Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAU AN TEORI

A. Kadar SGOT/SGPT

1. SGOT

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transam inase ) atau juga

dinamakan AS T (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang

dijum pai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang

dijum pai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah

dijum pai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam

jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkula si. Pada infark jantung,

SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24 -

48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah

4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGO T/AST biasanya

dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin

kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan

meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama

(www.labkesehatan.blogspot.com).

SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau

spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau

spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.

Nilai rujukan untuk SGO T/AST adalah Laki-laki : 0 - 50 U /L Perempuan :

0 - 35 U/L.
2. SGPT

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga

dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang

banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi

hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijum pai pada otot

jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih

tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,

sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya

(www.labkesehatan.blogspot.com).

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau

spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk

SGPT/ALT adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.

3. Kondisi yang M eningkatkan SGPT

M enurut Risw nato (2009) kodisi yang dapat meningkatkan SGPT

dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Peningkatan SGO T/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut,

nekrosis hati (toksisitas obat atau kim ia).

b. Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis

aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark

miokard (SGOT>SGPT).

c. Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis

Laennec, sirosis biliaris.


4. Kondisi yang M eningkatkan SGOT

M enurut Risw nato (2009) kodisi yang dapat meningkatkan SGPT

dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai n ormal) : kerusakan hepatoseluler

akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut,

mononukleosis infeksiosa.

b. Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi saluran empedu,

aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau

primer), distrophia muscularis.

c. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark

paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).

5. Patofisiologi SGO T/SGPT

SGOT-SGPT yang berada sedikit di atas normal tak selalu

menunjukkan seseorang sedang sakit. Bisa saja peningkatan itu terjadi

bukan akibat gangguan pada liver. Kadar SGOT -SGPT juga gampang naik

turun. M ungkin saja saat diperiksa, kadarnya sedang tinggi. Namun

setelah itu, dia kembali normal. Pada orang lain, mungkin saat diperiksa,

kadarnya sedang normal, padahal biasanya justru tinggi. Karena itu, satu

kali pemeriksaan saja sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk

membuat kesimpulan (Widjaja, 2009).

Sirosis hati B, rasio album in/globulin terbalik, Bilirubin

meningkat (< dari 5 mg%), SGOT> SGPT, biasanya meningkat sekitar 2

s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGO T/SGPT dapat normal.
HBsAg+, HBeAg/anti HBe dapat positif. HBV-D NA seringnya sudah

negatif. Sirosis hati C, rasio album in/globulin terbalik, Bilirubin

meningkat( < dari 5mg%), SGOT > SGPT, biasanya meningkat sekitar 2

s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGO T/SGPT dapat normal.

Anti HCV dan HCV-RNA positif. Pada sirosis hati yang sudah lanjut

sering kita mendapatkan kadar SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena

jumlah sel hati pada sirosis berat sudah sangat kurang sehingga kerusakan

sel hati relatif sedikit. Tapi kadar bilirubin akan terlihat meninggi dan

perbandingan albumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati lebih teliti

maka kadar SGOT akan lebih tinggi SGPT (www.medistra.com).

6. Faktor Yang Dapat M empengaruhi Kadar SGOT/SGPT

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang

berhubungan dengan nilai SGOT/SGPT, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kadar SGOT/SGPT, yaitu :

a. Istirahat tidur

Penderita hepatitis yang tidak tercukupi kebutuhan istirahat tidurnya

atau waktu tidurnya kurang dari 7 atau 8 jam setelah dilakukan

pemeriksaan terjadi peningkatan kadar SGOT/SGPT.

b. Kelelahan

Kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak atau

kelelahan yang diakibatkan karena olahraga juga akan mempengaruhi

kadar SGOT/SGPT.
c. Konsumsi obat-obatan

M engkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar

SGOT/SGPT.

Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat

bius.

Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC.

M etildopa, merupakan jenis obat anti hipertensid.

Fenitoin dan A sam Valproat, merupakan jenis obat yang biasa

digunakan sebagai obat anti epilepsi atau ayan.

Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep

dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis

obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika

berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup

parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas

adapula jenis obat lainnya yang dapat merusak fungsi hati, seperti

alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tembaga dan vinil klorida.

B. Kabutuhan Istirahat Tidur

1. Definisi Tidur

Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan berulang-ulang

yang masing-masing menyertakan fase kegiatan otak dan badaniyah yang

berbeda, pada keadaan ini relatif tanpa sadar dan penuh ketenangan tanpa

kegiatan (Potter dan Perry, 2006). Tidur adalah suatu kegiatan relatif ta npa
sadar yang penuh, ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan kegiatan

urutan siklus yang berulang-ulaang dan masing-masing menyatakan fase

kegiatan otak dan jasmaniah yang berbeda (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

2. Pola Tidur

M enurut Gunawan (2001) pola tidur dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Pola Tidur Biasa

Pola tidur biasa juga disebut sebagai tidur Non -REM (Non-Rapid Eye

M ovement). Pada keadan ini, sebagian besar organ tubuh secara

berangsur-angsur menjadi kurang aktif, pernapasan teratur, kecepatan

denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka

diam tanpa gerak. Fase Non-REM berlangsung 1 jam, sehingga

dengan demikian akan mudah terbangun dari tidurnya.

b. Pola Tidur Paradoksal

Pola tidur paradoksal disebut juga sebagai tidur REM (Rapid Eye

M ovement). Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara

cepat, denyut jantung dan pernapasan yang naik turun, sedangkan

otot-otot mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi

otot ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan menghilangk an

semua rasa lelah. Fase tidur REM (fase tidur nyenyak) berlangsung

selama 20 menit. Pada fase ini, sering tim bul mimpi-mimpi,

mengigau atau bahkan mendengkur.


3. Pengaturan Tidur

Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat,

saraf perifir, endokrin, kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap

kejadian tersebut dapat diidentifikasikan atau direkam dengan

elektroencepalogram (EEG) untuk aktifitas listrik otak, pengukuran tonus

otot dengan menggunakan eletrom iogram (EM G) dan elektrooculogram

(EOG) untuk mengukur pergerakan mata (Potter and Perry, 2006).

Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua

mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan

pusat otak untuk tidur dan bangun. Retikular Activating System (RAS) di

bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus

visual, auditori, nyeri dan sensori raba juga menerima stimulus dari kortek

serebri (emosi proses pikir) (Potter and Perry, 2006).

Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS

melepaskan ketokolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur dilepaskan

oleh pelepasan serum serotinin dari sel-sel spesipik di pons dan batang

otak tengah yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Bangun dan

tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan inpuls yang diterima

dari pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya

dan sistim limbiks seperti emosi. Seseorang yang mencoba untuk tidur,

mereka menutup matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan

gelap dan tenang aktifitas Retikular Activating System menurun, pada saat
itu Bulbar Synchronizing Regional mengeluarkan serotinin (Brunner dan

Suddarth, 2001).

4. Tahap Tidur

EEG, EM G dan EO G da pat mengidentifikasi perbedaan signal

pada level otak, otot dan aktivitas mata. Normalnya tidur dibagi menjadi

dua yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM ) dan Rapid Eye Movement

(REM ). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan

dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan

tahapan REM adalah tahapan terakhir kira -kira 90 menit sebelum tidur

berakhir. M enurut Tarwoto dan Wartonah, (2006) tahapan tidur terdiri

atas:

a. Tahapan tidur NREM

1) NREM tahap I

M erupakan tahap transisi dim ana masih ada reflek cahaya dan

mudah terbangun bila ada rangsangan. A ktifitas fisik tanda -tanda

vital akan mengalami penurunan. Bila terbangun terasa sedang

bermimpi. Tahap ini hanya berlangsung beberapa menit saja.

2) NREM tahap II

Dimulainya relaksasi oto t sehingga fungsi tubuh menurun, masih

mudah untuk dibangunkan karena hanya berlangsung 10 sampai 20

menit.
3) NREM tahap III

Awal dimulainya tidur nyenyak sehingga sulit untuk dibangunkan.

Akan terjadi relaksasi otot sehingga terjadi penurunan tekanan

darah. Tahap ini berlangsung 15 sampai 30 menit.

4) NREM tahap IV

Ini adalah tidur nyenyak dan sulit untuk dibangunkan, bila ingin

membangunkan butuh stimulus secara intensif. Terjadi penurunan

tonus otot dan sekresi lambung.

b. Tahapan tidur REM

Lebih sulit dibangunkan dibanding tidur NREM , jika individu

terbangunkan biasanya terjadi mimpi. Tidur ini sangat baik untuk

keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam belajar, memori,

adaptasi. Pada orang dewasa normal tidur REM yaitu 20% sampai

25% dari tidur malamnya.

Karakteristik dari tidur ini adalah: mata akan cepat menutup dan

membuka, kejang pada otot kecil dan otot besar mengalami imobilisasai,

pernapasan tidak teratur kadang terjadi henti napas M etabolisme akan

terjadi peningkatan yang berpengaruh juga pada pe ningkatan nadi tekanan

darah. Pada siklus ini individu sulit untuk dibangunkan.

5. Fisiologi Tidur

Dua sistem di dalam batang otak, sistem pengaktivasi retikulum dan

daerah sinkronisasi bulbar, diyakini bekerja bersama mengontrol sifat

siklus pada tidur. Formasi retikulum ditemukan di dalam batang otak. Ini
membetang ke atas sampai ke medula, pons, otak tengah dan kemudian ke

hipotalamus. Ini terdiri dari banyak sel saraf dan serabut. Saraf mempuyai

hubungan yang merelay impuls ke dalam korteks serebral dan k e dalam

medula spinalis. Formasi retikulum membantu refleks dan gerakan

volunter maupun aktivitas korteks yang berkaitan dengan keadaan sadar

penuh. selama tidur, sistem retikulum mengalami beberapa stimulasi dari

korteks serebral dan dari tepi tubuh. Keadaan terbangun terjadi apabila

sistem retikulum diaktivasi dengan stimulasi dari korteks serebral dan dari

sel dan organ sensori tepi. Sebagai contoh: alam membangunkan kita dari

tidur kekeadaan sadar apabila kita menyadari bahwa kita harus

mempersiapkan diri untuk hari itu. Sensasi seperti nyeri, tekanan dan

suara menimbulkan keadaan terbangun melalui sel dan organ tepi.

Keadaan terbangun diaktivasi oleh korteks serebral dan sensasi tubuh.

Selama tidur, stimulasi dari korteks adalah minimal (Potter and Per ry,

2006).

Hipotalamus mempunyai pusat kontrol untuk beberapa aktivitas

tubuh, salah satunya adalah mengenai tidur dan terbangun. Cedera pada

hipotalamus dapat menyebabkan seseorang tertidur untuk periode yang

abnormal atau panjang. Sejumlah senyawa berper an sebagai

neurotransmiter dan terlibat dalam proses tidur. Norepinefrin asetilkolin,

diikuti oleh dopamine, serotonin dan histamin, terlibat dalam inhibisi

GaBa (Gamma amino Butyric acid) tampaknya perlu untuk inhibisi

(Gunawan, 2006).
6. M anfaat Tidur

M enurut Potter and Perry (2006) selama tidur NREM bermanfaat dalam

memelihara fungsi jantung dan selama tidur gelombangrendah yang dalam

(NREM tahap IV) tubuh melepaskan hormone pertumbuhan manusia

untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus sepe rti sel

otak. Selain itu, tubuh menyimpan energi selama tidur dan penurunan laju

metabolik basal menyim pan persediaan energi tubuh.

7. Pola Tidur Berdasarkan Tingkatan Usia atau Perkembangan

TABEL 2.1
Pola Tidur Berdasarkan Tingkat Usia/Perkembangan

Tingkat
Pola Tidur Normal
Perkembangan
Bayi baru lahir Tidur 14-18 jam/hari, pernapasan
teratur, gerakan tubuh sedikit. 50 %
tidur REM siklus tidur 45-60 menit,
mudah berespon terhadap stimulus
Bayi Tidur 13-16 jam/hari, 20-30 % tidur
REM mungkin tidur sepanjang malam.
1-3 tahun Tidur sekitar 11-12 jam/hari, 25 %
tidur REM .
3-6 tahun Tidur sekitar 11jam/hari, 20 % tidur
REM .
Usia sekolah Tidur sekitar 7-8,5 jam/hari, 20 %
tidur REM
Dewasa M uda Tidur sampai 7-8 jam/hari, 20-50 %
tidur REM .

Dewasa pertengahan Tidur 7-8 jam/hari, 20 % tidur REM .


M ungkin mengalami insomnia dan
sulit untuk dapat tidur.
Dewasa Tua Tidur sekitar 5-6 jam/hari, 20-25 %
(Diatas 60 tahun) tidur REM , tahap IV NREM menurun
dan kadang-kadang absen, sering
terbangun pada malam hari.
Sumber: (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
8. Faktor-Faktor yang M empengaruhi Tidur

M enurut Himle dkk, (2000) ada beberapa faktor mempengaruhi tidur baik

kualitas maupun kuantitas tidur:

a. Penyakit

Seorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur yang lebih

banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

pasien kurang tidur, misalnya pada pasien dengan gangguan

pernapasan seperti asma, brokitis, penyakit kardiovaskuler dan

penyakit persarafan.

b. Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyamn,

kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan

menghambat tidurnya.

c. Aktifitas fisik

Aktifitas dan olah raga dapat mempengarui tidur dengan cara

meningkatkan kelelahan, tampak bahwa aktifitas fisik meningkatkan

baik tidur REM maupun NREM .

d. Kecemasan

Pada keadaan cemas akan meningkatkan saraf simpatis sehingga

mengganggu tidurnya.

e. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang banyak

mengkonsumsi minuman beralkohol dapat mengakibatkan insomnia

dan lekas marah.

f. Obat-obatan

Beberap jenis obat dapat menimbulkan gangguan tidur anta lain:

1) Diuretik: menyebabkan insomnia.

2) Anti depresan: supresi REM .

3) Kafein: meningkatkan saraf simnpatis.

4) Beta bloker: menimbulkan insomnia.

5) Narkotika: mensupresi REM .

g. Karakteristik usia

Kebutuhan tidur seseorang dipengarui tingkat perkembangan, semakin

tua usia seseorang semakin pendek jam tidurnya.

h. Implikasi kultural

Penting bagi perawat mengetahui bahwa kultural dapat mempengarui

tidur. Walaupun taha-tahap perkembangan adala h serupa, tetapi tempat

tidur, pola tidur, mungkin bervariasi sesuai dengan budaya.

C. Hepatitis

1. Definisi

H epatitis adalah suatu keadaan radang atau cedara pada hati sebagai reaksi

terhadap virus, atau obat atau alkohol (Patofisiologi untuk Keperawatan, 2000; Hal: 145).

Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia

atau obat ataupun agen penyebab infeksi (Wikipedia, 2011).


H epatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena

toksin seperti kim ia atau obat atau agen penyakit infeksi ( Asuhan

K epe raw atan pada Anak, 2002).

2. Jenis-jenis Hepatitis

a. Hepatitis A (HA V)

H epatitis A disebut juga hepatitis infeksiosa. Penyakit ini ditularkan

teru tam a m elalu i kontam inasi o ral -fekal akibat hygience yang bu ru k atau

makanan yang tercemar. Individu yang tinggal di tempat-tempat yang padat di

mana hygience mungkin tidak adekuat, misalnya panti-panti asuhan, institusi

mental, penjara dan penampungan gelandangan, berisiko mengidap penyakit ini.

Virus kadang-kadang ditularkan melalui darah.

W aktu antara pajanan dan awitan gejala (masa tunas) untuk HAV adalah

antara 4 sampai 6 minggu. Pengidap penyakit, ini dapat menular sampai 2

minggu sebelum gejala muncul. Antibody terhadap hepatitis A akan timbul saat

gejala muncul. Penyakit biasanya berla ngsung selama 4 bulan setelah

pajanan. Tidak terbentuk (carrier), di mana individu tetap menular

selama periode waktu tertentu setelah penyakit akut mereda, dan tidak

terjadi stadium fulminal setelah penyakit akut.

b. Hepatitis B (HBV)

H epatitis B disebut juga hepatitis serum. Penyakit ini bersifat seriusa dan

biasanya m e nu lar m elalu i kon tak de nga n dara h yang m e ngan du ng vir u s.

Penyakit ini juga ditularkan melalui hubungan kelamin, dan dapat ditemukan di

dalam semen dan cairan tubu h lainnnya. Yang berisiko khusus mengidap H BV

adalah pemakai obat-obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan, dan

heteroseksual atau homoseksual yang aktif secara seksual. Para remaja


m em perlihatkan ang ka hepatitis B yang tinggi, sering ditu larkan m elalu i

hubungan kelamin.

H epatitis B memiliki masa tunas yang lama, antara 1 sampai 7 bulan

dengan masa awitan rerata 1-2 bulan. Stadium akut dari suatu infeksi aktif dapat

berlangsung sam pai 2 bulan. Sekitar 5-10% orang dewasa yang terjangkit H BV

akan mengalami hepatitis kronik dan terus mengalami peradangan hati selama

lebih dari 6 bu la n. H e patitis kr oni k da pat be rsifat p r ogr esif lam ba t atau

fulminan yang menyebabkan nekrosis hati, sirosis, kegagalan hati, dan

kematian.Individu yang terinfeksi H BV juga dapat menjadi pembawa yang

menetap sehingga dapat menularkan penyakitnya tanpa memperlihatkan gejala--

gejala penyakit. Yang terutama cenderung menjadi pem bawa adalah m ereka yang

terinfeksi selama masa bayi dan individu dengan imunosupresi.

Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA untai -ganda yang disebut

partikel Dane. Virus ini memiliki sejumlah antigen inti (core) dan permu kaan

yang telah diketahui secara rinci yang dapat diidentifikasi dilaboratorium dari

sam pel darah. A ntigen yang biasanya dihasilkan pertama kali oleh hepatosit

yang terinfeksi adalah .antigen permukaan di selubung virus yang disebut

H BsAg. Identifikasi antigen ini, atau DNA hepatitis itu sendiri di dalam serum,

bersifat diagnostik untuk infeksi hepatitis B aktif. Donor darah secara rutin

diperiksa untu k mencari adanya antigen-antigen H BV.

Sebagai respon terhadap adanya berbagai antigen virus, individu

membentu k bermacam -macam antibody dalam suatu rangkaian yang dapat

diperkirakan, dim ulai dari stadium aku t penyakit sam pai awal pem ulihan.

Sebagai antibody terhadap H BVmenetap seumur hidup setelah pasien pulih dari

penyakitnya. Apabila seseorang terus mengidap virus hepatitis B seperti

diperlihatkan oleh menetapnya H bsAg, maka orang tersebut dapat mengalami


hepatitis kronik. Pada hepatitis kronik tidak dijumpai antibody terhadap H bsAg.

c. Hepatitis C (HCV)

Dulu disebut hepatits non-A non-B, diidentifikasikan tahun 1989. Virus

RNA ini saat ini merupakan penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan

m elalu i su plai darah kom ersial. H CV ditularkan m elalui dengan cara yang

sama seperti H BV, tetapi terutama melalui transfuse darah. Virus ini juga

menimbulkan keadaan kronik. Individu terinfeksi H CV berisiko mengalami

kanker hati. HC V sulit dielim inasi dari suplai darah kom ersial.

W alaupun antibodi terhadap HCV dapat diukur, terdapat cukup

banyak waktu jeda antara saat pasien yang mengidap penyakit ini

menular dan saat pasien tersenut mulai membentuk antibodi.

d. H epatitis D (H DV)

H epatitis D disebut ju ga hepatitis delta dan sebenarnya adalah suatu

v i ru s de f e kt if ya n g ia s e n dir i ti d a k da p at m e ngi n fe k si h a pa t os it u nt u k

menimbulkan hepatitis. Virus ini melakukan koinfeksi dengan H BV sehingga

infeksi H BV bertambah parah. Infeksi oleh H DV juga dapat timbul belakangan

pada individu yang mengidap onfeksi kronik H BV. Virus hepatitis delta ini

m e nin gk at ka n risik o tim bu l n y a he pa titis fu lm i na n, k ega gala n ha ti, da n

kematian. H epatitis D ditularkan seperti H BV. Antigen dan antibody H DV

diperiksa pada donor darah.

e. H epatitis E (H EV)

H epatitis E diidentifikasikan tahun 1990. Virus ini adalah suatu virus R N A

yang teru tama ditu lar kan m elalu i ingesti air yang tercemar. S ebagian b e sa r

v i ru s ya n g dila p o r k a n dit em u k a n d i N eg ar a - n eg a ra ya n g s e d a ng

berkem bang. Virus ini tidak menimbulkan keadaan pembawa (carrier) atau
menyebabkan hepatitis kronik. Namun, dapat terjadi hepatitis fulminan yang

akhirnya virus menyebabkan kegagalan hati dan kematian. Pada saat ini belum

tersedia pemeriksaan untuk HEV.

f. H epatitis F

H epatitis F adalah jenis hepatitis yang baru ada sedikit kasus. Saat ini para

pakar belu m sepa kat hepatitis F m eru paka n p enya kit he patitis yang

terpisah. Jenis H epatitis F ini disebabkan oleh jenis virus yang terkait dengan

penyakit hepatitis lainnya. B eberapa calon hepatitis F m u ncul pada 1990 -an,

tape tak satu , pu n dari laporan-laporan itu telah terbukti. Pada tahun 1994

m elapor ka n bah w a par tikel viru s b aru telah dit em u ka n dalam tinja pasca

transfuse, yang bukan meru pakan virus hepatitis A, B, C maupun E. Kemudian

partikel virus tersebut disuntikkan kepada seekor m onyet Indian dan akhirnya

monyet tersebut menderita penyakit hepatitis yg dinamakan Hepatitis F

atau Virus Toga. (Deka, dkk, 2011).

g. Hepatitis G

Virus hepatitis G (HG V) sama dengan virus hepatitis C (HCV).

Virus hepatitis G adalah virus dalam keluarga Flaviviridae yang belum

ditetapkan ke genus, yang menginfeksi manusia, tetapi tidak diketahui

menyebabkan penyakit pada manusia. Gejala mirip dengan hepatitis C,

biasanya infeksi HGV terjadi bersamaan dengan hepatitis B atau C.

Hepatitis G tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun

hepatitis kronik. Hepatitis G (HGV) menularka n melalui transfuse

darah jarum suntik.

3. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda penyakit hepatitis B adalah sebagai berikut :

a. Lelah

b. Mual

c. Muntah

d. Nafsu makan berkurang

e. Nyeri perut

f. Dark urine (air kencing keruh/pekat)

g. Nyeri otot,

h. Jaundice (kulit berwama ku ning)

4. Stadium hepatitis

Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dare asimptomatik

sampai penyakit yang merokok, kegagalan hat i dan kematian. Terdapat

tiga stadium pada semua jenis hepatitis: stadium prodromal, stadium

ikterus, dan periode konvalensi (pemulihan).

a. Stadium prodromal

S tadium prodrom al disebut juga periode praikterus, dim ulai

setelah periode masa tunas virus selesai dan pasien mulai

memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium ini disebut praikterus

karena ikterus belum muncul. Individu akan sangat infeksi pada

stadium ini. Antibody terhadap virus biasanya belump dijumpai.

Stadium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditanda dengan:

1) Malaise umum

2) Rasa lelah

3) Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas

4) Malaga (ngeri otot)

5) Keanggunan terhadap sebagian besar makanan


b. Stadium Ikterus

S ta d ium ik ter us ad ala h s ta d ium k ed u a he pa titis v ir u s, da n

da pa t berlangsung 2 -3 m inggu atau lebih. Pada sebagian besar

orang, stadium ini ditanda oleh seperti diisyaratkan oleh namanya,

timbulnya ikterus. M anifestasi lain adalah :

1) M emburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal

2) Pembesaran dan nyeri haid

3) Splenomegali

4) Mungkin gagal (pruritus) di hati

c. Stadium pemulihan

S ta d ium pemulihan adalah stadium ketiga hepatitis virus dan

biasanya tim bul dalam 4 bu lan untu k hepatitis B dan C , dan dalam

2-3 bulan untuk hepatitis A selama periode ini :

1) Gejala-gejala mereda, termasuk ikterus

2) Nafsu makan pulih

5. Berisiko Tertular Hepatitis

a. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksii virus hepatitis B

b. Suami atau istri yang pasangannya menderita virus hepatitis B

c. Orang yang sering berganti pasangan

d. Klien yang menjalani hemodialisa

e. Pecandu narkotika

f. Pekerja kesehatan yang sering melakukan kontak dengan darah atau

cairan tubuh penderita hepatitis B

6. Patofisiologi
Setelah liver membu ka sejumlah agen seperti virus, liver menjadi membesar

dan terjadi peradangan sehingga dalam kuadran kanan atas terasa sakit dan tidak

nyaman . Sebagai kemajuan dan kelanjutan proses penyakit, pem belahan sel -sel hati

yang normal beru bah menjadi peradangan yang meluas, nekros is dan regenerasi dari

sel-sel hepar. Meningkatnya penekanan dalam lintasan sirkulasi disebabkan karena

virus masuk dan bercampur dengan aliran darah kedalam pembelahan jaringan

jaringan hepar (sel-sel hepar). Oedema dari saluran-saluran empedu hati yang

terdapat pada jaringan intrahepatik menyebabkan kekuningan.

Data spesifik pada patogenesis hepatitis . A, hepatitis C, hepatitis D, dan

hepatitis E sangat terbatas. Tanda-tanda investigasi mengingatkan pada manifestasi

klinik dari peradangan akut H BV yang ditentukan oleh respon imunologi dari klien.

Kompleks kekebalan kerusakan jaringan secara tidak langsung memungkinkan untuk

manifestasi extra hepatik dari hepatitis akut B. H epatitis B diyakini masu k kedalam

sirkulasi kekebalan , tu buh tersimpan dalam dinding pem buluh darah dan aktif dalam

sistem pengisian. (Dusheiko,1990) . Respon-respon klinik terdiri dari nyeri

bercampur sakit yang terjadi dimana-mana.

Phase atau tahap penyem buhan dari hepatitis adalah ditandai dengan aktifitas

fagositosis dan aktifitas enzym, perbaikan sel-sel hepar. Jika tidak sunggu h-sungguh

komplikasi berkembang , sebagian besar penyembu han fu ngsi hati k lien secara

normal setelah hepatitis virus kalah . Regenerasi lengkap biasanya terjadi dalam dua

sampai tiga bulan.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pengkajian Laboratorium

Ditemukannya Hepatitis A dan B menunjukkan tingkatan nilai

enzim hatinya yang akut, ditunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati

dan khususnya nilai serologi.


b. Serum Enzim -enzim Liver

Tingkatan alanine am inotransferase atau ALT bernilai lebih dari

1000 m U/m L dan m ungkin lebih tinggi sampai 4000 m U/m L dalam

beberapa kasus virus Hepatitis nilai aspartat am inotransferase atau AST

antara 1000 2000 m U/m L. Alanine pospatase nilai norm alnya 30 90

IU/L atau sedikit lebih tinggi. N ilai serum total bilirubin naik kepuncak

2,5 m G /dL dan berlangsung ketat dengan tanda -tanda klinik penyakit

kuning. Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat pada urine.

c. HBsAg (hepatitis B surface antigen)

HBsAg adalah tanda awal hepatitis B yang m uncul 4-12 m inggu

setelah terinfeksi. Bila HBsAg m enetap dalam darah selama 6 bulan,

berarti terjadi infeksi kronis.

d. Anti HBc ( antibodi hepatitis B core )

Anti HBc adalah antibodi terhadap antigen inti hepatitis B.

Antibodi ini terdiri dari 2 tipe yaitu : IgM ( imunoglobulin M ) anti

HBc dan IgG anti HBc.

1) Anti-HBc IgM

Muncul 2 m inggu setelah HBsAg terdeteksi, dapat bertahan

hingga 6 bulan, Berperan pada core window ( fase jendela ) yaitu

m asa dim ana HBsAg sudah hilang, tetapi anti-HBsAg belum

m uncul, 10% hepatitis akut tidak terdeteksi hanya dengan

m em eriksa HBsAg.

2) Anti-HBc IgG

M uncul sebelum anti-HBc IgM hilang, Terdeteksi pada


hepatitis akut dan kronik, Dapat bertahan pada fase penyembuhan

(kadar rendah), Tidak mempunyai efek protektif Interpretasi hasil

positif anti-HBc biasanya tergantung hasil pemeriksaan HBsA g

dan anti-H bs.

3) Anti-Hbs (antibodi terhadap hepatitis B surface antigen)

Jika hasilnya positif atau reaktif menunjukkan adanya

imunitas atau kekebalan terhadap infeksi virus hepatitis B baik

dari imunisasi maupun dari proses penyembuhan infeksi masa

lampau.

Seseorang yang terinfeksi masa lampau tidak dapat

menularkan penyakitnya kepada orang lain.

8. Komplikasi hepatitis

Komplikasi hepatitis adalah timbulnya hepatitis kronik yang terjadi

apabila individu terns memperlihatkan gejala dan antigen virus menetap

lebih dari 6 bulan. Gambaran klinis hepatitis aktif kronik atau fulm inan

mungkin mencakup gambaran kegagalan hati dengan kematian timbul

dalam 1 minggu sampai beberapa tahun kemudian.

9. Penatalaksanaan klinis

Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif dan mencakup :

a. Istirahat sesuai keperluan

b. Pendidikan mengenai menghindari pemakaian alkohol atau obat lain

c. Pendidikan mengenai cara penularan kepada mitra seksual atau

anggota keluarga
d. Keluarga dari pasien hepatitis ditawarkan untuk menerima gam a

globulin murni yang spesifik terhadap HAV atau HBV, yang dapat

memberikan imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifat

sementara.

e. Tersedia vaksin untuk HBV. Karena sifat virus yang sangat menular

dan berpotensi menyebabkan kematian, maka sangat dianjurkan bahwa

semua individu yang termasuk kelompok berisiko tinggi, termasu k para pekerja

kesehatan atau orang-orang yang terpajan ke produk darah, divaksinasi. Yang

juga dianjurkan untuk divaksinasi adalah orang -orang yang berisiko terinfeksi

virus, termasuk kaum homoseks atau heteroseks yang aktif secara seksual,

pecandu obat bius, dan bayi.

f. Vaksinasi terhadap H BV dihasilkan melalui penyuntikan intramuskulus DNA

rekom binan sebanyak tiga kali pada interval-interval yang telah ditentukan.

Dosis pertama dan kedua diberikan terpisah satu bulan, dan dosis ketiga

diberikan 6 bulan setelah dosis kedua. Vaksinasi ini 85% efektif dalam

membentu k kekebalan.

D. Penelitian Terkait

Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul H ubu ngan Lama Istirahat Tidur

dengan Kadar SGOT/SGPT pada pasien H epatitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan baru pertama kali dilakukan.


E. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Istirahat / Tidur

Kelelahan Kadar SGOT/SGPT

Konsumsi Obat

(Widjaja, 2009)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Lama tidur Kadar SGOT/SGPT

G. Hipotesis

Hipotesis menyatakan jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis

juga dinyatakan sebagai jawaban sementara penelitian, patokan dengan atau

dalil sementara yang ketenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut

(Notoatm odjo, 2005).

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

Ha : ada hubungan lama istirahat tidur dengan kadar SGOT/SGPT

pasien hepatitis di ruang rawat inap RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

Anda mungkin juga menyukai