IKLAN1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
PERDARAHAN POSTPARTUM.
Selama proses penyusunan proposal ini, penulis tidak terlepas dari peran
dan dukungan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Muharnas, SKM, MQIH selaku direktur Poltekkes Padang.
2. Ibu Hj. Ulvi Mariati, S. Kp, M. Kes selaku ketua jurusan kebidanan Poltekkes
Padang.
3. Ibu Fatmi Arma, SKM selaku ketua prodi D III Kebidanan Poltekkes Padang.
4. Ibu Dra. Hj. Mohanis, M. Kes, Ibu Yuliva, S. SiT, M. Kes, dan Bapak H. Muslim,
SKM selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini.
5. Staf dosen jurusan kebidanan Poltekkes Padang yang telah memberikan berbagai
ilmu selama masa pendidikan untuk bekal penulis.
6. Teristimewa kepada ayah, ibu, kakak serta adik-adik penulis tercinta yang tak
henti-hentinya memberikan doa, dukungan moril dan kasih sayang kepada
penulis.
7. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak terdapat
kesalahan baik dari segi materi maupun penyusunannya. Oleh sebab itu, penulis
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
proposal ini untuk masa yang akan datang.
Padang, Januari 2009
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung
Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari
saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah
melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah
turun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati
mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta
kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.
Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak,
bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan
dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan
pelayanan emergensi obstetrik.
tersebut maka kontraksi tersebut akan semakin lambat sehingga perdarahan pun
terjadi.
d. Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk
primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida.
e. Partus terlantar
Partus terlantar merupakan kelanjutan dari partus lama dimana ibu yang sudah
mengalami partus lama dan tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut sehingga
terjadilah partus terlantar.
f. Distensi uterus berlebih
Keadaan distensi uterus ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, kehamilan
dengan hidramnion, dan janin yang besar. Sama halnya dengan multiparitas,
ukuran uterus pada kehamilan ini akan lebih besar dan bisa menyebabkan
lemahnya kontraksi.
g. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
h. Persalinan yang dilakukan dengan tindakan: pertolongan kala uri sebelum
waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan
paksa, persalinan dengan narkosa.
i. Keadaan umum ibu yang lemah karena anemia
Ibu yang mengalami anemia akan mengalami kekurangan O2 yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang mengalir ke tubuh berkurang sehingga tenaga
ibu pun berkurang dan selanjutnya kontraksi uterus pun menjadi lemah. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan.
2.4.2 Laserasi jalan lahir
Robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim, dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. Laserasi
pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai krtika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama, yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
2.4.3 Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.Hematoma terjadi karena kompresi
yang kuat di sepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada
mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Biasanya hematoma ini dapat
diserap kembali secara alami
2.4.4 Retensio plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Sebab-sebabnya adalah:
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam,
yang menurut perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
2) Plasenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium
3) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum
menembus serosa
4) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahanyang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi
pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
2.4.5 Kelainan proses pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibronogenemia atau
hipofibronogenemia yang sering dijumpai pada:
a. Perdarahan yang banyak
b. Solusio plasenta
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan
d. Pre-eklampsia dan eklampsia
e. Infeksi, hepatitis dan septic syok
2.5 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Secara ringkas, diagnosis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
b. Memriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
1) Sisa plasenta dan ketuban
2) Robekan rahim
3) Plasenta suksenturiata
d. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
e. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT) dan lainlain.
(Rustam Muchtar, 1998)
2.6 Pencegahan dan Penanganan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak
lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
2.6.1 Penanganan umum
a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
(di ruang rawat gabung).
d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya
jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.
waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta
keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik
(oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan
inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina
atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Eksplorasi kavum uteri
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah
operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain,
untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplorasi juga dilakukan pada pasien
yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan
mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada
kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi
dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara
manual.
c. Laserasi
Lakukan pemeriksaan serviks visual dan penjahitan pada laserasi serviks
yang dalam untuk menghentikan perdarahan.
d. Hematoma
Hematoma yang kecil dapat diatasi dengan es, analgetik dan pemantauan
yang terus-menerus. Hematoma yang lebih besar atau yang ukurannya meningkat
perlu diinsisi dan didrainase untuk mencapai hemostasis. Pembalut vagina yang
terlalu besar dapat membuat berkemih menjadi sulit dan sering dilakukan
pemasangan kateter menetap. Karena tindakan insisi dan drainase bisa
meningkatkan kecenderungan pasien terinfeksi, perlu dipesankan antibiotic