Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Tanaman Pisang Nangka (Musa paradisiaca. L)

Gambar II.1 Daun dan Buah Pisang Nangka


II.1.1Klasifikasi Tumbuhan
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotiledonae

Famili

: Musaceae

Gen

: Musa

Spesies

: Musa paradisiaca L.

Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua
genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan,
yaitu

Rhodochlamys,

Callimusa,

Australimusa

dan

Eumusa.

Golongan

Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik

segar maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal
dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminate dan Musa balbisiana.

II.1.2Sinonim, Nama Daerah, dan Nama Asing


Sinonim

: M. sapientum L.

Nama daerah : Cau, gedang, kisang, ghedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa)
Galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi, galo, gae (Sumatera)
Harias, peti, pisang, punsi, pute, puti, rahias (Kalimantan)
Biu, kalo, mutu, kalu, busa, wusa, uki (Nusa Tenggara)
Tagin, lambi, lutu, loka, unti, pepe, sagin, punti, uti (Sulawesi)
Fudir, pitah, uki, temai, seram, kula, uru, temae, empulu, fust, flat,
tela, tele, luke (Maluku)
Nando, rumaya, pipi, mayu (Papua)
Nama Asing

: Xiang jiao (China),


Kluai namwaa (Thailand),
Banana, plantain (Inggris).
(Heyne, 1987; Ragone, 1997 ).

II.1.3Morfologi
Tanaman pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan
berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan
tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat teratur. Percabangan tanaman
bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu
buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji
atau bersifat partenokarpi.
Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai
macam topografi tanah, baik tanah datar atau pun tanah miring. Produktivitas
pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada tanah datar pada
ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada
pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 250C-280C dengan curah hujan 2000-3000
5

mm/tahun. Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian


mati. Tingginya antara 2-9 m, berakar serabut dengan batang bawah tanah
(bongol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh
tanaman baru.
Pisang mempunyai batang semu yang tersusun atas tumpukan pelepah daun
yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm.
Daun yang paling muda terbentuk dibagian tengah tanaman, keluarnya
menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka.
Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar
30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang
daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau.
Pisang mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus
oleh seludang berwarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ke tanah
jika bunga telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedang
bunga jantan yang berada di ujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup
oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang. Tiap kelompok bunga disebut
sisir, yang tersusun dalam tandan. Jumlah sisir betina antara 5-15 buah.
Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir,
dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada varietasnya. Buah
pisang pada umumnya tidak berbiji atau disebut 3n (triploid), kecuali pada pisang
batu (klutuk) bersifat diploid (2n). Proses pembuahan tanpa menghasilkan biji
disebut partenokarpi (Rukmana, 1999 : 15).
Ukuran buah pisang bervariasi, panjangnya berkisar antara 10-18 cm
dengan diameter sekitar 2,5-4,5 cm. Buah berlingir 3-5 alur, bengkok dengan
ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging buah (mesokarpa) tebal dan
lunak. Kulit buah (epikarpa) yang masih muda berwarna hijau, namun setelah tua
(matang) berubah menjadi kuning dan strukturnya tebal sampai tipis (Cahyono,
2002 : 16).

Buah pisang termasuk buah buni, bulat memanjang, membengkok, tersusun


seperti sisir dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning, atau coklat. Tiap
kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji.
Bijinya kecil, bulat, dan warna hitam. Buahnya dapat dipanen setelah 80-90 hari
sejak keluarnya jantung pisang.

II.1.4

Kandungan Kimia
Akar mengandung serotonin, norepinefrin, tannin, hidroksitriptamin,

dopamine, vitamin A, B dan C. Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa,


sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B,C dan
E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, Fe), pectin, serotonin, 5-hidroksi triptamin,
dopamine, dan noradrenalin. Kandungan kalium pada buah pisang cukup tinggi
yang kadarnya bervariasi tergantung jenis pisangnya. Buah muda mengandung
banyak tannin.

Gambar II.2 Tannin

Gambar II.3 Noradrenalin

Gambar II.4 Prenylated flavonoid (Sofa, dkk., 2013).


[1-(2,4-dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H1- benzopyran-5-yl]-1-propanone].
II.1.5Khasiat dan Kegunaan
Di masyarakat, tumbuhan pisang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Pisang
sebagai sumber tenaga. Buah pisang dengan mudah dapat dicerna, gula yang
terdapat di buah tersebut diubah menjadi sumber tenaga yang bagus secara cepat,
dan itu bagus dalam pembentukan tubuh, untuk kerja otot, dan sangat bagus untuk
menghilangkan rasa lelah. Manfaat pisang untuk Ibu Hamil. Pisang juga
disarankan untuk dikonsumsi para wanita hamil karena mengandung asam folat,
yang mudah diserap janin melalui rahim. Namun, jangan terlalu berlebihan, sebab
satu buah pisang mengandung sekitar 85-100 kalori.
Selain itu pisang juga bermanfaat dalam kesehatan. Manfaat pisang bagi
penderita anemia, dua buah pisang yang dimakan oleh pasien anemia setiap hari
sudah cukup, karena mengandung Fe (zat besi) tinggi. Manfaat pisang untuk
mengobati penyakit usus dan perut. Pisang yang dicampur susu cair (atau
dimasukkan dalam segelas susu cair)dapat dihidangkan sebagai obat dalam kasus
penyakit usus. Juga dapat direkomendasikan untuk pasien sakit perut dan cholik
untuk menetralkan keasaman lambung. Sebuah pisang dihidangkan sebagai
pertahanan terhadap inflamasi karena Vitamin C dapat secara cepat diproses. Ia
mentransformasikan bacillus berbahaya menjadi bacillus yang bersahabat. Dengan
demikian, keduanya akan tertolong. Pure pisang ataupun krim pisang (seperti
untuk makanan bayi), dapat dikonsumsi oleh pasien yang menderita diare.
Manfaat pisang bagi Penderita Lever. Penderita penyakit lever bagus
mengonsumsi pisang dua buah ditambah satu sendok madu, akan menambah
nafsu makan dan membuat kuat. Manfaat pisang untuk Luka Bakar. Daun pisang

dapat digunakan untuk pengobatan kulit yang terbakar dengan cara dioles,
campuran abu daun pisang ditambah minyak kelapa mempunyai pengaruh
mendinginkan kulit.
Pisang juga bermanfaat dalam bidang kecantikan. Bubur pisang yang
dicampur dengan sedikit susu dan madu, dioleskan pada wajah setiap hari secara
teratur selama 30-40 menit. Dibasuh dengan air hangat kemudian bilas dengan air
dingin atau es, diulang selama 15 hari, akan menghasilkan pengaruh yang
menakjubkan pada kulit. Pisang untuk Mengatur Bobot Badan. Pisang juga
mempunyai peranan dalam penurunan berat badan seperti juga untuk menaikkan
berat badan. Telah terbukti seseorang kehilangan berat badan dengan berdiet 4
(empat) buah pisang dan 4 (empat) gelas susu non fat atau susu cair per hari
sedikitnya 3 hari dalam seminggu, jumlah kalori hanya 1.250 dan menu tersebut
cukup menyehatkan. Selain itu, diet tersebut membuat kulit wajah tidak
berminyak dan bersih. Pada sisi yang lain, mengonsumsi satu gelas banana milkshake dicampur madu, buah-buahan, kacang, dan mangga sesudah makan, akan
menaikkan berat badan.

(Enos, dkk., 2009; Ragone 1997; Suryanto dan

Wehantouw, 2009).
II.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid
sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepung sari, bunga, dan biji. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu
flavonoid tanpa terikat gula) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya
mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan
tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah
cincin diberi tanda A, B,dan C; atom karbon dinomori menurut sistem penomoran
yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta penomoran
menggunakan angka biasa untuk cincin B. Aglikon kurang polar bila
dibandingkan dengan flavonoid glikosida, oleh karena itu aglikon mudah larut
dalam pelarut seperti eter atau klorofom (Markham, 1982).

Gambar II.5 Struktur Flavonoid

Flavonoid dalam tumbuhan biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida


ataupun C-glikosida; pada O-glikosida satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih)
terikat pada satu gula (atau lebih), sedangkan pada C-glikosida gula terikat pada
atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti
benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon. Adanya gula yang terikat pada
flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid
lebih mudah larut dalam air (Markham, 1982).

Gambar II.6 Flavonoid O-glikosida

Gambar II.7 Flavonoid C-glikosida

10

Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama,
yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat yang
diturunkan dari karbohidrat (hasil fotosintesis tanaman). Flavonoid pertama
dihasilkan segera setelah kedua alur ini bertemu. Sekarang flavonoid yang
dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah khalkon (Markham,
1982).

Gambar II.8 Jalur Biosintesis Flavonoid


Posisi cincin aromatik membagi produk bahan alam ini menjadi 3 kelas
besar yaitu: flavonoid (2-phenylbenzopyrans), isoflavonoid (3-benzopyrans), dan
neoflavonoid (4-benzopyrans), serta kelompok kecil flavonoid yaitu: khalkon dan
auron (Grotewold, dkk., 2006).

11

Gambar II.9 [1.] Flavonoid (2-phenylbenzopyrans), [2.] Isoflavonoid (3benzopyrans), [3.] Neoflavonoid (4-benzopyrans)

Gambar II.10 Kelompok Turunan Flavonoid (2-phenylbenzopyrans)

Gambar II.11 Kelompok Turunan Isoflavonoid (3-benzopyrans)

12

Gambar II.13 Kelompok Kecil Flavonoid


II.2.1 Quersetin
Quersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan
glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Quersetin
bertindak sebagai zat antioksidan dalam tanaman.

Gambar II.14 Quersetin dan Quercetin-3-O--glucoside


II.4 Metode Ekstraksi dan Pemisahan
II.4.1Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode atau cara penarikan senyawa yang diinginkan
dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga
senyawa yang diinginkan dapat melarut. Ekstrak adalah sediaan kering, kental
atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara
yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000).

13

II.4.1.1 Ekstraksi Cara Dingin


Ekstraksi cara dingin dapat dibagi menjadi 2 cara:
A. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian yang dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan
untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,
etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Ritiasa, 2000).
Prinsip maserasi adalah mencapai kesetimbangan kelarutan sari
dalam pelarut. Keuntungan dari penyarian atau ekstraksi dengan maserasi
adalah dapat mengekstrak suatu senyawa yang tidak stabil terhadap
pemanasan. Di lain pihak kekurangannya adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan serta proses penyarian dengan pelarut yang tidak diubah
mengakibatkan ekstrak menjadi jenuh dan simplisia tidak terekstrak
sempurna (Ritiasa, 2000).
B. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip
perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder,
yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari
atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat
aktif sel-sel yang dilalui hingga mencapai keadaan jenuh.
Keuntungan dari perkolasi adalah tidak terjadi kejenuhan pelarut,
selain itu dengan cara perkolasi terjadi peningkatan difusi yaitu dengan
dialiri cairan penyari zat seperti terdorong keluar dari sel. Kerugian dari
metode perkolasi adalah metode ini membutuhkan penyari yang lebih
banyak dan dapat terjadi resiko cemaran oleh mikroba untuk penyari air
karena dilakukan secara terbuka (Depkes RI, 2000).

II.4.1.2 Ekstraksi Cara Panas


Ekstraksi cara panas meliputi:

14

A. Refuks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif kosntan
dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama 3-5 kali ekstraksi sempurna. Prinsip dari metode
refkuks adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi
pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan
turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dikentalkan. Keuntungannya adalah dapat digunakan
untuk mengekstraksi sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar,
kerugiannya adalah tidak cocok untuk mengekstraksi senyawa yang
termolabil (Ritiasa, 2000).
B. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Keuntungan dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak
dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, pelarut yang
digunakan sedikit serta pemanasannya dapat diatur. Kekurangan dari
metode soxhlet adalah tidak dapat digunakan pada senyawa dengan titik
didih rendah (Ritiasa, 2000).

C. Infundasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
dengan air pada suhu 90C selama 15 menit. Infundasi adalah proses

15

penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif


yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Ritiasa, 2000).
D. Dekoktasi
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur 90C
selama waktu tertentu (30 menit) (Ritiasa, 2000).
II.4.2Metode Pemisahan atau Fraksinasi
Fraksinasi merupakan metode pemisahan campuran menjadi beberapa fraksi
yang berbeda susunannya. Metode pemisahan yang banyak digunakan adalah
metode ekstraksi cair-cair (Harborne,1987).
Ekstraksi cair cair merupakan salah satu metode pemisahan yang fase gerak
dan fase diamnya berupa cairan yang tidak saling bercampur (Sudjadi, 1986).
Prisnip dari ekstraksi cair-cair adalah like disolve like yang berarti suatu pelarut
akan larut pada pelarut yang kepolarannya sama sedangkan yang kepolarannya
berbeda akan terpisah. Ekstraksi cair-cair menggunakan suatu alat yaitu corong
pisah. Dalam proses ekstraksi cair-cair terjadi perpindahan solut dari satu fasa ke
fasa yang lain. Pada ekstraksi cair-cair, fasa yang digunakan adalah dua cairan
yang tidak saling bercampur, biasanya digunakan air dan pelarut organik
(Harborne,1987).

II.5 Identifikasi
II.5.1 Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl
dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan

16

lapisan tipis. Prinsip dari KLT adalah Pemisahan komponen kimia berdasarkan
prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase
gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya
serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga
komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan
tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
(Sudjadi, 1986).
Identifikasi hasil KLT yaitu dengan prinsip penampakan noda. Penampakan
noda dapat diidentifikasi dengan sinar UV 254 dan 366 nm serta pereaksi semprot.
Pada UV 254 nm lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada
lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga
noda yang tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang
digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
Derajat retensi pada KLT biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi (R f),
yang biasa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Rf =

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Jarak yang ditempuh pelarut

Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh
cuplikan diukur pada pusat bercak itu (Sudjadi, 1986).

17

II.5.2 Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak


Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat

encer

dengan

pembanding

blanko

pelarut

serta

menggunakan

spektrofotometer yang merekan otomatis. Senyawa tanwarna diukur pada jangka


200 sampai 400 nm, senyawa berwarna pada jangka 400 sampai 700 nm. Panjang
gelombang serapan maksimum dan minimum pada spektrum serapan yang
diperoleh yang diperoleh direkam (dalam nm), dengan demikian juga kekuatan
absorbansi (keterserapan) (atau kerapatan optik) pada maksima dan minima yang
khas.

(Harbone,

1987).

Kegunaan

spektrofotometri

ini

terletak

pada

kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik di


dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak barangkali merupakan
cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisis struktur flavonoid. Cara
tersebut digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan
menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol
bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi
(pereaksi geser) ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak
serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna
untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugus
hidroksi fenol. (Markham, 1982).

18

Anda mungkin juga menyukai