50 mcg/kg)
mungkin bisa digunakan, meskipun banyak klinisi menghilangkan beban awal untuk
menghindari hipotensi, yang dapat diberikan secara infus intravena antara 0,375 sampai
0,750 mcg/kg/menit, biasanya untuk 12 jam untuk perawatan atau 48 jam pada gga
jantung akut, dimana tiap hari diberikan dosis maksimal 1,13 mcg/kg/menit. Dosis ini
mengurangi creatinin clearence pada ginjal. Sebagai contoh creatinin clearence 20
mL/menit/1,73 m2 cairan infus yang diberikan 0,28 mcg/kg/menit. Kontraindikasi

22

adalah infark myocard akut, stenosis aorta berat atau subaortic stenosis. Pemberian
inotropik jangka pendek, milrinone memberikan penanganan yang optimal untuk gagal
jantung kronik eksaserbasi tidak direkomendasikan jika tidak terjadi kekurangan clinical
clear untuk golongan inotropik atau golongan pressor.
Terapi kombinasi dan interaksi obat. Milrinone dapat diberikan untuk
memberikan keuntungan henodinamik pada pasien dengan menerima enzym ACE
inhibitor. Bagiamanapun, efek samping dari obat tersebut adalah terjadi pelebaran
pembuluh darah. Milrinone dapat dikombinasi dengan dosis seperti dobutamin, efek
inotropik dan penekanan tambahan mungkin akan berkurang. Ketika tekanan darah
berkurang, milrinone dapat dikombinasi dengan dopamin dosis tinggi. Peningkatan
lainnya sapat menyebabkan tachycardia, dan aritmia, meskipun terlihat sedikit atau
merugikan interaksi obat.
Enoximone.Enoximone adalah obat yang tidak terdapat di Amerika Serikat, tapi
memiliki lisensi untuk penggunaan intravena di Ingrri (loading dose: 90mcg/kg/menit
selama 10 sampai 30 menit, kemudian 5-20 mcg/kg/menit, dosis yang lebih rendah
untuk pasien gagal ginjal). Meskipun dapat diberikan pada kasus CHF/Gagal Jantung
Kongesti dengan curah jantung yang berkurang dan tekanan pengisisan meningkat, pada
nyatanya, obat ini ideal hanya diberikan pada keadaan akut, bukan kronik, gagal jantung
atau pasien yang sedang menunggu transplantasi. Tampaknya enoximone tidak
mengatasi masalah umum pada PDE inhibitor, seperti meningkatkan kadar cAMP
dengan risiko aritmia yang serius. Selanjutnya akan dijelaskan mengapa enoximone
meningkatkan mortalitas pada gagal jantung berat, deimana efek simulasi sentral cAMP
mungkin dapat menjelaskan mengapa terjadi perbaikan pada mobilitas fisik dan kualitas
hidup. Paradox ini memicu debat, tapi belum terselesaikan, tentang apakah penting
untuk meningkatkan kualitas hidup atau kuantitas hidup pada gagal jantung kronik,
berat dan stadium akhir.
Pendekatan Baru untuk Meningkatkan Kinerja Jantung

23

Seperti disebutkan sebelumnya, semua inotropik yang tersedia saat ini dan inodilators
beroperasi melalui mekanisme yang meningkatkan cAMP intraselular dan kalsium
dengan peningkatan resultan denyut jantung dan kebutuhan oksigen miokard dengan
meningkatnya konsekuensi terjadi iskemia, aritmia, dan kematian.Beberapa pendekatan
baru telah dikembangkan untuk meningkatkan kinerja jantung yang berpotensi tanpa
masalah tersebut.Salah satu pendekatan yang menjanjikan meliputi aktivasi langsung
myosin jantung, dan dua penelitian manusia melaporkan efek aktivator myosin jantung,
omecamtivmecarbil, pada sukarelawan atau pada pasien dengan gagal jantung
sistolik.Penelitian manusia pertama (34 pria sehat) menunjukkan respon fungsi ventrikel
kiri/LV yang sangat tergantung dosis terhadap penggunaan omecamtiv mecarbil
intravena dan didukung penggunaan klinis potensi obat pada pasien dengan gagal
jantung.
Dalam sebuah artikel yang terkait pada 45 pasien dengan gagal jantung sistolik stabil
yang diobati sesuai pedoman, mecarbil omecamtiv intravena memberikan peningkatan
waktu ejeksi ventrikel kiri (hingga 80 millidetik) dan stroke volume (hingga 9-7 mL),
dengan sedikit penurunan denyut jantung (hingga 2-7 denyut per menit, p<0.0001 untuk
semua ketiga pengukuran). Penelitian khusus dosis pada pasien dengan gagal jantung
akut (ATOMIC-AHF) dilakukan, dan bioavailabilitas tinggi oral omecamtiv mecarbil
menyajikan potensi pemberian oral untuk terapi kronis.
Kemungkinan mekanisme baru lainnya sebagai inotropik termasuk inhibisi natriumkalium adenosin trifosfatase (ATPase) dengan aktivasi SERCA (istaroxime), aktivasi
SERCA dengan vasodilatasi (nitroxyl donor seperti CXL-1020), stabilisasi reseptor
Ryanodine (S44121), dan modulasi energik (etomoxir; pyruvate).
Pengurangan Beban dan Vasodilatasi
Prinsip Pengurangan Beban
Setelah prosedur khusus, vasodilatasi merupakan terapi yang biasa digunakan untuk
gagal jantung dan hipertensi, karena sirkulasi perifer telah menjadi salah satu
situs/lokasi utama kerja obat kardiovaskular.Vasodilator dapat diklasifikasikan menurut
situs/lokasiaksi dalam sirkulasi (lihat Gambar. 2-3).Penurun preload (terutama

24

venodilator) dapat dipisahkan dari obat-obat terutama yang mengurangi afterload


(dilator terutama arteriol), sedangkan agen campuran bertindak pada kedua pra dan
afterload dan digabungkan dilator veno-arteriol. ACE inhibitor dapat dianggap sebagai
vasodilator khusus yang memiliki banyak sifat tambahan lainnya (lihat Bab 5).
Sedangkan vasodilator lain,terutama dilator arteriol, secara refleks mengaktifkan aksis
renin angiotensin, ACEinhibitor memberikan efek vasodilatas dan menghambat sistem
ini, selain memiliki sifat simpatolitik.
Penurunan preload. Biasanya ketika preload (tekanan pengisian LV/ventrikel kiri)
meningkat, begitu juga dengan tekanan sistolik puncak dari LV, dan curah jantung
meningkat (bagian menanjak pada kurva Frank-Starling). Pada penyakit jantung,
peningkatan curah jantung jauh lebih sedikit daripada normal, dan output gagal untuk
naik dan bahkan bisa turun ketika tekanan pengisian meningkat (bagian menurun pada
kurva Frank-Starling).Namun, tekanan pengisian optimal untuk penyakit jantung sangat
bervariasi, tidak selalu menjadi lebih tinggi dari biasanya.Pengurangan preload
umumnya berguna tetapi tidak selalu. Secara klinis, obat utama yang mengurangi
preload pada gagal jantung (1) furosemide oleh efek diuretik, serta (2) nitrat yang
melebarkan pembuluh darah sistemik untuk mengurangi aliran balik vena dan dengan
demikian menurunkan tekanan pengisian di kedua sisi kanan dan kiri jantung.
Pengurangan afterload.Tujuan terapi pengurangan afterload adalah untuk mengurangi
resistensi pembuluh darah perifer untuk mengurangi beban pada jantung, meningkatkan
fungsi ginjal, dan meningkatkan perfusi otot rangka. Penurunan resistensi (perifer)
vaskular sistemik tidak sama dengan pengurangan tekanan darah karena gagal jantung
peningkatan kompensasi pada curah jantung cenderung untuk mempertahankan tekanan
arteri selama pengurangan afterload. Penurun afterload yang spesifik hanya sedikit dan
terbatas dalam praktek untuk dua.Pertama, hydralazine adalah agen non-spesifik aksi
selular yang masih belum dimengerti, meskipun mungkin bertindak sebagai pembuka
saluran kalium.Kedua, Calcium Channel Blocker (CCB) adalah obat untuk reduksi
afterload dan banyak digunakan pada hipertensi.Mereka sering memiliki efek inotropik
negatif, sehingga perlu membatasi penggunaannya dalam gagal jantung, di mana obat

25

tersebut merupakan kontraindikasi.Amlodipine dan CCB long-acting lain mungkin


pengecualian, meskipun dengan pembatasan untuk penggunaannya (lihat Bab 3).
Gabungan pengurangan preload dan afterload.Natrium nitroprusside, digunakan
untuk hipertensi yang sangat parah atau CHF, yang harus diberikan secara intravena di
bawah pengawasan yang ketat dan diawasi secara cermat.-adrenergikblocker memiliki
efek untuk mengurangi pra dan afterload, yang menjelaskan efek antihipertensi obat
tersebut. Secara teoritis, obat tersebut juga harus bekerja pada CHF/gagal jantung
kongesti tapi tidak.Sebaliknya, kelompok obat tersebut meningkatkan kejadian gagal
jantung ketika diberikan sebagai monoterapi untuk hipertensi (lihat Bab 7, hlm.
251).Dari dua gabungan dan -blocker, labetalol dan carvedilol, merupakan yang
terakhir yang sudah teruji dengan baik pada gagal jantung (lihat Gambar. 110).Komponen obat -blocking ini harus mampu menghambat toksisitas miokard mediated akibat aktivasi neuroadrenergic pada gagal jantung, dan komponen -blocking
untuk mengurangi vasokonstriksi perifer.
Nitroprusside: Prototipe Vasodilator yang Seimbang
Nitroprusside adalah donor NO yang memberikan efek vasodilatasi dengan
pembentukan siklik monofosfat guanosine (GMP) dalam jaringan pembuluh darah
(Gambar. 6-6). Natrium nitroprusside intravena tetap vasodilator yang dipilih untuk
output rendah yang berat pada gagal jantung kiri, sehingga memberikan tekanan darah
yang pas, karena efek obat yang bertindak cepat dan memiliki efek yang seimbang pada
afterload dan preload (lihat Gambar. 2-3), dilatasi untuk arteriol dan vena.
Nitroprusside, obat ultra-cepat, tampaknya sangat berguna untuk meningkatkan kinerja
ventrikel kiri pada gagal jantung refrakter akut yang disebabkan oleh regurgitasi mitral
atau regurgitasi aorta.Perbaikan hemodinamik dan klinis juga diamati pada pasien
dengan kegagalan memompa yang berat oleh IMA, gagal jantung setelah operasi
jantung, dan pada pasien dengan gagal jantung kroniseksaserbasi akut. Karena
penggunaan yang harus berhati-hati, pemantauan terus menerus dan untuk sensitivitas
cahaya, serta risiko toksisitas sianida perlu dipantau, nitroprusside diganti pada gagal
jantung akut-on-kronis dengan nitrat dan pada krisis hipertensi diganti oleh nicardipine,

26

fenoldopam atau labetolol intravena (lihat tabel 7-4). Namun, di banyak pusat-pusat
khusus gagal jantung, nitroprusside tetap menjadi agen yang sering digunakan,
didukung oleh hasil penelitian nonrandomized pada 175 pasien dengangagal jantung
akut dekompensasi dan indeks jantung 2 L/menit/m2 atau kurang untuk terapi medis
secara intensif termasuk obat vasoaktif. Para pasien yang diobati dengan nitroprusside
mengalami perbaikan hemodinamik yang lebih besar dan mortalitas yang lebih rendah
dibandingkan pasien kontrol.

Gambar 6-6.Nitric oxide, nitroprusside dan nesiritde menstimulasi guanylate cyclasi


untuk

membentuk

cyclic

guanosine

monofsosfat

dengan

fungsi

vasodilator.Kemungkinan peran sildenafil dan komponen yang berkaitan (lihat gambar


2-6).cGMP, Cyclicguanosine monophosphate; LDL, low-density lipoprotein; LVH, left
ventricularhypertrophy; SH, Sulfhydryl.
Karakteristik, pencegahan, dan toksisitas sianida.
Dengan infus nitroprusside, respon hemodinamik (vasodilatasi langsung) dimulai dalam
beberapa menit dan berhenti dengan cepat.Nitroprusside diberikan secara intravena dan
diubah menjadi Cyanmethemoglobin dan sianida bebas dalam sel darah merah; sianida
bebas kemudian dikonversi menjadi tiosianat dalam hati dan dibersihkan oleh ginjal
(waktu paruh 7 hari).Ekstravasasi harus dihindari.Cairan dalam saline normal (hindari
larutan alkali) harus baru dibuat dan kemudian terlindung dari cahaya selama pemberian
infus; cairan harus dibuang ketika sudah 4 jam, atau sebelumnya jika berubah warna.

27

Keracunan adalah masalah khusus dengan nitroprusside terutama bila diberikan pada
dosis tinggi atau untuk waktu yang lama dan terutama jika terdapat gagal hati atau gagal
ginjal karena membatasi metabolisme sianida dan ekskresi produks akhir.
Toksisitas sianida: akumulasi Sianida dapat membunuh sel-sel dengan menghambat
metabolisme oksidatif, yang menyebabkan metabolisme anaerobik dan menghasilkan
asidosis laktat. Urutan ini berpotensi fatal.Namun, yang terakhir mungkin peristiwa
terminal lebih terkait dengan kegagalan sirkulasi. Gambaran klinis bervariasi dan
berkisar dari sakit perut sampai meninggal..Gejala gangguan sistem saraf merupakan
yang menonjol, termasuk berubahnya status mental, ensefalopati, lesi fokal, kejang
(apopleksi sianida), dan bahkan kematian otak. Toksisitas sianida dapat dihindari
dengan (1) menjaga dosis infus yang rendah dan sesingkat mungkin, dan tidak lebih dari
10 menit pada dosis tertinggi dalam pengobatan hipertensi berat; (2) mempertahankan
kecurigaan klinis; (3) Pemberiannatrium tiosulfat bersamaan; dan (4) mencari bukti
tidak langsung toksisitas seperti meningkatnya laktat darah dan tiosianat darah. Kadangkadang diperbolehkan untuk menggunakan dosis rendah nitroprusside hingga 3 hari saat
menggunakan obat ini untuk membantu pemasangan alat atau transplantasi. Namun,
kadar tiosianat hanya secara tidak langsung mencerminkan toksisitas sianida dan
memberikan petunjuk yang tidak sempurna. Toksisitas tiosianat adalah bahaya lainnya
(kadar tiosianat beracun 100 mcg/mL). Tiosianat relatif tidak beracun, tetapi dapat
menjadi bahaya jika gagal ginjal, memberikan berbagai gejaala gastrointestinal (GI) dan
sistem saraf pusat, beberapa di antaranya tumpang tindih dengan toksisitas sianida.
Nitroprusside: dosis, indikasi, dan kontraindikasi. Dosis umum adalah 0,5-10
mcg/kg/menit, tapi penggunaan intravena tidak boleh lebih dari 10 menit dengan dosis
maksimal. Paket insert memberikan peringatan pada kotak, kecuali bila digunakan
secara singkat atau pada tingkat yang sangat rendah (<2 mcg/kg/menit), sianida beracun
dapat mencapai tingkat yang berpotensi mematikan. Kecepatan infus membutuhkan
titrasi hati-hati terhadap tekanan darah, yang harus terus dipantau untuk menghindari
hipotensi yang berlebihan, yang bisa berakibat fatal.Ketika mengobati hipertensi berat,
perlu diperingatkan bahwa jika tekanan darah belum dapat dikendalikan setelah 10
menit dari pemberian infus dengan tingkat maksimal, obat harus dihentikan segera.

28

Sebaliknya, nitroprusside tidak boleh tiba-tiba dihentikan selama pengobatan gagal


jantung karenabahaya rebound hipertensi.
Indikasi termasuk berikut: (1) akut on kronis gagal jantung yang berat, terutama dengan
penyakit regurgitasi katup, untuk "menyelamatkan" pasien atau untuk transplantasi atau
perangkat mekanis; (2) dalam krisis hipertensi (lihat Tabel 7-4); (3) pada bedah
aneurisma; (4) untuk hipotensi terkontrol dalam anestesi (dosis maksimum 1,5
mcg/kg/menit); dan (5) setelah operasi bypass koroner, ketika pasien sering mengalami
hipertensi reaktif karena dihentikan dari hipotermia, sehingga nitroprusside atau nitrat
dapat diberikan selama 24 jam asalkan hipotensi tidak ada masalah. Kontraindikasi
adalah sebagai berikut: sudah ada hipotensisebelumnya (sistolik <90 mm Hg, diastolik
<60 mm Hg). Semua vasodilator merupakan kontraindikasi pada penyakit obstruktif
katup jantung yang parah (stenosisaorta atau mitral atau pulmonal, atau kardiomiopati
obstruktif). Perlu hati-hati dimana nitroprusside dapat meningkatkan curah jantung pada
stenosis aorta yang sangat sempit dengan gagal jantung berat, bertindak sebagai
jembatan untuk penggantian katup dan menunjukkan bahwa resistensi pembuluh darah
meningkatkan total kontribusi untuk beban ventrikel kiri. IMA bukan merupakan
kontraindikasi, asalkan hipotensi berlebihan dihindari.Nitroprusside merupakan
kontraindikasi pada gagal hati atau ginjal karena clearance metabolit yang beracun
tertekan.
Efek samping dari nitroprusside.Efek samping dari nitroprusside selain toksisitas
sianida, adalah sebagai berikut.Pengobatan berlebihan dapat menyebabkan penurunan
yang berlebihan pada tekanan diastolik akhri ventrikel kiri, hipotensi berat, dan iskemia
miokard.Kelelahan, mual, muntah, dan disorientasi disebabkan oleh toksisitas
cenderung muncul terutama ketika pengobatan berlanjut selama lebih dari 48 jam. Pada
pasien dengan gagal ginjal, tiosianatakan terakumulasi dengan infus dosis tinggi dan
dapat menghasilkan hipotiroidismesetelah terapi yang lama. Hipoksia mungkin hasil
dari peningkatan ventilasi perfusiyang mismatch dengan vasodilatasi paru.
Pengobatan keracunan sianida.Pertama, waspada untuk menghindari toksisitas
sianida. Hentikan infus ketika keracunan dicurigai (kadar tiosianat darah hanya panduan
tak langsunglangsung). Berikan larutan natrium nitrit 3% kurang dari 2,5 ml/menit

29

dengan dosis total 10 sampai 15 mL/menit, diikuti dengan suntikan natrium tiosulfat,
12,5 g dalam 50 mL dari 5% dextrose lebih dari 10 menit. Ulangi jika diperlukan
setengah dosis tersebut.
Nitrat
Nitrat sekarang digunakan dalam terapi gagal jantung akut dan kronis (lihat Bab 2, hlm.
50).Mereka bekerja dengan meningkatkan efek vasodilatasi GMP siklik vaskular.Efek
utamanya adalah vasodilatasi vena dibandingkan arteriol, sehingga menjadi yang paling
cocok untuk pasien dengan peningkatan tekanan pulmonal dan gambaran klinis kongesti
paru.Nitrat menghasilkan "phlebotomy farmakologis."Nitrat intravena biasanya dipilih
untuk edema paru akut infark miokard bukan nitroprusside karena pengalaman yang
luas dengan nitrat dalam uji coba besar.Selain bertindak sebagai vasodilator, nitrat dapat
melawan efek pertumbuhan yang berbahaya dari norepinefrin, meningkatkan gagal
jantung, pada miosit jantung dan fibroblasts.Sebagaimana dicatat sebelumnya, nitrat
intravena dibuktikan unggul untuk diuretik saja pada pasien dengan gagal jantung akut
dan edema paru.Pada percobaan VMAC, dosis nitrogliserin intravenayang sangat
rendah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dari plasebo untuk membantu
dyspnea awal atau mengurangi tekanan kapiler pulmoner (PCWP/pulmonary capillary
wedge pulmonal).Namun, analisis subkelompok kecil dari VMAC di mana nitrogliserin
yang dititrasi lebih agresif menunjukkan bahwa dosis tinggi nitrogliserin intravena
secara signifikan meningkatkan PCWP, meskipun tachyphylaxis tampak jelas pada 24
jam.Nitrogliserin intravena mungkin kurang dimanfaatkan di Amerika Serikat. Ketika
diberikan untuk gagal jantung akut, dosis awal harus 20-40 mcg/min dengan cepat
dititrasi setiap 5-10 menit sehingga hemodinamik atau gejala efek yang diinginkan
hingga sekitar 200 mcg/min. Efek samping utama adalah sakit kepala dan hipotensi, dan
gejala tersebut berkurang dengan mengurangi atau menghentikan pemberian infus.
Nesiritide
Nesiritide adalah yang pertama dari kelas obat baru NP yang disetujui di Amerika
Serikat. Ini adalah rekombinan manusia natriuretic peptide tipe B identik dengan
hormon endogen yang diproduksi oleh ventrikel dalam menanggapi stres yang
meningkat pada dinding dan volume overload. Dalam sebuah studi awal, nesiritide,

30

ketika ditambahkan ke terapi standar gagal jantung akut dengan diuretik intravena atau
oral, memberikan bantuan lebih besar untuk dyspnea daripada nitroglycerin.Nesiritide
meningkatkan laju aliran ekspirasi puncak dengan pengobatan gagal jantung akut
selama 24 jam pertama.
Sebuah metaanalisis dari limapenelitian pada tahun 2005 menunjukkan risiko
memburuknya fungsi ginjal, serta peningkatan mortalitas. Uji coba secara acak dan
definitive (ASCEND-HF) dibandingkan dengan plasebo nesiritide selain terapi standar
pada 7.141 pasien, menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan nesiritide
mengalami perbaikan minimal dalam dyspnea dan efek non menguntungkan pada rawat
inap untuk gagal jantung atau kematian dalam waktu 30 hari.Meskipun ada peningkatan
insiden hipotensi pada kelompok nesiritide, tidak ada perbedaan dalam tingkat
memburuknya fungsi ginjal.
Vasodilator yang diteliti
Mengingat peran terapi sentral vasodilator pada gagal jantung akut, antusiasme yang
cukup besar untuk mengembangkan jenis terapi vasodilator, NP lainnya termasuk
chimeric (misalnya, cenderitide) dan activator atau stimulator guanylate cyclase
(misalnya, cinaciguat). Obat baru yang sedangan diteliti adalah relaxin, sebuah
neurohormon pleiotropic dengan efek vasodilatasi dan berpotensi renoprotektif, yang
memiliki hasil yang menggembirakan penelitian awal dan saat ini sedang dalam tahap
uji coba III.
Vasopresin dan "Vaptans"
Reseptor vasopressin.Vasopressin, atau hormon antidiuretik (ADH), disintesis dalam
hipotalamus dan sangat penting untuk osmoregulasi, irama kardiovaskular, dan
homeostasis (Gbr. 6-7).Studi klinis sebelumnyatelah menyoroti peran vasopressin dan
analognya dalam resusitasi kardiopulmonal/RKP (CPR), syok septik, dan hipotensi
intraoperatif.Baru-baru ini, penekanan telah bergeser ke inappropriate antidiuretik
hormone hypersecretion (SIADH), seperti yang diulas oleh Gassanov dan colleagues.
ADH dilepaskan dalam menanggapi peningkatan osmolalitas plasma, penurunan
tekanan arteri, dan mengurangi pengisian jantung.ADH manusia mengandung arginin,
dan disebut vasopressin arginin (AVP) untuk membedakannya dari analog vasopresin

31

lainnya. Tiga subtipe reseptor vasopresin telah diidentifikasi: V1, V2, dan V3. Reseptor
V1 adalah proteinG-coupled yang beroperasi melalui jalur sinyal phosphoinositide,
menyebabkan pelepasan kalsium intraseluler dan vasokonstriksi.Reseptor V2 juga
ditambah dengan protein G, namun beroperasi melalui adenilat siklase, menggunakan
cAMP sebagai utusan sekunder.Reseptor V2 ditemukan dalam tubulus ginjal, dan
memediasi retensi air.Reseptor V3 di kelenjar hipofisis anterior berhubungan dengan
pelepasan corticotropin (hormon adrenokortikotropik) dan tidak dibahas di sini.
Saat ini, tidak ada enzim yang secara khusus terkait dengan pembentukan vasopressin
atau degradasi.Dengan demikian sebagian besar penelitian manipulasi farmakologis dari
vasopressin telah difokuskan pada identifikasi agonis reseptor vasopressin dan
antagonis (lihat Gambar. 6-4).

Gambar 6-7 Vasopressin dan gagal jantung.Penggunaan V-1 agonis untuk tipe yang
dipilih untuk gagal jantung aku, dan V-2 antagpnit untuk inhibisi aquaporin (AQP) dan
vasodiltasi.
Efek vasopressin arginin pada tonus pembuluh darah.AVP/vasopressin arginine
Intravena memiliki onset yang cepat (menit) dan dengan cepat didistribusikan dari
plasma ke volume ekstraseluler.Kebanyakan clearance terjadi sebagai hasil metabolisme
hati dan ginjal, dan sebagian kecil karena eliminasi ginjal. Waktu paruh singkat (4-20
menit), dan

karena itu harus diberikan sebagai infus intravena kontinu untuk

32

mempertahankan efek fisiologis. Efek dari sistem vasopressin yang dikurangi ketika
sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin (RAS), dan sistem neurohormonal masih
berfungsi. Pelepasan AVP tampaknya lebih erat terkait dengan pemeliharaan volume
sirkulasi darah daripada menjaga tekanan arteri. Kenaikan kadar plasma AVP yang berat
biasanya terjadi dengan hipotensi berat, syok hemoragik, dan serangan jantung. Namun
tingkat AVP yang relatif rendah telah dilaporkan pada pasien dengan syok septik dan
hemodinamik tidak stabil pada donor organ, yang menunjukkan bahwa keadaan klinis
"defisiensi vasopresin relatif" mungkin ada, dan bahwa ini mungkin respon dari
pemberian vasopresin eksogen. AVP baru-baru diperkenalkan dalam praktek klinis
sebagai vasopressor untuk beberapa keadaan khusus: hipotensi intraoperatif, syok
vasodilatasi, syok septik, dan selama CPR (lihat nanti). Efek yang merugikan termasuk
iskemia GI, iskemia ginjal, disfungsi biventricular, indeks jantung berkurang,
berkurangnya pengiriman oksigen total, dan uptake oksigen berkurang.
Arginin vasopressin untuk resusitasi kardiopulmonal dan syok.Dalam kedua model
manusia dan hewan, pemberian AVP eksogen selama hasil RKP meningkatkan tekanan
perfusi

koroner

dan

meningkatkan

hasil

resusitasi.Vasopresin

lebih

unggul

dibandingkan epinefrin dalam meningkatkan aliran darah organ vital dan meningkatkan
hasil resusitasi. Sebelumnya American Heart Association (AHA) menunjukkan
pedoman CPR/KPR dimana diberikan bolus 1 mg epinefrin yang berulang atau
mengganti dosis epinefrin pertama atau kedua dengan satu bolus 40 U vasopresin atau
menggunakan vasopressin untuk asistol. AVP telah digunakan untuk mengobati
hipotensi

setelah

cardiopulmonary

bypass,

yang

tampaknya

terkait

dengan

kadarvasopressin yang rendah. Dalam dosis 0,1 U/menit, vasopressin meningkatkan


syok postcardiotomy pada orang dewasa dan anak-anak.
Vaptans untuk hiponatremia. Dua vasopresin antagonis ("vaptans") sekarang dijual
untuk pengobatanhiponatremia euvolemic (Eropa) atau euvolemic dan hipervolemi
(Amerika Serikat): conivaptan untuk penggunaan intravena dan tolvaptan untuk oral.
Kedua obat disetujui untuk (1) pengobatan hiponatremia disebabkan oleh SIADH, dan
(2) hiponatremia disebabkan oleh CHF dan hati cirrhosis.58 Gross dan Wagner
menimbulkan tiga pertanyaan (1) Apakah obat-obatan ini menurunkan angka kematian

33

tinggi yang terkait dengan hiponatremia ? (2) Apakah dibenarkan untuk menggunakan
obat ini untuk mencegah kekambuhan dari hiponatremia pada SIADH kronis? (3)
Dapatkah biaya terapi vaptan yang kronis dibenarkan? Mereka berkomentar bahwa
rejimen vaptan optimal (dosis, waktu kontrol) untuk mengobati SIADH saat ini tidak
ditetapkan, dan tidak ada prosedur terbaik untuk menghindari koreksi yang cepat dari
hiponatremia kronis. Dengan demikian penulis "ragu-ragu untuk mempertimbangkan
vaptans bahkan merupakan pengobatan pilihan untuk hiponatremia."
Conivaptan untuk hiponatremia pada gagal jantung.Conivaptan (Vaprisol)
merupakan antagonis reseptor V2 ginjal yang disetujui di Amerika Serikat untuk
pengobatan hiponatremia euvolemic (natrium serum <135 mEq/L) pada pasien rawat
inap dengan gagal jantung yang mendasarinya.Manfaat klinis yang diharapkan untuk
meningkatkan natrium serum mungkin lebih besar daripada meningkatnya risiko efek
samping, termasuk flebitis, hipokalemia, sakit kepala, dan defisit neurologis (koreksi
hiponatremia terlalu cepat), meskipun hipotesis ini belum memadai dan ditunjukkan
dalam uji klinis. Dosis dari conivaptan: loading dose intravena 20 mg lebih dari 30
menit diikuti jika diperlukan dengan infus intravena kontinu 20 mg selama 24 jam.
Penggunaannya dapat dititrasi sampai 40 mg/hari jika natrium serum tidak naik sesuai
dengan yang diinginkan.
Tolvaptan untuk hiponatremia pada gagal jantung.Tolvaptan (15-60 mg per hari)
adalah antagonis V2 oral yang meningkatkan natrium serum pada hari 4 dan 30
pemberian sesuai penelitian oleh SALT. Pada pasien gagal jantung dengan tanda-tanda
kelebihan beban volume dan pada diet rendah sodium, monoterapi tolvaptan, tanpa
terapi diuretik loop bersamaan, mengurangi berat badan jika dibandingkan dengan
plasebo tanpa perubahan yang merugikan pada elektrolit serum, sementara dengan
adanya pengobatan dengan obat ACEinhibitor dan -blockers.Namun, dalam studi
EVEREST, meskipun penurunan berat badan menguntungkan dalam jangka pendek dan
perbaikan ringan pada dyspnea, tidak ada manfaat jangka panjang terhadap mortalitas
atau morbiditas pada gagal jantung.Food and Drug Administration (FDA) mengizinkn
indikasi untuk hiponatremia (<125 mEq / L) yang merupakan gejala dan resisten

34

terhadap restriksi cairan.Black box memperingatkan terhadap koreksi yang terlalu cepat
yang dapat menyebabkan demielinasi osmotik.
Vaptans lainnya.Vaptans lainnya termasuk mozavaptan, lixivaptan, dan satavaptan,
semua yang bekerja pada reseptor V2.
Arahan untuk Masa akan Datang
Selain pendekatan baru yang dijelaskan sebelumnya, sejumlah arah terapi menarik yang
saat ini sedang dikembangkan.Terapi diarahkan ke cardioprotection dan meningkatkan
status metabolik miokardium (misalnya, piruvat, etomoxir) sebagai obat yang potensial
untuk gagal jantung akut.Pengobatan Glukosa-insulin-kalium (GIK) dibandingkan
dengan plasebo pada 217 pasien yang menjalani penggantian katup aorta untuk stenosis
aorta dan adanya hipertrofi ventrikel kiri/LV. Pengobatan GIK mengurangi kejadian
cardiac output yang rendah (rasio odds, 0,22; P = 0,0001) dan mengurangi penggunaan
inotrope 6 sampai 12 jam pasca operasi (rasio odds, 0,30; interval kepercayaan 95%
[CI], 0,15-0,60; P=0,0007) dan biopsi ventrikel kiri menunjukkan peningkatan penanda
molekuler dari cardioprotection (adenosin monofosfat kinase, Akt fosforilasi, dan Olinked N-asetilglukosamin [O-GlcNAc] -ylation of selected protein band). Penelitian
jangka panjang sedang dilakukan dengan caraini dan terapi lain untuk memberikan
cardioprotection selama gagal jantung akut. Aktivasi neurohumoral meliputi aktivasi
sistem inflamasi dan kekebalan tubuh, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar
protein C-reaktif, interleukin-6, dan aktivator plasminogen jaringan, semua yang
berhubungan dengan mortalitas 180 hari.
Pendekatan Baru untuk Meningkatkan Kinerja Jantung
Seperti disebutkan sebelumnya, semua inotropik yang tersedia saat ini dan inodilators
beroperasi melalui mekanisme yang meningkatkan cAMP intraselular dan kalsium
dengan peningkatan resultan denyut jantung dan kebutuhan oksigen miokard dengan
meningkatnya konsekuensi terjadi iskemia, aritmia, dan kematian.Beberapa pendekatan
baru telah dikembangkan untuk meningkatkan kinerja jantung yang berpotensi tanpa
masalah tersebut. Aliskiren, inhibitor renin langsung, berada di bawah pengujian dalam
studi ASTRONAUT, hipotesis adalah obat tersebut akan melawan kelainan
neurohumoral normal yang ada pada gagal jantung akut.

35

Salah satu pendekatan yang menjanjikan meliputi aktivasi langsung myosin jantung,
dan

dua

penelitian

manusia

melaporkan

efek

aktivator

myosin

jantung,

omecamtivmecarbil, pada sukarelawan atau pada pasien dengan gagal jantung


sistolik.Penelitian manusia pertama (34 pria sehat) menunjukkan respon fungsi ventrikel
kiri/LV yang sangat tergantung dosis terhadap penggunaan omecamtiv mecarbil
intravena dan didukung penggunaan klinis potensi obat pada pasien dengan gagal
jantung.
Dalam sebuah artikel yang terkait pada 45 pasien dengan gagal jantung sistolik stabil
yang diobati sesuai pedoman, mecarbil omecamtiv intravena memberikan peningkatan
waktu ejeksi ventrikel kiri (hingga 80 millidetik) dan stroke volume (hingga 9-7 mL),
dengan sedikit penurunan denyut jantung (hingga 2-7 denyut per menit, p<0.0001 untuk
semua ketiga pengukuran). Penelitian khusus dosis pada pasien dengan gagal jantung
akut (ATOMIC-AHF) dilakukan, dan bioavailabilitas tinggi oral omecamtiv mecarbil
menyajikan potensi pemberian oral untuk terapi kronis.
Kemungkinan mekanisme baru lainnya sebagai inotropik termasuk inhibisi natriumkalium adenosin trifosfatase (ATPase) dengan aktivasi SERCA (istaroxime), aktivasi
SERCA dengan vasodilatasi (nitroxyl donor seperti CXL-1020), stabilisasi reseptor
Ryanodine (S44121), dan modulasi energik (etomoxir; pyruvate).
Syok kardiogenik
Pada syok kardiogenik, tujuan utama adalah pengurangan beban, mempertahankan
fungsi

jantung,

dan

pemeliharaan

tekanan

darah

optimal

sehingga

tetap

mempertahankan perfusi ginjal.Penurunan preload dengan reduksi tekanan kapiler paru


dan tekanan pengisianatrium kanan dilakukan dengan efek inotropik positif.Tergantung
pada tekanan darah, afterload mungkin juga harus dikurangi dengan adanya
vasodilatasi, atau kadang-kadang meningkat oleh vasokonstriksi perifer.Tujuan ini dapat
dicapai dengan berbagai inotropik intravena, termasuk dopamin, dobutamin, milrinone,
dan lain-lain.Beberapa di antaranya, seperti dopamin dosis tinggi dan norepinefrin,
menyebabkan vasokonstriksi dengan reseptor untuk meningkatkan tekananpada
keadaan-keadaan shocklike.Dilator inotropik, seperti milrinone, dan dopamin dosis
rendah, memiliki komponen vasodilator untuk aksi inotropik mereka yang diinginkan

36

jika tekanan darah relatif baik.Syok kardiogenik membawa prognosis buruk meskipun
dengan penggunaan obat.Sistem seperti intraaortic balon pumping (IABP-SHOCKII
trial) semakin banyak digunakan dan berada di bawah percobaan
Gagal Jantung Kronis
Gagal jantung kronis berbeda dari keadaan akut pada penekanan terapi. Pada gagal
jantung akut, tujuannya adalah untuk memberikan bantuan gejala segera, dan untuk
menyelamatkan pasien dari kematian kardiorespirasi jangka pendek yang akan terjadi
dan dengan mengoptimalkan hemodinamik dan status neurohormonal, dan untuk
mencegah miokard akut, kerusakan ginjal, dan kerusakan organ ujung lainnya.
Penekanannya adalah pada obat yang diberikan secara intravena.Pada gagal jantung
kronis, tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan progresif kronis miokardium
(pencegahan), untuk mencegah atau membalikkan pembesaran lebih lanjut dari jantung
(reverse renovasi), untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menghilangkan gejala,
dan memperpanjang hidup.Pengurangan rawat inap adalah tujuan penting bagi penyedia
layanan kesehatan karena itu adalah penentu utama biaya yang berkaitan dengan
manajemen gagal jantung.Asal dari gejala gagal jantung kronis masih belum dipahami
dengan baik.
Uji coba berturut-turut sekarang telah menetapkan, pertama, menghilangkan sifat CHF
yang diobati dan, kedua, bahwa obat-obat tertentu sebagian dapat mengurangi
peningkatan mortalitas.Obat yang paling efektif bertindak terutama oleh modulasi
respon neurohumoral pada gagal jantung (lihat Gambar. 5-8).Obat utama adalah
diuretik, ACE inhibitor, b-blocker, aldosteron inhibitor (spironolactone dan eplerenone),
dan angiotensin receptor blocker (ARB), serta kombinasi hydralazine dan nitrat pada
pasien tertentu.Diuretik memberikan bantuan gejala dari kelebihan cairan.Kelompok
kedua terdiri dari obat agen yang memiliki efek inotropik positif dan umumnya
meningkatkan

cAMP

sel

dan

kalsium,

yang

cenderung

meningkatkan

mortalitas.Sebagian besar obat ini meningkatkan mortalitas pada gagal jantung kronis
mungkin sebagai akibat dari memburuknya kerusakan miokard, promosi apoptosis, dan
arrhythmogenesis.Digoxin memiliki karakteristik dari kedua kelompok, karena

37

keduanya menghambat respon neurohumoral dan memiliki efek inotropik positif.Sifat


ini mungkin menjelaskan mengapa obat tersebut memiliki efek yang netral terhadap
mortalitas dalam beberapa penelitian.
Terapi Gagal Jantung Kronik yang Berat
Ketika fase akut berakhir, pasien sering dibiarkan dengan gagal jantung berat kronis
yang membutuhkan kebijakan penanganan yang berbeda. Kebijakan yang hampir sama
seperti pada pasien yang awalnya dengan gagal jantung kronis.Diagnosis harus
ditegakkan

dengan

pasti,

faktor-faktor

penyebab,

penyakit

yang

bersamaan

diidentifikasi dan diobati, dan penilaian keparahan gejala dan prognosis.Terapi


simtomatik bertujuan untuk diuresis optimal untuk mengobati atau mencegah retensi
natrium dan air.Tujuannya adalah untuk mengembalikan volume cairan tubuh dan
distribusi normal dan tidak untuk pasien yang over-diuresis.Respon neurohumoral yang
merugikan dihambat oleh ACE inhibitor, ARB, b-blocker dan aldosterone inhibitor
(spironolactone atau eplerenone) (lihat Gambar. 5-8).Digoxin dapat digunakan untuk
mengontrol denyut jantung pada fibrilasi atrium dan mungkin berkontribusi dalam
irama sinus dengan bertindak sebagai agen sympathoinhibitory.Obat harus digunakan
dalam dosis rendah yang efektif dalam uji coba utama.
Tren saat ini.Meskipun miokardium sebagian besar hancur, perbaikan gejala masih
mungkin dilakukan dengan menggunakan campurana diuretik, ACE inhibitor, badrenergik blokade, spironolactone-eplerenone, ARB, dan vasodilator seperti isosorbidhydralazine untuk pasien tertentu (lihat Gambar. 2-7 dan 6-10).Secara keseluruhan,
strategi ini adalah untuk mengistirahatkan miokardium yang lemah dan untuk
menghindari stimulasi. Obat-obatan seperti ACEinhibitor, b-blocker, spironolactoneeplerenone, dan isosorbidehydralazine meningkatkan prognosis, sedangkan diuretik
meringankan retensi cairan dan dyspnea, dan yang lain mungkin berbahaya (Tabel 6-4).
Perubahan yang paling besar untuk terapi gagal jantung kronis adalah penambahan
aldosteron blocker setelah ACEinhibitor dan b-blocker. Ivabradine mungkin muncul
sebagai terapi tambahan lain yang penting secara maksimal ditoleransi rejimen tiga jenis
obat. Beberapa pendekatan lain sedang diteliti, termasuk terapi metabolik (misalnya,
perhexiline dan trimetazidine) dan sildenafil (lihat Gambar. 6-6). Banyak kemajuan

38

terbaru yang menarik dalam area perangkat dan terapi gen berada di luar lingkup bab
ini.
Terapi tambahan. Terapi tambahan dapat melawan gagal jantung progresif dengan cara
mencocokkan obat untuk tahap gagal jantung (Tabel 6-5). Tahap A sebagian besar
pencegahan.Tahap B menambahkan penghambatan neurohumoral yanglebih aktif.Tahap
C meliputi terapi diuretik, inhibitor aldosteron, biventricular pacing (cardiac
resynchronizationtherapy [CRT]) dan defibrillator cardioverter implan (ICD) (lihat
Gambar. 8-16). Peningkatan intervensi dalam tahap D termasuk left ventricular assist
devices (LVADs) dan transplantasi jantung, dengan eksplorasi meningkatnya terapi stem
cell.
Gagal Jantung: Terapi Spesifik
Pengukuran umum dan modifikasi gaya hidup.Langkah-langkah umum dan
modifikasi gaya hidup termasuk pembatasan garam, pembatasan air untuk perfusi ginjal
yang buruk, dan aspirin. Warfarin memberikan manfaat secara keseluruhan yang sama,
dengan efek reduksi kemungkinan stroke tapi risiko perdarahan GI. Meskipun istirahat
periodik mungkin diperlukan untuk mencapai diuresis optimal (pasien kembali ke
tempat tidur selama 1 sampai 2 jam istirahat terlentang setelah konsumsi diuretik),
dalam aktivitas fisik harus dipertahankan; ada bukti kuat bahwa program rehabilitasi
harus dilakukan jika pelatihan dimungkinkan. Latihan selama 12 bulan pada mereka
gagal jantung kronis yang baik dengan median usia 59 tahun dikaitkan dengan 11%15% pengurangan penyebab kematian atau rawat inap, dan mortalitas kardiovaskular
atau gagal jantung yang dirawat inap selama 30 bulan.Salah satu intervensi rumahan
yang paling hemat biaya dari pendekatan baru untuk CHF adalah dengan perawat
jantung di rumah, yang mengurangi angka rawat inap dan peningkatan survival.
Saran harus diberikan untuk imunisasi flu, konsumsi alkohol, berhenti merokok, dan
faktor risiko lainnya.Anemia juga sebagai faktor prognosis untuk risiko dan penting
untuk terapi, serta adanya penelitian yang sedang berlangsung tentang keuntungan dari
obat erythropoietin-stimulating dan besi.

39

Tabel 6-4
Gagal Jantung Kronik: Obat yang Menurunkan Mortalitas, Mengatasi Gejala
atau Mungkin Memperburuk
Menurunkan Mortalitas: Harus dicoba untuk digunakan
1. ACE inhibitors or ARBs
2. b-blockers
3. Spironolactone or eplerenone
4. Isosorbide-hydralazine (baik untuk pasien kulit hitam)
Mengatasi Gejala: digunakan berdasarkan pertimbangan klinis
1. Diuretik
2. Nitrat
3. Besi untuk anemia
4. Metabolically active agents (trimetazidine, perhexiline)
5. Ivabradine
Mungkin Memperburuk; Digunakan dengan hati-hari setelah pertimbangan
1. Inotrop dan inotropik dilator
2. Antiarrhythmics, kecuali b-blockers dan amiodarone
3. Calcium channel blockers
4. Digoxin, setelah memeriksa kadar kalium dan kreatinin, hanya dosis rendah dengan
level 0.65-1.3 nmol/L (0.5-1 ng/mL). Digoxin dosis tinggi dengan, level 1.3 to 2.6
nmol/L (1-2 ng/mL), sebelumnya diterima, tapi tidak lagi.
Tabel 6-5
Pengobatan yang Direkomendasikan untuk Gagal Jantung Kronik oleh ACC-AHA
Tingkat A
Mengobati hipertensi
Berhenti merokok
Menangani lemak
Olahraga
Menghentikan penggunaan alkohol dan obat terlarang
ACE-inhibitor atau ARB
Menurunkan Perkembangan Penyakit Struktur Jantung
Tingkat B:

40

Terapi tingkat A
ACE inhibitor atau ARB
b-blocker
Menurunkan Perkembangan Gejala Gagal Jantung
Tingkat C:

Terapi tingkat A
Diuretik
ACE inhibitor atau ARB
b-blockers
Digoxin
Aldosterone antagonist
Hydralazine, nitrates
Retriksi garam
Biventricular pacing, ICD

Menurunkan Gejala Refraktor saat Istirahat


Tingkat D:

Terapi tingkat C
Alat bantu jantung
Transplantasi jantung
Infuse inotropic berkelanjutan
Penanganan paliatif

Dosis Diuretik.Dosis diuretik harus hati-hati disesuaikan untuk mengatasi edema dan
diuresis berlebihan, polydiuresis, gangguan ion, dan azotemia prerenal.Pada orang
dewasa yang lebih tua, penggunaan kelebihan diuretik dapat menyebabkan
kelelahan.Mengikuti prinsip sekuensial nefron blokade (lihat Gambar. 4-2) terapi
kombinasi diuretik sering diperlukan dan biasanya lebih nyaman bagi pasien. Pada
pasien yang mengalami gagal jantung berat dengan pengurangan besar dari laju filtrasi
glomerulus (GFR, kurang dari 15 sampai 20 mL/menit), dosis tinggi furosemide sendiri
atau lebih sering dikombinasikan dengan diuretik thiazide. Untuk overload cairan yang
berat, loop diuretik intravena dapat digunakan.Metolazone adalah diuretik kuat yang
digunakan dalam kasus-kasus resisten yang sulit.Diuretik hemat kalium, seperti
spironolactone dan eplerenone, sering digabung dengan diuretik yang tidak hemat

41

kalium.Pada pasien yang resisten diuretik, cek pertama untuk berinteraksi obat,
khususnya obat antiinflamasi nonsteroid (lihatGambar. 4-5).Furosemide Oral memiliki
karakteristik absorpsi variabel dan kadang-kadang pasien dapat merasakan manfaat dari
perubahan menjadi torsemide.
-blocker.Secara historis ada setelah ACEinhibitor, b-blocker telah mengurangi angka
kematian secara substansial.Terapi gagal jantung standar adalah diuretik, inhibisi sistem
renin-angiotensin-aldosteron (Raas), dan b-blocker.Pada awal gagal jantung b-blokade
dapat dianggap sebagai terapi awal, bahkan sebelum ACEinhibitor.Logikanya adalah
bahwa adaptasi neurohumoral awal adalah stimulasi adrenergik baroreflexi (lihat
Gambar 5-8).Obat-obat ini khusus diuji pada gagal jantung kronis seperti bisoprolol
(CIBIS I dan II), metoprolol suksinat (MERIT-HF), dan carvedilol (US Carvedilol
Study, Australia-New Zealand Study, COPERNICUS dan CAPRICORN), dengan dosis
yang diberikan pada Tabel 1-2.Nebivolol diberikan kepada orang yang lebih tua dengan
gagal jantung dan mengurangi angka rawat inap tetapi tidak mortalitas.Semua pasien
dengan gagal jantung kronis dan secara signifikan mengalami pengurangan fungsi
sistolik LV harus dipertimbangkan untuk b-blocker.Pasien harus memiliki hemodinamik
yang stabil saat pengobatan dimulai.b-blokade bukanlah pengobatan "penyelamatan"
untuk gagal jantung yang lebih berat. Bahkan pasien kelas IV bisa mendapatkan
keuntungan dari b-blocker dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, khususnya
carvedilol (Copernicus).Penting untuk memulai dengan dosis yang sangat rendah dari bblocker, dan kemudian titrasi perlahan dan terus selama berminggu-minggu.Peningkatan
dosis tidak boleh dilakukan dalam waktu kurang dari 2 minggu. Dosis harus dititrasi
dengan sampai dosis maksimal yang ditoleransi dan hingga dosis target dari uji klinis
yang relevan (lihat Tabel 1-3). Banyak pasien mengalami kelelahan ringan dengan
pemberian b-blocker, tetapi efek ini biasanya sementara dandengan konseling yang
tepat dan persiapan, maka dapat ditoleransi.
-blocker yang mana? -blocker yang ideal masih diperdebatkan, tapi kami terkesan
dengan data positif secara keseluruhan untuk carvedilol,

termasuksifatnya sebagai

antioksidan. Saat ini terapi standar adalah bahwa b-blocker ditambahkan ke pengobatan
lebih dini dengan ACEinhibitor. Namun, mengingat bahwa dosis ACE inhibitor

42

meningkatkan perbaikan rawat inap tetapi memiliki sedikit efek pada mortalitas,
sedangkan b-blocker yang ditambahkan pada ACE inhibitor memiliki efek yang
dramatis untuk mengurangi angka kematian, banyak dokter memulai dosis rendah ACE
inhibitor diikuti oleh titrasi penuh b-blocker sebelum mentitrasi ACE inhibitor. Selain
itu, beberapa bukti menunjukkan bahwa pemberian ACE-inhibitor duluan atau bblocker, tidak menjadi masalah.
Efek menurunkan denyut jantung: ivabradine. Denyut jantung yang lebih tinggi
adalah faktor risiko yang meruugikan untuk gagal jantung. Ivabradine adalah inhibitor
spesifik pertama untuk nodus sinus If.yang secara selektif menurunkan denyut jantung
tanpa target miokard, pembuluh darah, atau efek samping lainnya. Obat unik ini
memungkinkan para peneliti dari SHIFT untuk menguji pengaruh hanya untuk
mengurangi denyut jantung. penelitian 6558-pasien SHIFT, ivabradine, ditambahkan ke
terapi standar pasien gagal jantung kronis dengan detak jantung persisten 70 bpm atau
lebih tinggi, mengurangi titik akhir gabungan mortalitas jantung atau perawatan rumah
sakit untuk gagal jantung (rasio hazard [HR] 0,82; CI: 0,75-0,90; p<0,0001)
dibandingkan dengan plasebo, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap
kardiovaskular atau semua penyebab mortalitas. Ivabradine dititrasi sampai maksimal
7,5 mg dua kali sehari. Efek samping yang berlebih adalah bradikardia pada 5%
dibandingkan 1% dari pasien dengan plasebo; Efek samping visual (phosphenes) terjadi
pada 3% pasien versus1% dengan plasebo.
Dalam editorial Lancet, Teerlink menyatakan bahwa meskipun peringatan dari para
peneliti SHIFT, dokter mungkin tergoda untuk menggantikan ivabradine dengan bblocker atau gagal terapi b-blocker agresif yang dititrasi sebelum memulai ivabradine.bblockertelah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup di banyak uji coba dengan
pengurangan risiko kematian sekitar 24%-65%, sedangkan ivabradine tidak
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup baik dalam percobaan pasien
BEAUTIFUL 10.917 orang atau dalam percobaan SHIFT 6558 pasien. Data percobaan
ini menunjukkan bahwa b-blocker memberikan manfaat kelangsungan hidup yang
mungkin tidak disediakan oleh ivabradine. Hanya 23% dari pasien SHIFT berada di
dosis sasaran dan hanya setengah menerima 50% atau lebih dari target dosis b-blocker.

43

Dalam publikasi terbaru dari SHIFT, tercatat bahwa efek menguntungkan dari
ivabradine semakin menurun pada pasien dengan peningkatan dosis dasar dari bblocker, sehingga pada 1488 pasien target dosis b-blocker, tidak ada manfaat ivabradine
pada gabungan titik akhir mortalitas kardiovaskular atau gagal jantung yang dirawat
inap (HR 0,99, CI 0,79-1,24, p=0,91) dan tentu saja tidak ada indikasi efek
menguntungkan pada semua penyebab kematian (HR 1,08, 0,78-1,48, p=0,65). Oleh
karena itu kita setuju ivabradine hanya harus dipertimbangkan pada pasien yang terapi
b-blocker yang telah dititrasi dengan dosis maksimal yang ditoleransi dan yang
memiliki detak jantung/heart rate yang terus-menerus meningkat.
Denyut jantung dan kualitas hidup.Pada pasien dengan gagal jantung sistolik, dengan
kualitas hidup yang rendah dikaitkan dengan peningkatan angka kematian atau harus
dirawat di rumah sakit untuk gagal jantung.Pada penelitian SHIFT, besarnya penurunan
denyut jantung dengan menambahkan ivabradine (sekitar 10 bpm) dikaitkan dengan
peningkatan kualitas hidup dibandingkan dengan plasebo (P<0,001).Hasil dari studi
CARVIVA-HF unblinded menunjukkan bahwa ivabradine sendiri atau dengankombinasi
carvedilol aman dan efektif untuk meningkatkan kapasitas latihan dan kualitas hidup
pada pasien gagal jantung yang dioptimalkan dengan ACE-inhibitor Registrasi
ivabradine di Uni Eropa. Pada tanggal 16 Maret 2012, Uni Eropa memperpanjang
indikasi ivabradine untuk pengobatan gagal jantung kronis sesuai New York Heart
Association (NYHA) kelas II sampai IV dengan disfungsi sistolik pada pasien dengan
irama sinus denyut jantung adalah 75 detik/menit atau lebih, di kombinasi dengan terapi
standar, termasuk b-blokade, atau ketika b-blocker merupakan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi.
Inhibitor sistem renin-angiotensin-aldosteron: ACE inhibitor, ARB, dan aldosteron
blokade.Konsep utama adalah bahwa ACE-inhibitor dan b-blocker harus digunakan
atau setidaknya dipertimbangkan untuk digunakan pada semua pasien.Obat tersebut
harus dititrasi hingga dosis yang digunakan dalam uji klinis kecuali hipotensi atau
gejala seperti pusing muncul.Ketika ACEinhibitor digunakan untuk pertama kalinya
kepada pasien yang sudah menerima diuretik dosis tinggi (dan karena itu dengan
aktivasi intens dari renin angiotensin), dosis diuretik pertama harus dikurangi dan

44

diminimalkan.Ketika ACEinhibitor benar-benar tidak dapat ditoleransi karena,


misalnya, batuk berat, pastikan bahwa gagal jantung memburuk bukanlah penyebab
batuk, setelah menangani batuk, dan kemudian mengubah ke ARB sesuai pada dasar
tiga percobaan besar (CHARM, Val-Heft, dan VALIANT). Aldosteron blokade
meruapakn langkah berikutnya untuk mencapai inhibisi ganda RAAS.Kontraindikasi
untuk kehamilan bagi semua RAAS blocker.
Memburuknya fungsi ginjal selama inhibisi sistem renin-angiotensin. Dalam
sebuah editorial, Konstam menunjukkan, "Masuk akal untuk menyimpulkan bahwa
menghambat RAS mengurangi GFR melalui mekanisme yang tidak menyebabkan
prognosis buruk," berdasarkan SOLVD (Studies of Left Ventricular Dysfunction), di
mana penurunan awal GFR dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dalam kelompok
plasebo tetapi tidak pada kelompok enalapril.Manfaat kelangsungan hidup yang lebih
besar tampak pada enalapril dibandingkan dengan plasebo diamati pada pasien dengan
memburuknya fungsi ginjal, yang menunjukkan bahwa "penurunan GFR adalah
penanda efek inhibisi RAS yang llebih besar dengan manfaat kelangsungan hidup yang
lebih baik" jadi sedikit penurunan GFR bisa menjadi penanda manfaat kelangsungan
hidup.
Aldosteron antagonisme.Spironolactone mengurangi mortalitas pasien pasca-IMA
kelas III dan IV yang diobati secara optimal.
Eplerenone. Eplerenone lebih kurang menyebabkan ginekomastia dibandingkan dengan
spironolactone, namun baik ditambahkan obat ACE inhibitor atau terapi ARB, plasma
kalium perlu dimonitoring intensif. Eplerenone PostAcute Myocardial Infarction Heart
Failure Efficacy and Survival Study (EFESUS) menunjukkan bahwa penambahan dosis
rendah reseptor mineralokortikoid antagonis eplerenone ke terapi medis standar pada
pasien dengan IMA dan gagal jantung dengan disfungsi sistolik LV meningkatkan
kelangsungan hidup sebesar 15%, dengan penurunan kematian akibat penyakit jantung,
kematian mendadak, dan dirawat inap oleh karena gagal jantung.Berdasarkan
EPHESUS, dosis yang eplerenone 25 mg sehari untuk bulan pertama dan dititrasi
sampai 50 mg/hari, dengan pemantauan kalium, dan hati-hati dalam adanya gagal ginjal.
Mekanisme dimana eplerenone memberikan manfaat pada kelangsungan hidup jangka

45

panjang dan kardiovaskular tidak hanya dari efek hemat kalium atau efek diuretik, yang
menunjukkan bahwa antagonisme reseptor mineralokortikoid memberikan perlindungan
kardiovaskular diluar efek diuretik dan hemat kalium.
Trial EMPHASIS-HF. Dalam trialEMPHASIS-HF tentang eplerenone dibandingkan
dengan plasebo pada pasien yang diobati dengan pasca-IM gagal jantung sistolik (ratarata fraksi ejeksi 26%) dan gejala ringan ringan. Eplerenone mengurangi risiko semua
penyebab kematian (HR 0,76, CI 0,62-0,93; P=0,008) dan risiko rawat inap (HR 0,77;
CI 0,76-0,88, P<0,001) sementara tetap memantau kalium serum. Selain itu, insiden
onset baru

darifibrilasi atrium atau flutterditurunkan. Apakah eplerenone aman

diberikan dalam pasca-MI gagal jantung tanpa merusak fungsi ginjal pada gagal jantung
dengan gangguan ginjal ringan?Meskipun penurunan awal yang sederhana dalam
estimasi laju filtrasi glomerulus, eplerenone tetap mempertahankan manfaat prognostic.
Peran ARB. ACE inhibitor umumnya dianggap unggul dari ARB untuk pasien dengan
CHF dan disfungsi sistolik ventrikel kiri/LV (ELITE II, OPTIMAAL), dan biaya dan
lamanya pengalaman klinis juga lebih memilih ACE inhibitor.Namun, untuk pasien
yang tidak toleran terhadaop ACEinhibitor, ada bukti kuat untuk ARB, seperti valsartan
dalam trial Val-HeFT, dan candesartan.Terdapat juga bukti kuat bahwa ARB,
candesartan, dapat digunakan dalam pasien CHF yang tetap bergejala pada terapi
standar seperti ACE inhibitor dan b-blocker.
RAAS blocker yang mana dan kapan digunakan? Sekarang ada setidaknya tiga cara
di mana jalur renin-angiotensin-aldosteron dapat dihambat: ACEinhibitor, ARB atau
aldosteron blokade, atau berbagai kombinasi ini. b-blokade juga secara tidak langsung
blok sistem tersebut. Kombinasi yang obat yang terbaik untuk pasien masih belum jelas,
seperti dibahas dalam Bab 5.Pertanyaan yang paling sulit berhubungan dengan pasien
yang sudah diobati dengan diuretik, ACE inhibitor, dan b-blocker. Haruskah ARB,
antagonis aldosteron, atau keduanya ditambahkan? Mengingat bahwa ketiga hasil uji
coba utama dengan antagonis reseptor mineralokortikoid (RALES, EPHESUS,
EMPHASIS) menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup, pertimbangan data dan
biaya keseluruhan biasanya memutuskan mendukung aldosteron blokade.Ada bukti
sekarang muncul untuk "terapi quadruple" (yaitu, ACE inhibitor, b-blocker,

46

spironolactone, dan ARBmemiliki manfaat pada beberapa pasien yang dipilih dengan
cermat, tetapi disfungsi ginjal dan hiperkalemia harus benar-benar dipantau).Selain itu,
pada pasien kulit hitam, isosorbid-hydralazine menunjukkan penurunan yang signifikan
pada semua penyebab mortalitas.
Phosphodiesterase-5 inhibitor.PDE-5 inhibitor, paling dikenal untuk meningkatkan
fungsi ereksi, juga vasodilatasi paru dan pembuluh darah sistemik (lihat Gambar. 66).Bukti awal menunjukkan bahwa PDE-5 inhibitor bermanfaat bagi pasien dengan
CHF dan hipertensi pulmonal sekunder (PH/pulmonary hipertension)."Data kumulatif
menunjukkan bahwa inhibisi PDE-5 adalah pendekatan yang menjanjikan untuk
pengobatan remodeling ventrikel yang disebabkan oleh tekanan atau volume yang
berlebihan dan gagal jantung."Dalam tujuh percobaan kecil pada CHF, pada total 199
pasien, ada perbaikan yang konsisten dalam pengukuran seperti index jantung.Dalam
salah satu skor uji, tampak angka depresi menurun dan kualitas hidup meningkat.
Namun, tidak ada uji coba terkontrol skala besar,dan jangka panjang dengan plasebo.
Digoxin.Digoxin, tidak lagi dianggap sebagai obat esensial melainkan pilihan opsional,
hanya lebih berhati-hati dan selektif diberikan dalam dosis yang lebih rendah dari
sebelumnya, dengan alasan bahwa hal itu dapat memberikan perbaikan gejala.Interaksi
obat yang banyak dan kontradiksi juga membatasi penggunaannya.Untuk menurunkan
denyut jantung selain b-blocker, ivabradine merupakan pilihan yang lebih aman.
Antiaritmia.Antiaritmia mungkin diperlukan.Takiaritmia ventrikel adalah penyebab
utama kematian pada gagal jantung kongestif/CHF.Sehingga penting untuk menghindari
faktor-faktor seperti hipokalemia, kelebihan digoxin, atau penggunaan lama PDE
inhibitor.Agen

Kelas

harus

dihindari.Amiodaron

jangka

panjang

dapat

dipertimbangkan dalam dosis rendah, dan di mana ada fasilitas dan ada indikasi yang
baik, ICD dapat dipilih (lihat Gambar. 8-16). Fibrilasi atrium merupakan masalah umum
dan serius, dan membutuhkan salah satu dari dua jalan: konversi ke irama sinus dan
mungkin setelah itu dosis rendah amiodaron, atau mengendalikan denyut jantung saat
istirahat dan selama latihan (lihat Gambar 8-13.). Percobaan AF-CHF menunjukkan
bahwa strategi kontrol-ritme atau adanya irama sinus tidak terkait dengan hasil yang
lebih baik pada 1376 pasien dengan atrial fibrilasi dan CHF, begitu banyak dokter

47

memilih strategi rate-control. b-blocker, digoxin, dan amiodarone biasanya digunakan


untuk efek ini, sedangkan CCB relatif kontraindikasi karena sifat inotropik negatif.
Dukungan inotropic jangka pendek.Dukungan inotropik jangka pendek oleh
simpatomimetik atau dilator inotropik tidak mudah dilakukan.Namunmilrinone atau
yang lainnya dapat memberikan bantuan untuk gejala dramatis untuk penyelamatan,
ketika dukungan inotropik sangat penting.Pada pasien dengan eksaserbasi gagal
jantung, dan tidak perlu inotropik yang mendesak atau dukungan pressor, mungkin ada
sedikit manfaat dengan risiko adaya efek samping.
Terapi vasodilator.Pada pasien yang tetap bergejala meskipun terapi penuh (diuretik,
ACEinhibitor, b-blocker, spironolactone, ARB, dan mungkin digoxin) isosorbid dinitrat
dengan hydralazine patut untuk dicoba. FDA menyetujui kombinasi isosorbid dinitrat
dan hydralazine sebagai tambahan pengobatan untuk CHF pada subyek orang kulit
hitam, terutama atas dasar pengurangan 43% untuk semua penyebab kematian di antara
1.050 orang kulit hitam dalam percobaan Val-HeFT.Kombinasi ini sebagai terapi
standar efektif dalam populasi non-hitam belum diuji secara langsung.Hydralazine
sebagian besar merupakan dilator arteriol yang mungkin bertindak sebagaipembuka
saluran kalium vaskular.Hydralazine dapat mempotensiasi nitrat dengan memperlambat
perkembangan toleransi nitrat (lihat Gambar. 2-7). Peran hydralazine saja pada pasien
gagal jantung yang sudah ditangani oleh diuretik, ACE inhibitor, dan agen lain yang
efektif adalah tidak jelas dan tidak dianjurkan.
Obat-obatan baru.Aquaretics atau "vaptans" antagonis merupakan jenis reseptor
vasopressin 2 di ginjal, sehingga meningkatkan clearence air dan mengurangi
hiponatremia (lihat Gambar. 4-5).Dalam jangka panjang, penggunaan relatif
mengecewakan (lihat Bab 4, hal. 107).Perhexiline bertindak secara metabolik
menghambat oksidasi asam lemak miokard yang merugikan, tetapi membutuhkan
pemantauan kadarnya di darah untuk menghindari toksisitas hepar atau saraf.Perhexiline
mungkin

sangat

berguna

pada

pasien

dengan

angina

dan

gagal

jantung

refraktor.Trimetazidine, asam lemak inhibitor parsial lain yang memiliki efek samping
yang minimal dan tersedia di beberapa negara Eropa, meningkatkan fungsi LV dan
sensitivitas insulin pada kardiomiopati dilatasi idiopatik r atau iskemik. Laporan lain

48

menunjukkan manfaat pada kardiomiopati iskemik atau diabetes dan metaanalisis


terbaru dari 884 pasien menunjukkan efek menguntungkan pada beberapa hasil klinis,
termasuk LV remodeling.Sildenafil, sudah terkenal, sebagai obat yang membantu untuk
miookardium yang rusak dengan meningkatkan siklik GMP (lihat Gambar. 66).Pentoxyfylline adalah agen kompleks yang menurunkan sintesis tumor necrosis
factor-a (TNFa) dan meningkatkan fraksi ejeksi, namun juga memiliki aktivitas PDE
dan hasil data tidak ada.Vasopresin antagonis (ADH) merupakan yang logis dipakai,
tetapi hasilnya dengan tolvaptan dalam percobaan EVEREST mengecewakan dalam hal
kemampuan mereka untuk meningkatkan hasil jangka panjang.Dari prospek tersebut,
satu-satunya agen yang sudah tersedia dan berlisensi, meskipun tidak untuk digunakan
dalam CHF, yaitu tolvaptan, pentoxifylline, dan sildenafil.Obat-obat yang seharusnya
bekerja namun telah mengecewakan adalah (1) endotelin (ET) antagonis, yang unload
jantung dengan vasodilatasi dan meningkatkan integritas endotel koroner; dan (2)
antagonis sitokin, termasuk etanercept yang mengganggu TNF-a dari reseptornya.
Terapi gen. Gangguan kontraksi sekarang ditetapkan sebagai fitur kunci dari gagal
jantung stadium lanjut, sehingga yangmenjadi perhatian adalah meningkatkan regulasi
dari cardiac sarcoendoplasmic calcium-transporting ATPase (SERCA2a) yang secara
klinis relevan (lihat Gambar. 6-8). SERCA2a telah diregulasi pada gagal jantung
dengan adeno-associated virus tipe 1 / SERCA Transfer melalui infus arteri coroner
epikardium antegrade dengan manfaat yang jelas lebih dari 12 bulan dalam fase trial 2
manusia.Selanjutnya, sekarang ada kemungkinan teoritis molekulupregulation SERCA2
oleh SUMOylation, di mana SUMO merupakan terapi ubiquitin terkait modifier tipe 1.
Terapi Stem cell.Sebuah studi awal menunjukkan bahwa infus intracoronary dari sel
induk jantung autologous meningkatkan fungsi sistolik LV dan menurunkan ukuran
infark pada pasien dengan gagal jantung setelah infark miokard dan penelitian lain yang
menggunakan sel cardiosphere autologus intrakoroner menunjukkan penurunan massa
scar, meningkatkan massa jantung yang berfungsi dan konrtaktilitas regional dan
penebalan dinding sistolik regional tapi tidak berhubungan dengan perubahan volume
ventrikel. Penelitian tambahan dengan sel perkursor mesenkim juga tambah

49

meyakinkan.Jadi penelitian fase 2 yang lebih besar dengan metode yang berbeda
diperlukan.

Gambar 6-8 Terapi gen untuk meningkatkan pergerakan ion kalsium intraseluler
pada gagal jantung.Lokasi aksi. Regulasi Ca2+ berubah pada gagal jantung dari pola
normal (lihat Gambar. 1-1) menjadi berkurang dan terbatas. Terapi gen, masih dalam
pengembangan awal, bertujuan untuk meningkatkan aktivitas sarcoplasmic endoplasmic
reticulum calcium-ATPase (SERCA), enzim kunci dalam regulasi penyerapan Ca2+ ke
retikulum sarkoplasma, sehingga meningkatkan pelepasan Ca2+ dari SR ke dalam
sitosol melalui reseptor Ryanodine (RyR). Efek keseluruhan adalah untuk meningkatkan
sinyal Ca2+ untuk kontraksi. Upregulation SERCA dengan terapi gen akan mengubah
abnormalitas ion lainnya secara langsung, seperti berkurang entry Ca2+ melalui saluran
L-kalsium, meningkatkan entry ion natrium, dan peningkatan hilangnya ion kalium.
Sejauh ini tidak ada terapi khusus untuk memperbaiki kelainan ion.Untuk gagal jantung
akut, inotropik katekolamin (lihat Gambar. 6-4) dan inodilators (lihat Gambar. 6-6)
meningkatkan cadangan Ca2+ intraseluler yang habis. Untuk gagal jantung kronis, bblocker (lihat Gambar. 1-7 dan 1-8) dan ivabradine dengan sangat berbeda dengan alur
ion untuk mengurangi masuknya ion kalsium, sehingga menjadi efek tambahan (lihat
Gambar. 8-4). Digoxin juga bertindak berbeda untuk menghambat pompa natrium-

50

kalium diikuti dengan pertukaran natrium-Ca2+ untuk meningkatkan Ca2+ intraseluler,


sehingga secara tidak langsung meningkatkan kontraktilitas dengan efek vagomimetic
yang terpisah
Terapi anemia: obat erythropoietin-stimulating. Gagal jantung kronik sering disertai
dengan anemia, yang mana merupakan target terapi baru untuk gagal jantung.
Pemberian besi, erythropoieting dan erythropoietin intravena seperti darbepoiten alda
dapat meningkatkan kadar hemoglobin, tapi tidak membaik secara klinis. Pada beberapa
kasus, ACE inhibitor berkontribusi bahkan menyebabkan anemia. Berdasarkan TREAT
STUDY pada 4038 pasien dengan diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis, dan anemia
secara acak menerima darbepoetin alfa atau plasebo, peningkatan dua kali lipat kejadian
stroke yang menggunakan darbepoetin alfa tidak bisa dijelaskan. FDA kini telah
memberi peringatan pada obat erythropoietin-stimulatingyang menunjukkan bahaya,
meskipun memungkinkan memulai pengobatan jika hemoglobin kurang dari 10 g / dL,
dengan fokus pada menghindari transfusi, sesuai dengan manfaat awalnya ditunjukkan
disetujui pada tahun 1989. Meskipun demikian, satu percobaan sedang berlangsung
dengan darbepoetin alfa untuk menguji hipotesis bahwa manfaat hasil yang diharapkan
berupa koreksi anemia oleh agen ini pada gagal jantung akan lebih besar daripada
keamanan.
Hemostatis besi dan kualitas hidup terkait kesehatan.Dari sudut pandang pasien,
tidak hanya hemoglobin yang penting.Temuan dari studi FAIR-HF pada 459 pasien
menunjukkan bahwa ferric carbocymaltose intravena yang diberikan pada pasien
dengan gagal jantung kronis dan kekurangan zat besi, dengan atau tanpa anemia,
memperbaiki gejala, kapasitas fungsional, dan kualitas hidup dengan efek samping yang
dapat diterima. Ferric carboxymaltose intravena secara signifikan meningkatkan
kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan setelah 4 minggu dan selama
periode penelitian.
Terapi re-sinkronisasi jantung dan implantable cardioverter defibrillators.CRT
(biventricular pacing) dan ICD semakin digunakan pada pasien dengan gagal
jantung.Kedua perangkat tersebut telah meurunkan angka kematian dalam uji klinis

51

besar atau dari metaanalisis.Indikasi yang tepat masih kontroversial.CRT biasanya


dianggap ketika ada perpanjangan QRS sebagai tanda gangguan konduksi
intraventrikular.Tindakan

ini

dapat

menyelamatkan

hidup,

tapi

mahal,

yang

menimbulkan masalah serius dalam kaitannya dengan anggaran kesehatan nasional.


Operasi jantung. Operasi jantung harus dipertimbangkan ketika terdapat cacat katup,
terdapat bukti yang jelas dari indikasi yaitu iskemia miokard, atau prosedur remodeling.
Utilitas operasi rekonstruksi ventrikel tetap diperdebatkan, meskipun hasil hipotesis 2
komponen trial STICH menunjukkan bahwa peran ini mungkin sangat terbatas.
Hipotesis 1 komponen STICH menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara terapi medis saja dan terapi medis ditambah coroner artery bypass graft (CABG)
sehubungan dengan kematian dari setiap penyebab pada pasien dengan penyakit arteri
koroner dan disfungsi LV.
Pilihan terakhir.Gagal jantung berat refrakter terhadap furosemide dapat bermanfaat
dari ultrafiltrasi extracorporeal untuk menghilangkan atau cairan intravascular.
Transplantasi jantung atau LVAD adalah pilihanterakhir, meskipun hasil yang lebih baik
muncul dengan peningkatan teknologi

danseleksi pasien yang lebih baik.Jumlah

transplantasi berkurang sebagian karena kurangnya donor dan peningkatan terapi medis
dan alat.Indikasi sekarang lebih ketat dari sebelumnya.Tidak ada uji coba terkontrol
untuk transplantasi.Alat bantu jantung juga sedang dipertimbangkan untukpengobatan
seumur hidup.
Ringkasan Terapi Gagal Jantung
Semakin parah gagal jantung, begitu juga kebutuhan untuk terapi harus ditetapkan (Gbr.
6-9).Penyakit jantung sepenuhnya adalah fenomena yang kompleks, dimulai dengan
jantung dan melibatkan paru-paru,ginjal, dan pembuluh darah perifer (Gbr. 6-10).Terapi
Maksimal meliputi terapi yang ditetapkan seperti yang ditunjukkan di gambar. 6-10,
dengan terapi baru..Yang terakhir, Jika Ifblocker ivabradine disetujui untuk tambahan bblokade di Uni Eropa untuk pasien dengan takikardia persisten. Obat khusus diperlukan
untuk bertindak pada edema paru (lihat "Akut Gagal Jantung" di awal bab), ginjal, dan
pembuluh darah perifer. RAAS blokade tetap dasar terapi.

52

Digoxin dalam Perspektif


Aksi kombinasi inotropik-bradikardia dari digoxin (Gbr. 6-11) yang unik jika
dibandingkan dengan banyaknya inotropik simpatomimetik bahwa semua cenderung
menyebabkan takikardia. Selain efek inotropik positif lemah, memperlambat laju
ventrikel, yang memungkinkan ventrikel mengisi lebih baik padaCHF, terutama dengan
fibrilasi atrium. Digoxin juga menurunkan drive simpatik yang dihasilkan oleh sirkulasi
yang gagal, yang merupakan alasan untuk digunakan dalam CHF dengan irama sinus.
Meskipun demikian, penggunaan ini sekarang kontroversial, terutama karena percobaan
pada 6800 pasien gagal menunjukkan manfaat mortalitas untuk digoxin, meskipun tidak
ada

perbadningan

pengobatan

dengan

b-blocker,

antagonis

aldosteron,

dan

alat.Akibatnya, penggunaannya dalam irama sinus tetap opsional dan kontroversial


dengan beberapa argumen yang kuat terhadap penggunaannya.Penggunaan optimal
digoxin membutuhkan pengetahuan mendalam tentang beberapa faktor yang
berhubungan dengan keberhasilan dan toksisitas, termasuk interaksi obat yang
banyak.Karena efek dari digoxin pada pasien yang sakit dengan hipoksia dan gangguan
elektrolit seringkali sulit untuk diprediksi dan karena kurangnya bukti keberhasilan,
digoxin sekarang sangat jarang digunakan pada gagal jantung akut dan jauh lebih sedikit
digunakan pada gagal jantung kronis.Meskipun demikian, digoxin tetap merupakan
satu-satunya obat untuk gagal jantung kronik yang menginhibisi pompa natrium.

53

Gambar 6-10. Prinsip terapi maksimum untuk gagal jantung kongestif


(CHF).Diuretik diberikan untuk edema paru (1) belum merangsang sistem reninangiotensin-aldosteron (RAAS). Fungsi ventrikel kiri (LV) yang rendah juga
mengaktifkan sistem ini (2) oleh tekanan darah rendah dengan penurunan perfusi ginjal
atau dengan refleks-b adrenergik (b)aktivasi baroreseptor .Hasil vasokonstriksi dari
pembentukan angiotensin-II (A-II) atau dari aktivitas a-adrenergik.Logikanya,
angiotensin-converting enzymeinhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker
(ARB) merupakan bagian integral dari terapi, seperti b-blocker.Aldosteron (Aldo)
blocker juga penting. Di antara terapi lain, ivabradine adalah yang terbaik setelah diuji.
Nitrat-hydralazine bermanfaat pada pasien kulit hitam yang ada di Amerika Serikat,
tetapi mungkin juga mengurangi vasokonstriksi pada orang lain. Trimetazidine (TMZ)
dan perhexiline menghambat oksidasi asam lemak miokard untuk meningkatkan fraksi
ejeksi. Sildenafil akan membantu dengan meningkatkan siklik guanosin monofosfat
(lihat Gambar. 6-7). Biventrikular pacing (Bi-V), juga disebut terapi resinkronisasi
jantung (CRT), terutama digunakan bila ada konduksi ventrikel yang tertunda/lama

54

(QRS yang panjang). Alat bantu ventrikel iri dianggap sebagai awal untuk transplantasi.
Stem cell/sel induk adalah pengobatan untuk masa depan.
Inhibisi pompa natrium.Inhibisi pompa natrium menjelaskan efek digitalis pada sel
miokardium. Ketika pompa natrium (Na/K-ATPase) diinhibisi, terdapat peningkatan
transien pada penutupan natrium intrasel ke sarcolemma, yag menyebabkan ingluks
kalsium

oleh

pertukaran

natrium-kalsium

untuk

meningkatkan

kontraktilitas

miokardium, dengan risiko aritmogenik. Akan tetapi, digoxin masih merupakan


inotropic pada dosis rendah dibandingkan standar sebelumnya.
Uptake langsung kalsium.Toksisitas digoxin, penelitian dengan digoxin meningkatkan
masukan kalsium ke dalam sel jantung menlalui saluran transmembran baru kalsium.

Gambar 6-11. Digoxin memiliki efek neural dan sel miokardium.Efek inotropic
digoxin dikarenakan inhibisi pompa natrium pada sel miokardium. Menurunkan denyut
jantung dan inhibisi nodus atrioventrikular (AV) dengan stimulasi vagal dan
menurunkan discharge nervus simpatis merupakan keuntungan terapi ini. Aritmia toksik
kurang dipahami tapi mungkin disebabkan oleh calcium-dependent afterpotential.
Efek otonom

dan

renin-angiotensin.Perlambatan sinus dan inhibisi nodus

atrioventricular (AV) merupakan hasil dari dari akivasi parasimpatikn.Setelah blok


vagal, efek digoxin masih tetap ada pada jaringan nodus yang memberikan depresi pada
aktivitasnya.Aksi digoxin pada konduksi AV, yang memperlambat, dan pada periode

55

refrakter AV, yang memperpanjang, terutama tergantung pada peningkatan tonus vagal,
daripada efek langsung dari digoxin.Bagian dari gejala toksik digitalis dapat dijelaskan
oleh efek parasimpatomimetik, seperti mual, muntah, dan anoreksia.Inhibisi mimpatik
mungkin memainkan peran penting dari efek digitalis pada gagal jantung
kongestif/CHF. Digitalis menghambat discharge saraf simpatis, efek yang terjadi
sebelum perubahan hemodinamik diamati. Pelepasan Renin dari ginjal terhambat karena
digoxin menurunkan aktivitas pompa natrium ginjal dengan efek natriuretik.Pelepasan
renin yang kurang menyebabkan vasodilatasi untuk mengimbangi vasokonstriktor
langsung dari mekanisme digoxin.
Farmakokinetik digoxin (Tabel 6-6). Serum paruh digoxin adalah 1,5 hari. Sekitar
sepertiga dari jumlah digoxin dalam tubuh yang hilang setiap hari, sebagian besar oleh
ginjal.Sekitar 30% diekskresikan oleh rute nonrenal (tinja, metabolisme hepatik) pada
mereka dengan fungsi ginjal normal.Pada subjek yang diberikan obat digitalis, sekitar
setengah dari digoxin terikat pada reseptor otot rangka (dengan darah) untuk sebagian
besar volume tetap didistribusi.Faktor farmakokinetik yang multipel mempengaruhi
kadar digoxin dalam darah dan sensitivitas digoxin. Pada pasien dengan gangguan
ginjal, ekskresi berkuran dan dosis dipertahankan untuk tetap rendah.Loading dose juga
lebih rendah.
Penggunaan digoxin: perubahan dalam praktek klinis. (1) Fibrilasi atrium kronik
tanpa CHF mungkin merupakan kondisi dimana digoxin paling sering digunakan.
Sayangnya, bahkan ketika digunakan oleh ahli jantung, penelitian PALLAS untuk
fibrilasi atrium menunjukkan kadar yang toksik dan dapat menyebabkan peningkatan
insiden gagal jantung. Digoxin dapat dikombinasikan dengan verapamil, diltiazem, atau
b-blocker untuk mengontrol denyut ventrikel selama latihan.Namun, perlu diketahui
bahwa denyut jantung yang optimal tetap diperdebatkan.Perhatikan interaksi verapamildigoxin dimana verapamil menurun clearence nonrenal. (2) Pada atrial fibrilasi kronis
dengan gagal jantung tidak ada hasil penelitian yang baik sehingga dosis dan efek
masih dinilai secara klinis. Kombinasi logis adalah dengan b-blocker yang tidak hanya
memperlambat laju ventrikel tetapi meningkatkan toleransi latihan dan fraksi ejeksi.(3)
Pada CHF dengan sinus ritme manfaat terbatas yang ditemukan di trial DIG

56

therapeutictoxic sangat sempit, dan banyak interaksi obat yang meragukan untuk dosis
yang ideal.Masalah-masalah ini telah membuat digoxin sebagai tambahan opsional dan
berpotensi berbahaya dalam penanganan CHF, jika tidak hati-hati diberikan dalam dosis
yang lebih rendah dari sebelumnya.Pada tahun 2009 American College of Cardiology
dan AHA memberikan digitalis level of evidence B, tapi ini tampaknya tidak didasarkan
pada setiap hasil uji coba saat ini.Digitalis dapat bermanfaat pada pasien dengan
menurunkan fraksi ejeksi LV atau gejala sebelum gagal jantung dan mengurangi untuk
mengurangi angka rawat inap untuk gagal jantung.Data yang kuat menunjukkan
manfaat pengurangan denyut jantung pada gagal jantung dengan ivabradine dan lemah
untuk digoxin.
Tabel 6-6
Farmakokinetik Digoxin
1. Penyerapan cepat dari 75% dari dosis oral; sisanya menjad tidak aktif di usus
2. Beredar dalam darah, terikat pada protein plasma; sebelumnya "kadar terapi"1-2
ng / mL, saat ini kadar yang ideal 0.5-1 ng / mL (0,65-1,3 nmol / L);paruh waktu
sekitar 36 jam.
3. Mengikat reseptor jaringan dalam jantung dan otot rangka.
4. Larut lemak; penetrasi otak.
5. Sebagian besar digoxin diekskresikan dan tidak berubah dalam urin (ekskresi
tubulardan filtrasi glomerulus). Sekitar 30% mengalami clearence nonrenal,lebih
pada gagal ginjal.
6. Pada gagal ginjal kronis, mengurangi volume distribusi.
7. Dengan massa tubuh kecil, mengurangi binding ke otot rangka.
Kisaran optimal 0,5 sampai 0,8 ng/mL pada pria
Tabel 6-7
Faktor yang Mengubah Sensitivitas Digoxin pada Kadar Terapeutik
Efek fisiologi
Meningkatkan tonus vagal (meningkatkan efek digoxin pada nodus SA dan AV)
Meningkatkan tonus simpatis (berlawanan dengan efek vagal)
Faktor atau gangguan sistemik
Gagal ginjal (menurunkan volume distribusi atau ekskresi)
Massa tubuh yang rendah (menurunkan ikatan pada otot rangka)
Penyakit pulmonal kronik (hipoksia, perubahan asam-basa)

57

Miksedma
Hipokesima akut (tersensitisasi pada aritmia digitalis)
Gangguan elektrolit
Hipokalemia (paling umum; efek toksik)
Hiperkalemia (pelindung dari aritmia digitalis)
Hipomagnesemia (disebabkan oleh diuretic kronik; efek toksik)
Hiperkalsemia (peningkatan senstivitas terhadap digitalis)
Hipokalsemia ( penurunan sensitvitas)
Gangguan jantung
Infark miokard akut (mungkin disebabkan oleh peningkatan sensitvitas)
Rheumatik akut atau karditis viral (bahaya blok konduksi)
Penyakit thyrotoksik jantung (penurunan senstivitas)
Terapi obat yang bersamaan
Diurteik dengan kehilangan ion kalium (peningkatan sensitivitas via hypokalemia)
Obat dengan efek tambahan pada nodus SA dan AV (verapamil, diltiazem, b-blocker,
clonidine, methyldopa atau amiodaron
Digoxin untuk pasien rawat jalan. Kembali ke data berdasarkan trial DIG 1997,
pada pasien rawat jalan dengan gagal jantung kronis dan konsentrasi serum digoxin
rendah (SDC), mortalitas dan angka rawat inap menurun. Digoxin dosis rendah (< atau
= 0,125 mg/hari) adalah prediktor independen yang terkuat dari SDC rendah (rasio odds
yang disesuaikan, 2,07; 95% CI 1,54-2,80). Sehingga Digoxin dalam dosis yang lebih
rendah mungkin akan lebih baik bagi mereka yang sudah pernah menggunakannya
sebelumnya, atau bagi mereka yang tidak dapat mengakses obat modern yang efektif.
Digoxin bukan untuk gagal jantung lanjut. Pada pasien dengan gagal jantung
stadium lanjut dirujuk untuk transplantasi jantung dan ditangani secara optimal, digoxin
dikaitkan dengan risiko lebih tinggi untuk hasil primer (terutama kematian) dengan
rasio hazard 2,28 (p<0,001). Ada penurunan hasil utama (gabungan kematian,
transplantasi yang darurat atau alat bantu ventrikel) dan peningkatan angka rawat inap.
Dosis dan kadar digoxin dalam darah. Sebelumnya, kadar dalam darah yang ideal
adalah 1-2 ng/mL (1,3-2,6 nmol/L). Saat ini dosis yang lebih rendah dankadar dalam

58

darah menemukan hasil yang lebih kuat. Data pendukung berasal dari analisis
retrospektif dari trial DIG pada 3782 pasien gagal jantung yang di follow up selama 3
tahun. Semua penyebab kematian sedikit menurun, meskipun dengan hanya 6% di
tertile dengan kadar digoksin sebelumnya "rendah" , 0,5 sampai 0,8 ng/mL atau 0,6-1
nmol/L. Tertile berikutnya dari kadar digoxin (0,9-1,1 ng/mL) tidak berpengaruh pada
mortalitas, sedangkan tingkat yang lebih tinggi (1,2 ng/mL atau lebih) dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas 12%.Hipotesis, berdasarkan pada percobaan lama, adalah
bahwa digoxin memiliki efek dua arah pada mortalitas, dengan efek "berbalik" dengan
kadar kira-kira 1 ng/mL, dan memberikan terapi praktis dengan kadar 0,5-1,0 ng/mL
(Gambar. 6-12).
Digitalisasi.Pertama, Cek fungsi ginjal dan kemudian mempertimbangkan usia pasien.
Saat ini yang penting adalah digoxin dosisrendah, biasanya dimulai dari 0,25 mg per
hari, diikuti oleh 0.125 mg per hari, dan dosis lebih rendah jika pasien berusia lebih tua
dari 70 tahun atau gangguan ginjal. Kadar digoxin darah masih penting untuk
memungkinkan penyerapan GI penyerapan, respon jantung, dan kemungkinan interaksi
obat.Konsentrasi plasma dan jaringan yang tetap didapatkan pada hari 5 sampai 7.

Gambar 6-12 Kadar digoxin serum yang terapeutik dan toksik.Ketika kalium
seriumturun, jantung dapat menjadi aritmia digitasli oleh toksik digoxin.Sebaliknya,

59

ketika kalium meningkat, digoxin serum yang lebih tinggi dapat ditoleransi. Tidak ada
data prospektif yang baik tentang hasil akhir dari kadar digoxin.
Kontraindikasi

digoxin.Kontraindikasi

termasuk

hypertrophic

obstructive

cardiomyopathy, beberapa kasus Wolff-Parkinson-White syndrome dengan fibrilasi


atrium, blok nodus AV yang signifikan, dan disfungsi diastolik. Kontraindikasi relatif
adalah gagal ginjal dan orang tua (turunkan dosis)
Digoxin pada wanita.Pada percobaan DIG, hanya 22% partisipan merupakan wanit,
yang dimana terdapat peningkatan 23% untuk semua risiko penyebab mortalitas yang
tidak dapat dijelaskan. Spekulasi adalah adanya interaksi renal dengan terapi pengganti
hormon, yang umum digunakan pada waktu itu.
Digoxin dan kanker payudara.Dua penelitian menunjukkan peningkatan risiko kanker
payudara

dengan

penggunaan

digoxin

pada

wanita.Penelitian

lebih

besar

menghubungkan penggunaan pada kapan saja, dan terus menerus selama paling kurang
2 tahun terhadap kanker invasif.
Digoxin pada orang yang lebih tua.Penurunan otot rangka, massa tubuh dan fungsi
ginjal meningkatkan kadar digoxin. Waktu paruh digoxin memanjang sampai 73 jam
tergantung fungsi ginjal. Dosis digoxin sering lebih rendah dariu 0,125 mg per hari.
Dosis pasti membutuhkan kalkuasi dari total berat tubuh, kreatinin serum, umur, adanya
gagal jantung, bersamaan dengan CCB (verapamil, diltiazem atau nifedipine), jenis
kelamin dan konsentrasi digoxin.
Interaksi obat.Interaksi yang lethal adalah dengan dronaderone. Interaksi verapamildigoxin juga penting, dengan kadar digoxin darah meningkat hingga 50% sampai 75%.
Amiodarone dan propafenon juga meningkatkan kadar digoxin darah.Diuertik mungkin
menyebabkan hypokalemia, yang akan (1) sensitisasi jantung terhadap toksisitas
digoxin dan (2) menutup sekresi digoxin di tubular ketika kalium plasma turun dibawan
2-3 mEg/L.
Toksisitas digoxin.Pada bulan April 2008, 800 juta digoxin tablet (Digitek) ditarik
kembali oleh produsen sebagai kemungkinan mengandung dua kali lipat jumlah sesuai
label.Pasien yang khas terjadi toksisitas digoxin (lihat Tabel 6-7) adalah seorang wanita
dewasa yang lebih tua dengan penyakit jantung stadium lanjut dan bradikardia, dan

60

fungsi ginjal yang abnormal.Hipokalemia umum terjadi (lihat Gambar. 6-10). Toksisitas
digitalis harus dipertimbangkan pada setiap digoxin yang diberikan pada pasien yang
datang dengan keluhan GI, mata, atau keluhan sistem saraf pusat yang baru, atau aritmia
baru atau gangguan konduksi AV. Mekanisme seluler toksisitas meliputi (1)kalsium
intraseluler yang berlebihan yang merupakan predisposisi afterdepolarizations tertunda
yang tergantung kalsium (lihat Gambar 6-11.); (2) stimulasi vagal berlebihan,
predisposisi untuk sinus bradikardi dan blok AV; dan (3) efek depresi langsung digoxin
pada jaringan nodal.
Pengobatan toksisitas digoxin. Diagnosis toksisitas digoxin dikonfirmasi kadar
digoxin dalam darah tinggi untuk pasien dengan adanya gambaran klinis yang
mencurigakan. Dengan hanya gejala yang mungkin, penghentian digoxin cukup sambil
menunggu konfirmasi darikadar plasma yang meningkat. Dengan aritmia yang
berbahaya dan kalium plasma yang rendah, kalium klorida dapat diberikan secara
intravena dan berhati-hati dengan dosis 30 sampai 40 mEq dalam 20 sampai 50 mL
saline dengan kecepatan 0,5-1 mEq/menit ke dalam vena besar melalui kateter plastik
(infiltrasi larutan kalium dapat penyebab nekrosis jaringan dan infus ke dalam vena
kecil menyebabkan iritasi lokal dan nyeri). Fenitoin membalikkan AV blockderajat
tinggi Dosis: Hentikan b-blocker dan obat-obatan yang meningkatkan kadar digoxin
darah

(verapamil).

Karena

paruh

yang

sangat

panjang,

jangan

hentinkan

amiodaron.Kalium oral (4 sampai 6 g kalium klorida, 50 sampai 80 mEq) dapat


diberikan secara oral dalam dosis terbagi ketika aritmia tidak menjadi hal yang darurat
(misalnya, kontraksi ventrikel prematur). Kalium merupakan kontraindikasi jika blok
konduksi

AV atau

hiperkalemia,

karena

kalium

meningkatkan

AV block.

Charcoal/Arang aktif (50 sampai 100 g) meningkatkan GI clearance digoxin.


Cholestyramine memiliki efek yang sama tapi kurang kuat.
Antibodi-Digoxin spsifik (Digibind).Antibodi-Digoxin spesifik (Digibind) dapat
menjadi terapi efektif untuk keracunan digoxin yang mengancam jiwa, terutama bila ada
takikardia ventrikel berat atau hiperkalemia yang signifikan (.5.5 mEq/L). Untuk
menghitung dosis, hitung total digoxin dalam darah; setiap botol mengikat sekitar 0,5
mg digoxin.

61

Digoxin: Ringkasan. Digoxin adalah obat yang sangat kompleks dengan sifat yang
unik dan semakin memiliki peran terbatas yang membutuhkan inisiasi ahli dan
pengawasan.
Gagal Jantung Fungsi Sistolik yang dipertahank/preserved: Gagal Jantung
Diastolik
Definisi.Dalam deskripsi standar terapi gagal jantung, sering dilupakan bahwa sekitar
setengah dari orang-orang dengan gagal jantung klinis tidak menderita gagal jantung
dominan dengan fungsi sistolik yang berkurang (HFrEF), tetapi fungsi sistolik lebih
relatif baik dan kegagalan diastolik yang mendominasi. Istilah saat ini untuk situasi ini
adalah gagal jantung dengan preserved fraksi ejeksi (HF-Preserved EF, atau HFpEF).
Definisi fraksi ejeksi yang preserved bervariasi, sering dianggap sama dengan atau lebih
dari 50%, tetapi nilai-nilai cut-off yang berbeda yang diambil dalam berbagai penelitian,
seperti 45%, 40%, atau bahkan 35%. Secara keseluruhan, kondisi menjadi serius,
dengan masalah perbedaan fraksi ejeksi dalam mendiagnosis, hingga saat ini belum ada
penjelasan mekanistik yang dapat diterima. Beberapa penjelasan mekanistik yang
diajukan antara lain adalah peningkatan kekakuan otot (sebagai contoh, akibat fibrosis)
yang disertai peningkatan sensitivitas terhadap kelebihan beban volume, dan remodeling
LV serta dilatasi yang disertai peningkatan tekanan pengisian LV yang bergantung pada
volume.
Kondisi yang terkait erat dengan diastolic heart failure (gagal jantung diastolik) adalah
suatu sindrom dengan tanda dan gejala gagal jantung, yang disertai adanya bukti
disfungsi diastolik LV. Sebagai contoh, pada sekelompok pasien dengan HFpEF pada
penelitian CHARM yang memiliki fraksi ejeksi rata-rata 50%, sepertiga dari mereka
tidak mengalami disfungsi diastolik yang sifatnya objektif, sehingga hal ini menandakan
adanya defisiensi dalam penentuan kriteria klinis atau sensitivitias kriteria
ekokardiografi, atau kombinasi keduanya. Disfungsi diastolik moderat dan berat
merupakan prediktor yang pentung untuk menentukan luaran efek buruk pada separuh
dari populasi pasien tersebut. Sebaliknya, disfungsi diastolik yang tanpa disertai tandatanda gagal jantung juga merupakan suatu kondisi yang serius. Kondisi ini dapat

62

berkembang menjadi lebih berat sehingga meningkatkan mortalitas dan menimbulkan


gejala gagal jantung pada 20% pasien yang mengalaminya dalam 3 tahun setelah
terdiagnosis. Untuk mendiagnosis disfungsi diastolik, kita membutuhkan pakar
ekokardiografi, serta pemeriksaan pada sekurang-kurangnya pola aliran masuk vena
pulmoner dan katrup mitral dengan menggunakan pulse-wave Doppler (Doppler
bergelombang pulsa) serta kecepatan aliran darah mitral anularis dengan menggunakan
pencitraan Doppler jaringan.
Karakteristik patofisiologis HFpEF hingga saat ini belum sepenuhnya dipahami. Pada
pasien yang secara klinis mengalami diastolic heart failure (DHF), kita dapat
menemukan banyak abnormalitas pada relaksasi LV dan peningkatan kekakuan ruang
LV yang dapat dinilai dari alat hemodinamika invasif dan ekokardiografi. Pemeriksaan
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat mengkonfirmasi bahwa geometri konsentrik
dan hipertrofi terjadi akibat kelebihan beban tekanan sistolik LV seperti yang dapat
ditemukan pada kondisi hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyebab yang
mendasari hipertrofi ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi yang masih terjaga. Pada
kelompok pasien berusia lanjut dyang mengalami hipertrofi konsentrik yang disertai
oleh gagal jantung pada awalnya, hanya 25% yang mengalami disfungsi sistolik LV
setelah 7 tahun. Mereka yang mengalami gagal jantung dan fraksi ejeksi yang terjaga,
cenderung memiliki lebih banyak komorbiditas non-jantung (rata-rata empat
komorbiditas) dan lebih banyak rawat inap non-kardiovaskuler serta lebih sedikit yang
mengjalani rawat inap terkait gagal jantung jika dibandingkan dengan mereka yang
mengalami penurunan fraksi ejeksi. Rawat inap non-gagal jantung sekitar tiga kali lebih
banyak ditemukan pada pasien dengan HFpEF. Dari temuan itu, ada implikasi yang
sangat kuat untuk memberikan pemeriksaan dan terapi yang terkait dengan masalah
utama pasien.
INSIDENSI
HFpEF merupakan bentuk HF yang paling sering ditemukan dalam populasi, terutama
pada orang yang berusia lanjut. HFpEF lebih sering ditemukan pada usia dewasa lanjut

63

dan jenis kelamin wanita serta menjadi lebih lazim terjadi seiring dengan bertambahnya
usia. Penyebab predisposisi utama kondisi ini adalah obesitas, hipertensi, penyakit arteri
koroner, dan diabetes. Kasus obesitas yang berujung pada hipertensi dan gagal jantung
hipertensi cenderung lebih sering ditemukan pada pasien berkulit hitam. Pada pasien
berkulit hitam yang datang dengan hipertensi, fraksi ejeksi LV rata-rata yang ditemukan
pada mereka adalah 55% dan melalui pemeriksaan ekokardiografi, ditemukan disfungsi
diastolik pada 24% pasien. Hasil analisis 10 tahun dari penelitian Copenhagen Hospital
Heart Failuer menunjukkan bahwa di antara pasien yang terdiagnosis secara klinis
mengalami gagal jantung, 61% di antaranya masih memiliki fraksi ejeksi yang terjamin,
namun ketika kriteria diagnosis gagal jantung ditambahkan dengan peningkatan Nterminal pro B-type natriuretic peptide (NT-proBNP), hanya 29% pasien yang benarbenar mengalami HFpEF.
TERAPI
Penyebab yang mendasari penyakit harus diterapi secaa ketat (kontrol hipertensi,
mencegah iskemia myokardial, mengurangi hipertrofi) dan perhatian khusus harus
diberikan untuk mencegah timbulnya takikardia dan mengendalikan atau mencegah
atrial fibrilasi. Retensi cairan diterapi dengan diuretik, namun kemudian apa lagi?
Strategi penatalaksanaan HFpEF hingga saat ini masih belum terbukti meskipun sudah
ada beberapa percobaan berskala besar. Holland dkk melakukan meta-analisis efek
intervensi farmakologi pada kapasitas bergiat, fungsi diastolik, dan mortalitas pada 20
percobaan acak terkontrol, yang menggunakan beta-bloker; ACE Inhibitor; CCB; dan
masing-masing satu jenis statin, diuretik, dan ACE inhibitor-ARB. Mereka juga
menganalisis 12 penelitian observasional. Toleransi bergiat mengalami peningkatan
(n=183; C!: 27.3-75.7; p<0.001), namun perbaikan tidak ditemukan pada rasio
pengisian early:late diastolik, suatu indeksi untuk menentukan disfungsi diastolik.
Selain itu angka mortalitas untuk semua penyebab juga tidak berubah.
PERCOBAAN SPESIFIK
Angiotensin receptor blocker (ARB)

64

Candesartan ditambahkan dalam penelitian CHARM-preserved, untuk menyertai terapi


diuretik (75%), beta-bloker (56%), CCB atau vasodilator lainnya (68%), atau digoxin
(28%), serta ACE Inhibitor (hanya 19%). Setelah dipantau selama rata-rata 3 tahun,
hanya satu tujuan sekunder kombinasi yang tercapai, yakni kematian kardiovaskuler,
rawat inap untuk CHF, MI, atau stroker (p=0.037). Angka mortalitas total dan rawat
inap total, tidak mengalami perubahan. Dengan menggunakan indeks khasiat terapi
gagal jantung terbaru, jumlah hari hidup dan keluar rumah sakit, candesartan cenderung
lebih baik jika dibandingkan dengan plasebo, di mana keunggulannya mencapai 24.1
hari selama penelitian (P<0.001). Pada percobaan I-PRESERVE, 4128 pasien dengan
gagal jantung dan fraksi ejeksi LV sebesar 45% atay lebih diacak untuk mendapatkan
irbesartan atau plasebo lalu dipantau selama lebih dari 4 tahun. Tidak ada perbedaan
yang signifikan ditemukan pada tujuan primer angka mortalitas total maupun angka
rawat inap kardiovaskuler (gagal jantung, MI, aritmia, atau stroke) maupun luaran lain
yang sudah ditentukan sebelumnya. Paradoksnya adalah, irbesartan menunjukkan
manfaat yang tak terduga pada pasien beresiko rendah yang mengalami HFpEF. Definisi
resiko rendah adalah apabila konsentrasi plasma NP masih pada kisaran angka yang
lebih rendah. Karena ini merupakan analisis pasca-penerbitan laporan penelitian, maka
dibutuhkan penelitian prospektif untuk meneliti manfaat potensial obat ini.
ACE Inhibitor untuk HFpEF
Pada percobaan PACE, 8920 pasien beresiko rendah dengan penyakit arteri koroner
stabil dan fraksi ejeksi terjamin (40%; rata-rata 59%) diacak untuk mendapatkan
trandolapril atau plasebo lalu dipantau selama lebih dari 6 tahun dan menunjukkan tidak
ada perbedaan antara keduanya dalam jumlah kematian akibat kardiovaskuler, MI, atau
revaskularisasi koroner. Meskipun pasien-pasien ini tidak mengalami HFpEF, terdapat
luaran yang bermanfaat setelah 6 tahun, seperti penurunan resiko kematian
kardiovaskuler atau gagal jantung pada subkelompok pasien yang awalnya
teridentifikasi dengan biomarker jenis terbaru. Berbeda dengan hasil penelitian
sebelumnya yang menggunakan biomarker jenis lain seperti NT-proBNP, peningkatan
kadar pada dua jenis biomarker atau lebih (meidregional pro-A-type natriuretic peptide,

65

midregional

proadrenomedullin,

dan

C-terminal

proendothelin-1)

dapat

mengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko tinggi. Pada subkelompok ini, hanya 14


pasien yang diterapi selama 6 tahun agar dapat mencegah satu kematian jantung atau
rawat inap akibat gagal jantung. Perindopril dibandingkan dengan plasebo pada
percobaan PEP-CHF untuk subyek dewasa berusia lanjut dengan diagnosis gagal
jantung, diterapi dengan diuretik dan pemerikaan ekokardiogram menunjukkan
disfungsi diastolik dan mengeksklusi disfungsi LV diastolik yang berat ataupun
penyakit katup. Meskipun tidak ditemukan perbedaan signifikan antara angka mortalitas
secara keseluruhan maupun angka rawat inap akibat gagal jantung yang tak
direncanakan, kemungkinan hal itu terjadi karena tingginya angka drop-out (putus obat)
dan persilangan penggunaan ACE inhibitor lain di luar peresepan, sehingga ka dapat
melihat adanya perbaikan tren selama 1 tahun pada angka rawat inap akibat gagal
jantung, kelas fungsional dan uji jalan di koridor selama 6 menit pada pasien yang
diterapi dengan perindopril. Dari hasil tersebut dan efek manfaat Ace inhibitor dari
penelitian lainnya, kami percaya bahwa ACE inhibitor harus dipertimbangkan untuk
pasien-pasien HFpEF, terutama jika terdapat indikasi lain, seperti hipertensi.
Beta-bloker untuk HFpEF
Penelitian SENIOR berupaya untuk membandingkan efek nebivilol dengan plasebo
pada 2128 pasien yang memiliki riwayat gagal jantung dan fungsi sistolik LV yang
beragam (fraksi ejeksi LV 35%). Tujuan akhir yang dinilai adalah angka mortalitas
secara keseluruhan atau rawat inap kardiovaskuler. Dan hasilnya penggunaan nebivilol
dapat memperbaiki luaran, meskipun angka mortalitas secara keseluruhan belum
berubah. Yang menarik, tidak ditemukan adanya perbedaan manfaat efek penggunaan
nebivilol jika membandingkan pasien yang memiliki fraksi ejeksi kurang dari 35% dan
pasien yang fraksi ejeksinya lebih dari itu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbaikan luaran pada pasien yang mengalami disfungsi LV kurang berat. Selain itu
patut dicatat bawah tekanan darah sistolik rata-rata pada kelompok yang memiliki fraksi
ejeksi terjamin adalah 145 mmHg versus 135 mmHg pada kelompok pasien yang fraksi

66

ejeksinya lebih rendah, sehingga penurunan tekanan darah kemungkinan dapat


menjelaskan timbulnya hasil positif.
Peranan aldosterone bloker
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa penguatan hantaran sinyal aldosterone,
memainkan peranan penting dalam onset dan progresivitas HFpEF dan DHF.
Aldosterone, salah satu stimulator poten fibrosis myokardial dan vaskuler, kemungkinan
memainkan peranan kunci dalam progresivitas gagal jantung, sehingga menjadi targer
terapeutik yang penting. Efek eplerone telah diuji pada percobaan acak terkontrol,
dengan sampel hanya sebanyak 44 pasien HFpEF. Tidak ditemukan perubahan pada tes
jalan 6 menit, yang menjadi tujuan utama penelitian. Meskipun begitu, ada
kemungkinan manfaat pada jaringan fibrosa yang diukur dengan marker pertukaran
kolagen, yang mana kadarnya menunjukkan penurunan, dan fungsi diastolik mengalami
perbaikan (E/E, p=0.01). Kita masih perlu menerjemahkan hasil ini menjadi angka
morbiditas dan mortalitas dalam sebuah percobaan dengan jumlah sampel yang lebih
banyak.
Percobaan yang sedang berlangsung
TOPCAT dirancang untuk mengevaluasi efek spironolactone pada angka morbiditas,
mortalitas, dan kualitas hidup pasien HFpEF. Percobaan Aldo-DHF akan menguji
apakah blokade reseptor aldosterone dengan spironolactone 25 mg tiap hari akan
meningkatkan kapasitas bergiat dan fungsi diastolik pasien DHF. Kriteria inklusi untuk
penelitian ini adalah usia 50 tahun atau lebih, NYHA tipe II atau III, fraksi ejeksi LV
yang masih terjamin (50%), dan disfungsi diastolik pada ekokardiografi. Dua tujuan
utama penelitian ini adalah menilai perubahan kapasitas bergiat (spiroergometri puncak
VO2) dan perubahan fungsi diastolik (E/e, ekokardiografi) setelah 12 bulan.
Beberapa percobaan lain sedang dalam proses untuk menilai efek inhibisi reseptor
angiotensi dengan menggunakan ARB, neprilysin, yang dikombinasikan dengan

67

valsartan pada pasien HFpEF dan pada kasus hipertensi yang sudah diterapi dengan
valsartan.
Interpretasi secara keseluruhan
Sambil menunggu hasil percobaan terbaru, pandangan kami mengenai gagal jantung
klinis adalah berapapun fraksi ejeksi pasien, mereka tetap membutuhkan terapi
kombinasi dengan diuretik, inhibisi renin-angiotensis, atau beta-bloker dan penurunan
BP dapat memainkan peranan penting dalam terapi. Vasodilator mungkin dapat
memberikan manfaat dengan cara menurunkan afterload.
Kegagalan Ventrikel Kanan
Selama bertahun-tahun, pentingnya fungsi ventrikel kanan telah terabaikan. Fisiologi
ventrikel kanan/right ventricular (RV) memiliki hubungan yang sangat erat dengan
sirkuit paru-paru. Ventrikel kanan dapat mengakomodasi perubahan yang signifikan
pada preload, namun sangat sensitif terhadap peningkatan afterload. Dilatasi dan
disfungsi progresif dapat menginisasi siklus ketidaksesuaian antara asupan dan
kebutuhan oksigen yang berujung pada kegagalan RV. Ekokardiografi dan MRI jantung
merupakan modalitas utama yang digunakan untuk pemeriksaan noninvasif fungsi RV.
Penatalaksanaan kegagalan RV berpusat pada optimalisasi preload, afterload, dan
kontraktilitas. Beberapa terapi target sudah ada, dan beberapa obat jenis baru sudah
terlihat menjanjikan pada beberapa penelitian terdahulu.
Disfungsi LV dapat menjadi predisposisi untuk dsifungsi RV, seperti pada kasus pascaMI anterior. Ventrikel kanan merupakan ruang jantung yang paling anterior, memiliki
bentuk segitiga, dan dinding bebasnya lebih tipis jika dibandingkan dengan ventrikel
kiri karena ventrikel kanan berkontraksi dalam sistem bertekanan rendah. Yang lebih
penting, lokasi, bentuk, dan kondisi kontraksi RV membuat proses pemeriksaan ruang
RV secara ekografi merupakan hal yang menantang. Disfungsi RV dapat dinilai dengan
perubahan area fraksional RV sebesar 35% atau kurang dari itu.

68

Afterload RV merepresentasikan beban ventrikel kanan yang harus diatasi selama


ejeksi. Jika dibandingkan dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan menunjukkan
sensitivitas yang lebih tinggi terhadap perubahan afterload (lihat gambar 6-12).
Meskipun dalam praktik klinis, pulmonary vascular resistance (PVR) merupakan indeks
afterloag yang paling sering digunakan, namun sebetulnya PVR tidak selalu
mencerminkan sifat kompleks afterload ventrikel.
Hingga saat ini masih belum banyak bukti yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan
kegagalan RV tunggal jika dibandingkan dengan bukti untuk penatalaksanaan gagal
jantung kronik yang diakibatkan oleh disfungsi sistolik LV. Kebanyakan rekomendasi
didasarkan pada penelitian retrospektif atau percobaan acak dengan sampel yang
kurang. Namun, kegagalan RV biasanya menjadi bagian dari disfungsi sistolik LV
kecuali jika penyebab kegagalan adalah pulmonary arterial hypertension (PAH). Karena
adanya saling ketergantungan antara ventrikel, maka disfungsi RV akan semakin
memperburuk disfungsi LV. Secara eksperimental, bisoprolol (10 mg/kg) dan carvedilol
(15 mg/kg) dosis tinggi dapat menghambat progresivitas PH menjadi kegagalan RV
atau memperbaiki fungsi RV. Secara klinis, meskipun telah dilakukan terapi target PAH,
tetap saja fungsi RV dapat memburuk. Hilangnya fungsi RV terkait erat dengan luaran
yang buruk, berapapun perubahan yang ditemukan pada PVR. Kapasitansi pulmoner
terkait erat dengan PVR.
Tujuan Terapi Spesifik
Tujuan terapi spesifik antara lain mengoptimalisasi preload, afterload, dan
kontraktilitas. Penggunaan beta-bloker, terapi standar dalam kegagalan LV, hingga saat
ini belum tereksplorasi dengan baik. Menjaga ritme sinus dan sinkroni AV sangat
penting pada kasus kegagalan RV karena fibrilasi atrial dan blok AV derajat intggi dapat
memperburuk fungsi hemodinamika. Saling ketergantungan ventrikel juga merupakan
konsep penting yang harus dipertimbangkan ketika mengatur terapi. Kelebihan beban
volume dapat meningkatkan ketegangan perikardial dan menurunkan preload LV serta
curah jantung melalui mekanisme saling ketergantungan ventrikel. Sebagai penjelasan

69

alternatifnya, hipovolemia dapat menurunkan preload RV dan curah jantung. Pada


kegagalan RV akut, tiap upaya harus dilakukan untuk mencegah hipotensi, karena hal
tersebut dapat mengakibatkan siklus setan iskemia RV dan hipotensi yang lebih besar.
Hipertensi Pulmoner
Hipertensi Pulmoner Sekunder
Meskipun ada beberapa panduan mengenai rekomendasi terapi PAH, mayoritas hanya
berisi parafraf singkat, dan lebih sering mengenai PH sekunder aibat penyakit jantung
kiri (gambar 6-13). PH ditemukan pada 68%-78% pasien yang mengalami disfungsi
sistolik LV dan biasanya berkaitan dengan disfungsi RV. Sebaliknya, PAH hanya
ditemukan pada sedikit pasien PH, suat kondisi yang seringkali terjadi akibat hipertensi
vena pulmoner pada pasien CHF.

Gambar 6-13: Mekanisme perubahan penyakit left venticular (LV) menjadi


hipertensi pulmoner sekunder. Pertama, terjadi peningkatan end-diastolic
pressure (Pr) LV, yang mengakibatkan peningkatan tak langsung pada tekanan
vena pulmoner. Konstriksi arterial dan remodeling mengakibatkan hipertensi
arterial pulmoner.

70

Pengukuran Tekanan arteri pulmoner


Prevalensi PH pada gagal jantung kronik sangat berganung pada pemilihan pasien dan
ambang batas kriteria tekanan sistolik pulmonary artery (PA) yang dgunakan. Tekanan
PA dapat diukur secara invasif dengan kateterisasi jantung kanan (standar emas) atau
secara noninvasif dengan ekokardiogragi Doppler. Dengan menggunakan ambang batas
gradien tekanan RV yang lebih dari 35 mmHg (setara dengan perkiraan tekanan sistolik
PA >45 mmHg), dapat ditemukan 7% dari 1380 pasien HF yang juga memiliki PH. Pada
situasi seperti itu, terapi utama ditujukan pada kegagalan LV. Namun apa terapi spesifik
untuk PAH? Adanya PAH hinga saat ini masih menjadi prediktor independen yang
penting untuk mortalitas, meskipun ditemukan hubungan yang sangat kuat dengan
marker jenis lain untuk menentukan luaran yang buruk, seperti regurgitasi mitral,
penanda plasma, atau peningkatan tekanan pengisian LV seperti NT-proBNP, begitu
juga dengan disfungsi LV dan RV.
Obat-obatan yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan PAH (prostanoid, antagonis
reseptor ET, dan inhibitor PDE-5) belum diteliti lebih rinci terutama untuk PH yang
diakibatkan oleh penyakit LV (gambar 6-14). Sudah jelas kita membutuhka lebih
banyak penelitian untuk menginvestigasi hal tersebut, tren yang ada saat ini adalah
penggunaan obat-obatan yang menargetkan PAH pada pasien PH yang terkait dengan
penyakit jantung kiri. Tren ini didukung oleh sejumlah penelitian yang menunjukkan
bahwa sildenafil dapat menurunkan PVR dan meningkatkan kapasitas bergiat serta
kualitas hidup pasien gagal jantung yang diperberat oleh PH. Pasien-pasien ini juga
telah mendapatkan terapi diuretik dan beta-bloker (100%), ACE inhibitor atau ARB
(77%), spironolactone (76%), digoxin (65%), dan implan defibrilator (83%). Secara
mekanistik, terapi yaang memperkuat GMP siklik dalam jangka pendek dengan
menggunakan sildenafil dan infus BNP dapat memperbaiki distenbilitas diastolik LV in
vivo, dengan cara memfosforilasi titin. Obat-obatan ini dianggap dapat beraksi secara
langsung pada protein jantung dan memperkuat efek vasodilatasi.

71

Gambar 6-14: Peningkatan tekanan intraarterial pada pulmonary arterial


hypertension (PAH) mengakibatkan penurunan yang tajam pada volume
sekuncup jika dibandingkan dengan peningkatan tekanan left ventricular (LV).
Untuk menurunkan tekanan intraarterial pada PAH, obat yang dapat digunakan
antara lain endothelin (ET) bloker dan prostacyclin dan phosphodiesterase-5
(PDE-5) inhibitor.
Hipertensi Arteri Pulmoner (PAH)
PAH adalah suatu penyakit progresif langka yang tidak dapat disembuhkan. Beberapa
jenis PAH antara lain PAH idiopatik, PAH yang diturunkan, dan PAH sekunder akibat
penyakit lain. PAH idiopatik adalah panvaskulopati yang pada kondisi tersebut sel
endotelial berproliferasi dan menimbulkan lesi pleksiform, yang juga merupakan

72

penanda utama penyakit ini, sehingga hal tersebut mengakibatkan timbulnya lesi
vaskuler kompleks yang menutupi lumen pembuluh darah. Sehingga ada kondisi ini
terjadi peningkatan kerusakan otot polos pembuluh darah. Konsekuensi fungsional
kondisi ini antaralain penurunan produksi NO endotelial dan peningkatan ekspresi PDE5 dan aktivitasnya pada sel otot RV dan PA. Hasil utama kondisi ini adalah peningkatan
PVR yang mempengaruhi PA dan ventrikel kanan.
Perubahan proliferatif obstruktif pad mikrosirkulasi paru-paru dapat mempromosikan
hipertrofi RV, sehingga mengakibatkan kegagalan jantung kanan dan kematian
prematur. PAH dapat terjadi secara tunggal (hipertensi pulmoner primer) atau terkait
dengan penyakit lain seperti infeksi HIV, penyakit jantung kongenial, kelainan jaringan
konektif seperti skleroderma dan SLE atau fibrosis pulmoner idiopatik. PAH juga dapat
terinduksi oleh penyalahgunaan obat seperti penekan nafsu makan, cocaine, atau obatobatan lain. Terapi optimal untuk kondisi ini masih belum dapat ditentukan.
Diagnosis Kateter
Kateterisasi jantung dibutuhkan untuk mendiagnosis PAH: tekanan rata-rata OA 25
mmHg atau lebih dan PVR lebih besar dari 3 unit Woods. Karena kondisi ini termasuk
dalam penyakit vaskuler pulmoner, maka diagnosis juga membutuhkan proses eksklusi
disfungsi LV yang mendasari (PCWP kurang dari 15 mmHg). Eksklusi juga harus
dilakukan pada thromboembolisme dan penyakit parenkim paru-paru.
Pada PAH, adaptasi RV pada kelebihan beban tekanan kronik tidak saja terkait pada
tingkat tekanan resistensi vaskuler, namun juga pada kekakuan PA. Indeks kekakua PA
(elastisitas, distensibilitas, kapasitansi, indeks kekakuan beta, dan tekanan denyut) tidak
berhubungan secara langsung dengan derajat tingkat bertahan hidup pada PH.
Pilihan Terapeutik
Belum ada terapi pengobatan untuk PAH, namun pilihan terapinya antara lain
prostanoid, PDE-5 inhibitor, dan antagonis ET-reseptor. Sebuah meta-analisis yang
memasukkan 21 percobaan pada 3140 pasien berhasil menyimpulkan adanya penurunan

73

angka mortalitas secara keseluruhan sebesar 43% (RR 0.57; CI 0.35-0.92; P=0.023).
Kelompok vasodilator menunjukkan reduksi angka mortalitas sebesar 39%.
Prostacyclin.
Epoprostenol (Flolan) merupakan satu-satunya terapi spesifik PAH yang menunjukkan
manfaat bertahan hidup pada penelitian klinis prospektif yang sifatnya acak. Meskipun
pemberian infus berkelanjutan epoprostenol atau pemberian treprostinil subkutan dapat
memberikan banyak manfaat, namun penggunaan keduanya terbatas karena kita harus
melakukan penanganan kateterisasi yang hati-hati, infus berkelanjutan, dan persiapan
setiap hari.
Phophodiesterase-5 inhibitor
PDE-5 inhibitor menyebabkan vasodiltasi dengan cara menghambat PDE-5 pada
pembuluh darah pulmoner dan sistemik. Selain itu, remodeling vaskuler dapat
dipromosikan dengan cara menurunkan proliferasi dan meningkatkan apoptosis sel otot
polos PA. Inotropi RV juga dapat mengalami peningkatan karena obat ini. Selain itu
obat ini juga dapat beraksi secara langsung pada paru-paru, yang mana ekspresi PDE-5
ditekan. Sehingga sildenafil juga dapat meningkatkan aliran darah ke regio paru-paru
pasien yang mengalami penyakit paru-paru seperti fibrosis pulmoner, penyebab lain
PAH, dengan manfaat simptomatis. PDE-5 inhibitor seperti sildenafil (Revatio) dan
tadalafil (Adcirca) telah disetujui oleh FDA untuk penatalaksanaan PAH, sildenafil juga
telah disetujui penggunaannya oleh European Medicines Agency. Percobaan mengenai
angka mortalitas untuk obat ini masih belum tersedia.
Endothelin (ET) receptor antagonist.
Terapi oral pertama untuk golongan obat ini yang disetujui FDA dalam terapi PA adalah
bosentan. Bosentan menimbulkan antagonisme reseptor ETA/ETB. Antagonis ETA
selektif (sitaxsentan telah disetujui di Eropa; ambrisentan telah disetujui di AS) secara
teoritis dapat mempertahankan aksi vavodiltasi reseptor ET B. Namun, tidak ada data
percobaan yang menunjukkan apakah antagonisme selektif ETA lebih baik dari

74

kombinasi antagonisme ETA dan ETB (lihat juga macitentan, pada bagian berikutnya).
Selain itu, belum ada data penelitian yang secara tegas mengindikasikan perbaikan
angka bertahan hidup dengan menggunakan obat-obatan tersebut.
Macitentan
Macitentan adalah antagonis reseptor ETA/ETB dengan afinitas lipofilik yang tinggi
yang sifat inhibisi konstan pada kisaran nanomolar. Secara eksperimen, obat ini dapat
meningkatkan angka bertahan hidup tikus yang mengalami hipertensi pulmoner yang
terinduksi oleh monocrotaline dan melindungi kerusakan organ akibat diabetes. ET-1
dapat mengubah struktur jaringan dan menginduksi fibrosis. ET-1 jaringan dapat bekerja
dengan cara mengikat dua reseptor protein G berpasangan (ETA/ETB) yang terletak di
berbagai jenis sel seperti sel endothelial dan makrofag. Blokade pada kedua reseptor
dibutuhkan untuk melawan efek patologis yang disebabkan oleh stimulasi ET-1.
Penelitian SERAPHIN.
Pada 30 April 2012, Actelion (SIX: ATLN) mengumumkan hasil analisis awal penelitian
SERAPHIN yang menggnakan macitentan pada 742 pasien yang mengalami PAH dan
diterapi selama 3.5 tahun. Macitentan menurunkan resiko perisitiwa morbiditasmortalitas selama periode terapi versus plasebo hingga sebesar 45% pada kelompok
macitentan yang diberikan dosis 10 mg (p<0.0001) dan sebesar 30% (p=0.01) pada
kelompok yang diberikan dosis 3 mg.
Terapi Kombinasi
Pada pasien yang mengalami PAH primer, penambahan sildenafil yang diberikan pada
dengan terapi epoprostenol intravenal jangka panjang yang sedang berlangsung dapat
meningkatkan kapasitas bergiat, pengukuran hemodinamika, dan kualitas hidup.
Sebaliknya, penambahan epoprostenol pada sildenafil setelah 2 tahun terapi sildenafil
justru tidak memperbaiki luaran pasien.
Terapi dalam Evolusi

75

Evolusi terapi saat ini sangat aktif. Jika didaftar secara abjad, perkembangan obatobatan utama dapat diurukan sebagai berikut. Cidetanine menghambat disfungsi pada
endotelial pada HAP dengan cara mengikat nitric oxidae syntahes endotelial. Fasudil
merupakan suatu inhibitor rho-kinase yang menghambat sensitasi kalsium dan
vasokonstriksi. Secara eksperimental, PAH lebih banyak mengalami perbaikan dengan
fasudil jika dibandingkan dengan bosentan atau sildenafil, sdangkan mengkombinasikan
bosentan atau sildenafil dengan fasudil tidak memiliki efek sinergistik. Imatinib
merupakan suatu inhibitor aktivasi vasculopathic protease-activated receptor-2 yang
dapat ditemukan pada sel mast dan platelet (lihat Gambar 9-3) dan jumlahnya
meningkat pada PAH. Riociguat dapat mengaktivasi guanylate cyclase terlarut yang
pada gilirannya akan memperbaiki fungs endothelial dan mengurangi remodeling
jaringan fibrosa. Selexipag merupakan suatu agonis reseptor prostaglandin yang sangat
kuat menurunkan PVR saat diteliti pada penelitian fase 2. Terguride, merupakan suatu
agonis dopamine yang memiliki sifat antiserotonergik dan antifibrotik, saat ini sedang
memasuki penelitian klinis.
Hipertensi arterial pulmoner pada skleroderma.
PAH pada skleroderma (sklerosis sistemik progresif) merupakan salah satu contoh PAH
yang diakibatkan oleh penyakit jaringan konektif. Angka pertahan hidup pasien
bergantung pada tingkat keparahan disfungi RV, derajat gangguan ginjal, dan
kemampuan adapatasi ginjal terhadap penyakit vaskuler paru. PAH dipicu oleh
otoantibodi sirkulasi yang merusak endotel dan mengaktivasi fibroblast. Terapi yang
disepakati untuk kondisi ini antara lain prostacyclin, antagonis ET dan inhibitor PDE-5.
Prostacyclin (epoprostenol dalam infus intravena berkelanjutan atau treprostinil
subkutan) dapat mberikan manfaat namun penggunaannya terbatasi oleh perlunya
penanganan kateter yang hati-hati, infus berkelanjutan, dan persiapan tiap hari.
Antagonis reseptor ET A selektif (sitaxsentan telah disetujui di Eropa; ambrisentan telah
disetujui di AS; bosentan) dapat mempertahankan fungsi vasodilatasi reseptor ET B.
PDE-5 inhibitor sildenafil (tiga kali sehari) dan tadalafil (sekali sehari) telah disetujui

76

penggunaannya dalam PAH (termasuk untuk PAH akibat sklerosis sistemik) di AS.
Namun respon pada semua terapi tersebut masih terbatas.
Hipertensi arteri pulmoner yang terinduksi oleh obat.
Ada banyak obat yang terkait dengan PAH. Beberapa di antaranya yang terkenal antara
lain Fen-Phen, fenfluramine, dan derivat fenfluramine. Fenfluramine ditarik dari pasar
AS pada tahun 1997 namun masih bertahan di Eropa. Zat ini dapat menginduksi
disregulasi gen pada otot polos PA dan sel endotel. Infeksi HIV dan terapi yang
menggunakan HIV proteasi inhibitor ritonavir (RTV) dapat terkait dengan disfungsi
endotelial dan PAH. Dasatinib (Sprycel) merupakan suatu obat antikanker yang dapat
megnduksi PAH prakapiler yang berat jika diberikan pada pada kasus leukimia akut dan
kronik. Pada penelitian di Prancis diketahui bahwa dari sekitar 3000 pasien yang
diberikan obat tersebut, 64 pasien mengalami PAH. FDA memberikan peringatan pada
bulan Oktober 2011 yang menyatakan bahwa gejala gagal jantung dapat terjadi kapan
pun selama terapi, bahkan setelah pemberian selama 1 tahun. Sehingga obat tersebut
harus dihentikan, dan bila perlu, harus dilakukan kateterisasi diagnostik di jantung
kanan.
GAGAL JANTUNG PADA WANITA
Menopaise mempengaruhi pola penyakit, terutama penyakit jantung koroner mengalami
peningkatan setelah periode ini. Meskipun begitu, wanita memiliki resiko dasar yang
lebih rendah untuk CHD pada semua usia kecuali sudah melewati usia 80 tahun.
Sehingga ini bukanlah masalah yang sederhana saat wanita berada di usia pramenopause maupun pasca-menopause.
Pola gagal jantung pada wanita cukup berbeda. Wanita cenderung diabaikan dalam
percobaan klinis, meskipun penelitian DIG memperingatkan tentang peningkatan
mortalitas yang sebabnya tidak diketahui pada wanita yang mengalami gagal jantung
(Tabel 6-8). Wanita lebih besar kemungkinannya untuk mengalamiHFpEF dengan
prognosis yang lebih baik jika dibandingkan dengan pria. Di sisi lain, pada HFpEF,

77

wanita yang berusia lanjut lebih beresiko mengalami penurunan kualitas hidup, dan
lebih sering mengalami penyakit penyerta diabetes. Terapi peralatan jarang digunakan
pada wanita.
Penatalaksanaan gagal jantung dan penatalaksanaan kardiomyopati pada wanita hamil
dan postpartum membutuhkan pertimbangan khusus (Tabel 6-8). Selama kehamilan,
kita kita dapat menggunakan ACE inhibitor, ARB, spironolactone, eplerenone, dan renin
inhibitor karena bersifat fetotoksik. Sehingga obat-obatan seperti itu perlu dihentikan
dan digantikan. Meskipun begitu, ada sejumlah laporan yang menyebutkan bahwa
eplerenone

tidak

terlalu

bersifat

antiandrogenik

jika

dibandingkan

dengan

spironolactone saat digunakan dalam kehamilan untuk mengatasi aldosteronisme primer


tanpa efek antiandrogenik potensial yang dapat menyebabkan ambigu genitalia pada
janin pria. Diuretik harus digunakan secara minimal karena dapat menurunkan aliran
darah ke plasenta dan memiliki efek pada laktasi.
Tabel 6-8
Perbedaan Jenis Kelamin dan Kardiovaskuler
Faktor gender
Efek
Efek vaskuler estrogen
profil lipid lebih baik, LDL yang lebih
rendah,

HDL

memfasilitasi
Kehamilan

yang

lebih

tinggi;

vasodilatasi

NO;

antifibrotik
dapat mempresipitasi atau memperburuk
gagal jantung; terjadi peningkatan curah
jantung

sebesar

30-50%.

PCCM:

perburukan fungsi jantung pada bulan


terakhir kehamilan hingga 5 bulan postpartum tanpa adanya penyebab yang
Terapi HF pada kehamilan

jelas.
penggunaan

ACE

inhibitor,

ARB,

spironolactone, eplerenone, dan inhibitor


renin harus dihentikan pada semua

78

Menopause

trimester.
Resiko HF mengalami peningkatan,
hilangnya fungsi estrogen. Kegagalan
HRT

dalam

memberikan

kardiovaskuler
prospektif.

pada

HRT

menyebabkan

pada

proteksi
percobaan

HF

vasodilatasi

dapat
dan

menghambat sitokin inflamasi, namun


belum
Pola HF

ada

prospektif.
Wanita lebih

dukungan

percobaan

cenderung

mengalami

HFpEF; prognosis yang lebih baik


dibanding pria. Pada HF yang disertai
EF,

wanita

yang

berusia

lanjut,

penurunan QOL, dan diabetes lebih


Penatalaksanaan HF

sering ditemukan.
Wanita masih diabaikan dalam semua
percobaan, juga dalam percobaan Dig

Digoxin untuk HF

(22%)
Dapat meningkatkan resiko kematian
pada wanita. Kemungkinan ada interaksi

Terapi alat bantu

dengan HRT
Jarang digunakan pada wanita, meskipun
wanita lebih sering mengalami LBBB,
suatu kriteria untuk CRT.

Kardiomyopati Peripartum (PPCM)


PPCM merupakan salah satu jenis gagal jantung idiopatik yang cukup lazim ditemukan
(sekitar 1:1000 kasus). Penyakit ini tidak memiliki penyebab yang mendasari dan
terkadi selama kehamilan atau 5 bulan pertama postpartum. Insidensi penyakit ini cukup

79

beragam di seluruh dunia namun sangat tinggi pada negara berkembang; penyebab
penyakit ini kemungkinan besar berasal dari kombinasi faktor lingkungan dan genetika.
Di Turki, dari 42 wanita dengan PPCM hanya 47.6% yang mengalami pemulihan total,
dengan masa pemulihan rata-rata yang mencapai 19.3 bulan setelah pertama kali
terdiagnosis. Penyebab PPCM hingga saat ini belum diketahui namun salah satu teori
menyatakan bahwa terjadi mutasi gene kardiomyopati-familial. Lebih spesifik, faktorfaktor proinflamasi dan proses otoimun juga memainkan peranan dalam PPCM.
Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini terjadi karena
ketidakseimbangan stres oksidatif yang mengakibatkan pemecahan proteolotik prolaktin
menjadi faktor angiostatik poten yang menghambat kardioprotektif STAT-3. Penelitian
ini menunjukkan bahwa inhibisi pelepasan prolaktin dapat menjadi strategi terapeutik
terbaru untuk PPCM.
Terapi PPCM
Imunoglobulin intravena, pentoxifylline dan bromocriptine sudah pernah digunakan
pada beberapa percobaan. Penelitian tersebut perlu ditingkatkan menjadi penelitian
terkontrol. Immunoglobulin lebih logis jika diberikan untuk pasien yang terbukti
mengalami myokarditis. Dari penelitian retrospektif, diketahui bahwa wanita yang
diterapi dengan imunoglobulin cenderung mengalami perbaikan fraksi ejeksi selama
pemantauan jika dibandingkan dengan pasien yang diterapi secara konvensional. Pada
penelitian tersebut pemberian pentoxifylline 400 mg tiga kali sehari, yang ditambahkan
pada terapi konvensional hanya menggunakan satu prediktor luaran (P=0.04). Namun
kelompok kontrol dan pentoxifylline diterapi secara berkelanjutan. Bromocriptine
merupakan suatu agonis dopamine-2D yang menghambat pelepasan prolaktin dan
bekerja secara spesifik pada mekanisme molekuler penyakit. Penelitian pilot acak
prospektif terbaru menunjukkan bahwa bromocriptine yang ditambahkan pada terapi
gagal jantung standar memiliki efek yang menguntungkan pada fraksi ejeksi ventrikel
dan luaran klinis pasien yang mengalami PPCM berat. Bromocriptine diberikan dengan
dosis 2.5 mg dua kali sehari selama 2 minggu yang dilanjutkan dengan 2.5 mg sehari
selama 6 minggu.

80

RINGKASAN
1. Gagal jantung merupakan suatu kondisi kompleks yang bersifat fatal. Kondisi
ini mencakup gagal jantung akut, yang seringkali membutuhakn diuretik
intravena, vasodilator dan kemungkinan inotropik; sedangkan gagal jantung
kronik merupakan suatu kegagalan sistolik klasik yang membutuhkan
antagonisme neurohormonal dengan ACE inhibitor (atau ARB), beta-bloker, dan
aldosterone bloker, serta diuretik. Seringkali gaga jantung timbul disertai fraksi
ejeksi yang masih terjamin dan disfungsi diastolik, dengan lebih sedikit pilihan
terapi.
2. Gagal jantung akut denan edema paru-paru. Gagal jantung akut dengan edema
paru-paru bukanlah suatu entitas yang seragam. Masalah ini memiliki banyak
penyebab yang berbeda dan begitu juga dengan presentasi klinisnya. Furosemide
intravena hingga saat ini masih menjadi terapi dasar, namun dosisnya harus
dibatasi. Obat-obatan terbaru yang bekerja pada mekanisme yang lebih spesifik
merupakan jenis pendekatan terapi yang lebih menjanjikan.
3. Syok kardiogenik dengan atau tanpa edema paru-paru. Inotropik yang
menstimulasi reseptor beta seringkali digunakan pada terapi gagal jantung akut
berat, namun obat-obatan ini dapat semakin memperburuk kerusakan
myokardium. Masalah penurunan kinerja reseptor beta membutuhkan inhibisi
PDE tambahan. Obat-obatan yang tersedia antara lain dobutamine dan
dopamine. Vasopressin dapat membantu dalam syok septik atau perianestetik.
Epinephrine memberikan luaran yang sama dengan norepinephrine plus
dobutamine pada syok septik.
4. Inotropik-dilator (PDE Inhibitor). Sediaan intravena obat ini yang sifatnya
inotropik dan vasodilator seharusnya dapat berguna untuk pasien yang
mengalami penurunan kinerja reseptor beta, seperti pada kasus acute-on-chronic
CHF berat atau selama pemanjangan pemberian terapi dobutamine atau stimulan
reseptor 1 atau pasca-blokade reseptor kronik. Sehinga penggunaan milrinone
memiliki tempat terbatas dalam penatalaksanaan gagal jantung dalam jangka
pendek.

81

5. Penurunan beban dan vasodilator. Terapi ini sering dipilih pada kasus gagal
jantung berat, teritama jika tekanan darah relatif terjaga degnan baik, untuk
mengurangi beban myokardium yang gagal. Obat-obatan seperti furosemide,
nitrate, dan nitroprusside dapat digunakan. Obat-obatan tersebut dapat
digunakan secara hati-hati jika dikombinasikan dengan initropik atau pendukung
tekanan seperti dobutamine atau dopamine.
6. Lima pendekatan terkini untuk gagal jantung kronik. Ada lima pendekatan
utama untuk penatalaksanaan CHF, pertama, mengeliminasi dan mencegah
retensi cairan; kedua, menggunakan ACE inhibitor sebagai terapi standar; ketiga,
menghambat respon -adrenergik dengan menggunakan -bloker yang awalnya
diberikan pada dosis rendah lalu ditingkatkan hingga mencapai dosis yang
ditoleransi secara maksimal; keempat, menghambat efek aldostreone dengan
memberikan spironolactone dan eplerenone; dan kelima, menggunakan ARB.
Kombinasi nitrate dan hydralazine juga dapat berguna untuk pasien-pasien
tertentu, termasuk untuk pasien yang berkulit hitam. Selain itu, penggunaan
modulator metabolik, jika tersedia, dapat menambah manfaat terapi. Vaptans
telah terdaftar hanya untuk digunakan pada kasus gagal jantung yang resisten
terhadap restriksi cairan. Terapi gen hingga saat ini belum tersedia. Tindakan
umum yang dapat dilakukan antara lain program pengelolaan penyakit yang
ketat, latihan bergiat, dan koreksi anemia. Alat mekanik dan elektris (ICD, CRT,
dan alat bantu mekanik) saat ini sudah semakin banyak digunakan karena
banyaknya dukungan dari bukti percobaan.
7. Menakar kembali fungsi digoxin. Di masa lalu, digoxin adalah terapi standar
untuk CH, saat itu terapi inotropik dianggap lebih menjanjikan. Digoxin
digunakan pada pasien yang sudah diterapi secara optimal dengan kombinasi
obat-obatan yang dapat menurunkan angka mortalitas seperti -bloker, ACE
inhibitor, dan ARB, sedangkan kombinasi dengan aldosterone bloker belum
pernah diuji. Terdapat sedikit manfaat pada angka mortalitas jika kadarnya
dalam darah kurang dari 1 ng/mL, namun manfaat tersebut dapat berubah jadi
buruk jika kadarnya lebih tinggi dari itu. Yang tak dapat dijelaskan, pada

82

penelitian DIG wanita memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pria. Dengan banyaknya ketidakpastian dan tanpa
percobaan luaran yang jelas, serta adanya banyak terapi baru, maka kami tidak
merekomendasikan penggunaan digoxin pada gagal jantung. Pada pasien rawat
jalan yang sudah mendapatkan digozin, prognosis terbaik adalah jika kadar
digoxin diturunkan (digoxin kadar rendah 0.125 mg/hari).
8. Fungsi sistolik yang masih terjaga. Fungsi sistolik yang masih terjaga pada
pasien gagal jantung klinis sudah sering ditemukan dan merupakan suatu kondisi
yang serius jika ditilik dari sisi ekokardiografi. Kondisi tersebut sering terjadi
akibat DHF. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada wanita. Pada salah satu
percobaan, penambahan ARB candesartan pada terapi yang sudah ada dapat
memperbaiki luaran sekunder (kematian kardiovaskuler atau rawat inap akibat
CHF, MI, atau stroke). Namun dari penelitian itu, hanya 19% pasien yang
sebelumnya sudah mendapatkan ACEI. Inhibisi renin-angiotensin harus
dipertimbangkan pada semua pasien gagal jantung, berapapun fraksi ejeksinya.
Secara umum, manfaat utama terapi obat pada gagal jantung dengan fungsi
sistolik yang masih terjamin adalah dapat meningkatkan toleransi bergiat
meskipun tidak menurunkan angka mortalitas.
9. PAH. Timbulnya PAH akibat gagal jantung kiri merupakan prediktor independen
yang penting. Terapi untuk kondisi ini belum ditentukan dengan baik namun
dapat mencakup sildenafil dan senyawa terkait. PAH primer lebih jarang
ditemukan sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Namun PAH dapat terjadi karena
penyakit vaskuler paru, seperti skleroderma (sklerosis sistemik) dan kondisi
idiopatik. Pada kondisi skleroderma, terapi yang dapat diberikan antara lain
prostanoid, PDE-5 inhibitor, dan ET-bloker. Obat-obatan baru saat ini sedang
dalam tahap pengembangan. Meskipun begitu, prognosis untuk kondisi ini tetap
buruk.
10. Kehamilan. Selama kehamilan, kita harus menghentikan penggunaan ACE
inhibitor, ARB, spironolactone, eplerenone, dan inhibitor renin karena efek
fetotoksisitas. Diuretik harus digunakan secara hati-hati karena dapat
menurunkan aliran darah ke plasenta dan dapat memberikan efek pada laktasi.

83

Terapi molekuker seperti bromocriptine dapat menjadi terapi spesifik untuk


kardiomyopati peripartum.
11. Penyakit jantung dan wanita. Pengaruh menopause dan penuaan saat ini sedang
dalam proses penelitian. Nampaknya perbedaan biologis mempengaruhi pola
penyakit kardiovaskuler. Namun masih terdapat defisiensi pengetahuan
mengenai terapi yang ideal untuk gagal jantung wanita.
12. Terapi masa depan untuk gagal jantung. Penyakit ini merupakan suatu kondisi
yang berbahaya. Namun semakin banyak perkembangan baru. Obat-obatan
terbaru telah dihasilkan berdasarkan mekanisme yang baru ditemukan. Gagal
jantung merupakan suatu masalah biologis dan solusinya terletak pada proses
pencegeahan penyebab kelainan dan kemampuan dalam menganti atau
memperbaiki sel myokardial dengan terapi gen atau regenerasi sel punca.

84

Anda mungkin juga menyukai