NIM
Shift
Kelompok
Tugas Khusus
: Ahmad Zarkasyi
: 03121403051
: B / Selasa (13.00)
: 2 (Dua)
mengubah
minyak
dasar
diinginkan
dan
membuangasam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak
sayur
langsung,
biodiesel
memiliki
mirip
dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam
banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel
petroleum,
meningkatkan
bahan
bakar
diesel
petrol
murni
ultra
merupakan
kandidat
yang
paling
baik
untuk
menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia,
karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan
diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan
menggunakan infrastruktur zaman sekarang. Penggunaan dan produksi biodiesel
meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun
dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat
semakin
banyaknya
penyediaan
biodiesel
produksi biodiesel karena bersifat terbarukan, dapat diproduksi dalam skala besar
dan ramah lingkungan. Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak
menggunakan katalis homogen, seperti asam dan basa. Penggunaan katalis
homogen ini menimbulkan permasalahan pada produk yang dihasilkan, misalnya
masih mengandung katalis, yang harus dilakukan separasi lagi (Buchori dan
Widayat, 2009 dalam Aziz, dkk., 2012). Selain itu penggunaan katalis basa juga
dapat menimbulkan reaksi samping yaitu reaksi penyabunan sehingga
mempengaruhi proses pembuatan biodiesel (Darnoko dan Cheriyan, 2000 dalam
Aziz, dkk., 2012). Maka sebagai solusinya yaitu pemanfaatan zeolit sebagai
katalis dalam pembuatan biodiesel tersebut.
Zeolit adalah katalis yang sering digunakan karena memiliki penyusun
yang penting yang tidak dapat ditemukan dalam katalis amorf konvensional.
Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh air dan
kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang tertentu. Oleh
karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring, penukar ion, penyerap
bahan dan katalisator. Daya kerja zeolit sebagai katalis dapat diperbesar dengan
mengaktifkan zeolit terlebih dahulu.
Yang menjadi bahan dasar pembuatan biodiesel dalam ketiga jurnal yang
menjadi acuan review adalah minyak biji kapuk dan juga limbah minyak goreng.
Dimana pada kedua bahan dasar tersebut, keduanya memanfaatkan zeolit sebagai
katalis dalam proses pembuatan biodiesel. Bahkan pada salah satu jurnal
membahas mengenai pemanfaatan katalis zeolit dari sekam padi dalam proses
pembuatan biodiesel. Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian mengenai
pemanfaatan zeolit sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel adalah persiapan
alat dan bahan. Dimana untuk bahan yang digunakan adalah minyak biji kapuk
dan limbah minyak goreng.
Minyak biji kapuk diperoleh dari proses pengepresan biji kapuk. Dimana
minyak yang dihasilkan dari proses pengepresan tersebut harus diolah lagi
memalui proses deguming, proses deguming tersebut harus dilakukan karena hasil
minyak dari proses pengepresan masih terdapat kotoran baik berupa kulit biji
kapuk maupun berupa senyawa kimia (misal: alkaloid, fosfatida, karotenoid,
khlorofil, dll). Setelah proses deguming, maka akan dihasilakan minyak biji
kapuk.
Setelah
dihasilkan
minyak
biji
kapuk,
proses
selanjutnya
Aktivitas tinggi
Kondisi radiasi ringan
Masa hidup katalis panjang
Biaya katalis rendah
Tidak korosif
Ramah lingkungan
Menghasilkan sedikit masalah pembuangan
Dapat dipisahkan dari larutan sehingga dapat digunakan kembali
Pada proses transesterifikasi, zeolit yang ditambahkan diberi ukuran yang
bervariasi. Hal tersebut ditujukan untuk perbandingan hasil yang akan diperoleh.
Proses transesterifikasi tersebut dilakukan dengan rentan waktu yang berbedabeda agar diperoleh variasi data. Setelah proses ini selasai, maka akan dihasilkan
dua endapan yang berbeda pada wadah yang digunakan. Endapan yang atas
merupakan senyawa methyl ester (biodiesel) dan yang bawah adalah gliserol.
Kemudian dilakukan pemisahan biodiesel dan gliserol, selanjutnya hasil
biodiesel yang telah dipisahkan tersebut didistilasi untuk memisahkan metanol
sisa dari transesterifikasi. Kemudian hasilnya dicuci dengan air sampai pH netral
dan selanjutnya dipanaskan hingga suhu 100oC agar air menguap. Dan langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa hasil biodiesel yang diperoleh
dengan GC (Gas Chromathography).
Untuk pembuatan biodiesel dari limbah minyak goreng, yang pertama
harus dilakukan adalah menyaring minyak goreng tersebut agar tidak terdapat
kotoran-kotoran dan memanaskannya hingga suhu 100oC agar sisa-sisa air dalam
minyak
goreng
tersebut
menguap.
Kemudian
dilakukan
padatransesterifikasi pada minyak biji kapuk. Dan untuk proses selanjutnya adalah
sama halnya dengan proses pada pengolahan biodiesel dari minyak biji kapuk.
Berdasarkan
hasil
analisa
dengan
GC
dan
XRD,
diketahui
bahwa yield biodiesel yang maksimal pada percobaan yang dilakukan oleh
Susilowati (2006) adalah sebesar 1.7699% dengan penambahan zeolit sebesar
10% dalam waktu 50 menit. Sedangkan pada percobaan yang dilakukan oleh
Isalmi Aziz (2012) adalah sebesar 12% yield biodiesel dengan penambahan zeolit
sebesar 1% dalam waktu 5 jam. Dan untuk percobaan yang dilakukan oleh
Santoso (2012) adalah sebesar 21.94% yield biodiesel dengan penambahan zeolit
sebanyak 2 gram.
Biodiesel yang dihasilkan oleh Susilowati relatif kecil karena pada proses
aktivasi zeolit menggunakan senyawa NH4NO3 3N. Sedangkan Ismail Aziz
menggunakan senyawa HCl untuk aktivasi zeolitnya. Berebda halnya dengan
Santoso, zeolit yang digunakan tidak diaktivasi, karena katalis zeolit dari limbah
sekam padi merupakan katalis heterogen, yaitu merupakan katalis yang
mempunyai
fasa
yang
tidak
sama
dengan
reaktan
dan
produksi.
utama
standar
untuk
bahan
bakar
dan
bahan
bakar
telah memilih untuk mengadopsi dua definisi untuk biodiesel. Definisi umum
adalah deskripsi sederhana untuk masyarakat umum. Sedangkan definisi teknis
diadopsi untuk digunakan oleh pelanggan untuk tujuan spesifikasi penawaran atau
badan pemerintah untuk tujuan regulasi.
Biodiesel merupakan bahan bakar domestik terbarukan untuk digunakan
pada mesin diesel yang berasal dari minyak alami seperti minyak kedelai, minyak
sayur, minyak jarak, minyak biji matahari serta memenuhi spesifikasi ASTM D
6751. Biodiesel dapat digunakan dalam konsentrasi berapapun dicampur dengan
bahan bakar diesel berbasis minyak bumi untuk mesin diesel tanpa memodifikasi
mesin. Biodiesel tidak sama seperti minyak sayur mentah. Biodiesel dihasilkan
oleh proses kimia yang menghilangkan gliserin dari minyak.
Sejauh ini, keuntungan terbesar didapatkan dengan penggunaan Bio
Deisel adalah sifatnya yang bisa diperbaharui dan tidak beracun. Hal ini
menjadikannya sebagaibahan bakar alternatif pembangkit listrik paling ramah
yang tersedia saat ini. Dalam sebuah penelitian di Departemen Energi Amerika
Serikat mengungkapkan bahwa penggunaan bahan bakar Bio Diesel dapat
mengurangi emisi karbon dioksida disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil
sebesar 75 persen. Manfaat lainnya, bahan bakar Bio Diesel ini tidak mengandung
bahan kimia beracun, seperti belerang, yang bertanggung jawab atas terjadinya
emisi berbahaya. Bahkan, jika digunakan setiap hari menggantikan bahan bakar
fosil bahaya seperti hujan asam bisa dihilangkan selamanya.
Kandungan energi bio diesel diketahui 11 persen lebih kecil dari bahan
bakar diesel yang berbasis minyak bumi. Ini berarti kapasitas pembangkit listrik
dari mesin yang Anda gunakan akan menurun jauh ketika menggunakan Bio
Diesel. Kelemahan kedua yang terdapat pada Bio Diesel adalah memiliki kualitas
oksidasi yang buruk sehingga Bio Diesel dapat menyebabkan beberapa masalah
masalah serius ketika disimpan. Bila disimpan untuk waktu yang lebih lama, Bio
Diesel cenderung berubah menjadi gel (lihat minyak goreng yang disimpan di
kulkas), yang dapat menyebabkan penyumbatan berbagai komponen mesin. Bio
Diesel ini
juga
dapat
mengakibatkan
pertumbuhan
mikroba,
sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Agharian, Fanthrur .2009. Biodiesel. http://www.scribd.com/Korosi/ (diakses .
(diakses pada tanggal 22 Maret 2015)
Axe, Alleria. 2010.