Anda di halaman 1dari 13

Perdarahan Post Partum

IKLAN1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
PERDARAHAN POSTPARTUM.
Selama proses penyusunan proposal ini, penulis tidak terlepas dari peran
dan dukungan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Muharnas, SKM, MQIH selaku direktur Poltekkes Padang.
2. Ibu Hj. Ulvi Mariati, S. Kp, M. Kes selaku ketua jurusan kebidanan Poltekkes
Padang.
3. Ibu Fatmi Arma, SKM selaku ketua prodi D III Kebidanan Poltekkes Padang.
4. Ibu Dra. Hj. Mohanis, M. Kes, Ibu Yuliva, S. SiT, M. Kes, dan Bapak H. Muslim,
SKM selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini.
5. Staf dosen jurusan kebidanan Poltekkes Padang yang telah memberikan berbagai
ilmu selama masa pendidikan untuk bekal penulis.
6. Teristimewa kepada ayah, ibu, kakak serta adik-adik penulis tercinta yang tak
henti-hentinya memberikan doa, dukungan moril dan kasih sayang kepada
penulis.
7. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak terdapat
kesalahan baik dari segi materi maupun penyusunannya. Oleh sebab itu, penulis
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
proposal ini untuk masa yang akan datang.
Padang, Januari 2009
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung
Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari
saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah
melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah
turun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati
mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta
kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.
Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak,
bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan
dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan
pelayanan emergensi obstetrik.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah


konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya
paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan
kebanyakan terjadi pada wanita dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun serta wanita dengan jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2
tahun. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,
sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian mengalami perdarahan
postpartum dan terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. (Yayan
Akhyar)
1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah perdarahan
postpartum.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
perdarahan postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya definisi perdarahan postpartum
2. Diketahuinya epidemiologi dari perdarahan postpartum
3. Diketahuinya etiologi dari perdarahan postpartum
4. Diketahui klasifikasi dari perdarahan postpartum
5. Diketahui diagnosa dari perdarahan postpartum
6. Diketahui penanganan dari perdarahan postpartum
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk menambah wawasan bagi penulis dan mahasiswa akademi lainnya,
khususnya dalam masalah perdarahan postpartum.
1.4.2 Masukkan pada pihak-pihak terkait dalam bidang obstetri dan ginekologi terutama
bidan tentang perdarahan postpartum.
BAB II
PERDARAHAN POSTPARTUM
2.1 Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan berlangsung. (Manuaba, 1998)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24
jam setelah anak lahir. (Rustam Mochtar, 1998)
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
setelah anak lahir. Pritchard, dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang
melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang berjumlah lebih dari 500 ml dan
terjadi dalam batas waktu 24 jam pertama setelah anak lahir.
2.2 Epidemiologi

Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir


meningkat insidennya pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan
seperti pada kehamilan ganda, hidramnion, anak terlalu besar ataupun pada rahim
yang melemah daya kontraksinya seperti pada grandemultipara, interval
kehamilan yang pendek, atau pada kehamilan usia lanjut, induksi partus dengan
oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan
sebagainya.
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan
pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang
obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya
untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6
menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk
mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih. (yayanakhyar.com, 2008)
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang
dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas
normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi
pada 2 jam pertama.
2.3.2 Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah
robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membrane.
2.4 Etiologi
2.4.1 Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi dan perut
terasa lembek. Perdarahan akan terjadi bila uterus atonik dan tidak mampu
berkontraksi dengan baik. Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
a. Umur yang terlalu muda / tua
b. Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
c. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grandemutipara
Ibu yang sudah bekali-kali melahirkan anak. Keadaan uterusnya akan mengalami
perubahan dalam hal keelastisitasan. Semakin elastis dan besar ukuran uterus

tersebut maka kontraksi tersebut akan semakin lambat sehingga perdarahan pun
terjadi.
d. Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk
primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida.
e. Partus terlantar
Partus terlantar merupakan kelanjutan dari partus lama dimana ibu yang sudah
mengalami partus lama dan tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut sehingga
terjadilah partus terlantar.
f. Distensi uterus berlebih
Keadaan distensi uterus ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, kehamilan
dengan hidramnion, dan janin yang besar. Sama halnya dengan multiparitas,
ukuran uterus pada kehamilan ini akan lebih besar dan bisa menyebabkan
lemahnya kontraksi.
g. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
h. Persalinan yang dilakukan dengan tindakan: pertolongan kala uri sebelum
waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan
paksa, persalinan dengan narkosa.
i. Keadaan umum ibu yang lemah karena anemia
Ibu yang mengalami anemia akan mengalami kekurangan O2 yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang mengalir ke tubuh berkurang sehingga tenaga
ibu pun berkurang dan selanjutnya kontraksi uterus pun menjadi lemah. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan.
2.4.2 Laserasi jalan lahir
Robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim, dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. Laserasi
pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai krtika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama, yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
2.4.3 Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.Hematoma terjadi karena kompresi
yang kuat di sepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada
mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Biasanya hematoma ini dapat
diserap kembali secara alami
2.4.4 Retensio plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Sebab-sebabnya adalah:
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam,
yang menurut perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam

2) Plasenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium
3) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum
menembus serosa
4) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahanyang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi
pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
2.4.5 Kelainan proses pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibronogenemia atau
hipofibronogenemia yang sering dijumpai pada:
a. Perdarahan yang banyak
b. Solusio plasenta
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan
d. Pre-eklampsia dan eklampsia
e. Infeksi, hepatitis dan septic syok
2.5 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Secara ringkas, diagnosis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
b. Memriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
1) Sisa plasenta dan ketuban
2) Robekan rahim
3) Plasenta suksenturiata
d. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
e. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT) dan lainlain.
(Rustam Muchtar, 1998)
2.6 Pencegahan dan Penanganan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak
lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
2.6.1 Penanganan umum
a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
(di ruang rawat gabung).
d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

e. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila


dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f. Atasi syok
g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam
pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam
500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir.
i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
2.6.2 Penanganan berdasarkan penyebab
a. Atonia uteri
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap:
Tahap 1: perdarahan yang tidak terlalu banyak dapat diatasi dengan pemberian
uterotonika, massase rahim dan memasang gurita.
Tahap 2: bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infuse dan transfuse darah dan dapat dilakukan :
Kompresi bimanual
Kompresi aorta
Tamponade utero-vagina, walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih
memuaskan.
Jepitan arteri uterine
Tahap 3: bila semua upaya di atas tidak menolong juga, maka usaha terakhir
adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu
dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
b. Retensio Plasenta

1) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan


plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca
persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan
2) Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x
500mg oral.
3) Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
4) Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi
lahir, maka harus segera dikeluarkan.tindakan yang dapat dikerjakan adalah:
Perasat Crede
Syarat
Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong.
Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik,
maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk.
perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena
dapat menimbulkan inversion uteri
Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara
manual.
Manual Plasenta
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan
diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut


Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),
ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri
dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya
ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian
pinggir plasenta yang terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya
jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta


Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau
ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada

waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta
keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik
(oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan
inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina
atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Eksplorasi kavum uteri
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah
operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain,
untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplorasi juga dilakukan pada pasien
yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan
mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada
kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi
dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara
manual.
c. Laserasi
Lakukan pemeriksaan serviks visual dan penjahitan pada laserasi serviks
yang dalam untuk menghentikan perdarahan.
d. Hematoma
Hematoma yang kecil dapat diatasi dengan es, analgetik dan pemantauan
yang terus-menerus. Hematoma yang lebih besar atau yang ukurannya meningkat
perlu diinsisi dan didrainase untuk mencapai hemostasis. Pembalut vagina yang
terlalu besar dapat membuat berkemih menjadi sulit dan sering dilakukan
pemasangan kateter menetap. Karena tindakan insisi dan drainase bisa
meningkatkan kecenderungan pasien terinfeksi, perlu dipesankan antibiotic

spectrum luas. Jika dibutuhkan, berikan transfusi darah dan faktor-faktor


pembekuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24
jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi
perdarahan postpartum primer dan perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan
postpartum dapat disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, retensio
plasenta, hematoma dan kelainan pembekuan darah. Karena etiologi dari
perdarahan postpartum berbeda-beda. Oleh sebab itu, penanganannya juga
berbeda-beda. Namun dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan manajemen aktif
kala III dengan baik. Selain itu, tindakan deteksi dini dan sangat berarti dalam
pencegahan terjadinya perdarahan postpartum demi menekan tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) akibat perdarahan postpartum.
3.2 Saran
3.2.1 Mahasiswa diharapkan dapat mengenali perdarahan postpartum sehingga dapat
melakukan tindakan deteksi, pencegahan serta penanganan terhadap perdarahan
postpartum.
3.2.2 Mahasiswa dan nakes diharapkan dapat mengenali para ibu yang berisiko terhadap
terjadinya perdarahan postpartum sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.
3.2.3 Mahasiswa dan nakes lebih meningkatkan pengetahuannya dalam bidang kesehatan
khususnya perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Yayan. 2008
Perdarahan postpartum. Dalam http:/www.wordpress.com.
Arikunto, Suharsimi. 2001
Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Cunningham, f gary. 2005
Obstetri william Edisi 21. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Gde Bagus, 1998
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC.
Muchtar, R. 1998.
Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2002
Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Prawirohadjo, Sarwono. 2005.

Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
IKLAN3
Selanjutnya klik disini: makalah asuhan kebidanan: Perdarahan Post Partum
dapatkan kti skripsi kesehatan KLIK DISINI

Anda mungkin juga menyukai