Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIUS ULNA


Disusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency

Disusun oleh :
Nur Fitria
125070209111018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa

: Nur Fitria

NIM

: 125070209111018

Masalah Utama

: Fraktur Radius Ulna

I.

Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya.

Fraktur radius ulna adalah fraktur yang mengenai tulang radius ulna
karena rudapaksa termasuk fraktur dislokasi proximal atau distal
radioulnar joint (Fraktur Dislokasi Galeazzi dan Montegia).
Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau

subluksasi sendi radioulnar distal.


Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai
dislokasi ke anterior dari kapitulum radius

II.

Epidemiologi
Sebagian besar negara di dunia mengalami epidemi trauma tetapi
peningkatan jumlah yang tinggi terjadi di negara yang sedang
berkembang. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan
bermotor menyebabkan laju jumlah korban dan kematian korban trauma.
Banyak fasilitas kesehatan di perifer tidak mampu menangani banyak
korban sekaligus dari kecelakaan yang melibatkan bis penumpang atau
bencana lainnya. Beberapa perbedaan besar antara negara-negara
berpenghasilan tinggi dan yang rendah mendesakkan adanya kursus
primary trauma care ini karena :
Jauhnya jarak yang harus ditempuh korban untuk mencapai rumah
sakit dengan fasilitas medic yang memadai
Lamanya waktu yang dibutuhkan korban untuk mencapai rumah sakit
Tidak adanya peralatan canggih dan penyediaan obat-obat yang
penting
Tidak adanya tenaga kesehatan terdidik untuk menjalankan alat
medic dan merawatnya

III.

Klasifikasi
Fraktur dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
Fraktur terbuka
Merupakan ujung tulang yang menembus kulit. Ujung tulang yang
patah sangat tajam dan berbahaya bagi jaringan sekitarnya, karena
saraf dan pembuluh darah yang berada di dekat tulang seringkali
terkena. Lesi neurovaskuler ini dapat terjadi karena laserasi oleh
ujung tulang atau karena peningkatan tekanan akibat pembengkakan
atau hematom
Fraktur terbuka digradasi menjadi :
Grade 1 dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya
Grade 2 lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
Grade 3 yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan derajat yang paling berat.
Fraktur tertutup

Fraktur tertutup dapat sama bahayanya dengan patah tulang


terbuka karena cidera jaringan lunak seringkali menyebabkan
perdarahan yang cukup signifikan. Perlu diingat bahwa setiap ada
robekan kulit disekitar fraktur harus dianggap sebagai pintu masuk
untuk terjadinya kontaminasi kuman.
Terdapat beberapa tipe fraktur yang berat :
Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tangan melintang
Oblique yaitu fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang
Spiral yaitu fraktur memuntir seputar batang tulang
Kominutif yaitu fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa

fragmen
Depresi yaitu fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
Kompresi yaitu fraktur dimana tulang mengalami kompresi
Patologik yaitu fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
Avulse yaitu tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon

pada perlekatannya
Impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong kef ragmen
tulang lainnya
IV.

Etiologi
1. Benturan langsung ke area radius dan ulna
2. Jatuh dari ketinggian dan bertumpu pada telapak tangan
3. Osteoporosis pada masa pasca menopause

V.

Patofisiologi
Etiologi :
Benturan
Jatuh
osteoporosis
Cidera / trauma /
injuri pada area
radius dan ulna

Tulang dan
sendi pindah
posisi

Kerusakan
tulang, sendi,
dan jaringan
sekitarnya

VI.

Jaringa
n lunak

Merusak
kulit

gg.
kontro
l suhu
Resiko
infeksi

Disfungsi
struktur
sekitar
Fungsi
otot

Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Edema
3. Memar/ekimosisgg. pertukaran
Robek
Menekan
4. Spasme otot
gas
5. Penurunan sensasi
6. Gangguan fungsi
7. Krepitasi
Sumsu8. Deformitas
Pembulu
Pemb.dara
Sumsum
sara
m
h darah
h
tulang
f
VII.
Penyembuhan Fraktur.
tulang
Disfungsi
1.
Rekognisi.Obstruksi
Konduksi
neurovas
Yaitu pengenalan mengenai diagnosa
pada
tempat
kejadian
kecelakaan
aliran arteri
saraf
Perdaraha
kuler
terputus
dan kemudian
dites.
n
2.
Reduksi.
Relay
Yaitu suatu usaha atau tindakan manipulasi fragmen tulang yang patah
Oksigena
impuls
Denyut
sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
gg.
si
arteri
Immobilisasi / retensi
reduksi.
cairan 3.
Gg,
Akral
tubuh
gg.
integritas
dingin
Iskemia
siano
nyeri
fungsi
jaringan
jar.
si
sensori
Capillary
nekrosis
k motor
refill

Mempertahankan reduksi dimana harus melewati sendi diatas fraktur


4.

dan dibawah fraktur.


Rehabilitasi.
Suatu aktivitas yang secara progresif dilakukan hal ini dimudahkan
dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi
sendi.

VIII.

Tahap Penyembuhan Tulang.


1. Stadium pembentukan hematom.
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir yang

berasal dari pembulu darah yang robek.


Hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar.
Terjadi sekitar 1 2 hari.

2. Stadium proliferasi sel.


-

Sel-sel ber proliferasi dari lapisan dalam periostium .


Hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar.
Terjadi sekitar 1 2 hari.

3. Stadium pembentukan kallus.


Osteoblast membentuk tulang lunak.
Kalus memberi rigiditas pada fraktur.
Jika terlihat masa kallus pada X ray berarti fraktur telah

menyesal.

Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.

4. Stadium konsolidasi.
-

Kallus mengeras terjadi proses konsolidasi, fraktur

teraba telah menyatu.


Secara bertahap terjadi tulang matur.
Terjadi pada minggu ke 3 sampai 10 setelah
kecelakaan.

5. Stadium remadeling.
-

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada

lokasi eks fraktur.


Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoblast.
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada
tanda penebalan tulang

IX.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Tulang.


1.
-

Menghambat penyambungan.
Luar fraktur.
Reposisi yang tidak memadahi.

Immobilisasi yang tidak memadahi ditinjau dari segi waktu

maupun luar immobilisasi.


Sepsis atau tindakan pembedahan.

2. Mencegah terjadinya penyambungan.


X.

Interposisi jaringan lunak .


Immobilisasi yang tidak memadahi.
Traksi yang berlebihan.
Infeksi.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang,

pemeriksaan

yang

penting

adalah

pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan


gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal-hal yang harus dibaca pada x-ray :
Bayangan jaringan lunak
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray, mungkin perlu teknik khusus seperti :
Tomografi
Myelografi
Arthrografi
CT-scan
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium serum dan fosfor

serum

meningkat

pada

tahap

penyembuhan tulang
Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase
Aspartat amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang
XI.

Penatalaksanaan
1. Pemasangan Bidai

Tujuan pemasangan bidai adalah untuk imobilisasi. Pada fraktur,


imobilisasi akan mengurangi gerakan fragmen fraktur, mengurangi
rasa nyeri, mencegah cedera lebih lanjut dan juga mengurangi
perdarahan.
Prinsip pemasangan bidai :
Bagian ekstremitas yang cedera harus tampak seluruhnya
Pakaian harus dilepas
Periksa nadi dan fungsi sendorik distal dari tempat fraktur sebelum
dan sesudah pemasangan splint
Bila mungkin periksa gerakan ekstremitas distal dari fraktur, atau
amati gerakan pada pasien yang tidak sadar
Jika ekstremitas tampak sangat membengkok dan nadi tidak ada,
coba luruskan dengan tarikan secukupnya. Bila terasa ada
tahanan jangan teruskan, pasang splint pada posisi tersebut
Luka terbuka harus ditutup dengan kasa sebelum splint. Pasang
splint melewati 2 sendi
Pasang kapas/bantal secukupnya terutama pada bagian tulang
yang menonjol
Jangan memasukkan tulang yang keluar ke dalam lagi. Tutup
bagian tulang yang keluar dengan kasa steril sebelum dipasang
splint
Bila ada cedera lain yang mengancam jiwa, splint dapat dipasang
setelah pasien dipindahkan. Namun bila cederanya ringan, pasang
splint dahulu sebelum pasien dipindahkan
Jika ragu-ragu adanya cedera, pasang splint pada daerah yang
dicurigai
2. Splinting / Spalk
Tujuannya adalah untuk mencegah pergerakan tulang yang patah.
Ujung tulang yang patah mengiritasi saraf, menyebabkan rasa nyeri
yang sangat hebat. Splinting tidak hanya mengurangi rasa nyeri
tetapi juga mengurangi kerusakan otot lebih lanjut, saraf, pembuluh
darah dengan mengurangi pergerakan tulang yang patah.
3. Reposisi / Reduksi
Jenis-jenis reposisi yaitu :
1. Manipulasi atau close reduction
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang
dan bentuk. Close reduction dilakukan dengan anestesi local
ataupun umum.
2. Open reduction
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan.
Sering dilakukan dengan internal fiksasi menggunakan kawat,

screwz, pins. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi


dan komplikasi berhubungan dengan anestesi. Jika dilakukan
open reduction fiksasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan
ada indikasi untuk melakukan ROM
4. Kontrol Nyeri
Trauma musculoskeletal umumnya sangat nyeri. Oleh karena itu,
selain pemasangan bidai diperlukan pemberian analgesic. Sebaiknya
dilakukan pemberian analgesic secara intravena.
XII.

Pencegahan
1. Gunakan perlindungan pergelangan tangan pada olahraga seperti
sepak
2. Mempromosikan pengendalian mengemudi kendaraan bermotor
3. Beristirahat dari ketegangan aktivitas yang berulang

XIII.

Komplikasi
1. Shok.
Rasa nyeri yang timbul pada fraktur yang baru terjadi menimbulkan
keadaan shok neurogenik disamping terjadi shok sekunder yang terjadi
akibat kehilangan darah kedalam jaringan lunak.
2. Luka-luka yang terjadi bersamaan.
Trauma capitis yang berat, kerusakan paru-paru trauma abdomen sering
kali terjasi pada kecelakaan.
3. Crush syndroma.
Kegagalan hepatorenal yang terjadi pada penderita dengan trauma yang
mengakibatkan penghancuran yang luar dan devitalisasi otot otot
pembuluh darah.
4. Emboli lemak.
Merupakan akibat penyebaran mekanis dari globulin lemak dan letak
fraktur.
5. Trombosis venosa.
Terjadi pada minggu-minggu pertama sesudah trauma trombosis sering
terjadi pada vena yang dalam betis.
6. Emboli pulmunum.
Terjadi karena trombhosis vena profundda di ekstrimitas.
7. Komplikasi local fraktur.
Dapat berupa vaskuler dan komplikasi vaskuler kasep.
8. Komplikasi lanjut pada tulang.
Mal union, penyambungan yang kasep, non union.
9. Gangguan persendian.
Adanya kerusakan pada permukaan persendian.
10. Kerusakan syaraf.
Terjadi akibat konvusi atau trauma setempat.
11. Kerusakan epiphyseral.

Pertumbuhan yang lambat oleh karena pengaruh pembuluh vaskuler


yang sekunder dapat menyebabkan timbulnya gangguan pertumbuhan
dikemudian hari.
12. Kerusakan jaringan lunak.
Dapat terjadi disekitar fraktur berhubungan dengan frakturnya
13. Kerusakan tendon.
Ruptur tendon dapat terjadi dengan adanya pergeseran.
14. Komplikasi pada kulit.
Lepuh yang terjadi akibat edema yang terjadi bersama-sama trauma.
15. Atropi akut.
Dapat terjadi setelah fraktur yang mengenai tangan dan kaki dengan
kekakuan jari, hyperesthesia dan osteophorosis.
XIV.

Prognosis
Fraktur radius ulna bila segera ditangani dengan baik memiliki
prognosa yang baik (dubia ad bonam).

XV.

Pengkajian.
1. Data Subyektif.
- Data biografi, umur dan jenis kelamin.
- Pengkajian dilakukan berfokus pada adanya nyeri, kekakuan,
kelemahan, kram, kemerahan, deformitas, terbatasnya ROM,
munculnya sensasi abnormal.
- Cara PQRST.
Provokatif/poliatif (apa penyebabnya dan apa yang membuat
keluhan bertamba ringan/berat).
Quality/Quantiti (bagaimana rasanya, kelihatan).
Region/Radiation (dimana, untuk apakah menyebar).
Saverity (apakah mengalami gangguan aktivitas sehari-hari).
Timing (kapan mulainya, seberapa sering, bagaimana munculnya).
- Riwayat kesehatan.
a. Riwayat sistim muskuloskeletal.
b. Riwayat dirawat di RS.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
d. Riwayat diit.
- Aktivitas sehari--hari.
a. Kondisi klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Jenis pekerjaan.
c. Permasalahan yang dapat diketahui.
2. Data Obyektif.
a.
Gambaran umum.
- Keadaan umum : V-5, kesadarannya.
- Pemeriksaan scr umum dari kepala, leher, dada, perut, kelamin,
b.
-

ekstrimitas, tulang belakang.


Pengkajian fisik keadaan local.
Inspeksi -- gaya jalan, postur tubuh, sikatrik, fistualisasi,
warna kemerahan, hyperpigmentasi, bengkak.

Palpasi -- dimulai dari posisi anatomi, perubahan suhu, nyeri


tekan,

krepitasi,

tonus

otot

waktu

relaksasi,

status

neurovaskuler.
Pergerakan -- catat adanya keluhan nyeri, ROM, gerakan

c.

tubuh.
XVI.

Masalah Keperawatan.

1. Resiko tinggi terhadap trauma ( tambahan ) berhubungan dengan


kehilangan integritas kulit / fraktur.
Tujuan : Stabilisasi terjaga shg fraktur kembali posisinya.
Kriteria :

Klien mampu mendemonstrasikan gerak tubuh yang ditunjang


oleh stabilisasi lokasi fraktur.

Terbentuk formasi kallus.


Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring ( ekstrimitas sesuai indikasi ).
Rasionalisasi meningkatkan stabilitas, menurunkan

gangguan

posisi.
2. Letakkan papan pada tempat tidur.
Rasional tempat tidur yang lembut dapat membuat deformasi gips
yang

masih

basah,

mematahkan

gips

yang

masih

basah,

mematahkan gips yang sudah kering.


3. Sokong fraktur dengan bantal.
Rasional menccegah gerakan yang tidak perlu, untuk mencegah
deformitas.
4. Evaluasi pembebatan ekstrimitas terhadap resolusi edema.
Raional
memberikan
imobilisasi
fraktur
dimana

terjadi

pembengkaan jaringan yang berlebihan.


5. Perhatikan posisi / integritas traksi.
Rasional traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur
tulang untuk mengatasi tegangan otot untuk memudahkan poisi
yang nyaman.
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot.
Tujuan : nyeri hilang.
Kriteria : klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas / tidur, istirahat
dengan tepat.
Intervensi :
1. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasionalisasi menghilangkan nyeri untuk mencegah kesalahan
posisi tulang / jaringan yang cidera.
2. Tinggikan untuk dukung ektrimitas yang terluka.

Rasional meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema untuk


mengurangi nyeri.
3. Hindari penggunaan sprei / bantal plastik dibawah ekstrimitas dalam
gips.
Rasional dapat meningkatkan
4. Evaluasi pembebatan ekstrimitas terhadap resolusi edema.
Raional
memberikan
imobilisasi
fraktur
dimana

terjadi

pembengkaan jaringan yang berlebihan.


5. Perhatikan posisi / integritas traksi.
Rasional traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur
tulang untuk mengatasi tegangan otot untuk memudahkan poisi
yang nyaman.
6. Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional memungkinkan pasien untuk mulai secara mental untuk
aktivitas

juga

berpartisipasi

dalam

mengontrol

tingkat

ketidaknyamanan.
7. Lakukan dan awasi latihan gerak aktif / pasif.
Rasional mempertahankan kekuatan / mobilitas otot yang sakit
untuk memudahkan resolosi inflamasi pada jaringan yang cidera.
8. Berikan alternatif tindakan untuk kenyamanan.
Rasional meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan
local
9. Ajarkan tekhnik managemen nyeri, latihan nafas dalam sentuhan
terapiutik.
Rasional memfokuskan kembali perhatian meningkatkan rasa
kontrol, untuk dapat meningkatkan kemampuan koping dalam
managemen nyeri mungkin menetap untuk untuk periode lama.
10. Kolaburasi pemberian obat sebelum perawatan aktifitas.
Rasional meningkatkan relaksasi otot untuk meningkatkan
partisipasi.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria : teraba nadi, akral hangat, V 5 stabil, saluran urine adekuat.
Intervensi :
1. Lepaskan asesoris yang ada pada ekstrimitas yang sakit.
Rasional dapat membendung sirkulasi bila terjadi oedema.
2. Evaluasi kualitas nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi
bandingkan dengan yang sakit.
Rasional penurunan / tidak adanya nadi dapat menunjukkan cidera
vaskuler dan perlu adanya evaluasi medik segera terhadap status
sirkulasi.
3. Kaji daerah kapiler, warna kulit, kehangatan distal pada fraktur.
Rasional tambahnya harus cepat, warna kulit yang cyanosis

4. Lakukan pengkajian neuromuskuler.


Rasional gangguan perasaan kesemutan,

peningkatan

atau

penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat.


5. Kaji jaringan sekitar gips, selidiki rasa terbakar dibawah gips.
Rasional factor disebabkan tekanan jaringan /iskemia, menimbulkan
kerusakan / nekrosis.
6. Perhatikan keluhan nyeri ekstrimitas untuk tipe cidera / peningkatan
nyeri pada gerakan pasif ektrimitas.
Rasional adanya edema menyebabkan gangguan aliran darah
sehingga perlu dilakukan intervensi untuk memperbaiki sirkulasi.
7. Perhatikan tanda ischemia ekstrimitas secara tiba-tiba.
Rasional dislokasi fraktur sendi dapat disebabkan kerusakan arteri
yang berdekatan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
8. Latih pasien untuk secara rutin latihan jari / sendi distal, ambulasi
dini sesegera mungkin.
Rasional meningkatkan sirkulasi untuk menurunkan penggumpalan
darah khususnya pada ekstrimitas bawah.
9. Observasi adanya nyeri tekan, pembengkaan.
Rasional terdapat peningkatan potensial untuk thromboplebitis pada
pasien immobilisasi selama 5 hari atau lebih.
10. Observasi V 5, perhatikan tanda-tanda cianosis, kulit, perubahan
mental.
Rasional ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi
sistim perfusi jaringan.
11. Kolaburasi dengan tim kesehatan lain.
Rasional menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang
dapat mengalami gangguan sirkulasi.
4. Resiko tinggi terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
aliran darah.
Tujuan : mempertahankan fungsi pernafasan adekuat.
Kriteria : Tidak ada dipsneu, tidak cianosis, frekuensi pernafasan dalam
( 18 20 X/menit ), BTA normal.
Intervensi :
1. Awasi frekuensi pernafasan agar upaya pernafasan, penggunaan
otot Bantu, retraksi intercostae.
Rasional adanya tanda-tanda terhadap gangguan, menunjukkan
distress pernafasan yang luas.
2. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan adanya kenyamanan, adanya
bunyi nafas tambahan.
Rasional Perubahan bunyi sampai dalamnya pernafasan menjadi
indicator terjadi komplikasi pada pernafasan.
3. Atasi jaringan cidera tulang dengan lembut.
Rasional mencegah terjadi emboli lemak yang erat hubungannya
dengan fraktur khususnya tulang panjang sampai pelvis.

4. Beri motivasi untuk membantu dalam latihan nafas dalam dan


batuk.
Rasional meningkatkan ventilasi alveolar sampai perfusi.
5. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, stupor.
Rasional gangguan pertukaran gas ( adanya emboli paru ).
6. Kolabolari pemberian oksigen, awasi hasil laborat, untuk berobat
sesuai indikasi.
Rasional meningkatkan sediaan oksigen untuk oksigenasi optimal
jaringan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada daerah fraktur.
Tujuan : meningkatkan mempertahankan mobilitas fisik.
Kriteria : Kemampuan melakukan aktivitas melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji derajat mobilisasi yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan
dan perhatikan persepasi pasien terhadap mobilisasi.
Rasional pasien dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik
actual, sehingga perlu informasi untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.
2. Dorong partisipasi aktivitas relaksasi.
Rasional memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, menurunkan isolasi social.
3. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic, bila mungkin,
bila traksi untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
4. Bantu dorong untuk perawatan dini.
Rasional meningkatkan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol
pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan dini.
5. Bantu dalam melakukan mobilisasi.
Rasional mobilisasi dini menurunkan komplikasi fital, baring dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
6. Monitor V-5 dalam melakukan aktivitas.
Rasional hipotensi postural merupakan masalah umum pada pada
bedrest lama dan perlu adanya intervensi yang sesuai.
7. ubah posisi secara periodic.
Rasional mencegah terjadinya komplikasi kulit dan pernafasan.
8. Dorong intake cairan.
Rasional mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan infeksi
urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
9. Kolaburasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional membuat aktivitas individual sesuai program latihan.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pemasangan traksi, pen atau skrup.
Tujuan : mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria : Ketidaknyamanan hilang, penyambungan sesuai waktu.
Intervensi :

1. Kaji kuat untuk luka terbuka, kemurahan, perdarahan.


Rasional memberi informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah
yang mungkin disebabkan oleh alat traksi, gips / pembentukan
oedema yang butuh intervensi lebih lanjut.
2. Masage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tanda-tanda
kering dan bekas kerutan.
Rasional menurunkan tekanan pada area yang paling beresiko
terjadi kerusakan kulit.
3. Ubah posisi secara periodic.
Rasional posisi yang tidak tepat sebabkan cidera kulit.
4. Lakukan perawatan terhadap tindkan yang dilakukan ( traksi, rawat
luka ).
Rasional menurunkan resiko terhadap komplikasi lebih lanjut.
7. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria : Penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainage purulen,
tidak demam, iritema.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi / diskontiunitas.
2. Kaji keluhan peningkatan nyeri.
3. Beri perawatan steril sesuai protocol.
4. Kaji tonus otot, reflek tendon.
5. Monitor adanya nyeri tiba-tiba, keterbatasan gerak, edema.

Anda mungkin juga menyukai