Anda di halaman 1dari 9

LATAR BELAKANG

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat


gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah (Isaac, 2005).
Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai dengan masa dewasa
(Townsend, 1998). ADHD adalah salah satu alas an dan masalah kanak-kanak uyang
paling umum mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional
kesehatan mental. Konsensus oendapat professional menyatakan bahwa kira-kira 305%
atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah
sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif.
Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan
professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan
ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD
jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah
anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak
hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak yang ada,
15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah
pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat.
B. TUJUAN
1. Menjelaskan defenisi ADHD
2. Menjelaskan faktor predisposisi ADHD
3. Menjelaskan faktor presipitasi ADHD
4. Menjelaskan psikodinamika ADHD
5. Menjelaskan patopsikologi ADHD
6. Menjelaskan tanda khas ADHD
7. Menjelaskan intervensi ADHD
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFENISI

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan hiperaktivitas kurang


perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan dikarakarakteriskan oleh
ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan hiperaktif (Townsend,
1998). ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu
kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan
perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain
Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan
Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD
(Permadi, 2009).
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis yang
ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD mulai menunjukkan
banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan
tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai
aturan (Ginanjar, 2009).
Diagnosis ADHD tidak tepat untuk anak-anak yang ribut, aktif, atau agak mudah teralih
perhatiannya karena di tahun-tahun awal sekolah anak-anak sering berperilaku demikian
(Whalen, 1983). Anak dengan ADHD mengalami kesulitan mengendalikan aktifitas
dalam berbagai situasi yang menghendaki mereka duduk tenang. Mereka terdisorganisasi,
eratik, tidak berperasaan, kerasa kepala, dan bossy. Banyak anak ADHD mengalami

kesulitan besar untuk bermain dengan anak seusia mereka dan menjalin persahabatan
(Hinshaw & Melnick, 1995; Whalen & Henker, 1985), hal ini mungkin karena mereka
cenderung agresif saat bermain sehingga membuat teman-temannya merasa tidak
nyaman.
Anak ADHD bermain agresif dengan tujuan mencari sensasi sedang anak normal
malakukan hal tersebut dangan tujuan untuk bermain sportif. Anak ADHD mengetahui
tindakan yang dibenarkan secara sosial dalam berbagai situasi hipotesis, namun tidak
mampu mempraktekan pengetahuan tersebut dalam perilaku interaksi sosialnya (Whalen
& Henker, 1985, 1999).
Tipe ADHD
Karena simtom-simtom ADHD bervariasai, DSM-IV-TR mencantumkan tiga subkategori,
yaitu:
1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya
konsentrasi.
2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan
oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.
Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang
sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih
lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, & DuPaul,1992), mungkin
berhubungan dengna masalah pada daerah frontal atau striatal otak (Tannock,1998).
Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas di
sekolah, kelemahan kognitif, rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih
baik.

Berbeda

dengan

anak

yang

mengalami

gangguan

tingkah

laku,

merekabertingkah disekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta
mungkin memiliki orang tua yang antisosial.
2. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Biologi
1. Faktor genetik, penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap ADHD
kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan sebagian anaknya
akan mengalami gangguan tersebut (Biederman, dkk, 1995). Mengenai apa yang
diturunkan dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan, namun studi baru-baru ini
menunjukan bahwa ada perbedaan ungsi dan struktur otak pada anak ADHD dan anak

yang tidak ADHD.Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap stimulasi
(Rubia dkk,1999 ; tannock, 1998), aliran darah cerebral berkurang (Sieg dkk, 1995).
Terlebih lagi beberapa bagian otak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus pallidus) pada
anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal (Castellanos dkk, 1996; Filipek dkk, 1997;
Hynd dkk, 1993).
2. Faktor perinatal dan prenatal, berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa
kelahiran, serta berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan, merupakan prediktor
simtom-simtom ADHD.
3. Racun lingkungan, teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun dalam terjadinya
hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja system saraf pusat pada
anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun lingkungan yang dapat berperan dalam
terjadinya ADHD.
Faktor Psikologis
Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yaitu
hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan dipasangkan dengan pola
asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD, seperti
yang dikemukakan Ross dan Ross (1982), hiperaktivitas dapat merupakan peniruan
perilaku orang tua dan saudara-saudara kandung. Dalam hubungan orang tua-anak sangat
kurang bersifat dua arah dan lebih mungkin merupakan rantai asosiasi kompleks
(Hinshaw dkk, 1997). Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin memberi
lebih banyak perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka (a.l.,Anderson,
Hinshaw, & Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anak-anak hiperaktivitas
diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negative dengan orang tua
mereka (Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge & Barkley, 1983).
3. FAKTOR PRESIPITASI
Petistiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.

Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.

Gangguan bahasa dan pembelajaran.

Tanda-tanda ketidakmatangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemah keseimbangan

dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.


Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-obatan yang
dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap system jaringan
otak sentral.

Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang dihubungkan dengan

kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan Eslinger, 1991).
Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan pada
fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).
4. PSIKODINAMIKA
Masa bayi
Tingkah bayi serba sulit dimengerti

Menjengkelkan

Serakah

Sulit tenang

Sulit tidur

Tidak ada nafsu makan

Masa prasekolah
Terlalu aktif

Keras kepala

Tidak pernah merasa puas

Suka menjengkelkan

Tidak bisa diam

Sulit beradaptasi dengan lingkungan

Usia sekolah
Sulit berkonsentrasi

Sulit memfokuskan perhatian

Impulsif

Adolescent
Tidak dapat tenang

Sulit untuk berkonsentrasi dan mengingat

Tidak konsisten dalam sikap dan penampilan

5.
PATOPSIKOLOGI

Mekanisme patofisiologis dan patopsikologis bagaimana gangguan pemusatan perhatian


ini terjadi masih belum jelas terungkap. Beberapa ahli berpendapat bahwa gangguan ini
dikaitkan dengan beberapa gangguan neurofungsional otak, masalah kognosis dan ingatan
(Cognitive-Memory Problem), Gangguan sosial dan emosi, Gangguan motivasi.

Mekanisme patofisiologis gangguan ini masih banyak diperdebatkan oleh para ahli.
Seperti halnya gangguan autism, tampaknya gangguan pemusatan perhatian dan ADHD
merupakan suatu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak faktor yang dianggap
sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak
saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya
disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola

pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.
Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang
memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini
mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan
neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering

dikaitkan dengan gangguan komsentrasi


Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan konsentrsi.
Diduga gangguan konsentrasi yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya
riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.
Mungkin salah satu orang penderita gangguan konsentrasi juga menderita gangguan yang
sama pada masa kanak mereka. Seperti pada ADHD, orang tua dan saudara penderita
gangguan konsentrasi mungkin mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi gangguan
konsentrasi, kembar monozygotic lebih mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar
dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetik di dalam gangguan ADHD.
Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin,
termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan

ADHD.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan
fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama
yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Sehingga dopaminergic dan
noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan

ADHD.
Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol
aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya
hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial
kanan prefrontal dan striae subcorticalyang mengimplikasikan terjadinya hambatan
terhadap respon-respon yang tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita
ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan

kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon

motorik terhadap rangsangan sensoris.


Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan
gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih
dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal
dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang

didapatkan perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.
Penyebab Kesulitan Konsentrasi Neurologik, Malfungsi organik otak, faktor genetik,
Ketrampilan Persepsi. Tidak bisa membedakan figure dan latar belakang. Tidak
mampu mengolah makna apa yang didengar atau dilihat sehingga anak tidak berminat.

Tidak memahami urutan perintah (min 3 perintah)


Masalah Kognisi, Ingatan ( Cognitive Memory Problem ). Kognisi adalah kemampuan
untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi. Ingatan adalah kemampuan
mengingat.

Metacognition

adalah

kemampuan

untuk

memilih

strategi

dalam

menyelesaikan tugas dan membentuk mekanisme secara efektif.


Masalah Sosial-Emosi (Perilaku) meliputi memiliki masalah ketrampilan sosial ( tidak
memahami tanda-tanda dari lingkungan sosial ). Tidak memahami perasaan dan emosi
diri sendiri dan orang lain. Masalah Motivasi ditandai 3 hal yaitu bagaimana anak
mempersepsi kesuksesan dan kegagalan adalah karena faktor diluar dirinya (external
locus of control). Memiliki penilain negatif pada dirinya (Negative Attribution). Merasa
usahanya sia sia (Learned helplessness).

6. TANDA KHAS
Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat ditemukan
pada anak dengan ADHD antara lain :
1.

Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat-geliat.

2.

Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan

3.

Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing

4.

Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau permainan atau

keadaan di dalam suatu kelompok


5.

Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkanterhadap pertanyaan-

pertanyaan yang belum selesai disampaikan


6.

Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain

7.

Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau

aktivitas-aktivitas bermain
8.

Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya

9.

Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang

10.

Sering berbicara secara berlebihan.

11.

Sering menyela atau mengganggu orang lain

12.

Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan

kepadanya
13.

Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan-

kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa mempertimbangkan kemungkinankemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat).
7. INTERVENSI
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan terhadap anak
yang menderita ADHD antara lain :
1.

Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan rumah

2.

Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di

rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial dan
perilaku regulasi diri
3.

Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,

meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan regulasi
diri
4.

Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah dan

keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan


pokok dalam program terapi
5.

Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu yang

berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri
6.

Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua

anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan umum
dan memberi dukungan moral
7.

Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat

membahas permasalahan dan curahan hati probadinya


Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
denganAttention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
1.

Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :

1.

Hentikan perilaku yang tidak aman

2.

Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang

tidak dapat diterima

3.
2.

Berikan pengawasan yang ketat


Meningkatkan performa peran dengan cara :

1.

Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan

2.

Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas dari

distraksi untuk menyelesaikan tugas)


2

Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :

1.

Dapatkan perhatian penuh anak

2.

Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil

3.

Izinkan beristirahat

Mengatur rutinitas sehari-hari

1.

Tetapkan jadual sehari-hari

2.

Minimalkan perubahan

Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan

dan frustasi orang tua


3

Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

Anda mungkin juga menyukai