Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Nasta Aulia Listi

NIM

: 14-MPA XXIX-B76

Mata Kuliah

: Audit Forensik

Dosen

: Drs. Sugiarto, M.Acc., MBA., Ak., CPA., CMA.

KASUS PT KIMIA FARMA Tbk


PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,7 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan.
1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr.Ludovicus Sensi W
selaku partner dari KAP HTM (Hans Tuanakotta & Mustofa) yang diberikan tugas untuk
mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei
2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang
jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember
2001.
b. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa
Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah
di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.
Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 Khusus huruf m Perubahan Akuntansi
dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan


dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain
dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a. Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan
tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari
laba bersih PT Kimia Farma Tbk.
b. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:
Unit Industri Bahan Baku
- Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar.
Unit Logistik Sentral
- Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar.
Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF)
- Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.
- Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
c. Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998Juni 2002 dengan
cara:

Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masingmasing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana
keduanya merupakan harga persedian yang telah diotorisasi oleh pihak yang
berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Harga persedian per 3 Februari
2002

merupakan

harga

persedian

yang

telah

disesuaikan

nilainya

(penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada


-

unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.


Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,

disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan
tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen
melakukan kecurangan tersebut.
d. Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti
melanggar:
- Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan.
e. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan
audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF:
- Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah
diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya
unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan
keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.
3. Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dikenakan sanksi administratif
berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001;
b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

c.
4. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik
atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31
Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan
pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan
itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar
modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor
mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,
karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif
atau tidak.
5. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara
untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan
kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001
sebesar Rp 132 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya Rp 99,56 miliar. Sehingga
diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per
30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam
pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai
bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 99,56 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan
keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya
kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.
6. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di
pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan
menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Buktibukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau
memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan
keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001.
Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui

adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia
Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan
keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun
buku 2001 menjadi Rp 99,56 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan
keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang
saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi
menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Sumber:
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2011/01/salah-saji-laporan-keuangan-pada-kasus.html
http://yudanurdiandani.blogspot.com/2012/10/etika-akuntan-studi-kasus-pt-kimia-farma.html
http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF

Anda mungkin juga menyukai