Anda di halaman 1dari 45

KOMUNIKASI INTERPERSONAL, KONSELING DAN TEHNIK

DASAR ANAMNESA

Dalam buku ini akan diuraikan bagaimana seseorang berhubungan dengan


orang lain, serta berbagai hambatan yang muncul pada saat hubungan interpersonal
terjadi. Para Psikolog sejak dahulu sudah menaruh minat yang besar pada hubungan
interpersonal, seperti dikatakan Allport, Martin Bubers dan Carl Rogers. Mereka
menyatakan ada tiga prinsip dalam hubungan interpersonal yaitu:
1. Makin baik hubungan interpersonal yang terjadi, maka makin terbuka pasien
mengungkapkan perasaannya
2. Makin dalam ia meneliti perasaan seseorang, maka makin dalam ia mengetahui
problema pasiennya
3. Makin efektif ia mendengar semua keluhan pasiennya, maka makin tinggi tingkat
kepercayaan yang diberikan oleh pasien kepadanya
(Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Karena pentingnya hubungan interpersonal ini, maka perlu pemahaman definisi
komunikasi, khususnya tentang komunikasi interpersonal. Oleh karena itu perlu
pembahasan secara mendalam tentang konsep komunikasi interpersonal. Ada beberapa
definisi komunikasi yang diungkapkan oleh Hovland, dikatakan bahwa komunikasi
adalah proses dimana seseorang menyampaikan suatu rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang, bahasa, gerakan untuk mempengaruhi orang lain. Wilbur Schramm
mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kesamaan
informasi, sikap, ide-ide antara seorang dengan orang lain.
Sedangkan menurut Maramis, komunikasi adalah suatu proses yang dinamis
tentang pelimpahan pesan dari sumber komunikasi kepada penerima pesan melalui
saluran atau media. Dari beberapa definisi komunikasi tersebut disimpulkan bahwa;
Communication is a process wich messages are transfered from a source to Receiver.
Lebih jauh lagi Karl Britton mendefinisikan komunikasi adalah suatu kata yang
menggambarkan proses menciptakan arti, dimana arti itu sendiri diciptakan oleh
penerima pesan, bukan oleh sumber komunikasi. Sehingga suatu proses komunikasi tidak
hanya proses penyampaian pesan, tetapi menentukan kadar hubungan interpersonal
1

(relationship), dan bila hubungan interpersonal baik maka dapat menumbuhkan sikap
percaya (trust), sikap mendukung (supportness), serta sikap terbuka (open minded)
(Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Setelah mempelajari buku ini, diharapkan Mahasiswa dapat:
1. Memahami etimologi komunikasi sebagai hakikat komunkasi manusia
2. Mengetahui, memahami dan dapat menjelaskan definisi komunikasi dan
membandingkan berbagai model definisi komunikasi.
3. Menguraikan berbagai contoh karakteristik komunikasi interpersonal
4. Menjelaskan peran komponen-komponen komunikasi dalam proses komunikasi
interpersonal
5. Menjelaskan berbagai cara menciptakan hubungan interpersonal
6. Menjelaskan berbagai cara membina hubungan inerpersonal dalam kehidupan
sehari-hari.
7. Menjelaskan bagaimana merancang tehnik dasar anamnesa melalui pendekatan
komunikasi interpersonal.
PENDAHULUAN
Ketrampilan komunikasi interpersonal dan konseling penting dikuasai oleh
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, sebagai bekal dalam kegiatannya berkomunikasi
dengan pasien bila nantinya akan bekerja di klinik. Pada semester ini titik berat kegiatan
ditujukan pada penguasaan ketrampilan komunikasi interpersonal antar individu,
terutama dalam melakukan interview kepada responden serta problem solving dalam
kegiatan konseling.
Salah satu cara terbaik untuk memahami komunikasi adalah dengan
menjelaskan arti komunikasi berdasarkan etimologi kata komunikasi (communication),
yang berasal dari bahasa latin communicatio yang terdiri dari dua akar kata: com
(bahasa latin cum) berarti dengan atau bersama dengan dan unio (bahasa latin
union) bersama dengan (together with ), sehingga arti yang lazim berarti bersama
dengan (bersatu dengan) orang lain. Dalam perkembangannya istilah latin tersebut
mengalami peralihan makna kedalam bahasa Inggris yang dikenal dengan kata
communess (Losee,R, 1999)

Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin hidup sendiri, manusia saling
tergantung satu dengan lainnya. Saling ketergantunan diantara manusia merupakan
keharusan untuk kelangsungan hidupnya. Hubungan timbal balik ini hanya dapat
berlangsung dalam konteks Komunikasi, dimana disatu saat seorang individu berperan
sebagai sumber (source) informasi dan pada saat bersamaan individu tersebut berperan
sebagai penerima (receiver) informasi. Situasi ini berlangsung terus sepanjang hidup ,
dan situasi inilah yang disebut proses komunikasi, sehingga komunikasi merupakan
kondisi yang mutlak (necessary) dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial
(Losee. R, 1999).
Tujuan mempelajari komunikasi interpersonal disamping nantinya mendapatkan
penguasaan tentang komunikasi interpersonal juga mendapatkan peluang mempelajari
mengapa suatu pesan mempunyai makna dibandingkan pesan yang lain, mengapa
komunikasi dua arah lebih efekif dibandingkan komunikasi satu arah, dan mengapa
materi komunikasi yang sama dapat menimbulkan pengertian yang berbeda-beda.
Saat kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Sebagai contoh; ketika seorang
dokter gigi mengucapkan salam Hallo, apa kabar saat berjumpa dengan pasiennya di
pusat perbelanjaan, maka dapat timbul persepsi yang berbeda terhadap pesan salam
tersebut, misalkan; jangan-jangan si Dokter akan menanyakan kondisi kesehatan giginya
yang sebenarnya ia takutkan, atau sudah lama tidak memeriksakan giginya, sehingga
pasien menjawab dengan penuh keraguan dan perasaan cemas.
Hasil percakapan diatas merupakan gambaran bahwa satu pihak ingin
menunjukkan superioritas, sedangkan pihak yang lain melakukan komunikasi defensif.
Bila kedua belah pihak mempunyai kerangka rujukan (frame of reference) yang berbeda,
maka akan timbul perbedaan persepsi dalam menganalisa isi pesan tersebut, karena isi
pesan memiliki makna yang berbeda bila ditinjau dari sisi penerima komunikasi.
Jadi sekali lagi kalimat sapaan bukan hanya ingin menyampaikan isi pesan,
tetapi sangat menentukan kadar hubungan interpersonal, seperti dikatakan oleh
Watzlawick, Beavin, Jackson Every communication has a content and relationship.
Oleh karena itu dalam menentukan kadar hubungan interpersonal diperlukan pemahaman

dipihak mana kita berada, karena pendekatan yang digunakan adalah berbeda antara satu
dan yang lainnya (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Pertanyaan pertama ketika kita membaca, mendengarkan, mendiskusikan,
memahami, menghayati dan melaksanakan komunikasi interpersonal dengan sesama,
sekurang-kurangnya kita dapat mencatat lebih dari 100 definisi komunikasi. Semua
definisi ini diperkenalkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi dalam cara berbedabeda pula (Losee.R, 1999).
KONSEP PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Dikatakan oleh Ashley Montagu, bahwa kita belajar menjadi manusia melalui
proses komunikasi, seperti anak kecil, ia hanyalah seonggok daging sampai ia dapat
mengungkapkan perasaannya dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan atau
senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan lingkungannya sejalan dengan
bertambahnya usia, maka terciptalah apa yang disebut kepribadian. Bagaimana ia
menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikan pesan
kepada orang lain. Jadi manusia bukan dibentuk oleh lingkungannya, tetapi oleh caranya
menterjemahkan pesan-pesan lingkungannya terhadap dirinya (Jalaluddin Rakhmat,
2005).
Wajah ramah seorang ibu akan menimbulkan kehangatan apabila diartikan si
anak sebagai ungkapan rasa kasih sayang. Tetapi wajah yang sama dapat melahirkan
kebencian apabila anak tersebut memahaminya sebagai usaha ibu tiri untuk menarik
simpatinya yang ayahnya telah ia rebut. Menanyakan latar belakang pekerjaan kepada
seorang pasien bisa diartikan agar bisa menarik biaya perawatan yang mahal oleh
pasiennya
.
DEFINISI KOMUNIKASI
Ada beberapa definisi komunikasi yang ditetapkan oleh para ahli psikologi
komunikasi sebagai berikut:
1.

Komunikasi adalah proses yan mengambarkan siapa mengatakan apa dengan


cara apa kepada siapa dengan efek apa.

2.

Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang


kepada orang lain dengan maksud tertentu.

3.

Komunikasi adalah proses melibatkan seseorang untuk menggunakan tanda-tanda


(alamiah atau universal) berupa simbul-simbul (berdasarkan perjanjian manusia)
baik verbal maupun nonverbal yang disadari maupun tidak disadari yang bertujuan
untuk mempengaruhi sikap orang lain.

4.

Komunikasi merupakan proses pengalihan suatu maksud dari suatu sumber


komunikasi kepada penerima komunikasi. Proses tersebut merupakan suatu seri
aktifitas, rangkaian atau tahapan yang memudahkan pengalihan maksud tersebut.

5.

Komunikasi adalah segala aktifitas interaksi manusia yang bersifat human


relationship disertai peralihan sejumlah fakta.

6.

Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem atau


simbul linguistik, seperti sistem simbul verbal (kata-kata) dan non verbal (ekspresi
atau bahasa isyarat). Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung melalui tatap
muka atau juga melalui media lain.

7.

Komunikasi adalah proses interaksi atau transkasi antara dua orang.

8.

Komunikasi dapat diartikan suatu proses pengalihan pesan dari sumber komunikasi
kepada penerima komunikasi agar lebih dipahami.

9.

Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan.


Proses ini meliputi informasi yang disampaikan secara lisan maupun tertulis dengan
kata-kata, atau dengan bahasa tubuh, gaya atau penampilan diri, dengan
menggunakan alat bantu yang ada disekitar kita sehingga sebuah pesan menjadi
lebih kaya.

10.

Komunikasi adalah: (1) pernyataan diri yang efektif; (2) pertukaran pesan-pesan
dalam percakapan, bahkan melalui imajinasi; (3) pertukaran informasi atau hiburan
dengan kata-kata melalui percakapan atau dengan metoda lain; (4) pengalihan
informasi dari seseorang kepada orang lain; (5) pertukaran makna antar pribadi
dengan sistem simbol dan (6) proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu
kepada orang lain dengan efek tertentu.

(Laswell, 1978; Karlfried & Knapp, 2003; Azriel Winnet, 2004, Liliweri, 2007)

Dari beberapa definisi komunikasi tersebut, kita dapat mengatakan bahwa


komunikasi sebagai suatu aktifitas manusia yang selalu melibatkan :
1.

Sumber komunikasi.

2.

Pesan komunikasi yang berbentuk verbal dan nonverbal.

3.

Media atau saluran sebagai sarana atau tempat pesan atau rangkaian informasi
dialihkan.

4.

Cara, alat atau metoda untuk memindahkan pesan.

5.

Penerima atau sasaran yang menerima pesan komunikasi.

6.

Tujuan dan maksud komunikasi

7.

Rangkaian kegiatan antara sumber atau pengirim dengan sasaran atau penerima
pesan.

8.

Situasi dimana proses komunikasi sedang berlangsung.

9.

Proses komunikasi, yakni proses satu arah, interaksi dan proses transaksi.

10. Pemberian makna yang diakui secara bersama atas pesan dari sumber penerima
yang terlibat dalam proses komunikasi.
11. Pembagian pengalaman atas pesan yang dipertukarkan dari sumber dan penerima
yang terlibat dalam komunikasi.
KARAKTERISTIK KOMUNIKASI
Setiap proses komunikasi manusia berawal dan berdasarkan komunikasi
interpersonal, dan dari komunikasi interpersonal berkembang menjadi komunikasi
kelompok, organisasi, publik dan komunikasi massa.
Secara umum komunikasi manusia mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.

Komunikasi merupakan proses simbolis.


Contoh : Ketika seorang dokter gigi (drg. Tony) memperagakan cara menjaga
kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak SD Kelurahan Ketabang Surabaya. Drg.
Tony menerangkan cara menggunakan sikat gigi yang benar dengan menyiapkan sikat
gigi yang diolesi odol dan segelas air, lalu mulai memperagakan cara berkumur yang
benar, hingga cara menyikat gigi yang benar. Sementara itu drg Tony juga
menunjukkan selembar poster yang bergambar perkembangan pertumbuhan gigi
sulung dan gigi permanen serta jaringan rongga mulut. Ketika menerangkan kondisi

gigi yang sakit, drg. Tony juga memperagakan bagaimana wajah yang bengkak
sebagai akibat infeksi gigi. Cerita tersebut menggambarkan bahwa komunikasi
merupakan suatu proses simbolis, karena pesan-pesan tentang cara menggosok gigi
yang benar disampaikan dalam bentuk simbul kata-kata (verbal), juga pesan simbolik
melalui poster, dan pesan simbolik tentang wajah yang bengkak dilakukan dengan
bahasa tubuh atau ekspresi (nonverbal).
2.

Komunikasi merupakan proses sosial.


Cerita tersebut juga menjelaskan bahwa komunikasi merupakan proses sosial karena
(1) drg. Tony terlibat dalam relasi sosial dengan anak-anak SD, yakni drg. Tony
sebagai sumber komunikasi mengirim pesan dan berinteraksi dengan penerima
informasi, yaitu anak-anak SD. (2) drg Tony sedang melakukan proses sosialisasi,
yakni menjelaskan cara menjaga kesehatan gigi dengan cara menggosok gigi yang
benar sebagai aturan (norma) yang patut ditaati anak-anak SD.

3.

Komunikasi merupakan proses satu arah dan dua arah


Kegiatan komunikasi antara drg. Tony dengan anak-anak SD bisa disebut proses
komunikasi satu arah, bila drg.Tony tidak memberikan kesempatan kepada anakanak SD untuk bertanya. Kegiatan komunikasi bisa dua arah, apabila terjadi dialog
(tanya jawab) antara drg. Tony dengan anak-anak SD tersebut. Dan komunikasi dua
arah akan lebih efektif bila terjadi umpan balik yang maksimal, artinya penerima
(receiver) dapat memahami dan memberikan respon yang positif terhadap pesan
yang disampaikan oleh sumber komunikasi, seperti mengikuti petunjuk yang
disampaikan sumber komunikasi.

4.

Komunikasi bersifat koorientasi.


Komunikasi manusia bersifat koorientasi karena kedua belah pihak atau lebih yang
terlibat dalam komunikasi mempunyai tujuan yang sama, yakni penyuluhan
kesehatan gigi. Komunikasi akan semakin lengkap bila kita menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh anak-anak SD, terutama juga bila disertai peragaan cara
menggosok gigi.

5.

Komunikasi bersifat purposif dan persuasif.


Komunikasi bersifat purposif dan persuasif karena komunikasi merupakan
aktifitas penyampaian dan pertukaran pesan dengan tujuan yang sudah ditentukan,

yaitu merubah sikap anak-anak SD. Kita mengetahui bahwa tujuan drg. Tony
memberikan penyuluhan kepada anak-anak SD tersebut dengan tujuan agar terjadi
perubahan pengetahuan dan sikap anak-anak SD terhadap kesehatan giginya.
6.

Komunikasi mendorong interpretasi individu


Komunikasi mendorong interpretasi individu, artinya pengirim pesan maupun
penerima pesan harus dapat menginterpretasikan pesan sesuai dengan maksud
pengirim pesan atau sumber komunikasi.
Contoh: drg. Tony tidak akan dapat berkonsentrasi atau menghindari interpretasi yang
keliru, bila anak-anak SD yang usil mengganggu jalannya penyuluhan, atau beberapa
pertanyaan anak yang usil tentang;
-

Apakah dokter menggosok gigi persis atau sesuai dengan peragaan itu.

Apakah dokter mendapat bonus dari perusahaan pasta gigi tersebut.

Apakah dokter juga sering periksa gigi dan lain-lain.

Interpretasi akan sama bila drg. Tony melakukan sikat gigi sama dengan peragaan
itu, drg. Tony tidak mendapatkan bonus apapun dari perusahaan pasta gigi, atau drg.
Tony sering melakukan pemeriksaan gigi secara teratur. Karena apa yang drg. Tony
lakukan hanyalah wujud dari kecintaannya pada tugas dan pengabdian kepada
masyarakat.
7.

Komunikasi merupakan aktifitas pertukaran makna.


Baik pada komunikasi yang diucapkan atau yang ditulis, komunikasi baru dapat
dipahami jika pesan-pesan komunikasi dipahami dalam dua makna yakni (1) Makna
denotatif (arti kata berdasarkan kamus), (2) makna konotatif (arti kata berdasarkan
konteks tertentu dari situasi yang berada dibalik kata-kata itu). Karena makna kata
itu ada dan hanya dapat dipahami oleh sumber komunikasi atau penerima
komunikasi, maka agar komunikasi berjalan efektif dibutuhkan aktifitas pertukaran
makna pesan. Kata gosok gigi dapat mengandung makna denotatif yang diartikan
aktifitas menggosok gigi dengan menggunakan sikat gigi. Namun kata gosok gigi
juga dapat mengandung makna konotatif, yang artinya sebagai aktifitas mandi.

8.

Komunikasi terjadi dalam konteks.


Komunikiasi terjadi dalam konteks, karena setiap proses komunikasi selalu berada
dalam ruang dan waktu. Karena itu dapat dikatakan bahwa komunikasi dapat
dilakukan dalam konteks :
-

Lingkungan fisik, misalkan di Puskesmas, di Ruang kuliah, di Klinik dan


difasilitas umum yang lain.

Antar budaya, manakala komunikasi melibatkan komunikator dan penerima


komunikasi yang berbeda latar belakang budayanya. Seperti pada contoh kata
gosok gigi, karena latar belakang budaya yang berbeda maka mempunyai
makna konotatif berbeda pula. Jadi aktifitas gogok gigi disamakan dengan
aktifitas mandi.

Psikologis, artinya komunikasi memperhatikan beragam faktor psikologis


seperti persepsi, sikap, motivasi, kebutuhan dan keinginan.

Personal, artinya komunikasi memperhatikan hubungan antar pribadi (interaksi


sosial, relasi sosial atau transaksi sosial), misalnya hubungan antara drg. Tony
dengan anak-anak SD dan lain-lain.

Kelompok, artinya aktifitas komunikasi turut memperhatikan sifat karakteristik


kelompok, daya tarik kelompok, dinamika kelompok.

Organisasi, artinya komunikasi memperhatikan tujuan organisasi, sifat


organisasi, sifat orang dalam organisasi dan dinamika organisasi.

Massa, artinya aktifitas komunikasi turut memperhatikan sifat-sifat, kategori


massa, seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, gaya hidup.

MODEL-MODEL KOMUNIKASI
Kita dapat memahami sebuah proses komunikasi melalui gambaran model atau
peraga teoritis yang menunjukkan bagaimana bentuk, alur atau cara komunikasi mulai
berlangsung hingga berakhir. Pada umumnya model-model komunikasi itu menunjukkan
aktifitas komunikasi yang (1) satu arah (linier), (2) dua arah atau model interaksi sosial
dan (3) model transaksional (Davis Foulger, 2004).

1.

Model Linier
Ada beberapa macam model linier dalam komunikasi, tetapi kita akan membahas
model linier menurut model Laswell yang tertuang dalam definisi komunikasi.
Dijelaskan bahwa komunikasi adalah sebuah jawaban terhadap pertanyaan ; Who
says What to Whom through Which Channel and with What Effect. Model ini
dikembangkan berdasarkan pemikiran psikologis dimana proses komunikasi berarah
linier dari Source > Massage > Receiver atau disingkat sebagai S M R.
Model Laswell ini dapat diterapkan sebagai komunikasi persuasif, sehingga
membutuhkan saluran khusus agar dapat membangkitkan respons dari sasaran atau
disebut umpan balik. Dan pengaruh persuasif itu akan semakin besar manakala
kita menggunakan media cetak atau elektronik.
Menurut model ini efek komunikasi sangat bervariasi, tergantung dari tujuan
komunikasi, misalkan bahwa aktifitas komunikasi adalah untuk:
1.

Mengirim informasi (to inform) tentang sebuah promosi kesehatan gigi, seperti
pasta gigi, iklan susu Anlene pada siaran TV swasta.

2.

Menghibur (to entertain) audiens yang dikemas melalui acara musik baik
dengan cara verbal maupun visualisasi.

3.

Membangkitkan minat (to aggrevate) audiens, sehinga mempengaruhi (to


persuade) pendengar atau pemirsa untuk membeli produk susu.

Model Linier ini juga menawarkan konsep ruang lingkup subyek komunikasi yang
hendak diteliti, misalkan kita hendak meneliti :
1.

WHO atau siapa yang menjadi sumber informasi, maka penelitian tersebut
dilakukan pada komunikator, disebut dengan penelitian kontrol.

2.

SAYS WHAT, merupakan penelitian teradap pesan, disebut penelitian terhadap


isi.

2.

IN WHAT CHANNEL merupakan penelitian terhadap media, baik media


cetak maupun media elektronik.

3.

TO WHOM, merupakan penelitian terhadap audiens, baik pendengar maupun


pemirsa.

4.

WITH WHAT EFFECT, adalah penelitian terhadap efek komunikasi.

10

Bagan model proses komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut:


WHO

WHAT

CHANNEL

Source

Massage

Medium

or Speaker

WHOM

= EFFECT

Listener

feed back

or audiens

(Sumber : Davis Foulger, 2004).


2.

Model Interaksi
Salah satu model Interaksi yang ditawarkan oleh Wilbur Schramm mengatakan
bahwa; Komunikasi adalah usaha membangun suatu Commonness, jadi persoalannya
adalah terletak pada apa yang coba dibangun oleh sumber komunikasi harus
mendapat makna yang sama dengan penerima komunikasi (Bandingkan model ini
dengan contoh penyuluhan gosok gigi oleh drg. Tony).
Proses ini dimulai dari sumber komunikasi melakukan encode terhadap pesan yang
akan disampaikan, jadi sumber mengolah pesan dalam suatu bentuk yang dapat
dipindahkan kepada penerima, selanjutnya penerima melakukan decode terhadap
pesan tersebut.
Menurut Schramm, efektifitas komunikasi itu terjadi karena baik sumber komunikasi
maupun penerima memahami makna terhadap pesan (memberi makna yang sama
terhadap isi pesan).
Kesamaan makna terhadap pesan ini sangat tergantung dari latar belakang
pengetahuan sumber dan penerima pesan komunikasi.

3.

Model Transaksional
Bagan komunikasi model transaksional
field of experience

field of experience
SIGNAL

SOURCE

ENCODER

DECODER

DESTINATION

(Sumber: Davis Foulger,2004)


11

Model ini mengatakan bahwa aktifitas komunikasi dikatakan efektif bila terjadi
transaksi antara sumber (pengirim pesan) dan receiver (penerima). Komunikasi
model transaksional seperti yang tergambar pada bagan diatas mengambarkan
komunikasi antar personal antara dua partisipan, yakni partisipan A dan partisipan B
sebagai berikut:
1.

Partisipan A merupakan sumber komunikasi menyusun gagasan atau pesan


(encode) yang ingin disampaikan kepada partisipan B.

2.

Hasil encode adalah pesan yang akan dikirimkan melalui media tertentu.

2.

Partisipan B sebagai sasaran atau penerima akan melakukan decode terhadap


pesan yang diterimanya juga melalui media tertentu.

3.

Pesan sebagai sesuatu yang menjadi maksud atau isi dari gagasan yang dialihkan
dari kedua partisipan, ini disebut common language.

4.

Reaksi dari partisipan B berupa respons dikirim kembali ke partisipan A.

5.

Disini partisipan B berubah fungsi menjadi sumber komunikasi, sedangkan


partisipan A berubah menjadi penerima pesan.

6.

Masing-masing partisipan A dan B baik dalam menyusun gagasan hingga proses


mengirim

pesan

sangat

didasari

oleh

pengalaman

pendidikan

dan

pengetahuannya (Individual field of experience), ini sangat berpengaruh dalam


menginterpretasikan pesan.
7.

Dalam kegiatan komunikasi secara keseluruhan, baik pengiriman dan


penerimaan pesan terdapat gangguan (noise) yang akan menghambat proses
komunikasi tersebut.

HAMBATAN-HAMBATAN KOMUNIKASI
Sebagai seorang calon tenaga medis gigi, kita sering menemui banyak kesulitan
dalam berkomunikasi, sehingga memahami beberapa hambatan komunikasi merupakan
langkah awal sebelum kita dapat mengatasi masalahnya. Sebab tidak ada cara pemecahan
yang mudah dalam mengatasi hambatan komunikasi, kecuali kesadaran melalui latihan,
belajar dari pengalaman untuk mendapatkan ketrampilan berkomunikasi yang efektif
sehingga bermanfaat di kemudian hari.

12

Secara umum hambatan Komunikasi dapat dikelompokkan dalam enam


kelompok sebagai berikut:
1.

Kesenjangan Sosial dan Budaya.


Sejumlah faktor yang dapat menyebabkan kesenjangan ini antara lain:
a.

Latar belakang etnik yang berbeda antara sumber komunikasi dengan penerima
komunikasi atau audiens. Sebagai contoh; ketika seorang pimpinan VOC
bermaksud menghormati seorang Pangeran Madura dengan cara mencium
tangan permaisuri sang Pangeran, maka sang Pangeran tersebut marah lalu
menghunus kerisnya dan menusuk pimpinan VOC tersebut hingga tewas,
selanjutnya terjadilah perang berlarut-larut yang menimbulkan ribuan korban
jiwa di kedua belah pihak. Ini menggambarkan bahwa betapa seringnya kita
bertengkar hanya karena pesan kita diartikan lain oleh orang lain. Kegagalan
menerima isi pesan ini disebut sebagai kegagalan komunikasi primer (Primary
communication breakdown) (Stewart & Moss, 1974).

b.

Kelas sosial yang berbeda, biasanya tampak pada perbedaan tentang cara
berpakaian, cara menggunakan asesoris, dan penampilan-penampilan yang khas
lainnya akan berpengaruh terhadap komunikasi atau hubungan antar individu,
sehingga pesan-pesan yang sudah dirancang sedemikian rupa akan dinilai
negatif atau bahkan ditolak.

c.

Perbedaan budaya atau kepercayaan yang lain, misalkan tentang nilai kebersihan
makanan. Sebagai contoh; sayuran kangkung Pulau Lombok menurut
kepercayaan beberapa kelompok masyarakat disana tidak perlu harus dimasak
terlebih dahulu. Padahal menurut pendekatan medis sayur kangkung
mengandung ion Brom yang

berpengaruh pada gangguan pertumbuhan

manusia.
d.

Sistem nilai (value) yang berbeda, ini tercermin pada saat kita akan melakukan
pendekatan layanan kesehatan gigi, contohnya tentang pemakaian alat
meratakan gigi (orthodontic treatment). Dikalangan anak muda, pemakaian alat
meratakan gigi (orthodontic treatment) yang cenderung meningkat bukan
disebabkan karena kesadaran dalam aspek kesehatan gigi, tetapi lebih banyak

13

disebabkan karena aspek nilai atau status sosial, apalagi bila bentuknya
bervariasi dan dilengkapi asesoris yang harganya cukup mahal.
e.

Jenis kelamin yang berbeda, juga tercermin dalam pendekatan minat dan nilai
tentang pentingnya arti sehat. Sebagai contoh; Wanita lebih memperhatikan
kesehatan giginya dibandingkan kaum pria.

2.

Penerimaan terbatas.
Kita mungkin ingin berkomunikasi dengan lawan bicara kita, tetapi tidak demikian
dengan lawan bicara kita yang tidak ingin berkomunikasi dengan kita. Kita kadangkadang keliru dalam mendiskripsikan lawan bicara kita dengan menyimpulkan ia
mengerti dan dapat merespons pesan yang kita sampaikan. Tetapi kita tidak pernah
menyadari bahwa lawan bicara kita mau merespons pesan yang kita sampaikan
karena beberapa alasan, seperti:
a.

Sedang mengalami rasa nyeri gigi yang hebat, sehingga membutuhkan


pertolongan untuk membantu mengatasi rasa nyerinya.

b.

Sedang dalam kesusahan atau stress yang hebat, sehingga membutuhkan teman
bicara dan lain-lain.

Kendala lain yang muncul adalah, bahwa lawan bicara kita tidak mau merespon
pesan yang kita sampaikan karena beberapa alasan :

3.

a.

Memiliki keterbelakangan mental.

b.

Dalam kondisi lelah.

c.

Terlalu sibuk.

d.

Tingkat emosional yang tinggi.

e.

Kurang percaya atau tidak yakin terhadap kita.

Sikap negative terhadap sumber komunikasi.


Beberapa orang mungkin tidak senang atau antipati terhadap kita, ini disebabkan
karena:
a.

Pengalaman masa lalu yang buruk (pengalaman hubungan interpersonal yang


buruk di masa lalu).

b.

Tidak percaya kepada kita, karena figur otoriter kita.

c.

Persepsi kita tentang lawan bicara kita dianggap sebagai ancaman

14

d.

Mereka percaya bahwa saran yang kita sampaikan tidak mungkin bisa
dilaksanakan.

e.

Mereka percaya sudah mengetahui semua terhadap apa yang akan kita
sampaikan, sehingga mereka menganggap percuma terhadap informasi yang kita
sampaikan.

4.

Pemahaman memori yang terbatas.


Mungkin kita akan sering menjumpai kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan
bicara kita atau orang lain karena alasan:
a.

Intelegensia yang terbatas sehingga pemahaman akan kurang.

b.

Dihadapkan pada kata-kata yang bersifat tehnis, seperti jenis obat, atau jenis
perawatan gigi tertentu yang sulit diterjemahkan.

b.

Daya memori yang terbatas sehingga tidak dapat mengingat apa yang telah
dibicarakan sebelumnya.

c.
5.

Kendala bahasa suatu daerah tertentu yang sulit dimengerti.

Kurang penekanan aktifitas komunikasi.


Komunikasi bisa gagal karena kita kurang memberikan waktu dan perhatian yang
cukup kepada lawan bicara kita, karena alasan:

6.

a.

Enggan berbagi infomasi.

b.

Terlalu sibuk dengan kegiatan lain.

c.

Kurang percaya diri, sehingga menghindar dari lawan bicara kita.

Pesan yang berlawanan.


Hambatan komunikasi juga dapat timbul bila orang menerima pesan berbeda-beda
dari orang yang juga berbeda, misalnya:
a.

Profesi kesehatan yang berbeda memberikan nasehat yang bebeda pula.

b.

Pesan dari pihak keluarga atau referensi sumber yang lain memberikan informasi
yang berbeda dengan pihak kesehatan gigi.

b.

Para ahli kesehatan gigi selalu berubah pendapat dalam menyampaikan


informasi kesehatan gigi kepada kliennya.

( Linda Ewles & Ina Simnett, 1994).

15

MENGATASI HAMBATAN KOMUNIKASI.


Bahasa merupakan salah satu hambatan yang dapat tejadi antara orang dengan
latar belakang etnik dan pengetahuan yang berbeda, namun demikian bila kita lebih
memusatkan pada pertanyaan tentang hambatan bahasa, maka kita dapat mempelajari
beberapa kata atau ungkapan penting yang dapat berguna untuk mengatasi hambatan
bahasa tersebut.
Seperti

diketahui

bahwa

tidak

semua

komunikasi

ditujukan

untuk

menyampaikan infomasi dan membentuk pengertian, seperti ketika kita mengucapkan


Selamat pagi, dan Apa kabar, kita tidak bermaksud untuk mencari keterangan, tetapi
mengupayakan agar orang lain yang kita sapa merasa senang atau merasa diperhatikan.
Ini disebut sebagai komunikasi fatis (phatic communication). Komunikasi semacam
inilah yang membuat hubungan kita dengan orang lain menjadi hangat, akrab dan
menyenangkan.
Komunikasi juga dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain, contoh;
Seorang politisi ingin menciptakan citra yang baik kepada calon pemilihnya, bukan
karena ia ingin masuk surga, tetapi agar terpilih menjadi anggota DPR. Namun bila pesan
moral seperti janji-janji kampanye tadi tidak terpenuhi saat ia terpilih menjadi pemimpin,
maka akan timbul antipati terhadap pemimpin tersebut, dan lebih fatal lagi adalah
masyarakat pemilih dapat cenderung agresif dan melakukan perusakan fasilitas umum
yang ada. Ini merupakan gambaran dari gagalnya membina hubungan sosial dengan
orang lain yang sudah menaruh tingkat kepercayaan yang tinggi kepadanya, dan
kegagalan dalam membina hubungan sosial disebut sebagai kegagalan komunikasi
sekunder (Secondary communication breakdown) (Stewart & Moss, 1974).
Gambaran ini bisa juga terjadi dalam hubungan dokter gigi dengan pasiennya,
dimana seorang dokter menjajikan hasil kekuatan tambalan gigi yang bisa bertahan lama,
namun kenyataannya tambalan tersebut sudah lepas beberapa hari setelah dilakukan
perawatan, maka akan menimbulkan antipati pada terhadap dokter gigi yang merawatnya,
atau hilangnya kepercayaan.
Phillip Zimbardo berteori, Anonimitas menjadikan orang agresif dan kehilangan
tanggung jawab sosial, dan anonimitas terjadi sebagai akibat salah pengertian dan
hilangnya kepercayaan. Untuk mengantisipasi hal ini diperlukan ketrampilan memahami

16

faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi interpersonal, seperti persepsi


interpesonal dan hubungan interpersonal (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Menimbulkan tindakan nyata memang merupakan indikator efektifitas
komunikasi interpersonal yang paling pokok, karena untuk menimbulkan tindakan nyata
kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah
sikap atau menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik. Karena tindakan nyata
merupakan hasil kumulatif seluruh proses komunikasi interpersonal atau hubungan
interpersonal.
Fisher (1978) menyebutkan bahwa ada empat ciri pendekatan psikologi
komunikasi, antara lain; penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli),
proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal mediation of stimuli and
responses), prediksi respon (prediction of responses) dan peneguhan respon
(reinforcement of responses).
Psikologi komunikasi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat
dalam proses komunikasi, pada diri seluruh peserta komunikasi (komunikan),
karakteristik

komunikan,

serta

faktor-faktor

internal

maupun

eksternal

yang

mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada saat pesan dikirim oleh komunikator,


maupun sebaliknya diterima oleh komunikator, psikologi komunikasi mengamati proses
penerimaan pesan, seperti mengungkapkan ide-ide dalam bentuk lambang-lambang, dan
bagaimana suatu pesan dapat menimbulkan respon pada individu yang lain.
Saat ini psikologi komunikasi sudah terlibat lebih jauh dalam dunia pengobatan
dan terapi medis dan disebut sebagai komunikasi terapeutik (terapeutic communication).
Dengan metoda ini seorang dokter mengarahkan model komunikasi begitu rupa sehingga
seorang pasien dihadapkan pada situasi pertukaran pesan yang dapat menimbulkan
hubungan sosial yang bermanfaat bagi kedua belah pihak (Ruesch, 1973).
Jadi dengan timbulnya hubungan sosial yang baik antara dokter dengan
pasiennya, maka pasien dapat secara lebih terbuka mengungkapkan kondisi dirinya,
terutama yang berhubungan dengan masalah kesehatan yang dialaminya. Oleh karena itu
psikologi komunikasi juga sangat berperan dalam kegiatan anamnesa pasien, tujuannya
untuk mengetahui secara lebih dalam tentang riwayat penyakit, gejala, maupun tandatanda yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

17

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
Suatu saat ketika anda sedang mengikuti ceramah tentang kebersihan, moral dan
lingkungan, dimana penceramah tersebut tampil dengan baju yang kotor, berjaket hitam
dan rambut yang gondrong tidak disisir, memakai kalung hitam dengan gantungan apel
besar warna merah, serta gelang akar bahar melingkar di lengannya, besar dugaannya
bahwa anda tidak akan mempercayai ocehannya, anda akan menganggap ia orang gila
yang tersesat ke ruang ceramah tersebut.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa ketika komunikator berkomunikasi
menyampaikan pesan, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi justru
keadaan dirinya sendiri. He doesnt communicate what he says, but he communicate
what he is. Ia tidak dapat memaksakan pendengar terhadap apa yang ia katakan, tetapi
pendengar juga memperhatikan siapa yang mengatakan. Jadi kadang-kadang siapa lebih
penting dari apa.
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis; persuasi tercapai karena
karakteristik personal pembicara, jadi tidak benar anggapan penulis retorika bahwa
kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada
kekuatan persuasinya, sebaliknya karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi
yang paling efektif yang dimilikinya. Kita lebih mudah percaya penuh kepada orangorang baik daripada pada orang lain yang kurang baik penampilannya (Jalaluddin
Rakhmat, 2005).
Kata Aristoteles, jika anda adalah komunikan (penerima pesan), maka anda akan
dipengaruhi oleh seorang pembicara, hanya karena dia menampilkan diri sebagai orang
yang dilihat dan dirasakan audiens sebagai orang (sumber, pengirim, komunikator) yang
mempunyai ciri-ciri:
1.

Etos
a.

Inteligence ; Komunikator yang tampil sebagai orang pandai dan cakap, percaya
diri, mengetahui fakta, berbicara jelas, serta berdiri atau duduk dengan postur
tubuh yang gagah

18

b.

Karakter ; Komunikator yang tampil dengan karakter yang jujur, adil dan
memiliki reputasi, sehingga kita mempunyai kesan bahwa orang tersebut berkata
benar dan jujur.

c.

Goodwill ; Kita akan lebih percaya kepada komunikator yang menunjukkan


kemauan baik, pernyataan yang pasti, kontak mata dan gerakan yang
meyakinkan serta ada kesan melindungi kita.

Dengan demikian sebenarnya Aristoteles lebih menekankan aspek reputasi yang


tergambar dari proses komunikasi sebagai:
a. Seorang pribadi yang mengesankan, jujur mampu mengatur pembicaraan, sangat
terlatih, mempunyai keahlian dan berpengalaman.
b. Seorang pribadi yang ketika berbicara mampu menggunakan bahasa isyarat (non
verbal), memainkan kontak mata, melantunkan kata yang sangat bervariasi
2.

Pathos
Pathos berkaitan dengan emosi, artinya bagaimana seorang komunikator mampu
menampilkan daya tarik emosional, sehingga mampu membangkitkan perasaan
komunikan. Kemampuan ini ditunjukkan dengan melalui manipulasi:
a. Making and calming anger ; Mampu membuat komunikan merasa sejuk atau
marah
b. Love hate ; mampu membuat komunikan mencintai atau membenci
c. Fear confidence ; mampu membuat komunikan merasa takut atau percaya diri
d. Shame shamelessness ; mampu membuat komunikan merasa malu atau
membangkitkan keberanian
e. Indignation envy ; mampu membangkitkan rasa berkuasa atau kehilangan
kekuasaan atau kehilangan pengaruh
f. Adminiration envy ; mampu membangkitkan semangat kerja atau melemahkan
semangat

3.

Logos
Ini berkaitan dengan kemampuan komunikator yang secara intelek (cerdik)
mengatakan secara rasional dan argumentatif menyampaikan issue atau data secara
tepat, atau memberikan kesaksian (testimoni).

19

Logos ini meliputi :


a. Invention ; kemampuan menyampaikan sebuah informasi yang logis atau masuk
akal
b. Arrangement ; kemampuan menyampaikan sebuah topik secara sederhana sesuai
posisis komunikator
c. Style ; kemampuan menyampaikan informasi dengan gaya berbicara yang
menyenangkan komunikan
d. Memory ; kemampuan menyampaikan informasi dengan gambaran apa yang
diingat secara spontan berdasarkan frame of reference-nya.
e. Delivery ; kemampuan berbicara secara efektif.
(Liliweri, 2007).
PERSEPSI DAN SENSASI.
Secara psikologis selama proses komunikasi interpersonal berlangsung maka
dalam diri penerima pesan (komunikan) akan terjadi proses persepsi, sensasi, memori dan
berpikir. Keempat proses ini merupkan tahapan ketika orang menerima pesan atau
stimulus hingga menghasilkan respon. Oleh karena itu, ketepatan dan kecepatan
pemahaman stimulus bergantung kepekaan indera manusia, sehingga ini akan
berpengaruh pada proses selanjutnya.
Proses persepsi akan melibatkan memori dan proses berpikir, karena persepsi
merupakan proses ketika otak manusia memberi makna dan
menafsirkan stimulus, sedangkan memori adalah proses menyimpan
informasi yang dapat dipakai sebagai kerangka rujukan (frame of
reference), dan akan dikeluarkan kembali bila informasi tersebut
dibutuhkan. Selanjutnya berpikir adalah suatu proses untuk menetapkan
keputusan, memecahkan masalah dan memproduksi respon (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Bila kita meletakkan buku dalam keadaan terbuka dan berjarak 50 cm
dihadapan kita, maka akan terlihat huruf-huruf yang kabur, namun apabila buku tersebut
diletakkan lebih dekat kurang dari 50 cm dihadapan kita maka hurufnya tampak makin
jelas. Ini disebut Sensasi, yang berawal dari kata sense artinya alat penginderaan

20

yang mengubah informasi menjadi impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak
manusia.
Sensasi adalah pengalaman elementer yang secara segera dan tidak memerlukan
penguraian verbal, simbolis atau konseptual yang sangat berhubungan dengan alat indera
( Dennis Coon, 1977). Jadi melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya dan melalui inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua
kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Dikatakan oleh John Locke ; There is
nothing in the mind except what was first in the sense, artinya tidak ada apa-apa dalam
jiwa kita kecuali harus lebih dahulu melewati alat indera (Lefrancois, 1974).
Apabila tulisan pada buku yang ada dihadapan kita dapat dibaca dan kita dapat
menangkap makna dari huruf yang kita baca, maka inilah yang disebut Persepsi.
Definisi persepsi itu sendiri adalah; Pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Lefrancois,
1974).
Bila kita menyapa seseorang yang berjalan dihadapan kita dengan anggapan
bahwa ia adalah teman yang kita kenal, tetapi setelah orang tersebut menoleh dan
ternyata keliru, ini merupakan contoh kesalahan persepsi dan bukan kesalahan sensasi.
Tetapi bila kita sayup-sayup mendengar panggilan Agus, tetapi nama kita sebenarnya
adalah Bagus, maka ini merupakan kesalahan sensasi.
Menurut David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977), persepsi dan sensasi
sangat dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional, atau faktor fungsional dan
struktural. Jadi hubungan antara persepsi dan sensasi sudah jelas, dimana sensasi
merupakan bagian dari persepsi, tetapi dapat mempengaruhi persepsi. Sedangkan
perbedaan sensasi itu sendiri disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, lingkungan
budaya, serta kapasitas alat indera, dan

perbedaan kapasitas alat indera dapat

menyebabkan perbedaan dalam menentukan pilihan, seperti dalam menentukan pilihan


perawatan gigi yang ditawarkan oleh dokter.
Ada beberapa faktor struktural yang berpengaruh pada persepsi seseorang,
karena sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh
sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Sebagai contoh seorang Ustad yang menjadi
panutan masyarakat ternyata melakukan poligami, maka di mata masyarakat pamornya

21

akan turun, sedangkan seorang dokter gigi yang sering muncul sebagai bintang iklan di
TV, bila suatu saat ia berpakaian lusuh pada saat melayani pasiennya akan tetap dianggap
dokter yang berpenampilan rapi.
Pada persepsi sosial, pengelompokan jenis mahluk hidup tidak murni
struktural, sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu tidak
dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain, karena kerangka rujukan setiap
individu adalah berbeda. Seorang ahli Zoologi menganggap kuda, manusia dan ikan paus
sebagai satu kelompok, karena sama-sama golongan mamalia. Sedangkan kita
beranggapan bahwa ketiga jenis mahluk hidup tersebut jelas bukan merupakan satu
kelompok. Disinilah peran persepsi ditinjau dari aspek struktural, kultural dalam menilai
perbedaan dan kesamaan, terutama peranannya dalam hubungan sosial antara individu
dengan lingkungannya ( Krech & Crutchfield, 1977).
Ada beberapa pedoman berguna untuk mengatasi hambatan persepsi yang
sering terjadi dalam proses komunikasi, antara lain:
1.

Bicaralah dengan jelas dan pelan.


Hindari menggunakan suara yang bernada tinggi, agar lebih mudah dipahami

2.

Perlu mengulangi kalimat yang sulit


untuk dimengerti, untuk memberi waktu bagi pendengar menyesuaikan kedalam alam
pikirannya dan memahaminya.

3.

Gunakan kata-kata yang mudah dan


sedehana dan bentuk aktif, contoh: Saya akan memeriksa gigi anda, jangan Gigi
anda akan saya periksa.

4.

Gunakanlah kata-kata dengan urutan


yang logis dan

jelas, rangkaian kata-kata harus sesuai dengan urutan kejadian,

contoh: Silahkan makan dahulu, kemudian minum obatnya, jangan Minum


obatnya setelah makan, karena kata setelah kemungkinan tidak terdengar, maka
kemungkinan yang terjadi obat diminum sebelum makan atau bersamaan dengan
waktu makan.
5.

Hati-hati menggunakan ungkapan


yang

tidak

dimengerti

pendengarnya,

contoh:

Apakah

tambalan

giginya

22

mengganjal? ungkapan mengganjal mempunyai beberapa makna atau pengertian


seperti tambalan terlalu tebal, atau tambalan terlalu tinggi.
Berikut sebuah contoh kasus ketika seorang pasien dengan kondisi gusi bengkak
disertai keluhan nyeri datang ke dokter gigi. Setelah dilakukan pemeriksaan, ia mendapat
resep obat yang harus segera diambil di apotik. Pada hari ketiga ia kembali sesuai anjuran
dokter tersebut, dan dengan perasaan kesal dan emosional menyalahkan Dokter gigi
tersebut karena bengkak pada gusinya bertambah besar dan semakin nyeri.
Dengan perasaan heran Dokter gigi tersebut balik bertanya kepada pasiennya
apakah obatnya sudah diminum, dan dijawab oleh pasien tersebut ; sudah dokter,
obatnya sudah saya minum satu tablet dan rasanya manis. Dokter gigi tersebut terkejut
karena anjuran sesuai resep yang diberikan adalah 12 kapsul dan diminum 3 kali sehari.
Setelah ditelusuri ternyata pada saat pengambilan obat di apotik dan pembayaran resep
obat di apotik, Pasien tersebut mendapat sisa pembayaran uang ditambah satu gula-gula
(permen) Nano-nano. Karena ia kurang memahami bahwa ia harus menunggu obat
yang sedang diproses, maka permen tersebut dipersepsi sebagai obat yang harus
diminum, lalu pulang kerumah tanpa membawa obat tersebut. Artinya, pasien tersebut
tidak mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter, tetapi hanya menelan satu permen yang
dipersepsi sebagai obat, akibatnya bengkak pada gusinya tidak sembuh, bahkan
bertambah parah disertai rasa nyeri yang hebat. Dari contoh tersebut jelaskan letak
kesalahan komunikasi yang terjadi antara Dokter gigi dengan pasiennya, dan bagaimana
seharusnya pesan komunikasi dikemas sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi.
Kita menyadari bahwa kesalahan persepsi bisa terjadi kapan saja dan dimana
saja, seperti ketika kita memberikan contoh melalui gambar atau poster yang kurang jelas
tentang makanan sehat pada saat penyuluhan gizi untuk kesehatan gigi pada anak-anak
sekolah dasar. Bagi anak-anak yang kenyang gambar tersebut tidak menarik
perhatiannya, sedangkan bagi anak-anak yang lapar menganggap itu makanan yang lezat,
karena didorong rasa lapar.
Dapat dikatakan bahwa yang menentukan persepsi bukan bentuk dan jenis
stimulus atau pesan, tetapi adalah karakteristik orang yang memberikan respons terhadap
stimulus tersebut, dalam contoh tersebut kondisi biologis anak sangat mempengaruhi
persepsi terhadap pesan yang diterimanya. Bruner dan Goodman menyuruh dua

23

kelompok anak untuk mengukur besaran bermacam-macam uang recehan. Kelompok


anak yang miskin cenderung memberikan ukuran uang yang lebih besar dibandingkan
kelompok anak yang kaya. Disini menunjukkan bahwa nilai sosial suatu obyek atau
stimulus tergantung juga pada latar belakang sosial kelompok anak-anak yang menilai.
Krech dan Crutchfield (1977), merumuskan Dalil Persepsi yang pertama
bahwa: Persepsi bersifat selektif secara fungsional, artinya bahwa obyek-obyek yang
mendapat tekanan dalam persepsi adalah obyek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan persepsi. Mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental,
suasana emosional dan latar belakang sosial budaya. Bila orang lapar dan orang haus
ketika berada disuatu restoran, maka orang lapar akan akan melihat nasi dan lauk pauk
sebagai priotitas, sedangkan orang yang haus akan melihat jenis minuman sebagai
prioritas. Disini menunjukkan bahwa kebutuhan biologis dapat menyebabkan perbedaan
persepsi.
Dalil

persepsi

yang

kedua:

Medan

perseptual

dan

kognitif

selalu

diorganisasikan dan diberi arti. Disini kita mengorganisai stimulus dengan melihat
konteksnya, walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita selalu mengisinya
dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
Solomon Asch (1959), melakukan beberapa eksperimen tentang persepsi orang
pada serangkaian kata-kata sifat, dua kelompok penanggap ditugaskan memberikan
ulasan antara lain; kelompok pertama pada rangkaian kata-kata A dan kelompok kedua
pada rangkaian kata- kata B, sebagai berikut:
A. cerdas rajin impulsif kritis kepala batu - iri
B. iri kepala batu kritis impulsif rajin cerdas
Kata- kata pada setiap rangkaian sama, namun urutan diubah, pada A dimulai dengan
sifat positif, sedang pada B dimulai dengan sifat negatif. Ternyata komentar orang
berbeda, A dianggap sebagai orang yang memiliki kemampuan, tetapi mempunyai
kelemahan yang tidak begitu merusak. Sedang B dianggap sebagai orang yang rusak,
yang kemampuannya tertutup oleh kelemahannya yang gawat. Dari contoh ini
menunjukkan bagaimana konteks kata-kata menentukan makna pesan.

24

Tanpa eksperimenpun kita menyadari dalam kehidupan sehari-hari bagaimana


kita menaruh simpati kepada seorang gadis yang cantik, walaupun tidak setia,
dibandingkan pada gadis yang tidak setia, walaupun sebenarnya cantik.
Dalam hubungannya dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalam
Dalil persepsi yang ketiga : Sifat- sifat perseptual dan kognitif dari substruktur
ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jadi jika individu
dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat-sifat individu yang berkaitan
dengan sifat-sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya dengan
efek yang berupa asimilasi atau kontras. Misalnya; si Kamto terkenal sebagai tokoh gali
berpakaian jelek, maka anda akan menilai pakaiannya kusut dan kotor. Namun bila
pakaian yang sama dikenakan oleh Kiai Tony walaupun miskin, maka anda
mengomentarinya dengan pakaian lusuh tetapi ditambal dan disetrika dengan rapi. Disini
terjadi asimilasi, dimana sifat- sifat kelompok menonjolkan atau melemahkan ciri
individu.
Jika si Rumi seorang Ratu kecantikan dijumpai dengan rambut yang kusut
walaupun belum disisir, maka anda akan menganggapnya tetap menawan, tetapi bila kita
menjumpai si Upik dengan giginya yang tongos apalagi pakaiaannya tidak sesuai untuk
ikut kontes Ratu kecantikan, maka anda akan menilainya jelek sekali. Kita sangat
menaruh simpati yang berlebihan kepada Roy Marten dan Jhoni Indo, walaupun
tersangkut perkara narkoba dan perampokan. Tetapi kita akan memaki habis-habisan si
Robot Gedek yang melakukan sodomi pada anak-anak, apalagi disertai pembunuhan.
Disini terlihat bahwa kata walaupun bergeser menjadi kata apalagi yang
secara struktural mempengaruhi persepsi orang. Karena orang selalu memandang stimuli
dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka ia pun akan mencoba mencari struktur pada
rangkaian kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan mengatakan bahwa stimulus
yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok.
Pada gambar dibawah ini, A diangap sebagai deretan bintang yang terdiri dari
empat kelompok. Anda akan memasukkan d pada kelompok yang pertama dalam
rangkaian abcd efgh, tetapi mengelompokannya pada kelompok yang kedua dalam
rangkaian abc def ghi. B kita anggap sebagai gambar yang terdiri dari tiga kelompok
segitiga dan tiga kelompok segitiga dan tiga kelompok bintang. Disini kita tidak

25

menyebutnya sebagai tiga kelompok baris yang masing-masing terdiri dari bintang dan
titik- titik.
A
B

Ini merupakan prinsip Gestalt yang disebut principles of similarity.


Dari prinsip ini Kretch dan Crutchfield menyebutkan Dalil persepsi yang
keempat: Obyek dan peristiwa yang berdekatan alam ruang dan waktu atau menyerupai
satu sama lain, cenderung ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini
umumnya benar-benar bersifat struktural dalam mengelompokkan obyek-obyek fisik,
seperti titik, garis atau balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai
satu kelompok, dan bintang-bintang sebagai kelompok yang lain. Kita dapat meramalkan
dengan cermat dengan mengukur jarak diantara obyek atau melihat kesamaan bentuk
benda-benda mana yang akan dikelompokkan.
Dalam pembahasan terdahulu dikatakan bahwa seorang ahli Zoologi menganggap
kuda (hewan darat), ikan paus (hewan laut), sebagai satu kelompok, karena sama-sama
mamalia. Lalu katakanlah, mana diantara rangkaian benda dibawah ini yang tidak
merupakan satu kelompok; Televisi, emas, radio kaset, surat kabar. Tony menyebut
surat kabar, karena emas, radio kaset dan TV termasuk barang mewah dan mahal
harganya. Tetapi seorang mahasiswa fakultas komunikasi mengatakan emas, karena
TV, radio kaset, surat kabar sama-sama merupakan media massa. Jadi perbedaan
pengelompokan ini terjadi karena perbedaan pendidikan dan pengetahuan (frame of
reference).
Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh
komunikator untuk menigkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkan dirinya dengan
orang-orang yang mempunyai prestise tinggi, duduk berdampingan dengan orang yang
terhormat (public figure) maka terjadilah apa yang disebut gilt by association
(cemerlang karena hubungan). Sebaliknya kredibilitas dapat berkurang karena
berdampingan dengan orang yang kredibilitasnya rendah pula, ini disebut guilt by

26

association ( bersalah karena hubungan). Menurut Krech dan Crutchfield (1977),


kecenderungan mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah
hal yang universal, its not something that only the poor logicians can do, kita semua
sering atau pernah melakukannya.
Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki bila kita menyadari bahwa persepsi kita
mungkin keliru, komunikasi interpersonal yang kita lakukan akan menjadi lebih baik bila
kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subyektif dan cenderung keliru.
Seorang dokter gigi mewawancarai pasiennya sebagai berikut;
Pasien

: Bau mulut suami saya sangat tidak sedap dokter, sehingga saya tidak mau
berdekatan dengan dia.

Dokter gigi : Bagaimana kalau bau mulut nyonya juga tidak sedap, apakah suami nyonya
juga mau berdekatan dengan anda.
Pasien

: Jelas tidak mungkin dokter, karena saya selalu menyikat gigi tiga kali
dalam sehari.

Pasien tersebut jelas melakukan persepsi yang keliru terhadap pertanyaan dokter gigi,
tetapi tanpa disadari betapa seringnya kita juga melakukan kekeliruan semacam itu.
PSIKOLOGI PESAN
Ada seorang psikolog yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap perilaku
manusia, dan menemukan hal yang aneh. Suatu ketika pada saat orang dirangsang
amigdagala-nya (bagian otak pada sistim limbik) dengan arus listrik 5 miliamper, orang
tersebut berubah menjadi agresif, suaranya berubah, tubuhnya bergetar sambil marah;
ketika stimulasi listrik tersebut diturunkan menjadi 4 miliamper, sikap orang tersebut
berubah, ia mulai tersenyum sambil menyesali sikap agresif dan kasar yang baru ia
lakukan.
Jose Delgado kemudian menghabiskan waktunya untuk mengembangkan alat-alat
stimulasi yang dapat merangsang otak, dengan menggunakan alat transdermal
stimoceiver yang ditanamkan pada otak seorang pasien. Dari jauh Delgado dapat
menggerakkan perilaku pasien tersebut dengan merubah perilaku pasien tersebut menjadi
tenang dan sebaliknya. Dengan yakin Delgado menyatakan bahwa Predictable
behavioral and mental respons may be induced in direct manipulation of the brain,

27

artinya perilaku dan respon mental dapat diramalkan dan dapat diinduksikan dengan
memanipulasi otak secara langsung (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Pertanyaannya; Apakah diri kita memiliki alat yang bisa mempengaruhi perilaku
orang? Jawabannya, benar, kata George Miller (seorang pakar psikolinguistik).
Dikatakan bahwa setiap orang memiliki seperangkat perilaku untuk mengendalikan
pikiran orang lain. Kita dapat mempengaruhi pikiran orang lain, membuat orang lain
menjadi senang atau sedih, dan memasukkan gagasan baru dalam pikiran kita.
Sebenarnya teknik ini tidak ditemukan oleh para ahli psikologi, bukan pemberian
makhluk halus atau ahli teknik lain, akan tetapi teknik ini sudah dikenal sejak zaman pra
sejarah, yang lazim disebut bahasa. Karena dengan bahasa atau kumpulan kata kita dapat
mempengaruhi pikiran dan perilaku orang lain. Contohnya :
-

Dengan kata-kata; Maju jalan, seorang sersan dapat menggerakkan pasukan atau
barisan melakukan langkah tegap

Dengan teriakan Bapak, seorang anak dapat menggerakkan laki-laki besar di


seberang jalan untuk datang mendekatinya.
Inilah kekuatan bahasa atau kekuatan kata-kata (the power of words). Bahasa

adalah pesan dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang disebut sebagai pesan linguistik.
Jadi manusia menyampaikan pesan berupa kata-kata atau kalimat, disebut dengan pesan
paralinguistik, sedangkan bila dengan bahasa ekspresi atau isyarat, disebut dengan pesan
extralinguistik atau pesan non verbal (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Menurut George Miller, tata bahasa memiliki tiga unsur yaitu; fonologis, sintaksis
dan semantik. Sehingga untuk menguasai bahasa tertentu kita harus menguasai ketiga
tahap tersebut. Tahap pertama kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyibunyi dalam bahasa tersebut, misalkan kita harus bisa membedakan bunyi th dengan
the dalam think. Tahap kedua kita harus memiliki pengetahauan sintaksis tentang
cara pembentukan kalimat, misalnya dalam bahasa Inggris kita harus tahu cara
menempatkan to be pada kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui
secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata, misalnya kita harus tahu arti kata take
dan take into account.
Anda boleh saja mengetahui tata bahasa Inggris, menguasai lebih dari 50.000 kata
dan mampu membedakan bunyi-bunyi dalam bahasa Inggris dengan cemat, tetapi anda

28

tidak dapat tertawa lepas ketika seorang profesor berkebangsaan Inggris yang sangat
humoris menyampaikan ceramah yang selalu disertai joke-joke, sementara teman-teman
anda yang lain dapat tertawa terbahak-bahak. Beberapa tahun kemudian ketika anda
mengingat kembali joke-joke yang disampaikan profesor tersebut, barulah anda bisa
tertawa terbahak-bahak. Ini artinya pada diri anda sekarang sudah terbentuk kerangka
konseptual dan sistem kepercayaan kepada diri sendiri (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Mungkin kita pernah mendengar pertengkaran antara supir Sunda dan kernet
orang Jawa; ketika truk mereka berhenti di tengah jalan karena ban roda belakang pecah,
Supir memberi perintah kepada kernet dalam bahasa sunda, Cokot dongkrak, kernet
yang tidak mengerti perintah supir menjawab Atos, Pak. Keduanya bertengkar hampir
saling memukul. Mengapa demikian?
Cokot dongkrak

: - Dalam bahasa Sunda artinya Pasang dongkrak.


- Dalam bahasa Jawa artinya Gigit dongkrak

Atos

: - Dalam bahasa Sunda artinya Sudah


- Dalam bahasa Jawa artinya Keras
Kita menyadari betapa seringnya terjadi kesalah pahaman hanya karena bahasa

yang kita gunakan disalah artikan oleh penerima pesan. Oleh karena itu para ahli
psikologi komunikasi sekali lagi mengingatkan bahwa: Sebenarnya kata-kata atau pesan
itu tidak mempunyai makna, tetapi oranglah yang memberi makna pada kata-kata atau
pesan tersebut.
Oleh karena itu dalam menyusun pesan komunikasi perlu dicermati cara dan
strategi penyampaian pesan agar tidak terjadi gap komunikasi, terutama yang
menyangkut persepsi interpersonal.
HUBUNGAN INTERPERSONAL
Secara teori, komunikasi yang efektif ditandai dengan terciptanya hubungan
interpersonal yang baik. Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur,
tetapi yang paling penting adalah bagaimana menciptakan hubungan interpersonal.
Karena walaupun dengan teknik komunikasi yang baik, pesan yang sempurna, tetapi
hubungan interpersonal kurang baik, maka terjadilah secondary communication
breakdown, hubungan interpersonal terputus (Anita Taylor, 1977).

29

Apabila kita perhatikan kalimat di bawah ini, kita dapat membedakan mana
diantara kalimat tersebut yang isinya lebih mengarah kepada terciptanya hubungan
interpersonal.
1) Sebutkan siapa namamu.
2) Siapa nama anda?
3) Bolehkah saya mengetahui nama anda?
4) Sudikah kiranya anda menyebutkan nama anda?
Gerald R. Miller dalam bukunya Explorations in interpersonal communication
mengatakan bahwa: Understanding the interpersonal communication process demands
an understanding of the symbiotic relationship between communication an relational
development : relational development influences the nature of communication between
parties to the relationship, yang artinya : Memahami komunikasi interpersonal
menurut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan
relasional, dan pada gilirannya (secara serentak) perkembangan relasional mempengaruhi
sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut (Jalaluddin
Rakhmat, 2005).
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya,
dan untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu yang terlibat,
sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan. Karena setiap hubungan interpersonal
harus dilihat dari tujuan bersama, metoda komunikasi yang digunakan, ekspektasi,
pelaksanaa peranan, serta bentuk permainan yang dilakukan. Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa model interaksional mencoba menggabungkan model pertukaran pesan,
peranan dan permainan (Newcomb, 1961).
Adapun teori hubungan interpersonal yang kita gunakan, kita akan melihat hal
yang sama, yaitu melibatkan kedua belah pihak dan membentuk relasi interpersonal.
Ketika saya berhubungan dengan anda, anda bukan lagi anda yang biasa, tetapi anda
sudah berubah karena pertemuan dengan saya, dan sayapun berubah karena kehadiran
anda. Saya dan anda berbagi pengalaman. Bila pengalaman itu menyenangkan, maka
hubungan interpersonal akan berlanjut terus, tetapi bila pengalaman tidak menyenangkan
maka hubungan interpersonal akan putus. Misalkan hubungan saya dengan anda dapat
menimbulkan kepedihan, maka hubungan interpersonal akan sulit dilanjutkan.

30

TAHAP-TAHAP HUBUNGAN INTERPERSONAL


Hubungan interpersonal bisa tercipta melalui tiga tahap, yaitu; Pembentukan
hubungan, Peneguhan hubungan dan Pemutusan hubungan interpersonal.
Pembentukan hubungan interpersonal
Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquaintance process) yang
diuraikan oleh Theodore Newcomb (1961) dalam bukunya the acquaintance process.
Dikatakan bahwa : Acquaintance is a communication process wherby an individual
transmits (consciously) or convey (sometimes unitentionally) information about his
personality structure and content to potential friends, using subtly different means at
different stages of the friendships development, yang artinya : Perkenalan adalah
proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan
(kadang-kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya kepada
calon teman bicara, dengan menggunakan cara-cara yang agak berbeda pada bermacammacam tahap perkembangan persahabatan. Kalau tahap perkenalan adalah awal dari
proses penyampaian informasi, maka bentuk informasi macam apa yang disampaikan?
Oleh karena itu, beberapa peneliti hubungan interpersonal seperti New Comb,
Berger, Zunin dan Duck menemukan hal-hal yang menarik selama proses perkenalan.
Fase pertama; Fase kontak awal (initial contact phase) ditandai adanya kontak mata, dan
saling menangkap informasi atau reaksi dari lawan bicaranya. Disamping itu masingmasing pihak berusaha menggali secara cepat identitas, sikap dan nilai dari pihak lain.
Bila mereka merasa ada kesamaan, maka mulailah proses pengungkapan diri, yang
menurut New Comb disebut Reciprocal scanning (saling menyelidiki). Dan bila tidak
terjadi kesamaan, maka masing-masing berusaha menyembunyikan identitas diri, maka
tahap perkenalan tidak bisa berlanjut atau putus.
Pada tahap ini informasi yang digali adalah masalah seputar data demografis
(usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga) (Jalaluddin Rakhmat, 2005). Dengan
data demografis orang berusaha membentuk kesan tentang siapa dan bagaimana
gambaran teman bicaranya. Misalnya kita segera memberikan kesan, bila ia lahir di Aceh,
seperti budayanya, ia beragama Islam, sikap-sikapnya yang khas orang Aceh dan
sebagainya.

31

Menurut

Charles

R.

Berger,

informasi

pada

tahap

perkenalan

dapat

dikelompokkan dalam tujuh kategori yaitu:


1.

Informasi demografis, seperti nama, usia, alamat rumah, pekerjaan

2.

Sikap dan pendapat tentang orang atau obyek

3.

Rencana yang akan datang, atau yang menyangkut kegiatan

4.

Kepribadian atau sikap, misalnya; bagaimana anda menghadapi kenaikan harga saat
ini

5.

Perilaku pada masa lalu, misalnya mengapa anda memilih sekolah katolik

6.

Tentang orang lain, misalnya apakah anda mengenal dokter Tony

7.

Tentang hoby dan minat

(Jalaluddin Rakhmat, 2005).


Peneguhan hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal tidak bersifat statis, tetapi selalu berubah (dinamis).
Untuk memperteguh hubungan interpersonal diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Menurut Argyle ada empat faktor utama
dalam memelihara keseimbangan :
1.

Keakraban, ini merupakan pemenuhan kebutuhan tentang kasih sayang. Ini tercipta
bila kedua belah pihak sepakat terhadap tingkat keakraban yang diperlukan. Menurut
Argyle, Jika dua orang melakukan tingkat keakraban yang berbeda maka akan
terjadi ketidak serasian dan kejanggalan. Misalnya jika A menggunakan teknik
sosial; berdiri lebih dekat, lebih sering memandang dan selalu tersenyum, maka si B
merasa si A bersifat agresif, dan terlalu akrab (ada apa di balik itu?). Sedangkan A
menganggap si B acuh tak acuh dan sombong.

2.

Kesepakatan, adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan
bilamana atau kapan. Jika kedua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum
mengambil kesimpulan, siapakah yang berbicara lebih banyak, atau siapakah yang
menentukan, siapa yang dominan. Konflik akan terjadi bila masing-masing ingin
berkuasa atau dominan, dan tidak ada yang mau mengalah.

3.

Ketepatan respon, artinya respon A harus diikuti oleh respon B yang sesuai.
Misalnya dalam suatu percakapan, pertanyaan harus disambut dengan jawaban,
lelucon, tertawa, penjelasan dan alasan. Respon ini bukan saja hanya dengan pesan

32

verbal tetapi juga non verbal. Jika pembicara yang serius dijawab dengan tidak
serius, atau ungkapan wajah yang sungguh-sungguh diterima dengan ekspresi yang
menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal akan mengalami
keretakan. Menurut Tubbs dan Moss, dalam konteks ini kita bagi respon ke dalam
dua kelompok yaitu konfirmasi dan diskonfirmasi. Konfirmasi adalah Any
behaviour that causes another person to value himself more. Sedangkan sebaliknya,
diskonfirmasi adalah Behaviour that cause a person to value himself less. Artinya
konfirmasi akan memperteguh hubungan interpersonal sedangkan diskonfirmasi
justru merusaknya. Bayangkanlah, ketika kita habis menonton film bersama-sama.
Usai menonton, anda memberikan komentar sangat positif terhadap pemeran utama
dalam film tersebut, tetapi saya memberikan reaksi yang negatif terhadap pemeran
utama tersebut. Maka respon saya merupakan diskonfirmasi (respon yang merusak)
(Argyle M., 1983)
Pemutusan hubungan interpersonal
Walaupun kita dapat menyimpulkan bahwa kedua tahap terbentuknya hubungan
interpersonal di atas menerangkan bahwa hubungan interpersonal tidak dapat diakhiri,
namun belum banyak penelitian dilakukan terhadap tahap yang ketiga yaitu tentang
pemutusan hubungan interpersonal.
R.D. Nye dalam bukunya Conflict among humans, mengatakan bahwa ada lima
sumber konflik yaitu :
1.

Kompetisi, disini salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan


mengorbankan pihak lain, misalkan menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu
dengan merendahkan orang lain.

2.

Dominasi, ialah satu pihak berusaha mengendalikan pihak yang lain, sementara
pihak yang lain merasa haknya dilanggar

3.

Kegagalan, disini salah satu pihak menyalahkan pihak yang lain apabila tujuan
bersama tidak tercapai

4.

Provokasi, disini salah satu pihak secara sadar selalu berusaha menyinggung
perasaan pihak yang lain

5.

Perbedaan nilai, artinya kedua belah pihak tidak sepaham atau tidak sepakat tentang
nilai-nilai yang mereka anut

33

Pola hubungan interpersonal mempunyai efek yang berlainan dalam komunikasi


interpersonal. Jadi tidak benar anggapan beberapa orang bahwa makin sering orang
melakukan komunikasi interpersonal, maka makin baik pula hubungan mereka
(Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Sebagai tenaga profesional kedokteran gigi, kita sudah seharusnya memiliki
kemampuan melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal dengan pasien yang
mengalami masalah dengan kesehatan giginya. Oleh karena itu pendekatan komunikasi
dengan pasien sudah seharusnya menggunakan pendekatan Komunikasi terapeutik
(Terapeutic communication) (Burnard, 1989).
KOMUNIKASI KESEHATAN (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa upaya pendekatan kesehatan
kepada pasien sangat efektif bila menggunakan pendekatan komunikasi kesehatan
(komunikasi terapeutik), mengingat bahwa pendekatan kepada masyarakat secara
komprehensif berfokus pada pendekatan berbasis pelanggan (costumer oriented). Adapun
langkah-langkah penting yang harus dilakukan dan yang menyebabkan pendekatan ini
sangat efektif, adalah dilakukakannya berbagai langkah sebelum program komunikasi
kesehatan itu dilakukan, misalnya dengan melakukan riset awal (formative research)
serta uji coba produk dan perilaku di lapangan.
Walaupun setiap kelompok budaya masyarakat di Indonesia sangat bervariasi,
namun strategi pokok melalui pendekatan komunikasi kesehatan ternyata sangat efektif
dan dapat diterapkan diseluruh masyarakat Indonesia. Tujuan utama pendekatan
komunikasi kesehatan adalah untuk perubahan perilaku kesehatan kelompok maupun
individu kearah perilaku kesehatan yang lebih kondusif, sehingga memungkinkan
terjadinya peningkatan status kesehatan sebagai dampak (impact) dari program
komunikasi kesehatan.
Di Indonesia pengalaman sukses dari program komunikasi kesehatan dapat
dilihat pada program penyuluhan Gizi, Keluarga Berencana, kelangsungan hidup anak,
dan konsumsi garam beryodium di masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2005).

34

RUANG LINGKUP KOMUNIKASI KESEHATAN


Secara teori proses komunikasi biasanya melibatkan dua pihak, baik antar
individu maupun kelompok. Komunikasi itu sendiri mempunyai banyak arti, dari
pengertian yang umum maupun yang spesifik, seperti halnya dengan komunikasi
kesehatan. Pada bagian ini akan diuraikan beberapa definisi komunikasi dari pengertian
yang bersifat umum maupun yang spesifik.
Beberapa ahli Psikologi mendefinisikan komunikasi berdasarkan perspektif
mereka tergantung latar belakang minat ilmu mereka. Menurut George Miller,
Komunikasi berarti suatu proses informasi yang disampaikan dari satu tempat tertentu
ke tempat lain. Definisi ini menekankan pada Ide, bahwa suatu informasi disampaikan
dari satu poin ke poin yang lain, yang terjadi pada dua orang yang sedang berbicara tatap
muka, atau melalui telpon dan lain-lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2005).
Clevenger, menyatakan bahwa komunikasi merupakan suatu terminologi yang
merujuk pada suatu proses pertukaran informasi yang dinamis, dimana masing-masing
pihak baik sumber komunikasi (source) maupun penerima (receiver) terlibat dalam
proses berbagi informasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005).
Situasi ini dapat dilihat pada interaksi antara pekerja sosial dengan seorang
perawat yang bekerja sama dalam menangani seorang pasien dengan HIV Aids, dimana
terjadi interaksi yang efektif untuk menumbuhkan kepercayaan dan keterbukaan
penderita Aids tersebut, mengingat penderita Aids sifatnya sangat tertutup terutama
yang berkaitan dengan kondisi penyakitnya.
Definisi

lain

dari

komunikasi

yang

diungkapkan oleh Fisher (1986) yang menyatakan


bahwa Komunikasi berarti berbagi elemen-elemen
perilaku dengan kesepakatan yang ditetapkan secara
bersama. Definisi ini juga mencakup pengertian
transfer informasi antara dua pihak. Ciri khas
pengertian definisi ini adalah bahwa seperangkat aturan yang disepakati bersama
terutama dalam menggunakan bahasa medis, seperti gigi karies, abses dan lain-lain.

35

Komunikasi Kesehatan merupakan bagian dari komunikasi antar manusia yang


berfokus pada bagaimana seorang individu dalam suatu kelompok masyarakat
menghadapi isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan serta berusaha meningkatkan
derajat kesehatannya (Northouse,1985). Fokus dalam komunikasi kesehatan adalah
Transaksi spesifik yang berhubungan dengan kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi transaksi tersebut. Transaksi antar ahli kesehatan maupun antara ahli
kesehatan dengan klien merupakan fokus utama dalam komunikasi kesehatan. Dengan
demikian maka Komunikasi kesehatan merupakan aplikasi dari konsep dan teori
komunikasi dalam transaksi yang berlangsung antar individu maupun dengan masyarakat
terhadap isu-isu kesehatan.
Menurut Rasmuson (1988), dan ahli komunikasi lainnya yang terlibat dalam
proyek USAID, komunikasi kesehatan dipandang sebagai ilmu disiplin ilmu komunikasi
terapan yang digunakan secara positif untuk mempengaruhi perilaku kesehatan
masyarakat. Disiplin ilmu ini dikembangkan oleh para ahli yang berkecimpung dalam
bidang kedokteran, keperawatan, pekerja sosial, Psikolog dan Sosiolog. Jadi komunikasi
kesehatan merupakan cabang ilmu yang multi disiplin atau mencakup semua bidang
ilmu, baik medis maupun non medis.
BEBERAPA MODEL KOMUNIKASI KESEHATAN.
Ada beberapa model komunikasi kesehatan yang secara praktis dapat digunakan
dalam semua kegiatan perubahan perilaku kesehatan di masyarakat;
1.

Shanon & Weaver.


Menurut Shanon dan Weaver, komunikasi dipandang sebagai suatu sistem
dimana Sumber informasi (source) merumuskan informasi (encode) dalam bentuk
Pesan (message). Selanjutnya pesan tersebut dikirim dengan Isyarat (signal)
melalui Saluran (chanel) atau Media kepada Penerima (receiver). Kemudian
penerima menerjemahkan pesan tersebut didalam alam pikirannya. Selanjutnya pesan
yang sudah diterjemahkan oleh penerima bisa disimpan dalam memorinya, atau
dijawab atau juga diteruskan kesasaran yang lain (destination). Ciri utama model ini
adalah selalu adanya konsep noise atau pengganggu, yakni faktor-faktor yang

36

mempengaruhi atau menghambat pesan saat melewati media, baik media udara,
media elektronik maupun media cetak. Model ini hanya mampu menggambarkan
suatu proses penyampaian informasi satu arah (oneway event), padahal komunikasi
antar manusia sebaiknya berjalan dua arah (two way event) (Soekidjo Notoatmodjo,
2005).
Contohnya adalah proses komunikasi antara Dokter gigi dengan pasiennya,
dimana Dokter gigi sangat aktif menyampaikan pesan, tetapi pasiennya sebagai
pendengar berperilaku pasif (hanya mendengar saja), dan tidak memberikan respon
atau jawaban.
2.

Model SMCR ( Source, message, Chanel, Receiver).


Model ini menerangkan proses komunikasi berdasarkan ketrampilan, sikap,
pengetahuan dan latar belakang budaya baik dari sumber komunikasi. Sementara
pesan (message) yang disampaikan mengandung elemen-elemen tertentu seperti
struktur, isi serta kode-kode yang unik. Pesan tersebut ditransfer melalui saluran
(media) yang melibatkan pendengaran, penglihatan, perabaan dan perasaan.
Kemudian penerima pesan (receiver) menginterpretasikan pesan tersebut berdasakan
ketrampilan, sikap, pengetahuan, sosio budayanya, disinilah sering terjadi salah
interpretasi terhadap pesan yang diterima, mengapa? Kita sering tidak menyadari
bahwa yang memberi makna (arti) terhadap pesan adalah penerima (receiver),
sehingga pesan yang menurut sumber komunikasi dianggap sudah benar, ternyata
diartikan berbeda oleh penerima pesan, akhirnya terjadilah gap komunikasi ( Stewart
& Moss,1974). Salah satu kekuatan dari model ini adalah, bahwa komunikasi dapat
dipandang sebagai proses yang dinamis, namun kekurangan model ini adalah tidak
adanya mekanisme umpan balik (feed back).
Apabila model ini diaplikasikan dalam komunikasi terapeutik, maka model ini
tidak mampu menjelaskan betapa banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas komunikasi antara dokter dengan kliennya, yang sama-sama memiliki latar
belakang pengetahuan, ketrampilan sosial budaya yang berbeda. Mekanisme umpan
balik sangat penting agar proses komunikasi berlangsung lebih dinamis dan
menghindari gap komunikasi antara dokter dengan kliennya.

37

Model SMCR dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini:


Source
Message
Chanel
Receiver
Communication skills
Elemen
Seeing
Communication skills
Attitudes
Structure
Hearing
Attitudes
Knowledges
Content
Touching
Knowledges
Social Systems
Treatments
Smelling
Social systems
Culture
Code
Tasting
Culture
(sumber : David K Berlo; The process of communication), 1976.
3. Speech Communication Model
Model ini dikembangkan oleh Miller (1972), proses komunikasi terdiri dari tiga
variable, yaitu : Pembicara (speaker), Pendengar (receiver) dan Umpan balik (feed
back). Dalam proses ini Pembicara menyampaikan pesan (informasi), sedangkan
pendengar

menginterpretasikan

pesan

tersebut

berdasarkan

latar

belakang

pengetahuan, ketrampilan dan sosial budayanya, kemudian pendengar memberikan


umpan balik, bisa positif atau negative kepada pembicara, demikian selanjutnya
sehingga terjadi proses komunikasi yang dinamis. Model inilah yang sering
diaplikasikan dalam kegiatan komunikasi terapeutik antara dokter dengan kliennya:
Model ini dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini :

Speaker
Attitude
Encoding
Skills

Positive/Negative
Feed Back

Listener
Attitude
Encoding
Skills

(Sumber: Nourthouse and Northouse; Health communication for health personal,


1985).
STRATEGI KOMUNIKASI KESEHATAN (Terapeutic Communication Strategy)
Menurut Northouse and Northouse (1985) Secara umum strategi komunikasi
kesehatan (communication terapeutic) antara Dokter dengan kliennya digambarkan
dalam langkah-langkah sebagai berikut :

38

1. Identifikasi masalah.
Pada tahap ini merupakan langkah awal dan sistematis untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan yang hendak ditangani, dengan mengumpulkan secara kronologis
riwayat sakit dari pasiennya. Ini merupakan langkah awal dari suatu proses Anamnese.
Pada tahap inilah terjadi pertemuan awal dimana proses komunikasi terjadi, sehingga
diperlukan ketrampilan dalam merancang pertanyaan atau wawancara tahap awal, dan
mendapatkan feed back yang maksimal dari klien, yang artinya klien memahami benar
pesan atau makna dari pertanyaan yang disampaikan oleh dokternya.
Seperti telah dijelaskan (pada halaman) tentang hubungan interpersonal, maka tahap
ini merupakan tahap awal tejadinya hubungan interpersonal, sehingga disebut sebagai
tahap perkenalan (acquaintance process), dimana seorang individu mengirimkan (secara
sadar) atau menyampaikan (secara tidak sengaja), informasi tentang struktur dan
kepribadiannya kepada lawan bicaranya dengan menggunakan cara-cara yang berbeda
sesuai perkembangan yang berlangsung pada proses awal komunikasi tersebut
(Newcomb, 1961).
Salah satu factor yang amat penting untuk menyelami kepribadian dari klien kita
adalah menumbuhkan Keserasian hubungan emosional, atau disebut sebagai
Komunikasi tingkat empati.
Empati
Empati adalah keserasian emosional ketika terjadi hubungan interpersonal, dimana
sumber komunikasi merasakan tingkat emosional dari lawan bicaranya. Contohnya :
Saya sangat merasakan keluhan sakit yang anda alami (Anita Taylor, 1977).
Empati telah didefinisikan dalam bermacam-macam versi. Menurut Freud, dianggap
sebagai cara memahami orang lain tetapi tidak mempunyai arti emosional. Menurut
Scotland et all, empati adalah keadaan ketika kita bereaksi secara emosional dengan
menanggapi orang lain yang mengalami atau siap mengalami suatu emosi. Sedangkan
menurut Bennet, empati adalah Imaginative intellectual and emotional participation in
another persons experience (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Definisi empati sering dikontraskan dengan simpati, yang artinya kita
menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Contohnya Bila saya

39

melihat anda menangis karena kehilangan orang tua anda, maka saya coba
membayangkan bila saya juga kehilangan orang tua saya. Saya beranggapan andapun
mempunyai perasaan seperti apa yang saya rasakan.
Dalam empati kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain, tetapi kita
ikut serta secara emosional dan intelektual ke dalam pengalaman orang lain. Jadi,
berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain.
Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat dan merasakan seperti
juga orang lain merasakan (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Milton J Bennett melukiskan perbedaan antara simpati dan empati sesuai
pengalaman pribadinya; Aku dan istriku telah menemukan bahwa perbedaan antara
simpati dengan empati sangat menentukan komunikasi yang menyangkut hubungan
interpersonal. Sebagai contoh pengalaman kami dalam berhubungan satu sama lain ketika
sakit. Bila sakit, aku ingin ditinggalkan sendirian (mungkin lebih baik menanggung
sendirian dengan tabah). Tetapi bila istriku yang sakit, ia ingin diperhatikan secara penuh
(mungkin makin menyenanginya). Ketika kami baru menikah, aku ungkapkan simpatiku
kepada istriku dengan meninggalkannya sendirian, jika dia sedang sakit. Tentu saja ia
juga bersimpati kepadaku ketika aku sakit dengan menanyakan apa perasaanku kira-kira
setiap sepuluh menit. Setelah bertahun-tahun kami menikah, mulai muncul rasa
kebingungan mengapa kami jengkel ketika kami sakit. Kami menemukan bahwa kami
mempunyai ekspektasi yang berbeda bagaimana seharusnya yang sakit dilayani. Kami
sekarang berusaha ber-empati, dan bukan simpati. Dengan membayangkan pengalaman
orang lain ketika sakit, kami memperlakukan orang lain berbeda dengan cara kami
memperlakukan diri kami sendiri.
Jadi komunikasi tingkat empati merupakan gambaran kesamaan atau keserasian
emosional antara kedua pihak yang terlibat dalam hubungan interpersonal. Jadi agar
empati tidak ditanggapi sebagai keadaan berpura-pura atau dipersepsi salah oleh orang
lain, maka kita harus jujur dalam mengungkapkan diri kita yang sebenarnya, baik secara
verbal maupun non verbal, dan kita harus menghindari penopengan atau pengelolaan
kesan (Jalaluddin Rakhmat, 2005).

40

2. Tehnik Mendengarkan.
Pada saat kita beraktifitas, kita sering mendengarkan berbagai macam suara, suara
klakson mobil, deru sepeda motor, orang berbicara dan suara- suara lain. Dalam proses
Komunikasi interpersonal, mendengakan adalah salah satu
aspek penting yang perlu dipahami agar terjadi keserasian
dan

keharmonisan

(Citrobroto,1979).

dalam

hubungan

Nelson

&

intepersonal

Jones

(1990),

mengungkapkan bahwa Mendengarkan merupakan proses


aktif, bukan sekedar mendengarkan kata-kata, tetapi
melibatkan upaya secara sadar tentang kata-kata yang diucapkan, memperhatikan dengan
serius, serta menunjukkan perasaan ingin tahu terhadap apa yang dikatakannya.
Pada saat proses mendengarkan berlangsung, sering terjadi perhatian menjadi
terpecah, ini sebagai akibat dari kurangnya minat terhadap topik pembicaraan, atau
gangguan suara (noise) yang terjadi pada saat pembicaraan berlangsung. Tugas seorang
pendengar adalah membantu orang mengemukakan situasinya, kondisi pribadinya dengan
tidak tergesa-gesa dan tidak terpotong dan dapat menggali pengetahuan, sikap dan
pendapatnya (Nelson & Jones, 1990).
Dalam kegiatan komunikasi terapeutik, tehnik mendengar yang efektif merupakan
hal yang harus dipahami, karena kita sangat berkepentingan mendapatkan gambaran
perjalanan penyakit berdasarkan uraian yang disampaikan oleh klien. Hal ini dapat
memperkuat tangungjawab pembicara untuk dirinya sendiri dan penting untuk membantu
mereka menentukan pilihan dalam upaya penanganan kesehatan. Latihan soal proses
mendengarkan pada kegiatan percakapan antara dua pihak digambarkan sebagai berikut :

Adakan percakapan dengan lawan bicara, pertama jaraknya agak rapat, selanjutnya
jaraknya agak jauh. Apa yang terjadi atau apakah ada perbedaan dalam hasil yang
didengarkan.

Bila kita berbicara dengan klien kita dan dibatasi oleh meja yang tinggi atau meja
yang besar, apa yang terjadi ?

Bila berbicara dengan pasangan kita dimana posisi kita berdiri sedangkan posisi
pasangan kita duduk dikursi, apa yang terjadi dan bagaimana efektifitas hasil
pembicaraan tersebut?

41

Buat percakapan dengan pasangan kita , pertama kita saling bertatap muka dan
bedakan bila kita berbicara tidak saling berpandangan, apa yang dapat kita rasakan
pada proses tersebut?

(Boyd, Shepherd, 2003).


Meningkatkan kemampuan mendengar
Kemampuan mendengarkan dengan efektif bukanlah merupakan bakat atau
bawaan, akan tetapi dapat dilatih dan dapat juga dipelajari melalui pengalaman terdahulu.
Setiap orang dapat menjadi pendengar yang efektif asalkan mau berlatih secara tekun dan
kontunyu (Citrobroto, 1979). Adapun cara-cara untuk menjadi pendengar yang efektif
adalah :
1.

Kesiapan mendengarkan, disini diperlukan kesiapan jasmani (fisik) dan mental.


Kesiapan jasmani ini dapat kita bandingkan bila seseorang hendak bepergian
mengendarai mobil, ia harus mengecek terlebih dahulu peralatan dan kesiapan
mobil seperti oli, bensin, rem, ban roda dan lain-lainnya. Demikian juga bila kita
ingin mendengarkan informasi dari klien kita, maka kita harus siap secara fisik
(kelima indera kita), serta menyiapkan alat tulis bila diperlukan untuk mencatat halhal yang penting.

2.

Menyiapkan tempat duduk yang nyaman bagi kliennya, menjaga jarak atau posisi
yang tidak terlalu jauh, bisa di samping klien, atau duduk berhadapan dengan klien.
Hindarkan adanya barang-barang yang tidak perlu seperti meja tulis, karena akan
menjadi barier yang akhirnya dapat menimbulkan gap sosial antara kita dengan
klien (klien menjadi tertutup).

3.

Menyiapkan materi yang akan dibicarakan, yang meliputi hal-hal apa saja yang
akan digali dan diketahui dari klien, terutama yang terkait dengan masalah
kesehatan klien.

4.

Mempersilahkan klien untuk duduk dengan santai dan menyampaikan salam


perkenalan, misalkan tentang nama, tempat tinggal, pekerjaan dan maksud
kedatangannya. Hindarkan pertanyaan yang sangat sensitive yang dapat
menimbulkan hubungan interpersonal terputus, seperti : Apakah sudah menikah?
atau Berapa jumlah puteranya?, karena tidak semua orang senang bila ditanyakan

42

tentang status pernikahan dan jumlah anak, terutama bagi mereka yang tidak
menikah atau tidak memiliki putera atau puteri.
5.

Selanjutnya menanyakan tentang hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatan


giginya, seperti keluhan yang sekarang paling dirasakan, seberapa parah keluhan
tersebut, berapa lama keluhan tersebut sudah dialami, dan sebagainya.

6.

Melakukan pemeriksaan berdasarkan keluhan pasien, untuk mendapatkan diagnosa


masalah kesehatan gigi secara tepat

7.

Setelahmendapatkan diagnosa yang tepat berdasarkan pemeriksaan dan keluhan,


maka dilanjutkan dengan penjelasan tentang rencana perawatan. Adapun rencana
perawatan ini harus dijelaskan dengan sangat rinci dan secara jelas, baik yang
menyangkut keuntungan dan kerugian atau kelemahannya bila melakukan atau
menerima perawatan tertentu yang kita tawarkan. Sebagai contoh; Apabila kita
ingin menawarkan jenis perawatan tumpatan amalgam atau tumpatan inlay kepada
pasien kita, kita harus menjelaskan proses atau tahap perawatannya, apa keuntungan
dan kerugiannya bila dibandingkan dengan jenis perawatan yang lain, misalkan
pencabutan gigi dan sebagainya. Selanjutnya kita mendengarkan dengan seksama
apa pilihan perawatan yang diinginkan pasien sesuai dengan penjelasan yang baru
kita berikan.

8.

Selanjutnya

memberikan

kesempatan

kepada

klien

atau

pasien

untuk

mengungkapkan pendapat atau pilihan perawatan sesuai kemampuannya. Disinilah


tingkat kepercayaan pasien terhadap kita dipertaruhkan dan kita harus siap
menerima kenyataan terhadap apa yang diinginkan klien terutama yang terkait
dengan rencana perawatan (Annette Hannah & Jane Millichamp & Kathryn MS.
Ayers, 2004).
3. Problem solving (Pemecahan masalah).
Seperti pola perilaku manusia yang lainnya, pemecahan masalah dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti faktor situasional maupun faktor personal. Pada faktor situasional
seperti stimulus yang menimbulkan masalah, berat ringannya masalah, masalah lama atau
baru, penting atau tidaknya masalah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor
biologis dan sosiopsikologis berpengaruh terhadap pemecahan masalah, contoh orang

43

yang kurang tidur karena mengalami kesakitan pada giginya, akan mengalami penurunan
kemampuan berpikir. Sedangkan contoh faktor sosio psikologis adalah motivasi yang
tinggi akan mendorong orang akan bersemangat dalam memecahkan masalah, sedangkan
motivasi yang rendah akan mendorong orang mengalihkan perhatian apabila mendapat
stimulus untuk memecahkan masalahnya (Coleman,1974).
Gambaran tentang problem solving itu sendiri adalah bagaimana kita dapat
mengungkap masalah, perilaku apa yang terjadi, dan bagaimana mengatasi atau
memecahkan masalah tersebut. Menurut Coleman (1974) proses pemecahan masalah
tersebut berlangsung melalui lima tahap, antara lain:
1)

Suatu keadaan ketika perilaku yang biasa kita lakukan terhambat karena sebab
tertentu, dan kita mencoba mengatasinya dengan hal yang rutin. Contoh : Dalam
menghadapi kasus kesehatan yang rutin, kita selalu menanganinya dengan cara
yang rutin pula. Namun bila kasusnya agak berbeda dari biasanya kita akan
mengalami masalah bagaimana cara menanganinya.

2)

Kita mencoba menggali memori kita untuk mengenali masalah tersebut secara rinci.

3)

Kita mencoba dengan seluruh kemungkinan untuk mendapatkan cara pemecahan


masalah, hasilnya bisa lebih baik atau bahkan akan lebih buruk.

4)

Kita menggunakan lambang-lambang verbal atau non verbal seperti gambar, grafik,
sketsa dan lain-lain untuk menjelaskan kerangka permasalahan, dan mencari
informasi tentang cara menangani masalah tersebut.

5)

Akhirnya terlintas dalam pikiran bahwa kita dapat menetapkan kerangka


pemecahan masalah.
Tujuan dari Pemecahan masalah (Problem solving ) dalam komunikasi kesehatan

adalah;
1)

Memahami perbedaan dalam mengatasai suatu permasalahan kesehatan

2)

Mendorong sasaran atau klien untuk menggali riwayat sakit yang dialaminya

3)

Mendorong sasaran atau klien untuk mengungkapkan ide-idenya yang mungkin


sangat berguna dalam membantu mengatasi masalah kesehatannya.

4)

Meningkatkan pengetahuan sasaran atau klien dalam mengatasi masalah kesehatan


yang dialaminya

44

5)

Mendorong sasaran atau klien membuat keputusan untuk dirinya sendiri dalam
memilih cara penanganan masalah kesehatan yang dialaminya

(Coleman,1974).

45

Anda mungkin juga menyukai