A.
PENGERTIAN
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis
adalah
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium
ETIOLOGI
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang
dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 4 /m
Dengan tebal 0,3 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama
yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
C.
PATOFISIOLOGI
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam
saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai
memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus
atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
1
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi
tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah
menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak,
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan
selanjutnya. Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan.
Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,
hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu
yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002).
PATHWAY
Mycobacterium tuberculosis
Saluran pernafasan
Paru-paru
Alveolus
Peradangan bronkus
Penumpukan sekret
Efektif
Tidak efektif
Sekret sulit
dikeluarkan
Alveolus
mengalami
konsolidasi
dan eksudasi
Ganggua
n
pertukara
Demam
Batuk terus
menerus
Terhisap orang
sehat
Resiko
penyebara
n infeksi
Obstruksi
Sesak nafas
Peningka
tan suhu
tubuh
Gangguan
pola nafas
tidak
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
Terjadi perdarahan
Penyebaran bakteri
secara limfa
hematogen
Anoreksia
malaese mual
muntah
Perubaha
n nutrisi
kurang
dari
kebutuha
Keletihan
Intolera
nsi
aktivita
D.
KLASIFIKASI
Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
-
Kategori
Kategori
Kategori
II
Kategori
III
Kategori II :
-
Kategori III :
-
sakit
E.
GEJALA KLINIS
Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum ,
malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )
-
Demam
Batuk
Sesak Nafas
Nyeri dada
Malaise
F.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah
2. Sputum
BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin
4. Roentgen
Foto PA
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Jenis obat yang dipakai
- Obat Primer
- Obat Sekunder
1. Isoniazid (H)
1. Ekonamid
2. Rifampisin (R)
2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z)
3. Sikloserin
4. Streptomisin
4. Kanamisin
5. Etambutol (E)
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap
Lama
(H) / day
R day
Z day
F day
Jumlah
Hari X
Intensif
2 bulan
Nelan Obat
60
Lanjutan
4 bulan
54
Lama
Intensif 2
bulan
(H)
Strep.
Jumlah
@30
@450
@500
@50
Injeks
Hari X
Mg
mg
250
Nelan
mg
-
0,5 %
Obat
60
mg
1
Mg
3
30
1
bulan
Lanjuta 5
n
66
bulan
Lama
Intensif
2 bulan
mg
1
g
3
Obat
60
Lanjutan
4 bulan
54
Nelan
3 x week
Intensif
Lama
1 bulan
@300mg
1
E day
Nelan X
@450m @500mg
@250mg
Hari
g
1
30
(dosis
harian)
I.
KEGAGALAN PENGOBATAN
Sebab-sebab kegagalan pengobataan :
a.
Obat
: -
b.
Drop out
: -
c.
Penyakit
: -
Malas berobat
Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat
Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam,
Alkoholisme dll
J.
menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara
pemberian.
Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.
c. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai
rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara biakan )
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
3. Roentgen paru sebagai evaluasi.
4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid
jangka lama)
5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
6. Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.
K.
10
Kerusakan jaringan
Penurunan ketahanan
Malnutrisi
Terpapar lngkungan
individu
11
Rasional : Periode singkat berakhir dua sampai tiga hari setelah kemoterapi awal,
tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebarannya
infeksi dapat berlanjut sampai tiga bulan.
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
Rasional : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons pasien
terhadap terapi.
9. Dorong memilih makanan seimbang. Berikan makanan sering kecil makanan
kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.
Rasional : Adanya anoreksia dan/ atau malnutrisi sebelumnya merendahkan
tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil
dapat meningkatkan pemasukan semua.
10. Kolaborasi
pemberian
agen
antiinfeksi
sesuai
indikasi
(Isoniazid/INH,
etambutal/Myambutol; Rofampin/RMP/Rifadin)
Rasional: Kombinasi antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat atau 1 primer tambah 1
dan obat sekunder, INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi da nada resiko
terjadi TB. Kemoterpai INH dan defampin janagn pernah (selama 9 bulan dengan
etambutal (selama 2 bualn pertama) pengobatan cukup untuk Tb paru. Etambutal
harus diberikan bila system saraf pusat atau tak terkomplikasi, penyakit
desiminata terjadi atau bila dicurigai INH. Terapi luas (sampai 24 bulan)
diindikasikan untuk reaktifasi, reaktisifasi TB ekstrafpulmonal, atau adanya
masalah medic lain, contoh Diabettes Melitus atau silicosis. Profilaksis dengan
INH selama 12 bulan harus dipertimbangkan pada pasien HIV positif dengan
PPD positif.
11. Laporkan ke departemen kesehatan local
Rsional: Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkan penyebaran infeksi.
Bronkordilator
meningkatkan
ukuran
lumenpercabangan
13
upaya
broncopneumonia sampai inflamasi difus luas, necrosis, efusi pleura, dan fibrosis
luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispenia berat sampai distres
pernapasan.
2.Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada
warna kulit
Rasional : Akumulasi secret/ pengaruh jalan napas dapat mengaggu oksigenasi
organ vital dan jaringna ( rujuk ke DK : bersihkan jalan napas , takefektif).
3. Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/
penyempitn jalan napas, sehungga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan/ menurunkan napas pendek.
4. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan
Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen kebutuhan selama periode penurunan
pernapasan dapat menurunkan berat nya gejala.
5. Kolaborasi oksigen
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipksemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan ventilasi/ penurunanya permukaan alveola paru.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d
- Kelemahan
- Sering batuk / produksi sputum
- Anorexia
- Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku /
pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
14
Intervensi :
1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas
mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare
Rasioanl : Berguna dapat mendefinisikan derajat/ luas nya maslah dan pilihna
intervensi yang tepat.
2.
15
5.
Keterbatasan kognitif
Intervensi :
1. Kaji kemampuan psen untuk belajar
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada
tahap individu.
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
Rasional : Dapat menunjukkan kemajuan atau pengatifan ulang penyakit atau efek
obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan
pemasukan cairan adekuat.
Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolic membantu meminimalkan kelemahan
dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan/ mengeluarkan
secret.
4. Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengigat
sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama.
Rasional : Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikin kondisi pasien
6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Rasional : Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi
dan meningkatkan kerjasama dalam program.
7. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH
Rasional : Kombinasi INH dan alcohol dalam menunjukkan peningkatan insiden
hepatitis.
8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan selama
minum etambutol
Rasional : Efek samping utama menurunkan penglihatan; tanda awal menurunnya
kemampuan untuk melihat warna hijau.
16
9. Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab
pertanyaan dengan benar.
Rasional
Memberikan
kesempatan
untuk
memperbaiki
kesalahan
17
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 ,
EGC, Jakarta ,1999.
Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih
bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.
18