Anda di halaman 1dari 8

KETERANGAN UMUM

Nama
: Nn. Y
Umur
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Bale Endah, Bandung
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Status Marital
: Belum menikah
Masuk Rumah Sakit :
Tanggal Pemeriksaan pre-operatif : 10 Desember 2008
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan di pangkal leher
Anamnesis Khusus :
Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh adanya
benjolan di pangkal leher tanpa nyeri. Benjolan tersebut pada awalnya berukuran
sebesar kelereng, kemudian ukurannya bertambah besar menjadi sebesar telur ayam.
Keluhan diawali dengan demam dan disertai dengan adanya penurunan berat badan,
mudah lelah, mudah berkeringat bahkan di tempat dingin, penurunan nafsu makan,
jantung terasa berdebar-debar, dan tangan gemetar. Ini merupakan keluhan yang
pertama kali terjadi.
Penderita mengakui adanya riwayat pengobatan oleh dokter sebelumnya.
Keluhan demam membaik, benjolan tetap membesar. Jenis obat dan dosis tidak
diketahui. Tidak ada riwayat sering tersedak, diare, keluhan yang sama pada keluarga,
riwayat alergi obat, sesak nafas, tekanan darah tinggi, maupun riwayat penyakit
jantung. Penderita belum pernah mengalami operasi, terapi dengan sinar, ataupun
pembiusan sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK 10 Desember 2008
Status Generalis
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda Vital
: N = 80 x/menit, equal, isi cukup. R = 24 x/menit
S = 36.8oC
TD=120/80mmHg
Kepala
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
exopthalmus (-).
Leher
: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba
Tiroid: nyeri tekan (-), massa terlihat bergerak saat menelan,
soliter, massa sebesar telur ayam (kanan). Bruit (-).
Thoraks
: Bentuk dan gerak simetris
Cor
: Batas jantung:
Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular, murmur (-)
Pulmo : Sonor, VBS normal kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: datar, lembut, massa (-), hepar, lien tidak teraba
bising usus (+) normal
Ekstremitas

Ekstremitas atas : tremor (-), hiperhidrosis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 10 Desember 2008


Laboratorium
Hb
Leukosit
Eritrosit
Ht
Trombosit
Bleeding Time
Clotting Time

: 13,4 gr/dl
: 8000/mm3
: 4.55/mm3
: 39%
: 347.000/mm3
: 2
: 8

T3 : (N : 1,3-2,9)
fT4 : (N : 0,8-1,9)
TSHs :(N : 0,3-5,0)
DIAGNOSIS BANDING
1. Kanker tiroid
2. Struma Nodosa Nontoksik
DIAGNOSA KERJA
Struma Nodosa Toksik (Graves Disease) dextra
TERAPI
Tiroidektomi parsial
PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad bonam

Penetapan resiko pembedahan


ASA 2
Informed consent
Menyetujui dilakukan operasi dengan anestesi umum

MANAJEMEN INTRAOPERATIF
Tanggal operasi
Diagnosis prabedah
Jenis pembedahan

: 10 Desember 2008
: Struma Nodosa Toksik (Graves Disease) dextra
: Eksisi

Metode anestesi
Premedikasi :
Induksi
Teknik
Pengaturan nafas

: Umum
: sempurna
: semi open
: assisted

Ventilator

: Volume controlled

Waktu mulai induksi


Letak penderita
Intubasi

: 18.30
: terlentang
: ETT no. 7 + balon

Medikasi
-

Recofol 100mg
Fentanyl 50 mg
Roculax 20mg
Aerane

Cairan :
-

Ringer Lactat 1000cc

Monitoring selama operasi


Jam
Inhalasi
18.30
18.45
19.00
19.15
19.30
19.45

02, N20, Enfluran


02, N20, Enfluran
02, N20, Enfluran
02, N20, Enfluran
02, N20, Enfluran
02, N20, Enfluran

Diagnosa pasca bedah


Lama operasi
Perdarahan selama operasi
Diuresis selama operasi

Tekanan Darah
(mmHg)
128/86

Nadi
(x / menit)
81

96/46

97

: Struma Nodosa Toksik (Graves Disease) dextra


: 1 jam 15 menit
:
: ( kateter tidak terpasang )

Keadaan post operatif

Masuk ruang pemulihan jam 20.00


- Keadaan umum
: kompos mentis, mengantuk
- Nadi
: 97 x/menit
- Respirasi
: 24 x/menit
- Suhu
: afebris

Ruang pemulihan
-

SpO2 (%)

Keadaan umum
Nadi
Respirasi
Suhu

: kompos mentis
: 92 x/menit
: 24 x/menit
: afebris

Aldrete score: 7 (pindah ke ruangan dengan catatan)

100
100
100
100
100
99

Tinjauan Pustaka
Hipertiroidisme
Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila
suatu jaringan memberikan hormone tiroid berlebihan. Sedangkan hipertiroidisme
adalah tirotoksikosis sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri. Tirotoksikosis terbagi
atas kelaianna yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan
dengan hipertiroidisme
Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme
Biasa

Tidak Biasa

Jarang

Penyakit Graves
Nodul tiroid toksik: multinodular dan
mononodular toksik
Tiroiditis: de Quervains dan silent
Hipertiroidisme neonatal
Hipertiroidisme faktisius
sekresi TSH yang tidak tepat oleh
hipofisis: tumor, non tumor (sindrom
resistensi hormone tiroid)
Yodium eksogen
Metastasis kanker tiroid
koriokarsinoma dan mola hidatidosa
struma ovari
karsinoma testicular embryonal
Pilyostotic fibrous dysplasia (sindrom
Mc-Cune-Albright)

Penyebab hipertiroidisme pada kasus ini adalah penyakit graves. Hal ini sesuai
dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa lebih dari 90% penyebab
hipertiroidisme adalah penyakit graves dan nodul tiroid toksik.
Patogenesis
Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi reseptor tiroid
simulating hormone (TSH) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter
multinodular toksik berhubungan dengan otonomi tiroid itu sendiri. Ada pula
hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari hipofisis, namun jarang
ditemukan. Hipertiroidisme pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan oleh
deiodinasi T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 pada jaringan di luar tiroid. Pada
tirotoksikosis yang tidak disertai hipertiroidisme seperti tiroiditis terjadi kebocoran
hormone. Masukan hormone tiroid dari luar yang berlebihan dan terdapatnya jaringan
tiroid ektopik dapat mengakibatkan tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme.
Manifestasi Klinis

Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi reseptor TSH


yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada goiter multinodular toksik
berhubungan dengan otonom tiroid itu sendiri.
Perjalanan penyakit hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan
berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,
palpitasi, dan pembesaran tiroid.
Gambaran Klinis Hipertiroidisme
berat badan turun
keletihan
apatis
berkeringat
tidak tahan panas
Kardiovaskular
palpitasi
sesak nafas
angina gagal jantung
sinus takikardi
fibrilasi atrium
nadi kolaps
neuromuscular
gugup
agitasi
tremor
korea atetosis
psikosis
kelamahan otot
miopati proksimal
paralisis periodic
myasthenia gravis
gastrointestinal
berat badan turun meskipun nafsu makan
meningkat
diare
steatore
muntah
reproduksi
oligomenore
infertilitas
kulit
pruritus
eritema Palmaris
myxedema pretibial
rambut tipis
difus dengan atau tanpa bising
struma
nodosa
lip
mata
lid retraction, lid lag
periorbital puffyness
lakrimasi meningkat dan grittiness of
eyes
kemosis (edema konjungtiva)
proptosis, ulserasi kornea
oftalmoplegia, diplopia
Umum

edema papil, penglihatan kabur


Manifestasi klinis yang terdapat pada pasien ini adalah benjolan di pangkal leher
tanpa nyeri, demam, penurunan berat badan, mudah lelah, mudah berkeringat bahkan
di tempat dingin, penurunan nafsu makan, jantung terasa berdebar-debar, dan tangan
gemetar.
Komplikasi
Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi
atrium dan kelainan ventrikel akan sulit di kontrol. Pada orang asia dapat terjadi
episode paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan
adanya hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan
nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan
libido, impotensi, berkurangnya jumlah sperma, dan ginekomastia.
Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda komplikasi.
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan
pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone Sensitive (TSHs) tak
terukur atau jelas subnormal dan free T4 (FT4) meningkat.
Pada pasien ini pemeriksaan dalam batas normal sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan yaitu tiroidektomi parsial.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormone tiroid
yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat anti tiroid) atau merusak
jaringan tiroid (Yodium Radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi:
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
e. Pasien dengan krisi tiroid
Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme lalu
diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.
Obat antitiroid yang sering digunakan:
Obat
Dosis awal (mg/hari)
Pemeliharaan
(mg/hari)

Karbimazol
Metomazol
Propiltiourasil

30-60
30-60
300-600

5-20
5-20
50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan


konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pada sel tiroid.
Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obatobatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa hipersensitivitas dan
agranulositosis. Apabila timbul hipersensitivitas, maka obat diganti, tetapi bila
timbul agranulositosis maka obat dihentikan.
Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis serendah
mungkin yaitu 200 mg per hari atau lebih lagi. Hipertitoidisme kerap kali
sembuh spontan pada kehamilan tua sehingga propiltiourasil dihentikan. Obatobatan tambahan sebaiknya tidak diberikan karena T4 yang melewati plasenta
hanya sedikit sekali dan tidak dapat mencegah hipotiroidisme pada bayi yang
baru lahir. Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya
sedikit sekali yang keluar dari air susu ibu. Dosis yang dipakai 100 150 mg
tiap 8 jam. Setelah pasien eutiroid, secara klinis dan laboratorium, dosis
diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 x 50 mg/hari. Kadar T4
dipertahankan pada kadar batas atas normal dengan dosis propiltiourasil
kurang dari 100 mg/hari. Apabila tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pasca
persalinan, propiltiourasil dinaikkan sampai 300 mg/hari.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif.
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisime yang kambuh sesudah operasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e. Adenoma toksik, goiter multinoduler toksik
Digunakan Y131 dengan dosis 5 12 mCy per oral. Dosis ini dapat
mengendalikan tirotoksikosis dalam 3 bulan, namun sepertiga pasien menjadi
hipotiroid pada tahun pertama.
Efek samping pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme,
eksaserabsi hipertiroidisme, dan tiroiditis.
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi operasi adalah:
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespon terhadap obat
antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar.
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif.
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid


kemudian diberi cairan kalium iodide 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15
tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi
vaskularisasi pada kelenjar tiroid.
4. Pengobatan tambahan
a. Sekat -adrenergik
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme.
Dosis diberikan 40 200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang
lanjut usia diberi 10 mg/6 jam.
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan
dengan yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan
dalam dosis 100 300 mg/hari.
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik
digunakan pada keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah
menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer, mengurangi sintesis
hormone tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormone dari tiroid.
d. Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas
keuntungannya dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan
pada pasien dengan krisis tiroid yang alergi terhadap yodium.

Anda mungkin juga menyukai