TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Tanaman Pisang Nangka (Musa paradisiaca. L)
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotiledonae
Famili
: Musaceae
Gen
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca L.
Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua
genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan,
yaitu
Rhodochlamys,
Callimusa,
Australimusa
dan
Eumusa.
Golongan
Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik
segar maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal
dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminate dan Musa balbisiana.
: M. sapientum L.
Nama daerah : Cau, gedang, kisang, ghedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa)
Galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi, galo, gae (Sumatera)
Harias, peti, pisang, punsi, pute, puti, rahias (Kalimantan)
Biu, kalo, mutu, kalu, busa, wusa, uki (Nusa Tenggara)
Tagin, lambi, lutu, loka, unti, pepe, sagin, punti, uti (Sulawesi)
Fudir, pitah, uki, temai, seram, kula, uru, temae, empulu, fust, flat,
tela, tele, luke (Maluku)
Nando, rumaya, pipi, mayu (Papua)
Nama Asing
II.1.3Morfologi
Tanaman pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan
berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan
tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat teratur. Percabangan tanaman
bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu
buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji
atau bersifat partenokarpi.
Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai
macam topografi tanah, baik tanah datar atau pun tanah miring. Produktivitas
pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada tanah datar pada
ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada
pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 250C-280C dengan curah hujan 2000-3000
5
II.1.4
Kandungan Kimia
Akar mengandung serotonin, norepinefrin, tannin, hidroksitriptamin,
dapat digunakan untuk pengobatan kulit yang terbakar dengan cara dioles,
campuran abu daun pisang ditambah minyak kelapa mempunyai pengaruh
mendinginkan kulit.
Pisang juga bermanfaat dalam bidang kecantikan. Bubur pisang yang
dicampur dengan sedikit susu dan madu, dioleskan pada wajah setiap hari secara
teratur selama 30-40 menit. Dibasuh dengan air hangat kemudian bilas dengan air
dingin atau es, diulang selama 15 hari, akan menghasilkan pengaruh yang
menakjubkan pada kulit. Pisang untuk Mengatur Bobot Badan. Pisang juga
mempunyai peranan dalam penurunan berat badan seperti juga untuk menaikkan
berat badan. Telah terbukti seseorang kehilangan berat badan dengan berdiet 4
(empat) buah pisang dan 4 (empat) gelas susu non fat atau susu cair per hari
sedikitnya 3 hari dalam seminggu, jumlah kalori hanya 1.250 dan menu tersebut
cukup menyehatkan. Selain itu, diet tersebut membuat kulit wajah tidak
berminyak dan bersih. Pada sisi yang lain, mengonsumsi satu gelas banana milkshake dicampur madu, buah-buahan, kacang, dan mangga sesudah makan, akan
menaikkan berat badan.
Wehantouw, 2009).
II.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid
sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepung sari, bunga, dan biji. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu
flavonoid tanpa terikat gula) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya
mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan
tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah
cincin diberi tanda A, B,dan C; atom karbon dinomori menurut sistem penomoran
yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta penomoran
menggunakan angka biasa untuk cincin B. Aglikon kurang polar bila
dibandingkan dengan flavonoid glikosida, oleh karena itu aglikon mudah larut
dalam pelarut seperti eter atau klorofom (Markham, 1982).
10
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama,
yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat yang
diturunkan dari karbohidrat (hasil fotosintesis tanaman). Flavonoid pertama
dihasilkan segera setelah kedua alur ini bertemu. Sekarang flavonoid yang
dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah khalkon (Markham,
1982).
11
Gambar II.9 [1.] Flavonoid (2-phenylbenzopyrans), [2.] Isoflavonoid (3benzopyrans), [3.] Neoflavonoid (4-benzopyrans)
12
13
14
A. Refuks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif kosntan
dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama 3-5 kali ekstraksi sempurna. Prinsip dari metode
refkuks adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi
pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan
turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dikentalkan. Keuntungannya adalah dapat digunakan
untuk mengekstraksi sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar,
kerugiannya adalah tidak cocok untuk mengekstraksi senyawa yang
termolabil (Ritiasa, 2000).
B. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Keuntungan dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak
dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, pelarut yang
digunakan sedikit serta pemanasannya dapat diatur. Kekurangan dari
metode soxhlet adalah tidak dapat digunakan pada senyawa dengan titik
didih rendah (Ritiasa, 2000).
C. Infundasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
dengan air pada suhu 90C selama 15 menit. Infundasi adalah proses
15
II.5 Identifikasi
II.5.1 Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl
dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan
16
lapisan tipis. Prinsip dari KLT adalah Pemisahan komponen kimia berdasarkan
prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase
gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya
serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga
komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan
tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
(Sudjadi, 1986).
Identifikasi hasil KLT yaitu dengan prinsip penampakan noda. Penampakan
noda dapat diidentifikasi dengan sinar UV 254 dan 366 nm serta pereaksi semprot.
Pada UV 254 nm lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada
lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga
noda yang tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang
digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
Derajat retensi pada KLT biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi (R f),
yang biasa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Rf =
Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh
cuplikan diukur pada pusat bercak itu (Sudjadi, 1986).
17
encer
dengan
pembanding
blanko
pelarut
serta
menggunakan
(Harbone,
1987).
Kegunaan
spektrofotometri
ini
terletak
pada
18