IDENTITAS
Nama
: An. S
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 17 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Masuk RS
: 29 / 10 / 2014
ANAMNESIS:
Diambil secara autoanamnesis
Tanggal
: 03 / 11 / 2014
KELUHAN UTAMA:
Sakit perut kanan bawah sejak 15 jam SMRS
KELUHAN TAMBAHAN:
Demam, Mual, Muntah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan sakit perut
kanan bawah yang dirasakan sejak 15 jam SMRS. Pasien mengaku tiba-tiba
perutnya sakit seperti ditusuk tusuk. Keluhan diatas juga disertai dengan demam,
mual dan muntah. BAB terasa agak sulit. BAK tidak ada keluhan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan
pasien.
: composmentis
Keadaan umum
: sakit sedang
Tanda-tanda vital
: TD = 100/90 mmHg
N = 92 x/menit
R = 28 x/menit
S = 38,5C
Kepala
: normosefal
Mata
: CA -/- , SI -/-
Leher
Thoraks
:
I = simetris statis dan dinamis
P= fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
P= sonor diseluruh lapang paru
A= paru
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
x
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, supel
P : nyeri tekan (+) Mc.Burney, psoas sign (+), obturator sign (+)
P: tymphani
A: bising usus (+), normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium ( 05/01/2010 )
Hb
: 13,7 g/dl
Ht
: 39,4 %
LED
: 15
Trombosit
: 280.000 /ul
Leukosit
: 16.000 /ul
Segmen
: 88
: 90 mg%
SGOT
: 27 u/l
SGPT
: 12 u/l
Ureum
: 34 mg/dl
Kreatinin
: 0,8 mg/dl
RINGKASAN
Seorang pasien berjenis kelamin perempuan usia 36 tahun, menikah, datang
dengan keluhan sakit perut kanan bawah yang dirasakan sejak 4 hari SMRS. Sakit
perut tiba-tiba dan hilang timbul. Sakit perut dirasakan pasien untuk pertama kalinya.
Sudah berobat ke dokter di klinik tapi keluhan tidak berkurang. Keluhan disertai
dengan demam, muntah dan mencret sebanyak 2 kali. 1 hari SMRS sakit perut
semakin lama semakin bertambah dan menetap. Pasien menggunakan KB suntik 3
bulan.
DIAGNOSIS KERJA:
Appendisitis Akut
DIAGNOSIS BANDING:
1. Appendisitis perforasi
TERAPI:
1. Farmakoterapi
-
Ceftriaxone 1 x 2 gr iv
2. Non-Farmakoterapi
-
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad fungsionam
: bonam
: Appendisitis akut
D/ post-operasi
: Appendisitis perforasi
: IVFD RL 20 gtt/mnt
Cefotaxim 2x1 gr
Ketorolac 3x1 amp
Langsung minum setelah pasien sadar
Diet BS
Bed rest 24 jam
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Apendiks disebut juga umbai cacing. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini
sering
menimbulkan
masalah
kesehatan.
Peradangan
akut
apendiks
Embriologi:
Taenia libra
Taenia omentalis
Taenia mesocolica
Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika:
Mukosa
Submukosa
Muskularis
Terdapat stratum circulare (dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum
longitudinale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
Ileocecal
Anteileal
Retroileal
Pelvical
10
Patofisiologi
Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendisitis:
1. Adanya isi lumen
2. Derajat sumbatan yang terus-menerus
3. Sekresi mukus yang terus menerus
4. Sifat inelastis/ tidak lentur dari mukosa appendik
Apendisitis Akut
Epidemiologi
Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di
negara berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, seteah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih
tinggi.
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian
epidemiologi
menunjukkan
peran
kebiasaan
makan
11
Patologi
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha
pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular yang dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah.
Gambaran klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah.umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawak titik Mc.burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor
yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
12
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20 % kasus.
Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini
dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering
timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit
ginekologik lain.
Anamnesis:
-
13
Obstipasi
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
14
Terjadi karena adanya rangsangan m.psoas oleh peradangan yang terjadi pada
apendiks.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan
bawah.
15
Obturator sign (+) : dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae
pada posisi terlentang terjadi nyeri (+).
Skor
1
1
1
2
1
1
16
Total skor
10
Nilai:
< 4 : kronis
4-7 : ragu-observasi
>7 : akut
Berdasarkan skoring terhadap faktor resiko yang digunakan dalam
sistem skor Alvaradoseperti tertulis di atas dapat diasumsikan bahwa semakin
lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau
keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10,
ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian
juga jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah,
mendekati 1 ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis.
Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien
dengan skor 7 atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5
atau 6.
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan
akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.
17
USG
Laparoskopi
Dapat berfungsi sebagai alat diagnosis dan terapi
Histopatologi
Gold standard untuk diagnosis apendisitis akut
Dignosis banding:
Gastroenteritis
Demam dengue
Limfadenitis mesenterika
Kelainan ovulasi
Infeksi panggul
Endometriosis eksterna
Apendisitis perforata
Epidemiologi:
18
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Dilaporkan insidensi perforasi 60% pada penderita diatas
60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang
tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan
anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan aterosklerosis.
Diagnosis:
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut,
dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di
seluruh perut, mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan,
peristalsis usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses
rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi
di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dsn subdiafragma.
Tata laksana:
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa
nasogatrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin
yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah.
Apendisitis rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut.
Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
19
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik dan keluhan menghilang
setelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-digesti/
2. http://www.bedahugm.net/apendik/
3. http://www.bedahugm.net/tag/appendisitis-akut/
4. Sjamsuhidajat.R, de jong.W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah ed.2. Jakarta.
EGC
.
21