SINDROMA EKSTRAPIRAMIDAL
NAMA PEMBIMBING :
dr. Suponco Eddi Wahyono, Sp.KJ, MARS
DISUSUN OLEH
Adib Wahyudi
(1102010005)
Andhika Dwianto
(1102010019)
Arif Gusaseano
(1102010033)
Dianta Afina
(1102010075)
Gwendry Ramadhany
(1102010115)
PENDAHULUAN
neuron motorik bawah dalam tanduk anterior. Akson akan berterminasi pada
lempeng ujung motorik otot rangka.
2. Traktus piramidal (kortikospinal) ventral / anterior
Neuron dari motorik korteks serebral. Akson akan berdescenden ke
medulla. Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, 15%
serabut kortikospinal akan menyilang, lalu secara langsung atau melalui
interneuron dengan neuron motorik bawah dalam tanduk anterior. Akson
akan berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.
Fungsi sistem piramidal :
a. Memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau suatu gerak sadar yang
bersifat halus.
b. Kontraksi otot distal, khususnya pada tangan dan jari.
Sistem Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada otak
bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Sistem
ekstrapiramidal meupakan jalur antara corteks serebal, basal ganglia, batang otak,
spinal cord yang keluar dari traktus piramidal. Letak dari ekstrapimidal adalah
terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla, dan di target saraf di
medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan
kontrol postur tubuh.
Traktus ekstrapirimidal dibagi menjadi:
a. Traktus retikulospinal, dari formasio reticular dan berujung pada sisi yang
sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla
spinalis.
b. Traktus vestibulospinal lateral, dari nucleus vestibular lateral dan
berujung pada sisi yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk
anterior medulla spinalis.
c. Traktus vestibulospinal medial, dari nucleus vestibular lateral dan
berujung pada sisi yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk
anterior medulla spinalis. Tanduk ini tidak berdescenden ke bawah area
serviks.
efek
Trifluoperazine,
samping
Pherpenazine,
gejala
ekstrapiramidal
Fluphenazine,
dan
yakni
Haloperidol,
dapat
pula
oleh
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia
basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak
reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga
bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai
gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali
traktus kortikospinal (piramidal).
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. Namun ada
beberapa sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk
ke dalam gangguan ekstrapiramidal.
B. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,
dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat
antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang
mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien,
biasanya pada pria muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik
haloperidol dan flufenarizin. Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30%
pasien yang telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan
atau lebih. Tetapi sebagian besar kasus sangat ringan. Hanya 5% pasien yang
memperlihatkan gejala nyata. Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring
terjadi. Kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan medikasi neuroleptik.
Umumnya pada pasien muda. Sindrom parkinson lebih sering pada dewasa muda,
dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Sindrom Neuroleptic Maligna
sangat jarang dijumpai.
C. ETIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik
dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan
keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik
dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :
Antipsikosis
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole
Dosis (mg/hr)
150-1600
100-900
8-48
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
Gejala Ekstrapiramidal
++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+
Ketidakseimbangan degeneratif
Ketidakseimbangan metabolik
Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin
Inflamasi
Racun
Tumor atau SOL
Anoxia
D. PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, intiinti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang
otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan
area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh
6
sindrom
ekstrapiramidal.
Beberapa
neuroleptik
tipikal
(seperti
traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis
sindrom, yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik hipotonik : asetilkolin , dopamin
Pada : Parkinson
Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena produksinya
yang berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama
sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit
parkinson
sehingga
menimbulkan
berkurangnya
ekspresi
wajah,
1. Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
2. Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif
tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut
sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel.
Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea
huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
sulit bernafas hingga sianosis bahkan kematian..Reaksi distonia akut sering terjadi
dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan
saja.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah
pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kirakira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik
dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine.
Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan
dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara
permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik
menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:
o Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau
menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi
yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
Kriteria A
Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan
medikasi neuroleptik:
1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh
(misalnya tortikolis)
2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme laring-faring,
disfonia)
4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar
(disartria, makroglosia)
5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)
7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh.
Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah
memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau
menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala
ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik).
10
Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
(misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut :
1. Gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak
sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan
setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik).
Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi
medis umum dapat berupa berikut :
2. Gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat
tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala
berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.
Dystonia
Manifestasinya sebagai postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang
lama yang diakibatkan oleh spasme otot otot besar yang terdapat di badan dan
ekstremitas, misalnya : retraksi pada kepala. Distonia dapat terjadi umum pada
dystonia musculorum deformans atau fokal pada torticolis.
berjalan, berbicara, bernafas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala
hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya
memburuk dengan penarikan neuroleptik.
Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40%
pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar
5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat
melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan
makan.
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan
pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif
atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.
Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit
Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang
ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.
3. Akatisia
Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang
panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang
tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak
mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan
pemacuan yang nyata. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Sejauh ini, akatisia merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,
terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang
gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan
sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa
hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan
pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala
objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi
neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman.
12
Yang
dirasakan
ini
dengan
medikasi
sehingga
menimbulkan
masalah
ketidakpatuhan pasien.
4. Sindrom Parkinson
Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinson adalah peningkatan usia,
dosis obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri
dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan
dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan,
dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu
status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala
skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula
mengenai rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki
diakibatkan karena kekakuan otot.
5. Lain-lain
Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah
pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :
1. Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan
penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada
bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status
perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan
gejala negative skizofrenia.
2. Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil.
Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai
sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv,
tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk
13
Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan
penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni :
Non-farmakologis :
Farmakologis
9 mg/ hari
Pemberian antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine
Pemberian antikolinergik seperti :
o trihexyphenidil ((THP), 4-6mg per hari selama 4-6 minggu. Setelah
itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap
minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu
toleransi terhadap efek samping sindrom ekstrapiramidal ini.
o n-Methyl-D-Aspartate Receptor Inhibitor: amantadine dimulai dari
100 mg. Dosis umumnya 300-400 mg/ hari terbagi dalam 3-4 dosis
o Enzyme inhibitor: Monoamine Oxidase Type B inhibitor MAO B
contoh selegiline, selegos 5 mg, rasagiline sebagai neuroprotektor.
o COMT I (Cathechol o Methyl Transferase Inhibitors) :
entacapone, comtan 200mg dosis maksimal 1600 mg,
tolcapone untuk menurunkan degradasi dopamine otak dan
IM.
Penatalaksanaan akatisia dengan memberikan anti kolinergik dan
amanditin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti
klonazepam dan lorazepam.
Pedoman umum :
1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli
menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada
pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat
neuroleptik poten dosis tinggi.
2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya
16
17
sangat
efektif
dan
benzodiazepine,
khususnya
klonazepam
dosis
medikasi
antipsikotik
tetapi
ini
hanya
18
I. KOMPLIKASI
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak
saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada
distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik umumnya menyebabkan
mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine.
Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.
J. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada
pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengan
tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak
diatasi dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien
yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
19
DAFTAR PUSTAKA
20