BAB 1
PENDAHULUAN
Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada
tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum
dilaksanakan anestesi.
TIVA (Total Intravenous Anesthesia) merupakan salah satu jenis
anestesi umum yang meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible. Anestetik intravena selain untuk induksi
juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi tambahan pada analgesia atau
untuk
membantu
jalan nafas atau paru-paru dan anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alatalat atau mesin yang khusus.
Pada pasien abses payudara pembedahan dilakukan dengan general
anestesi intravena, intermitten balance, tanpa intubasi, napas spontan dengan
bantuan kanul oksigen. pemilihan jenis anestesi ini didasarkan dari kelebihan
TIVA seperti diatas, selain itu operasi ini juga tidak memakan waktu yang lama
sehingha tidak dibutuhkan intubasi selama anestesi. Penilaian dan persiapan pra
operasi adalah suatu tindakan yang penting untuk mnengetahui keadaan pasien,
dimana letak operasi yang akan dilakukan dan macam operasinya. Sehingga
kita bisa menentukan jenis anastesi yang akan dilakukan. Persiapan yang
dilakukan meliputi kunjungan pra anastesi sehingga diketahui status fisik ASA
pasien, lalu pemilihan untuk premedikasi, induksi dan maintenance yang sesuai
dengan keadaan pasien.
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 19 tahun
: Blang Jreun
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Keluhan utama: Nyeri payudara
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri payudara sebelah kiri lebih kurang sudah 3
bulan, demam negative, nyeri posotif, bengkak positif, pus positif, eritema
positif, putting retruksi kedalam, mual dan muntah negatif
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit sepeti ini sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit seperti yang di alami pasien disangkal.
Anamnesis Sistem:
- Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+)
Kesadaran
Vital Sign
TD
: 110/70 mmHg
HR
: 76 kali/menit
RR
: 20 kali/menit
: 35,9 C
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 155 cm
1. Kepala
Bentuk kepala : simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)
Rambut
Nyeri tekan
: (-)
Mata
Hidung
Mulut
: deviasi (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
4. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani
5. Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan genital
6. Ekstremitas
a. Superior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-),
hangat (-/-) pucat (-/-)
b. Inferior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat
(-/-), pucat (-/-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb
: 11,2 g/dl
Eritrosit
: 4,1x106
Leukosit
: 13.800 L
Hematokrit
: 35%
Trombosit
: 276x103/L
Golongan darah
:O
DIAGNOSIS KERJA
- Abses mamae
LAPORAN ANESTESI
Preoperatif
Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum
operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 84 x/menit, RR 76
x/menit, suhu 35,9 OC.
Jenis operasi
Jenis anestesi
Premedikasi
Medikasi
: Eksisi Abses
: Anestesi TIVA
: Pethidine
: Ketalar
Sedacum
Ranitidine
Ketorolac
:
Teknik anestesi
Preoksigenasi 5 menit
Induksi IV
Respirasi
: Sistem control
Posisi
: Terlentang (supine)
Cairan
: infus RL 500 ml
Keadaan akhir pembedahan :
Kesadaran
Keadaan umum
Tekanan darah
Frekuensi nafas
Frekuensi nadi
Suhu
: Compos mentis
: Baik
: 125/72 mmHg
: 20x/menit
: 84x/menit
: 36C
Nadi (kali/menit)
76
84
10.55
11.00
11.05
11.10
123/72
115/71
119/70
155/72
80
78
82
80
Recovery
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan
diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score 8 dan tanpa ada
nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
tekanan darah
: 115/70 mmHg
nadi
: 83 kali/menit
saturasi oksigen
: 99%
:9
Kesadaran
Pernapasan
Sirkulasi
: baik
Warna
Aktivitas
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
10
11
melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada
masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui
harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka,
wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami
subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting
susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.
Faktor risiko:
1. Diabetes mellitus
Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor risiko utama,
beberapa faktor lain ternyata dapat meningkatkan risiko abses
payudara. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian di University
of Iowa, yang dipublikasikan dalam Journal of The American
College of Surgeons edisi Juli 2010.
2. Perokok berat
Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat
meningkatkan risiko abses payudara 6 kali lipat dibanding pada
wanita yang tidak merokok. Selain itu, rokok juga membuat peluang
kekambuhan melonjak hingga 15 kali lipat. Dari sejumlah pasien
yang mengalami kekambuhan, 60 persen di antaranya merupakan
perokok berat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan para pendeita
abses yang merokok untuk menghentikan kebiasaanya agar risiko
kambuh bisa dikurangi.
Dalam penelitian ini, para ahli melibatkan 68 wanita yang
mengalami abses payudara, termasuk 43 wanita perokok dan 9
12
B. TANDA GEJALA
1. Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
2. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
3. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Kadang-kadang keluar
cairan nanah melalui puting susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah
pada payudara adalah stafilokokus aureus dan spesies streptokokus.
4. Pada
lokasi
payudara
yang
terkena
akan
tampak
5.
6.
7.
8.
9.
dan subclavia.
C. DIAGNOSIS
Untuk memastikan diagnosisnya perlu dilakukan aspairasi nanahmya.
Differensial diagnosisnya galactoele, fibroadenoma dan carcinoma.
D. PENCEGAHAN
1. Perawatan Putting Susu Rata
13
Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui
adalah hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini,
Hoffmans exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles
sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu
jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit
dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini
di ulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beebrapa
kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu
mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah penarikan puting
susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat
kehamilan.
2. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah
menyusui.
3. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan
biarkan kering dengan sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau
vitamin A dan D)
4. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
5. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
6. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan
saluran,
14
Amnesia
2.
Arefleksia otonomik
3.
Analgesik
15
4.
16
1.
2.
3.
4.
5.
CARA PEMBERIAN
1.
Induksi anestesi
2.
3.
Suntikan berulang :
Sesuai kebutuhan : curetase
Diteteskan lewat infus :
Menambah kekuatan anestesi
17
18
Farmakodinamik
a. Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada
pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak
19
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi
pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik
sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
kendali
Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
c. Pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
20
21
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada
bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar.
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan propofol.
22
dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang
Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan
rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang
yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang
digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat
dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan
interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan
juga efek analgesik.
Farmakokinetik
a. Absorbsi
23
24
Mimpi buruk
25
26
20
IM
90
Rektal 25
Epidural
77
27
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur
pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi
dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan
tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan
diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti
yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal
saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus
dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada
trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler
meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat
simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.