Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Os Femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang terbagi atas Caput
Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan
acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada
3

sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar
pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri
dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.
1. Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan
disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian
disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga membulat
kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan major dan minor ini
dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat
dari

belakang,

kedua

bulatan

ini

dihubungkan

oleh

rigi

disebut

crista

intertrochanterica. Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor


major terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.
2. Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran yaitu
facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan
lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai
dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea.
Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium laterale, labium
medial sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera
bagian distal membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor

terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.
3. Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan
kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini
merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat
dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os. patella.
Intercondyloidea

yang

dibagian

proximalnya

terdapat

garis

disebut

linea

intercondyloidea.
Tulang femur

merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang

berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput


femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter minor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut,
terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis.
Diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patela) yang disebut dengan fosa kondilus (syaifuddin, 2006:64).
Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan
kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea
aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kepala
tulang paha adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya. Sumber

utama perdarahan os femur adalah arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh
darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari
leher femur.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya antara lain:
a. Fraktur Collum Femur.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi
dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi
dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
c. Fraktur Batang Femur.
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita

jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Fraktur batang femur
dibagi menjadi :
Tertutup
Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari
luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak
yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).
d. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung
karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
f. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Selain itu fraktur femur dapat dibedakan menjadi:


a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi
tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
(bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
1) Bentuk garis patah
a. Garis patah melintang
b. Garis patah obliq
c. Garis patah spiral
d. Fraktur kompresi
e. Fraktur avulsi
2) Jumlah garis patah
a. Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
c. Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
d. Bergeser-tidak bergeser
1. Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.

2. Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga


disebut di lokasi fragmen.
2.4 Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh

10

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi


c.

vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit

polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.


2.5 Patofisiologi
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di tulang menjadi terganggu.
Otot tersebut dapat menjadi spasme dan menarik fragmen fraktur keluar dari posisi.
Kumpulan otot yang besar dapat menyebabkan spasme otot yang masiv seperti pada
otot femur. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di tulang yang mengalami
fraktur juga terganggu. Kerusakan jaringan lunak dapat juga terjadi. Perdarahan
terjadi jika terjadi gangguan pada pembuluh darah dan tulang yang mengalami
fraktur. Kemudian terjadi pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan
peristeum. Jaringan tulang di sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon
inflamasi. Kemudian terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya
plasma dan leukosit. Proses ini mengawali tahap penyembuhan tulang, yang terdiri
dari:

1. Tahap pembentukan hematoma


Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
ke area fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang
menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi

11

Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk


benang- dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.

12

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya. ( Uji krepitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
bebebrapa jam atau hari setelah cedera.

2.7 Diagnosis
a.

Pemeriksaan fisik.

13

Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkan keluhan
nyeri pada luka terbuka.
1) Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan
deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat.
Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah
terdapatnya

kerusakan

pada

jaringan

beresiko

meningkat

respon

syok

hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang
mengantarkan pada resiko tinggi infeks.
Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi,deformitas,
pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot, krepitasi, pembengkakan, dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
setelah cedera.
2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya krepitasi.
3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberika
respon trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah.
b. Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2) Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

14

4) Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun


(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel.
5) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati.
2.8 Komplikasi fraktur
Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.

c) Fat Embolism Syndrom

15

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan

nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmans Ischemia.
f) Shock
Shock

terjadi

karena

kehilangan

banyak

darah

dan

meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya


terjadi pada fraktur.

Komplikasi Dalam Waktu Lama :

16

a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2.9 Penatalaksanaan
Empat prinsip penanganan fraktur adalah:
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga
didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi

17

anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah


komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian
hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga,
fraktur impaksi dari humerus, angulasi.
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan
logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan :
1.Terapi konservatif :
a. Proteksi
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
d. Traksi
2. Terapi operatif
a. ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

18

- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi.
Tindakan ORIF meliputi:
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan ORIF:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Anda mungkin juga menyukai