dalam dua bentuk: hspm m- tematosus diskoid yang mengenai kulit saja dan sistemik lupus
eritematosus (SLE) yang menyerang lebih dari sate sistem organ selain kulit serta bersifat fatal,
SLE ditandai oleh remisi dan eksaserbasi yang rekuiea dan saing dijumpai terutama pada musim
semi serta musim panas.
Prognosisnya lebih baik jika penyakit sm ditemukan dan ditangani secara dini dan tetap
buruk pada pasien lupus yang mengalami komplikasi kardiovaskulet; renaL aten neurologi atau
yang menderita pula infeksi bakteri berat
Penyebab
Penyebab pasti SLE masih merupakan misteri, tetapi buj$ yang ada menunjukkan faktorfaktor imunologi, i^j kungan, hormonal dan genetik yang saling terkait. Faktor- faktor ini dapat
meliputi:
Patofisiologi.
Autoimunitas dianggap merupakan mekanisme utama yang terlibat pada SLE, Tubuh
menghasilkan antibodi terhadap komponen selnya sendiri, seperti antibodi antinukleus' (ANA;
antimciear antibody) dan selanjutnya timbul penyakit imun yang kompleks, Pasien SLE dapat
menghasil* kan antibodi terhadap banyak macam komponen jaring- yang berbeda, seperti sel
darah merah, sel-sel neutrohl trombosit, dan limfosit, atau terhadap hampir semua o# atau jaringan di
dalam tubuh.
Tanda dan gejala
Awitan SLE bisa akut atau insidius dan tidak menghasilkan pola klinis yang khas. (Lihat Tandatanda sistemik lupw eritematosus )
Meskipun SLE dapat mengenai setiap sistem organ, namun tanda dan gejalanya
berhubungan dengan cedera jaringan dan mflamasi serta nekrosis yang kemudian terjadi sebagai
akibat serangan kompleks imun. Umumnya gejala klinis SLE meliputi:
demam
ruam
poliartraigia
lesi pada sendi yang serupa dengan artritis rematotd i (meskipun artritis iupus biasanya
tidak erosif)
lesi kulit yang paling sering berupa ruam eritematus di daerah yang terpajan cahaya
(ruam bentuk kupu-kupu yang klasik di daerah hidung dan pipi terdapat pada kurang dari
50% pasien) atau ruam berbentuk papule
fotosensitivitas
pleuritis atau pericarditis proteinuria hebat (lebih dari 0,5 g/hori) atau sedimen seluler
anti dsDNA (arUi-double-siranded dcoxyribo- nucteic acid) atau hasil pemeriksaan antibodi
antifosfolipid yang positif (kenaikan antibodi antikardioliptn, imunoglobulin [Ig] G atau
IgM, hasil tes yang positif untuk antikoagulan lupus, atau tes serologi positif palsu untuk
penyakit sifilis)
vaskulitis (khususnya pada jari-jari) yang mungkin terjadi karena lesi yang bersifat
infark, ulkus tungkai yang nekrotik atau gangren pada jari-jari fenomena Raynaud
(sekitar 20% pasien)
palchy alopecia dan ulkus yang tidak terasa nyeri pada membran mukosa
abnormalitas paru, seperti pleuritis, efusi pleura1 pneu- monitis, hipertensi pulmoner, dan
yang lebih jarang teijadi, perdarahan pulmoner
yang mungkin berlanjut menjadi gagal ginjal (khususnya bila tidak ditangani dengan
baik)
infeksi saluran kemih yang mungkin disebabkan oleh peningkatan kerentanan pasien
terhadap infeksi
keterlibatan sistem saraf pusat (SSP), seperti ketidakstabilan emosi, psikosis, dan sindrom
otak organic
demam dengan derajat rendah (subfebris) atau dengan lonjakan suhu tubuh (spikingfever)
dan menggigil
nyeri abdomen
haid yang tidak teratur atau amenore selama fase aktif ; - SLE
Komplikasi
Komplikasi SLE yahg mungkin terjadi meliputi:
1. infeksi lain yang terjadi secara bersamaan
2. infeksi saluran kemih
3. gagal ginjal
4. osteonekrosis tulang pinggul/pangkal paha akibat akibat penggunaan steroid jangka
panjang.
Diagnosis
Hasil pemeriksaan yang dapat menunjukkan SLE meliputi:
1. hitung darah lengkap dengan hitung jenis yang mungkin memperlihatkan anemia dan
penurunan jumlah sel darah putih
2. jumlah trombosit yang dapat menurun
3. laju endap darah yang sering meninggi
4. elektroforesis serum yang dapat memperlihatkan h iper- garaaglobulinemia.
Hasil pemeriksaan diagnostik lain meliputi:
1. pemeriksaan ANA dan tes sel LE yang menunjukkan hasil positif pada pasien SLE aktif
2. antibodi anti-dsDNA (<anti-double-stranded deoxyri- bonucleic ackf); tes ini paling
spesifik untuk SLE, memiliki korelasi dengan aktivitas penyakit, khususnya bila terjadi
gangguan pada ginjal, dan membantu pemantauan hasil terapi; kadar antibodi ini bisa
rendah atau tidak terdapat pada keadan remisi
3. pemeriksaan urine yang mungkin memperlihatkan keberadaan sel darah merah serta sel
darah putih, silinder serta sedimen urine, dan kehilangan protein yang khas (lebih dari 0,5
g/24 jam)
4. pemeriksaan komplemen serum yang memperlihatkan penurunan kadar komplemen (C3
dan C4); hasil ini menunjukkan penyakit yang aktif
5. foto rontgen toraks yang mungkin menunjukkan pleu- ritis atau pneumonitis lupus*
6. elektrokardiografi yang mungkin memperlihatkan defek hantaran dengan gangguan
jantung atau peri- karditis
7. biopsi ginjal untuk menentukan stadium penyakit dan luas lesi pada ginjal
8. tes antikoagulan lupus dan antikardiolipin yang mungkin positif pada sebagian pasien
(biasanya pasien dengan kecenderungan menderita sindrom antifosfoli- pid pada keadaan
trombosis, abortus, dan trombo- sitopenia).
Penanganan
Penanganan SLE dapat meliputi:
1. pemberian obat antiinflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan gejala
artritis
2. krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison bute- prat (Acticort) atau triamsinolon
(Aristocort) untuk lesi kulit yang akut #
3. penyuntikan kortikosteroid intralesi atau pemberian obat antimalarial , seperti
hidroksiklorokuin sulfat (plaquenil ) mengatasi lesi kulit yang membandel.
4. kortikostoroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mcnocguh eksaserbasi
akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan deng&u sistem organ
yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, notVitis lupus, vaskulitis serta gangguan pada
SSP
5. terapi steroid dosis tinggi dan terapi sitotoksik (seperti siklofostamid [Cytoxon]) untuk
mengatasi glomeru- lonebritis proliferatif yang difus
6. dialisis atau transplantasi ginjal untuk gagal ginjal
7. obat-obat antihipertensi dan modifikasi diet untuk meminimalkan efek lesi pada ginjal.
Pertimbangan khusus
Pengkajian yang cermat, tindakan suportif, dukungan
emosi, dan edukasi pasien semua merupakan bagian penting dalam rencana asuhan keperawatan
11. Berikan saran kosmetik, seperti menganjurkan pemakaian alat makeup yang hipoalergenik
dan rujuk pasien kepada penata rambut yang ahli di bidang kulit kepala.
12. Nasihati pasien untuk menebus resep obat dengan jumlah yang penuh. Ingatkan pasien
agar tidak menggunakan obat-obat mujizat yang dipromosikan dapat mengurangi
gejala artritis.
13. Rujuk pasien kepada Yayasan Lupus dan Artritis jika diperlukan
ginjal. DNA tidak selalu antigenik pada manusia, tetapi karena pengaruh SLE pada sistem
imunitas maka ia akan bertindak sebagai antigen. Komplemen, suatu rangkaian protein dalam
serum terikat pada komplek imunitas tersebut dan mulai terjadi proses peradangan. Akibatnya
dapat terjadi peradangan, kerusakan jaringan dan /atau pembentukan jaringan parut.
Nefritis lupus merupakan suatu gambaran SLE yang sering terjadi dan cukup serius. Ini
merupakan penyebab kematian yang paling sering. Keadaan ini secara klinik dapat dikenali
karena adanya protein, se-sel darah merah dan/atau silinder dalam urin. Dapat juga didiagnosis
dengan biopsy ginjal.
SISTEMIK LUPUS
ERITEMA TOSUS (SLE)
Penyakit sistem saraf akibat SLE dapat mempengaruhi sistem saraf sentral atau perifer,
menyebabkan perubahan tingkah laku (depresi, psikosis), kejang, gangguan saraf kranial dan
neuropati perifer. Gangguan-gangguan ini biasanya ada kaitannya dengan penyakit yang parah
dan prognosis yang jelek.
Tidak semua pasien akan mengalami semua gambaran klinik ini. Beberapa pasien menderita
penyakit yang ringan dan mungkin hanya mengalami ruam dan artritis. Sebaliknya beberapa
pasien mengalami penyakit parah yang menyerang beberapa sistem organ penting.
Diagnosis
The American Rheumatism Association telah mengembangkan kriteria untuk diagnosis
sistemik iu~ pus eritematosus. Adanya empat dari kriteria-kriteria ini disertai tes antibodi
antinuklear (ANA) positif memastikan diagnosis (90 persen dapat dipercaya),
Diagnosis
The American Rheumatism Association telah mengembangkan kriteria untuk diagnosis
sistemik lu- pus eritematosus. Adanya empat dari kriteria-kriteria ini disertai tes antibodi
antinuklear (ANA) positif memastikan diagnosis (90 persen dapat dipercaya).
1. Eritema pada wajah
2. Pembentukan tukak pada mulut atau nasofaring
3. Alopesia (rambut rontok)
4. Sensitivitas terhadap cahaya (fotosensitivitas)
5. Lupus diskoid (sejenis lupus yang hanya menyerang kulit)
6. Pleuritis atau perikarditis
7. Fenomena Raynaud
8. Artritis tanpa deformitas
9. Penyakit sistem saraf pusat
10. Sitopenia (anemia hemolitik, leukopenia atau trombositopenia)
11. Tes sel LE positif
PANAS
Panas dapat membantu sekali meringankan mani" festasi SLE pada sendi, lihat Bab 65,
Rheumatoid Artritis untuk tinjauan jenis panas yang sesuai.
PENGOBATAN
Salisiiat
dapat
membantu mengobati
artritis
yang ada
kaitannya
dengan
SLE.
Hidroksiklorokuin (Pla- quenil) digunakan untuk mengobati manifestasi ruam dan sendi. Seperti
rheumatoid artritis, maka harus diadakan tindakan pengaman untuk memonitor ke* racunan obat.
Kortikosteroid (prednison) merupakan agen yang sangat penting dan berguna untuk
mengobati SLE; kortikosteroid merupakan obat utamanya. Tetapi kalau obat ini digunakan untuk
jangka waktu yang lama, maka banyak efek samping yang dapat diakibatkannya. Karena itu
dipergunakan dosis sekecil mungkin. Dosis yang dipergunakan untuk mengobati SLE batasnya
luas tergantung dari aktivitas penyakit dan sistem organ yang terserang. Dosis lebih dari 80 mg
per hari telah digunakan untuk jangka waktu pendek guna mengobati gangguan sistem susunan
saraf atau penyakit ginjal yang membahayakan jiwa pasien. Kalau penyakit tidak aktif lagi, maka
dosis prednison sedikit demi sedikit dikurangi sampai sekecil mungkin. Karena sifat steroid yang
imunosupre- sif, maka kemungkinan infeksi selalu merupakan bahaya yang mengancam.
Terapi imunosupresif (siklofosfamid atau aza tioprin) dapat digunakan dalam usaha untuk
menekan aktivitas autoimun SLE. Terapi seperti ini biasanya dianjurkan dan diberikan
untuk mengatasi keadaan-keadaan berikut; (1) diagnosis yang telah ditegakkan dengan baik,
(2) penyakit yang parah dan mengancam jiwa pasien, (3) kegagalan tindakan terapi lain
(misalnya, kegagalan respon terhadap steroid atau kebutuhan untuk mengurangi steroid
akibat efek sampingnya) dan (4) tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma.
SISTEMIK LUPUS ERITEMA TOSUS (SLE)
sin harus berusaha secara aktif untuk menghindarkan kemungkinan terkena infeksi dan harus
membcritahu kepada petugas yang memelihara kesehatan pasien
SISTEMIK LUPUS ERITEMA TOSUS (SLE)
bahwa ia telah kontak atau terjadi infeksi. Muntah harus segera dilaporkan, karena berarti bahwa
obat' obatan yang diminum (terutama kortikosteroid) tidak dapat masuk dalam tubuh. Pasien
mungkin harus diberi kortikosteroid secara parenteral.
Seperti penyakit kronik lainnya, maka tenaga ahli pemeliharaan kesehatan dapat membantu
pasien untuk menyesuaikan diri dengan penyakitnya yang baru. Tenaga ahli itu dapat langsung
menunjukkan pada pasien dan keluarganya tentang badan sosial tertentu. Misalnya, mereka yang
bertugas memelihara kelangsungan keluarga dapat ditunjukkan pada badan-badan tertentu yang
menyediakan bantuan dalam menjalankan fungsi pengurus rumah tangga. Badan pembantu
keuangan dapat membantu menangani hilangnya pendapatan, misalnya tekanan ekonomi akibat
biaya pengobatan, perawatan kesehatan maupun transpor. Badan-badan penasehat dapat
membantu pasien dan keluarganya untuk menangani perubahan gaya hidup mereka yang harus
dijalani selama ia menderita penyakit.
Para tenaga ahli perawat kesehatan ikut berperanan dalam usaha mengajar pasien untuk
mengatasi SLB, pengobatan dan efek samping obat-obatnya. Pasien akan merasakan kaitan
dengan orang yang bersangkutan, mempercayakan diri dan merasa diri lebih ngani hilangnya
pendapatan, misalnya teKanan eKo- nomi akibat biaya pengobatan, perawatan kesehatan
maupun transpor. Badan-badan penasehat dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menangani perubahan gaya hidup mereka yang harus dijalani selama ia menderita penyakit.
Para tenaga ahli perawat kesehatan ikut berperanan dalam usaha mengajar pasien untuk
mengatasi SLE, pengobatan dan efek samping obat-obatnya. Pasien akan merasakan kaitan
dengan orang yang bersangkutan, mempercayakan diri dan merasa diri lebih terbiasa. Pikiran
pribadi yang mengganggu perihal penyakit kronik yang diderita dapat diutarakannya dan
perasaan tentang reaksi-reaksi dari keluarganya. Sikap tersebut merupakan pengungkapan
kepercayaan pasien pada tenaga ahli yang merawat kesehatannya. Ini merupakan kesempatan
tenaga ahli tersebut untuk menawarkan tenaganya sebagai seorang ahli dan membatu pasien
mengatasi SLE yang dideritanya. Mereka dapat memberikan bantuan pada pasien dengan
berbagai cara, tetapi mereka harus mengarahkan pasien pada badan penasehat ahli yang dapat
memenuhi kebutuhan pasien yang tak dapat mereka penuhi sendiri. Kalau memang pasien perlu
disalurkan pada badan bantuan tertentu, maka penyaluran tersebut sebelumnya harus
didiskusikan dengan pasien tersebut.