Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer
Tonsilitis dibagi menjadi dua yaitu tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut
merupakan

infeksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan

tonsillitis yang terjadi berulang kali. Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyrogen sebagai penyebab
terbanyak, selain itu dapat juga disebabkan oleh Corybacterium diphteriae, namun dapat juga
disebabkan oleh virus2
Tonsilitis adalah penyakit yang umum. Hampir semua anak mengalami setidaknya satu
episode tonsillitis. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia)
pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)
yaitu sebesar 3,8%2
Gejala klinis tonsilitis akut adalah tenggorok rasa kering, nyeri telan hebat dan mendadak,
demam yang sangat tinggi pada anak pada anak dapat menyebabkan kejang. Sedangkan pada
tonsilitis kronik berupa nyeri telan ringan dan rasa mengganjal. Pada pemeriksaan klinis
didapatkan tonsil membengkak, hiperemi, terdapat detritus, dan pembesaran kelenjar getah
bening jugulo digastrikus yang nyeri tekan.
Sangat penting mengetahui gejala dan tanda klinis tonsilitis untuk memberikan
penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi keluhan penderita dan mencegah penyebaran
dari penyakit tersebut. Selain itu juga untuk mencegah timbulnya komplikasi lokal seperti
OMA, abses peritonsil dan sistemik seperti endokarditis dan nefritis.
Dalam laporan kasus ini penulis melaporkan sebuah kasus mengenai pasien Nn. S,
perempuan berusia 23 tahun yang mengalami tonsilitis kronis yang menjalani rawat jalan di
RSD Mardi Waluyo Blitar (23 Mei 2012).
1.2 Rumusan Masalah
I.2.1

Bagaimana etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, komplikasi dan penatalaksanaan


tonsilitis?

I.3 Tujuan
I.2.1

Mengetahui etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, komplikasi dan penatalaksanaan


tonsilitis

I.4 Manfaat
1

I.4.1

Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu penyakit
THT pada khususnya.

I.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu THT

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah
epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang
ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsilaris
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masingmasing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring yang dibatasi oleh:

Lateral : m. konstriktor faring superior

Medial : ruang oropharynx

Anterior : m. palatoglosus

Posterior : m. palatofaringeus

Superior : palatum mole

Inferior : tonsil lingual


Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua

sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina lebih
padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan
di permukaan medial terdapat kripte. Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan
masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan
terjadi penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh modifikasi epitel skuamosa
berstratifikasi yang sama dengan epitel permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar
biasanya bertambah luas; hal ini membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong
brachial II. Secara klinik kripte dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum
karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas/debris, dan kuman. Permukaan lateral
tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul; walaupun
para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinik menyatakan bahwa
kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. 2,3

Gambar Anatomi Tonsila Palatina4,5

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris


eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a.
maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a. palatina desenden, a. lingualis dengan
cabangnya yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas
di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole.
Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior
menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian
luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.
palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole
dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 2,3
Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian
tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut
saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus
(N. IX). 2

Susunan kripte tubuler di bagian dalam menjadi salah satu karakteristik tonsila palatina.
Tonsila palatina memiliki 10 30 kripte dan luas permukaan 300 cm 2. Masing-masing kripte
tidak hanya bercabang tapi juga saling anastomosis. Bersama dengan variasi bentuk dan
ukuran folikel limfoid menyebabkan keragaman bentuk tonsil. Kripte berisi sel degenerasi
dan debris selular. Epitel kripte adalah modifikasi epitel skuamosa berstratifikasi yang
menutupi bagian luar tonsil dan orofaring. Derajat retikulasi (jumlah limfosit intraepitel)
epitel sangat bervariasi. Retikulasi epitel kripte berperan penting dalam inisiasi imun respon
pada tonsila palatina. Pada kripte antigen lumen diambil oleh sel khusus dari retikulasi epitel
skuamosa yang menyerupai membran sel intestinal peyers patches, atau yang dikenal sel M. 2
Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya
membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10
tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di semua
kompartemen tonsil. 2
Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil
merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu:

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif

sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik. 4

3.2 Definisi Tonsilitis


Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ),
tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanchs tonsil ). Penyebaran infeksi
melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak.1
Tonsilitis dibagi menjadi dua yaitu tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut
merupakan

infeksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan

tonsillitis yang terjadi berulang kali. 5 Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi dari
tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Mungkin serangan menjadi reda
tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali serangan akut dan tidak menjadi laten.
Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulangulang setiap enam
minggu hingga 3 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya
tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.
5

3.3 Etiologi Tonsilitis


Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus
viridans dan Streptococcus pyrogen sebagai penyebab terbanyak, selain itu dapat juga
disesbabkan oleh Corybacterium diphteriae, namun dapat juga disebabkan oleh virus.6 Faktor
predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi
kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif. 1
3.4 Epidemologi Tonsilitis
Tonsilitis adalah penyakit yang umum. Hampir semua anak mengalami setidaknya satu
episode tonsillitis. Di Amerika Serikat, antara 2,5% hingga 10,9% dari anak-anak dapat
didefinisikan sebagai carier. Prevalensi rata-rata carier dari anak sekolah untuk kelompok A
Streptococcus, penyebab dari radang amandel, adalah 15,9% dalam satu penelitian. Pada anak
sekolah usia 5-18 tahun di Amerika Serikat Streptococcus beta hemmoliticus group A
(SBHGA) didapatkan sebanyak 20-40%. Walaupun tonsilofaringitis akut dapat disebabkan
oleh berbagai bakteri, namun SBHGA mendapat perhatian yang lebih besar karena dapat
menyebabkan komplikasi yang serius, diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik,
penyakit sendi rematik, dan glomerulonefritis 7.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) ada tahun 19941996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar
3,8%2. Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang yang dilaporkan oleh Aritmoyo
(1978) sebanyak 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan Udaya
(1999) di RSUP Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998
menemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh kunjungan 8 .
3.5 Patogenesa Tonsilitis
Penularan terjadi melalui droplet. Terjadi radang pada folikel tonsil, timbul edema dan
eksudasi. Eksudat keluar ke permukaan, sehingga terjadi penumpukan pada kripte yang
disebut detritus. Hal ini terjadi pada infeksi kuman streptokokus.

1. Virus; 2. Bacteria;
3. Group A beta hemolytic
streptococcus

Tissue damage

Vasodilation

Release of chemical mediators


(histamine, prostaglandin,
leukotriene, complements, kinin)

Phagocytic
action

Edema

Occlusion of almost half of the


mouth

Swelling

1. Pain; 2.Fever; 3.Redness; 4.Exudates; 5.Sore throat; 6.Odynophagia; 7.Dysphagia; 8.Otalgia; 9. Dysphagia

Gambar. Patofisologi Tonsilitis Akut10


Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan patologis akibat
inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ lain. Hal ini dapat
terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke
bagian tubuh lainnya. 2
Pada tonsilitis kronis, karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik kripti ini diisi oleh detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil
dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak
proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula/kelenjar jugulo
digastrikus. 1
Tonsilitis fokal oleh virus atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip
dengan bagian lain tubuh yang dapat memacu imunitas seluler (cell-mediated) maupun
imunitas humoral sehingga terjadi komplek imun terhadap bagian lain tubuh seperti kulit,
mesangium ginjal dan mungkin sendi kostoklavikula. Struktur tonsil yang banyak tampaknya
merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan merangsang respon imun pada tonsil.

3.6 Gambaran Klinis Tonsilitis


3.6.1 Gejala dan tanda Klinis Tonsilitis Akut
Gejala klinis:9

Tenggorok rasa kering

Nyeri telan hebat dan mendadak, nyeri menjalar ke telinga Referred pain
7

Demam, pada anak dapat sangat tinggi dan menyebabkan kejang. Dapat
menyebabkan mual dan muntah, anak tidak mau makan

Tanda Klinis: 9
Plummy voice atau potato voice (suara seperti sedang mengulum kentang)
Foetor ex ore
Ptialismus
Tonsil udim, hiperemi, detritus
Ismus fausium menyempit
Palatum mole, arkus anterior dan arcus posterior udim, hiperemi
Kelenjar limfe membesar dan nyeri tekan
3.6.2 Gejala dan tanda Klinis Tonsilitis Kronis
Gejala Klinis: 9

Nyeri telan ringan, nyeri hebat pada eksaserbasi akut

Rasa mengganjal

Foetor ex ore

Buntu hidung ( ngorok ) jika adenoid membesar

Adenoid face

Gangguan pendengaran ( adenoid membesar )

Tanda Klinis: 9

Tonsil membesar, pada eksaserbasi akut tonsil hiperemi

Kripta melebar dan terisi detritus. Detritus keluar bila tonsil ditekan

Arkus anterior dan posterior hiperemi

Pada adenotonsilitis kronik, dapat terjadi adenoid face

Pada rinoskopi anterior fenomena palatum mole y

Tonsilitis akut

Tonsilitis kronik

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, mengukur jarak antara kedua
pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:12
T0 : Tonsil sudah dioperasi
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

3.7 Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis


Uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan
yang rendah seperti streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus,
atau Pneumokokus. 11
3.8 Diagnosa Banding Tonsilitis
Difteri tonsil pada pemeriksaan fisik didapatkan pseudomembran putih keabuan, melekat
erat, bila dilepas timbul perdarahan, meluas keluar dari tonsil. Didapatkan odem perifokal
kelenjar leher yang disebut bull neck.9
pseudomembr
detritus

an

Tonsilitis Difteri

Tonsilitis

3.9 Penatalaksanaan Tonsilitis


3.9.1 Non Farmakologi:9
1.

Mencegah penularan
9

tidak bergantian alat makan atau minum


tutup mulut atau hidung bila batuk atau bersin
2.

3.

Meningkatkan kondisi badan

olah raga teratur

makanan bergizi

Meningkatkan daya tahan lokal


menghindari iritan

3.9.2 Farmakologi
Tonsilitis Akut: 9

Analgesic antipiretik : asetosal, parasetamol 3-4x sehari 500 mg, 3-5 hari

Untuk kasus berat (sulit menelan), diberikan :


Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2jt IU/hari, im, diteruskan dengan Fenoksimetil penisilin 4 x
500 mg/hari secara oral. Pengobatan diberikan selama 5-10 hari

Untuk kasus ringan pengobatan langsung dengan Fenoksimetil penisilin 4 x 500 mg/hr
(anak : 7,5-12,5 mg/kgBB/dosis, 4xsehari), atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari (anak: 12,5
mg/kgBB/dosis, 4 x sehari). Diberikan selama 5-10 hari

Bila terjadi komplikasi abses peritonsil/parafaring, dilakukan insisi


Atau penatalaksanaan tonsillitis akut menurut Hoetomo dkk adalah : 14

Istirahat, makan lunak, minum hangat

Obat kumur

Analgesik/antipiretik : paracetamol 3-4 x 500 mg (jika perlu)


(Anak-anak : 10 mg/kgBB/doosis)

Antibiotik (pada tonsilitis karena streptoccus) :


Phenoximethyl penicilin 4x500 mg/hari, 5-10 hari
(anak-anak : 7,5-12,5 mg/kgBB/dosis, 4 x sehari)
Bila alergi terhadap penicillin dapat diganti makrolid (eritromisin, spiramisin,
azitromisin).
Eritromisin 4 x 500 mg/hari, 5-10 hari (anak-anak : 12,5 mg/kgBB/dosis, 4 x sehari)
Penyembuhan : 5-7 hari.

Tonsilitis Kronis:
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat kumur,
obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan
tonsilitis kronis eksaserbasi akut seperti pada tonsilitis akut.
10

Secara umum penatalaksanaan tonsilektomi antara umur 0-11 tahun pada tonsilitis
kronis yang reversibel tidak dilakukan operasi, dan pada yang irreversibel dilakukan operasi.
Sedangkan pada pasien yang menderita tonsilitis kronis yang berusia lebih dari 11 tahun (bila
sering kambuh dan membesar) penatalaksanaannya dilakukan operasi.15
3.9.3 Operasi Tonsilektomi13
a. Batasan tonsilektomi
Tonsilektomi adalah tindakan pembedahan untuk membuang satu tonsil atau
keduanya.
b. Indikasi tonsilektomi
Indikasi umum : jika tonsil menjadi sumber infeksi dimana resiko terhadap tubuh lebih
besar dari pada resiko operasi, dapat mulai umur 3-60 tahun.
Indikasi khusus :
1. Tonsilitis akut residivans, yang kambuh 4-5 kali setahun
2. Tonsilitis akut komplikasi (abses peritonsil, parafaring, sepsis)
3. Tonsilitis kronis dengan eksaserbasi akut
4. Tonsil sebagai carier seperti pada difteri tonsil
5. Tonsil sebagai fokal infeksi (arthritis, glomerulonephritis, SBE)
6. Tonsil permagna
7. Tumor benigna tonsil
c. Kontra indikasi
1. Infeksi akut saluran nafas, resiko pada anestesi, kardiovaskuler, respirasi
2. Penyakit-penyakit darah terutama hemofilia, trombositopenia
3. Anemia, diobati dulu sampai Hb > 10 gr.%
4. DM, diregulasi dulu
5. TBC aktif
6. Kelainan jantung / ginjal
7. Epidemic poliomyelitis
8. Umur < 3 tahun karena bila sirkulasi darah meningkat dapat terjadi perdarahan
9. Hamil : bila terpaksa minggu ke 13-25, resiko anestesi pada fetus
10. Pada keadaan menstruasi dianggap beresiko perdarahan yang lebih besar, bila
dipandang dari sudut pasien lebih menyenangkan bila operasi dilakukan di luar
periode menstruasi.
Untuk infeksi akut jalan napas bagian atas paling tidak 2 minggu sesudah sembuh, karena :
a) Tindakan anestesinya beresiko untuk menyebarkan infeksi jalan napas bawah
11

b) Beresiko perdarahan yang lebih besar


b. Komplikasi Tonsilektomi
Yang tersering adalah perdarahan, bisa primer bila terjadi dalam 24 jam pertama paska
bedah, ataupun perdarahan sekunder bila terjadi setelah > 24 jam. Gardner menyimpulkan
bahwa dengan posisi rose, fossa tonsilaris bagian bawah lebih jelas tapi kemungkinan dapat
melukai arteri fasialis saat dijahit, yang dapat mengakibatkan perdarahan sekunder berulang.
Komplikasi lain adalah kerusakan / perlukaan uvula, palatum mole, lidah, dinding faring,
gigi, fraktur procesus styloideus, otitis media, phlegmon pada leher, atelektasis, bronchitis,
pneumonia, abses paru, meningitis, abses otak, cavernosus sinus thrombosis, emfisema
mediastinalis, dan komplikasi dari anesthesinya sendiri. Emfisema mediastinalis terjadi
karena udara melalui fossa tonsilaris yang terbuka, masuk kedalam facial planes dari leher,
sepanjang trachea terus masuk ke dalam mediastinum.
3.10 Komplikasi Tonsilitis
Tonsilitis Akut :1

Pada anak-anak dapat terjadi otitis media akut

Abses peritonsil

Abses parafaring

Sepsis

Bronchitis

Nephritis akut, miokarditis, arthritis

Tidur mendengkur, sulit tidur

Tonsilitis Kronis
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,
iridosiklitis, dermatitis, pruritus, utrikaria dan furunkulosis. 1

12

BAB III
STATUS PASIEN
2.1

Identitas Pasien

NAMA
UMUR
ALAMAT
PEKERJAAN
BERAT BADAN
KESADARAN
GCS

: Nn. S
: Perempuan
: Sanan Wetan , Blitar
: Mahasiswi
: 50
KG, TENSI : 120 /80 mmHg, TEMPERATUR : 37 C
: Composmentis
:456

2.2 Keluhan Utama


Anamnesa :

: Nyeri telan

Pasien datang ke Poli THT RSD Mardi Waluyo pada 23 Mei 2011 mengeluh nyeri menelan
amandel terasa membesar dan kambuh-kambuhan sejak 3 tahun yang lalu. Dalam 1 bulan dapat
kambuh 2-3 kali dan dalam 1 tahun bisa kambuh lebih dari 6 kali. Bila kambuh disertai panas badan,
batuk, pilek, terasa nyeri tenggorokan, tenggorokan terasa kering, susah menelan, terasa mengganjal,
dan terkadang terasa sampai sesak nafas, mulut terasa lebih bau, terasa banyak air liur yang keluar
namun perasaan untuk menelan air liur dan dahak menurun, nafsu makan menurun, suara serak dan
sengau, tidur mengorok. Keluhan terasa setelah mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan
berminyak. Keluhan juga dapat timbul apabila pasien merasa kelelahan.
Pada 2 minggu yang lalu didapatkan riwayat nyeri telinga kiri (+), telinga kiri terasa seperti
ada suara mendengung (+), keluar cairan dari telinga (-), riwayat nyeri kepala cekot-cekot (+) sinusitis
(+) yang sudah di terapi uap, dan keluhan tersebut sudah berkurang setelah berobat ke dr. spesialis
THT.
Saat ini pasien mengaku keluhan sudah berkurang, tidak mengalami batuk dan pilek juga tidak
mengeluhkan panas badan. Riwayat menggosok gigi (+) minimal 2 kali sehari, gigi berlubang (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengalami keluhan yang sama sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat nyeri telinga (+),
sinusitis (+) 2 minggu yang lalu. Riwayat keluar cairan dari telinga (-). Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit DM, hipertensi, dan asma.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki keluhan seperti keluhan pasien. Adanya riwayat penyakit DM,
hipertensi, dan asma pada anggota keluarga pasien disangkal.
Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman, atau obat-obatan

13

Riwayat pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya (2 minggu yang lalu) ke dokter spesialis THT.

Usulan
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosa Utama
Differential
Diagnosa
Plan Terapi

Swab Tenggorokan

Tonsilitis Kronis T3/T3


Adenotonsilitis Kronis
1. Analgesik dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3 x 500 mg
(jika perlu)
2. Vitamin, untuk menjaga kondisi tubuh
3. Pro Tonsilektomi

Plan Komunikasi Dengan komunikasi dua arah antara pemeriksa dan pasien diharapkan
Informasi
Edukasi

Evaluasi

pengobatan terhadap penyakitnya dapat tercapai secara maksimal.


Menjelaskan tentang perjalanan penyakit pasien, kemungkinan
komplikasi bila tidak dioperasi dan kemungkinan setelah dioperasi
amandelnya.
Memberi pengetahuan tentang makanan yang harus dihindari
dan yang sebaiknya dikonsumsi sehingga diharapkan tidak
terjadi kekambuhan pada penyakit yang diderita.
Memberi penjelasan tentang pola makan dan minum paska
operasi (5 hari bubur cair, 5 hari berikutnya bubur kasar,
selanjutnya makan biasa melihat kondisi local paska operasi).
Monitoring perdarahan paska operasi
Monitoring pola makan dan minum 5 hari pertama, 5 hari
berikutnya dst.
Monitoring nyeri telan dan kondisi lokal paska operasi

BAB IV
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
14

1. Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan nyeri
menelan dan pembesaran amandel sejak 3 tahun yang lalu. Dalam 1 bulan dapat
kambuh 2-3 kali dan dalam 1 tahun bisa kambuh lebih dari 6 kali.. Bila kambuh terasa
nyeri tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa
setelah mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan berminyak. Keluhan juga
dapat timbul apabila pasien merasa kelelahan. Riwayat mengorok (-). Riwayat
menggosok gigi (+). Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga
tidak mengeluhkan demam.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan pada telinga kiri
maupun telinga kanan pasien, begitu pula dengan pemeriksaan rinoskopi anterior,
tidak didapatkan adanya kelainan pada hidung kiri maupun kanan pasien. pada
pemeriksaan tenggorok, didapatkan adanya pembesaran tonsil berukuran T3-T3,
dimana tonsil memenuhi ronga orofaring sebanyak 50%-75% dari arkus anterior. Pada
permukaan tonsil didapatkan ada pelebaran kripte, tidak ditemukan hiperemis pada
permukaan tonsil, hal ini menandakan telah terjadi inflamasi kronis pada tonsil
tersebut.
3. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapatkan, mendekatkan
kepada diagnosis tonsilitis kronis. Dari anamnesis didapatkan kemungkinan yang
menjadi fakor predisposisi terjadinya tonsilitis pada pasien ini adalah rangsangan dari
jenis makanan tertentu dan kelelahan fisik.
4. Pada kasus ini, diusulkan untuk tonsilektomi elektif dengan cara disseksi
menggunakan general anastesi. karena pada pasien tersebut terdapat indikasi
tonsilektomi, yakni serangan tonsilitis lebih dari tiga kali dalam setahun, walaupun
telah diterapi secara adekuat. Selain itu, pada pasien juga diberikan obat-obatan
simtomatik untuk mengurangi keluhan yang timbul serta vitamin untuk menjaga daya
tahan tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmardjono & Soepardi, 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Hal. 223-224. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
15

2. Amarudin,Tolkha dan Christanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. CDK THT
vol.

34

no.

2/155

Tahun

2007.

Hal.61-68.

Available

from

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_155_THT.pdf
3. Ballantyne J, Groves J. Acute infection of the pharynx and tonsil. Scott Browns
Otolaryngology. 5th ed. Butterworth. London, Sydney. Durban Toronto: 1987. 76 98.
4. Wanri. 2007. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas
Kedokteran

Universitas

Sriwijaya

Palembang

2007.

Available

from :http://klikharry.files.wordpress.com/2007/09/tonsilektomi.pdf
5. Sjamsuhidajat ; R & Jong, W.D. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta ; EGC
6. Mansjoer, et all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
7. Shah, K. Udayan. 2009. Tonsolitis and Peritonsilar abcess. Available from :
http://emedicine.medscape,com/article-overview.
8. Farokah. 2005. Laporan Penelitian : Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar
Siswa

Kelas

II

Sekolah

dasar

di

Kota

Semarang.

Available

from

http://eprints.undip.ac.id/12393/1/2005FK3602.pdf
9. Azwar.Kuliah Penyakit Dasar Tenggorokan.Lab/SMF Ilmu Penyakit THT FK UNSYIAH
RSUZA. Diakses pada 25 Mei 2012
10. CORRAL, Priscilla Chantal M.2010.Case Study: Acute Tonsillo Pharingitis Exudative.
Capitol Medical Center Colleges Inc
11. Soepardi AE. Iskandar N.2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, FKUI, Jakarta,; 180-183
12. Saputri A.D, Laksmana R.D. Dagnosa Dan Penatalaksanaan Tonsilitis Kronis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT KL RSUD Semarang
13. Trijono Erie. 2005. Kumpulan Makalah di Bidang THT. BPK RSD Mardi Waluyo Kota
Blitar
14. Soepriyadi, Rukmini S, Harmadji S.2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF THT
RSU Dokter Soetomo Surabaya
15. Diktat Kuliah THT. 1994. Sie Bursa Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya

16

Anda mungkin juga menyukai