PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Pada tahun 1894, Devic dan Gault menyatakan karakteristik NMO adalah neuritis
optik dan acute transverse myelitis.Neuromyelitis optica (NMO) atau disebut juga
dengan Devics Disease merupakan demielinasi pada sistem saraf pusat dimana
terjadinya peradangan yang dominan mengenai saraf optik dan medulla spinalis. 1
Demielinasi adalah gejala rusaknya selubung myelin pada neuron. Pada beberapa
referensi juga menyatakan bahwa sebagian besar kasus NMO adalah idiopatik dengan
proses autoimun. Predisposisi yang utama termasuk penyakit pulmonar TB, SLE,
infeksi virus varicella, dan HIV.2
Ditemukannya
autoantibodi
spesifik
NMO-IgG
pada
NMO
dapat
membedakan NMO dari Multiple Sclerosis. NMO-IgG bereaksi dengan kanal air
Aquaporin 4. Data menjelaskan bahwa autoantibodi terhadap Aquaporin 4 yang
dihasilkan oleh sel B menyebabkan aktivasi komplemen, demielinasi dan kerusakan
saraf yang dapat dilihat pada NMO.1
Penyakit NMO adalah penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi NMO terjadi
Sembilan kali lebih banyak pada wanita dibanding pria. Median onset berkisar pada
umur 39 tahun dan dapat juga terjadi pada anak-anak dan orang tua. Penyakit ini lebih
banyak pada orang Asia Timur dan non kulit putih lainnya di seluruh dunia. Jika
penyakit ini dihubungkan dengan multiple sclerosis, maka kebanyakan pasien dengan
neuromyelitis optica di negara maju adalah orang berkulit putih.3,4
1.2.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melaporkan kasus
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis, pada
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama
: JS
Jenis kelamin
: laki-laki
Usia
: 51 tahun
Suku bangsa
: Batak
Agama
: Kristen
Alamat
Status
: Sudah menikah
Pekerjaan
: petani
Tanggal msuk
: 2 Mei 2014
2.1.2. ANAMNESA
Keluhan utama
Telaah
sakit secara perlahan. Awalnya os merasa kebas pada tungkai kiri kemudian
keesokan harinya ke tungkai kanan. Dua minggu sebelumnya os
menyatakan mata kiri tiba-tiba tidak bisa melihat pada saat bangun tidur di
pagi hari, diikuti mata kanannya pada siang hari dan hal ini masih
dirasakan sampai sekarang. Sebelumnya os mengaku
tidak
pernah
sesekali sebanyak 1-2 batang sehari, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes
melitus (-), riwayat penyakit jantung (-).
Riwayat penyakit terdahulu
: dyspepsia
: antasida
Traktus respiratorius
Traktus digestivus
Traktus urogenitalis
: (-)
Faktor familier
: (-)
Lain-lain
: (-)
: tidak jelas
Pendidikan
: tamat SMA
Pekerjaan
: petani
: I dengan 6 anak
: 130/70
Nadi
: 92x/menit
4
Frekuensi nafas
: 20x/menit
Temperature
: 36,30 C
: bulat, medial
Pergerakan
: normal
: buta
Kelenjar parotis
Desah
Dan lain-lain
: (-)
:
:
:
:
Simetris fusiform
Stem Fremitus Ka=Ki
Sonor
Vesikuler
Rongga abdomen
Simetris
Soepel
Timpani
Peristaltik (+) Normal
2.2.4. GENITALIA
Toucher
: tdp
: CM
2.3.2. KRANIUM
Bentuk
: oval
Fontanella
: tertutup
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Transiluminasi
: tdp
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Tanda Brudzinski I
: (-)
Tanda Brudzinski II
: (-)
: (-)
Sakit kepala
: (-)
Kejang
: (-)
Normosmia
(+)
(+)
Anosmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
Hiposmia
(-)
(-)
NERVUS II
Visus
Oculi Dextra
Oculi Sinistra
Lapangan pandang
Normal
: tdp
Menyempit
: tdp
Hemianopsia
: tdp
Scotoma
: tdp
Reflex ancaman
Fundus okuli
: tdp
(-)
Oculi Dextra
(-)
Oculi Sinistra
dbn
dbn
Nistagmus
(-)
(-)
Lebar
4mm
Bentuk
bulat
Pupil
4mm
bulat
(-)
(-)
(-)
(-)
Rima palpebra
dbn
dbn
Deviasi conjugate
(-)
(-)
(-)
(-)
Strabismus
(-)
(-)
NERVUS V
Kanan
Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut:
(+)
(+)
dbn
Kekuatan gigitan
dbn
dbn
Sensorik
Kulit
: dbn
Selaput lendir
: dbn
Refleks kornea
Langsung
(+)
(+)
Tidak langsung
(+)
(+)
Refleks masseter
: dbn
Refleks bersin
: tdp
NERVUS VII
Kanan
Kiri
Motorik
Mimik
dbn
dbn
Kerut kening
dbn
dbn
Menutup mata
dbn
dbn
Meniup sekuatnya
dbn
dbn
Memperlihatkan gigi :
dbn
dbn
Tertawa
dbn
dbn
dbn
dbn
(+)
(+)
Hiperakusis
(-)
(-)
Rekfleks stapedial
(+)
(+)
Sensorik
NERVUS VIII
Kanan
Kiri
Auditorius
Pendengaran
(+)
(+)
Tes rinne
tdp
tdp
Tes weber
tdp
tdp
Tes schwabach
tdp
tdp
Nistagmus
(-)
(-)
Reaksi kalori
tdp
tdp
Vestibularis
Vertigo
Tinnitus
(-)
:
(-)
(-)
(-)
NERVUS IX, X
Pallatum molle
: dbn
Uvula
: dbn
Disfagia
: (-)
Disartria
: (-)
Disfonia
: (-)
Refleks muntah
: tdp
Kanan
Kiri
dbn
dbn
dbn
dbn
NERVUS XII
Lidah
Tremor
: (-)
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
: medial
: medial
: normotrofi
Tonus otot
: hipotoni
Kekuatan otot
: ESD: 55555
ESS: 55555
EID: 11111
EIS: 11111
Sikap
: berbaring
: (-)
Khorea
: (-)
Ballismus
: (-)
Mioklonus
: (-)
Atetosis
: (-)
Distonia
: (-)
Spasme
: (-)
Tic
: (-)
Dan lain-lain
: (-)
Proprioseptif
: dbn
2.3.9. REFLEKS
kanan
kiri
++
++
Triceps
++
++
Radioperiost
++
++
APR
+++
+++
KPR
+++
+++
Strumple
++
++
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaefer
Hoffman-trommer
Klonus lutut
Klonus kaki
Reflex primitive
2.3.10. KOORDINASI
Lenggang
: tdp
Bicara
: dbn
Menulis
: tdp
Percobaan Apraksia
: tdp
Mimik
: dbn
Tes telunjuk-telunjuk
: tdp
Tes telunjuk-hidung
: tdp
11
Diadokhinesia
: tdp
Tes tumit-lutut
: tdp
Tes Romberg
: tdp
2.3.11. VEGETATIF
Vasomotorik
: dbn
Sudomotorik
: dbn
Pilo-erektor
: tdp
Miksi defekasi
: tdp
2.3.12. VERTEBRA
Bentuk
Normal
: sdn
Scoliosis
: sdn
Hiperlordosis
: sdn
Pergerakan
Leher
: dbn
Pinggang
: sdn
: (-)
Cross laseque
: (-)
Tes lhermitte
: sdn
Tes naffziger
: (-)
: tdp
Disartria
: (-)
12
Tremor
: (-)
Nistagmus
: (-)
Fenomena rebound
: (-)
Vertigo
Dan lain-lain
: (-)
: (-)
: (-)
Rigiditas
: (-)
Bradikinesia
: (-)
Dan lain-lain
: (-)
: dbn
Ingatan baru
: dbn
Ingatan lama
: dbn
Orientasi
Diri
: dbn
Tempat
: dbn
Waktu
: dbn
Situasi
: dbn
Intelegensia
: dbn
Daya pertimbangan
: dbn
Reaksi emosi
: dbn
Afasia
Ekspresif
: sdn
Represif
: sdn
Apraksia
: sdn
13
Agnosia
Agnosia visual
: sdn
Agnosia jari-jari
: (-)
Akalkulia
: (-)
Disorientasi kanan-kiri
: (-)
Sensorium
Tekanan Darah
Heart Rate
Respiratory Rate
Temperatur
Sensorium
Peningkatan TIK
: antasida
STATUS PRESENS
Compos Mentis
130/70 mmHg
92 x/i
20 x/i
38 0C
STATUS NEUROLOGIS
Compos Mentis
Muntah (-)
Kejang (-)
14
15
2.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : blindness ODS + paraparese UMN + hipesetesia setentang
Diagnosa Etiologik
Diagnosa Anatomik
Diagnosa Banding
Diagnosa Kerja
2.6.
o
o
o
o
o
o
o
PENATALAKSANAAN
Bed rest, head elevasi 30o C
O2 2-4l/i via NK (k/p)
Kateter terpasang
IVFD R Sol 20 gtt/i
Inj. Dexamethason 2 amp bolus iv selanjutnya 1 amp / 6 jam
Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam
Vit B. Complex 3 x 1
2.7.
Elektrolit,HST, AGDA
EKG
Foto Vertebra Thorakal
Head CT Scan kontras
MRI brain and spinal cord
16
2.8.
FOLLOW UP PASIEN
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
APR/KPR:
: ka (++/++) ki(++/++)
ka (+++/+++) ki(+++/+++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Sensorik
17
Kateter terpasang
Tes Prespirasi
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
18
APR/KPR:
ka (+++/+++) ki(+++/+++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Kateter terpasang
19
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Sensorik
20
Kateter terpasang
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
21
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Kateter terpasang
22
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
23
Kateter terpasang
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
24
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+) ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 00000/00000
EIS: 00000/00000
Otonom
Kateter terpasang
25
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+), ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Sensorik
26
Kateter terpasang
: Normosmia
NII, III
N VII
N VIII
: pendengaran (+) N
27
N IX, X
: uvula medial
N XI
NXII
Refleks fisiologis
B/T
: ka (++/++) ki(++/++)
APR/KPR
: ka (++++/++++) ki(++++/++++)
Refleks patologis
H/T
: ka (-/-) ki(-/-)
Babinski
: ka (+), ki(+)
ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
Otonom
Kateter terpasang
28
29
2.9.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
16,10
5,36
16,58
45,40
345
84,70
30,00
35,50
12.00
7,9
13,2 17,3
4.20 4,87
4.5 11,0
43 49
150 450
85 95
28 32
33 35
11.6 14.8
75,30
17,30
5,50
1.60
0.300
12,48
2,86
0,91
0.26
0.05
37 80
20 40
28
16
01
2.7 6.5
1.5 3.7
0.2 0.4
0 0.10
0 0.1
14,00
14.6
1,05
32,0
34,2
17,0
15,5
30
Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah (Sewaktu)
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
Kimia Klinik (3 Mei 2014)
Hati
AST / SGOT
ALT / SGPT
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah Puasa
Glukosa Darah 2 Jam PP
Lemak
Kolesterol Total
Trigliserida
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
mg/dl
138
< 200
mg/dl
mg/dl
19,60
0.90
< 50
0.70 1,20
mEq/l
mEq/l
mEq/l
138
4.7
102
135 155
3.6 5.5
96 106
U/l
U/l
18
20
< 38
< 41
mg/dl
Mg/dl
135
224
70-120
<200
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
227
59
64
128
< 200
40 200
> 65
< 150
31
2.10.
JAWABAN KONSUL
1. Departemen Radiologi
2. Departemen Mata
Hasil funduskopi
ODS
Warna
jernih
Papil
Retina
Macula
RF (-)
32
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Defenisi
Neuromyelitis Optika (atau dikenal juga dengan Devics disease) adalah penyakit
demielinasi persarafan dari sistem saraf pusat dominan menyerang saraf penglihatan
dan medula spinalis dan terjadi secara idiopatik dengan kejadian yang parah. 1
Demielinasi pada neuromyelitis optica terjadi secara multifokal dan menyebabkan
inflamasi parah pada nervus optika dan medula spinalis dengan gambaran
longitudinally extensive myelitis (terlihat lebih dari atau sama dengan 3 lesi medula
spinalis pada segmen vertebra).1,5
Neuromyelitis optika (NMO) ditandai dengan adanya neuritis optika yang
bilateral, bersifat simultan, progresi yang cepat, dan bersifat parah, ditemukan juga
kelainan pada selubung mielin, terlihat pada gambaran medula spinalis secara
longitudinal yang abnormal, namun dengan tidak ditemukannya kelainan pada
gambaran di otak.6
3.2. Etiologi
Neuromyelitis optika terjadi karena adanya inflamasi pada sistem saraf pusat dan
dengan adanya kerusakan pada selubung myelin (demielinasi) menyerang nervus
optika dan medula spinalis. Dikatakan juga bahwa neuromyelitis optika terjadi secara
idiopatik dengan proses autoimun.1,5
NMO-IgG (serum autoantibodi spesifik) ditemukan pada serum pasien
neuromyelitis optica. NMO-IgG bereaksi dengan Aquaporin-4 (AQP4; kanal H 2O
yang tersebar pada sistem saraf pusat) dan berperan terhadap terjadinya penyakit ini.
Ditemukannya antibodi tersebut pada pasien neuromyelitis optica menjadi pembeda
dengan penyakit demielinasi lainnya termasuk multiple sclerosis.6,7
33
3.3. Epidemiologi
Kejadian neuromyelitis optika terjadi 9 kali lebih sering pada wanita dibanding
dengan pada pria. Angka kejadian tersering terjadi pada umur rata-rata 39 tahun,
walaupun neuromyelitis optika juga dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.
Secara garis besar kejadian neuromyelitis optika lebih sering terjadi pada populasi
dengan ras non-kulit putih ataupun pada polpulasi dengan komposisi genetik eropa
yang minor, misalnya AfroBrazilian (15% kasus penyakit demielinasi), di India barat
(27%), Jepang (20-30%), Asia barat, termasuk Hong Kong (36%), Singapura (48%)
dan India (10-23%).1
Ditemukan juga pada penelitian kasus neuromyelitis optika yang diturunkan
secara familial, tetapi tidak dengan silsilah yang multigenerasi.1 walaupun pada
penelitian lain dikatakan bahwa faktor genetik pada kejadian neuromyelitis optika
masih belum diketahui secara pasti.8
3.4. Klasifikasi Neuromyelitis Optika
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, NMO dapat diklasifikasikan menjadi:
Relapse-remiting course
NMO tipe ini merupakan yang paling banyak dimiliki oleh pasien (80-90%
seluruh pasien NMO). Pada tipe ini dapat dijumpai periode kambuh yang
diikuti periode remisi. Kekambuhan dapat muncul dalam beberapa bulan
hingga beberapa dekade setelah serangan sebelumnya. Pada tipe ini, neuritis
optik dan myelitis yang terjadinya umumnya bersifat sekuensial. Gejala
neuritis optik atau myelitis biasanya memberat dalam beberapa hari kemudian
secara perlahan membaik dalam beberapa minggu atau bulan setelah
maksimal defisit klinis tercapai. Walaupun begitu, perbaikan yang terjadi
bersifat inkomplit, sehingga kebanyakan pasien akan mengalami kecacatan
akibat kekambuhan yang berulang dan berat.1 Angka kekambuhan serta
34
35
Antibodi anti-AQP4 dapat memasuki sistem saraf pusat melalui bagian sawardarah otak yang paling permeabel, yaitu pada kaki astrosit yang kemudian memicu
reaksi cell-dependent cytotoxicity akibat domain ekstraselular kanal aquaporin-4 yang
kini dapat diakses oleh NMO-IgG.5 Berbagai mediator inflamasi dilepaskan diikuti
dengan aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya peningktan permeabilitas
vaskular, infiltrasi masif sel-sel leukosit, terutama PMN (neutrofil dan eosinofil), ke
dalam cairan serebrospinal pada fase akut serangan. Aktivasi komplemen serta influks
sel-sel radang dapat menimbulkan jejas pada parenkim sistem saraf pusat yang
menyebabkan demyelinasi, kerusakan neuron yang berat, serta nekrosis. Jejas sitolitik
yang diperantarai oleh membrane attack complex (MAC) juga dapat menyebabkan
penebalan dan hyalinisasi ireguler pada berbagai vaskular sekitar.1
36
Sentral skotoma
Hilangnya sensibilitas
Retensi BAK/BAB
Manifestasi klinis yang pertama kali muncul dapat berupa neuritis optik
dengan rasa kebas, seperti merinding yang kemudian diikuti kelemahan ekstremitas
dan kehilangan sensori. Selanjutnya pasien akan mengeluhkan gangguan dalam
berkemih dan buang air besar. Lima tahun kemudian pasien juga akhirnya dapat
hanya terduduk di kursi roda.1,5
Myelitis servikalis dapat meluas hingga mengenai batang otak yag dapat
menyebabkan mual, cegukan, atau gagal napas neurogenik akut, yang sangat jarang
dijumpai pada MS. Gejala lain akibat
dijumpai pada NMO dan MS adalah paroxysmal tonic spasm, spasme dengan nyeri
yang berulang, stereotipik pada ekstremitas dan trunkus yang berlangsung selama 2045 detik, serta gejala Lhermittes (disestesia pada spinalis atau ekstremitas akibat
fleksi leher).1
3.7. Diagnosa
Penegakan diagnosis neuromielitis optik (NMO) dilakukan secara bertahap dimulai
dari anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa MRI
(Magnetic Resonance Imaging), lumbal pungsi, serta pemeriksaan darah.
Pada anamnesa didapati bahwa terjadi serangan nuritis optik bilateral maupun
unilateral berupa sakit pada mata diikuti dengan hilangnya kemampuan untuk
melihat, ketidaknormalan dari vaskularisasi retina berupa redaman vaskularisasi
perifer dan penyempitan arteriol. Terjadi juga paraparese atau quadriparese,
kehilangan kemampuan sensori disepanjang jalur lesi atau sindrom sensori medula
spinalis, gangguan fungsi sfingter, kejang tonik paroksismal dan gejala Lhermitte.11,12
Temuan pada MRI otak pada awal neuromyelitis optik biasanya normal. MRI
bagian orbital menggunakan gadolinum dapat menunjukkan adanya enhancement
dari satu atau kedua nervus optikus atau optik chiasma pada neuritis optik akut.
Mielitis transversal akut berhubungan dengan longitudinally extensive lesi medula
spinalis, yang mencakup hiperintensitas T2 yang berada dibagian tengah medula dan
menyebar lebih dari 3 segmen vertebra. Dengan menggunakan kontras, lesi multiple
sclerosis biasanya hanya dibagian perifer dan mengenai satu vertebra saja. Dengan
38
terdeteksinya
lesi
longitudinally
extensive
transverse
myelitis
pada
MRI
39
Kriteria pasti
-
Neuritis optik
Mielitis akut
Tidak ada bukti terdapat penyakit lain diluar saraf optikus atau medula
spinalis
tidak dijumpai kelainan di otak pada saat dilakukan MRI pada onset
tertentu (criteria of Paty et al.2
MRI medula spinalis menunjukkan kelainan pada lebih dari tiga segmen
tulang vertebra
Neuritis optik berat dengan tetap ketajaman visual kurang dari 20/200
pada setidaknya satu mata
Diagnosis mengharuskan semua kriteria mutlak dan satu kriteria utama yang
mendukung atau dua kriteria minor mendukung.13
3.8. Diagnosa Banding
3.8.1. Multiple Sclerosis
Multiple
NMO
Scleros
Tampilan
klinis
is
85% relaps
80-90%
relaps
40
awal
15%
Tampilan
10-2-%
primer,
monofasi
progres
sive
Sering
Jarang
Sepanjang
>3 segmen
klinis
sekun
der
Lesi MRI
medu
1-2
la
segmen
spina
lis
Lesi MRI
otak
Sel darah
Periventrik
Simetris
ular,
hipotala
subkort
mus,
ikal
batang
<50/mm3,
otak
>50/mm3,
putih
semua
kompone
caira
monon
uklear
polimorf
serbr
onuklear
ospin
al
selam
a
relap
s
41
Oligoclo
85%
15-30%
Jarang
Sering
Ringan-
Sedang-berat
nal
band
caira
n
sereb
rospi
nal
Penyakit
autoi
mun
siste
mik
Keparaha
n
sedang
relap
s
Perbaika
Buruk-baik
Buruk-
semaikin
setela
buruk
h
relap
s
Respon
Terbantu
Dapat
terha
memperb
dap
uruk
interf
penyakit
eron
42
45
46
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori
Kasus
Neuromyelitis optika terjadi 9 kali lebih Pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia
sering pada wanita dibanding dengan pada 51 tahun.
pria. Angka kejadian tersering terjadi pada
umur
rata-rata
39
tahun,
walaupun
diklasifikasikan
menjadi
relapse-
Pada bentuk monophasic course umumnya kelemahan pada kedua tungkai yang diawali
neuritis optik yang dialami pasien biasanya dengan kebas. Beberapa hari kemudian pasien
bilateral. Selain itu, neuritis optik dan mengeluhkan sulit BAK dan BAB.
myelitis yang terjadi umumya bersamaan.
NMO ditandai dengan adanya mielitis dan Pasien datang dengan keluhan:
unilateral atau bilateral neuritis optik yang
tungkai
Kesulitan BAK dan BAB
Nyeri
orbita
diikuti
hilangnya
Sentral skotoma
Hilangnya sensibilitas
47
Retensi BAK/BAB
klinis
yang
pertama
kali
dapat berupa neuritis optik terlebih dahulu, munculpada pasien berupa neuritis optik lebih
ataupun transverse myelitis lebih dahulu dahulu pada kedua mata dengan visus 0 (no
(masing-masing
kemungkinannya
neuromielitis
penunjang
Resonance
berupa
Imaging),
secara
bertahap
pemeriksaan
dimulai
fisik,
dari
serta
dapat
menunjukkan
lesi
longitudinally
Hitung sel pada cairan serebrospinal pada Pemeriksaan pungsi lumbal belum dilakukan
neuromielitis optika biasanya sangat tinggi pada pasien hingga kasus ini penulis laporkan
(50 sampai 1000x106 sel darah putih/L) dan walaupun telah direncanakan.
didapati predominan neutrofil, dan didapati
juga
kadar
protein
yang
tinggi
(100-
500mg/dl).
Tes serologis juga dilakukan pada kasus ini Tes serologis tidak dapat dilakukan pada
berupa
deteksi
NMO-IgG
kriteria
memenuhi
dari
seluruh
Wingerchuck,
kriteria
pasti
kriteria mutlak dan satu kriteria utama yang (neuritis optik, mielitis optik, dan tidak ada
mendukung
atau
dua
kriteria
mendukung terpenuhi.
terjadi
optika
untuk
jam
hingga
semenjak
sebelum
hari
kedua
kasus
mengurangi dilaporkan.
49
ini
lebih
lanjut
dan
memperbaiki
fungsi
neurologis.
Pada pasien yang tidak segera tanggap Pasien tidak dilakukan plasmpharesis karena
terhadap pemberian kortikosteroid, dapat keterbatasan fasilitas.
dilakukan terapi plasmapharesis 7 kali (1,01,5 volume plasma per exchange) selama 2
minggu
50
BAB 5
PERMASALAHAN
51
52
BAB 6
KESIMPULAN
53
BAB 7
SARAN
54
DAFTAR PUSTAKA
56