ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melihat gambaran konsep kematian dan reaski
kedukaan pada remaja yang kehilangan orang tua akibat gempa di
Yogyakarta pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan melibatkan tiga orang remaja siswa/i SMPN 2 Pundong,
Bantul, Yogyakarta. Teknik penelitian yang digunakan adalah wawancara
dan observasi, ditambah pengisian kuesioner Ceritaku tentang gempa
dan diskusi kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian
dipahami secara matang. Mereka memahami kematian secara emosional,
religius, kultural, dan konseptual (7 komponen konsep kematian, yaitu
irreversibility, universality, inevitability, non-functional/cessation, causality,
personal mortality, dan unpredictability). Namun, reaksi kedukaan yang
dimiliki ketiga subjek berbeda satu sama lain. Mereka juga belum
menyelesaikan
proses
kedukaannya.
Perbedaan
dan
belum
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
adanya dua peristiwa mendadak yang terjadi pada dirinya, yaitu terjadinya
bencana dan kematian keluarga.
Reaksi kedukaan yang muncul akibat kematian, seperti shock,
marah, guilt, menarik diri, sedih, atau bahkan tindakan bunuh diri dapat
disebabkan oleh ketidakmatangan dalam memahami dan menangani
kematian, faktor budaya, dan kurangnya pengalaman pada remaja
(Wadsworth, 1984). Pada budaya Jawa misalnya, orang dewasa akan
melarang anak untuk mempercakapkan apa arti kematian. Selain itu,
orang dewasa tidak akan memberikan penjelasan tentang apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi kehilangan akibat kematian (Sugianto &
Chandra, dalam hasil diskusi dengan korban gempa, 8 dan 27 Juni 2006).
Padahal banyak penelitian mengungkapkan bahwa proses penyelesaian
kedukaan dapat diusahakan dengan memberi informasi secara terbuka
hal-hal yang berkaitan dengan kematian (Raveis, Siegel, & Karus, 1999).
Berdasarkan penelusuran, penelitian tentang konsep kematian
pada remaja di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian seringkali
dilakukan pada subjek dengan usia perkembangan anak (e.g Halim, 2001;
Anita, 2006). Sedangkan penelitian tentang kedukaan pada remaja
dilakukan pada subjek yang kehilangan teman dekat (e.g. Pohan, 2000;
Lukita, 2006) dan remaja Aceh (Noviani, 2006). Penelitian yang terbatas
tersebut menjadi latar belakang perlunya melakukan penelitian tentang
konsep kematian dan reaksi kedukaan yang terjadi pada remaja yang
kehilangan orangtua akibat gempa di Yogyakarta pada tahun 2006.
Remaja mungkin saja memiliki konsep kematian dan reaksi kedukaan
yang
berbeda
dibandingkan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
Universitas Indonesia
1.
2.
3.
4.
Non-fuctional/cessation,
pemahaman
bahwa
kematian
Causality,
pemahaman
bahwa
penyebab
kematian
pasti
Personal
mortality,
pemahaman
bahwa
diri
sendiri
dapat
tidak
dapat
menghadapi kematian.
7.
Unpredictability,
pemahaman
bahwa
kematian
diprediksi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Morin dan Weish (1996)
dijelaskan bahwa konsep kematian pada tiap orang berbeda satu sama
lain. Pembentukan konsep tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu :
1.
2.
Universitas Indonesia
adalah
keadaan
mental
yang
menderita
dan
Universitas Indonesia
Cognitive
bingung,
Expression,
kehilangan
ekspresi
kepercayaan,
yang
ditampilkan
membuat
bayangan
seperti
yang
4.
The Impact
Fase awal setelah mengalami peristiwa kehilangan. Seseorang pada
tahap ini berusaha dengan tegar menerima kehilangannya. Namun
terjadi kelumpuhan emosi atau ketidakpercayaan dalam diri orang
yang kehilangan (Psychological numbness). Seseorang tidak percaya
bahwa terjadi peristiwa kematian pada significant others-nya. Hal
tersebut menimbulkan penolakan terhadap peristiwa kematian yang
terjadi.
2.
The Recoil
Pada fase kedua ini, seseorang yang mengalami peristiwa kematian
mulai merasakan kehilangan orang yang meninggal. Perasaan
kehilangan itu dirasakan dengan mengingat-ingat kembali pengalaman
bersama orang yang meninggal. Perasaan kehilangan tersebut juga
terkadang
membuat
hilangnya
selera
makan,
kesulitan
tidur,
kemarahan, keinginan untuk tidur atau makan terus menerus, dan lain
sebagainya.
3.
The Accomodation
Universitas Indonesia
Denial of loss
2.
Realization of loss
3.
4.
Despair,
crying,
physical
numbness,
mental
confussion,
indecisiveness
5.
6.
7.
Anger
8.
Guilt
9.
10.
Losing
11.
12.
Profound depression
13.
Pathological aspect
14.
15.
Universitas Indonesia
Kelima belas fase dari Keith Hafer pada dasarnya sama saja
dengan tiga fase kedukaan dari Silverman (the impact, the recoil, dan the
accomodation). Fase tersebut bukan merupakan fase yang pasti dilewati
oleh seseorang yang mengalami peristiwa kematian, tetapi lebih
merupakan simptom-simptom atau reaksi yang terjadi pada seseorang
yang mengalami peristiwa kematian. Simptom atau reaksi tersebut dapat
terjadi ataupun tidak terjadi, tergantung pada faktor-faktor kedukaan yang
dimiliki orang yang mengalami kedukaan.
Raveis, Siegel, dan Karus (1999) menjelaskan ada tiga faktor yang
memengaruhi kedukaan, yaitu:
1.
2.
3.
keluarga,
kebudayaan,
agama,
ras,
status
ekonomi,
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
Universitas Indonesia
Kegiatan
Pertama
Rapport
Kedua
Sesi grup 1
Ketiga
Sesi grup 2
Keempat
Sesi diskusi
Kelima
Wawancara
secara
personal
Keenam
Penutupan
Penjelasan
Menjalin rapport dengan subjek penelitian melalui
permainan. Permainan tersebut terdiri dari
permainan pengenalan identitas diri dan
permainan kreativitas membangun Rumah tahan
gempa dengan menggunakan sedotan.
Subjek penelitian dalam kelompok menceritakan
kronologis tentang peristiwa gempa Yogyakarta
pada tahun 2006 secara tertulis dengan mengisi
lembar Ceritaku tentang gempa.
Subjek penelitian dalam kelompok menceritakan
tentang pengalaman kehilangan akibat gempa
secara tertulis dengan mengisi Ceritaku tentang
gempa.
Subjek penelitian dalam kelompok melakukan
diskusi tentang kematian, baik tentang konsep
kematian dan perasaan-perasaan mengenai
kematian.
3 dari 27 orang subjek penelitian diwawancara
secara personal tentang konsep kematian dan
pengalaman berkaitan dengan gempa dan
kehilangan.
Peneliti melakukan penutupan dengan
memberikan pemahaman tentang kematian dan
dukungan kepada 27 orang subjek penelitian.
Dukungan diberikan secara materi, yaitu
memberikan perlengkapan sekolah.
Hasil Penelitian
Universitas Indonesia
NV
AD
TR
Meninggalkan dalam
artian tidak dapat
kembali untuk
selamanya
Semua makhluk
hidup yang bisa
bernafas,
berkembang biak
bisa meninggal
Seseorang yang
telah meninggal
tidak dapat
kembali ke dunia
Semua makhluk
hidup dapat
meninggal
Personal mortality
NV bisa meninggal
AD bisa meninggal
Inevitability
semua makhluk
ciptaan Tuhan YME,
termasuk setan pasti
meninggal
semua makhluk
ciptaan Tuhan YME
akan kembali ke Tuhan
YME
Non-functional
/cessation
Tidak dapat
melakukan aktivitas
apapun
Irreversibility
Universality
Unpredictability
Causality
Hanya prediksi
Tuhan YME yang
dapat mengetahui
kapan seseorang
meninggal
Kematian merupakan
takdir Tuhan YME
TR bisa
meninggal
Semua makhluk
hidup pasti akan
menghadapi
kematian
Membagi dua,
tubuh yang tidak
dapat melakukan
aktivitas dan Roh
yang dapat
melakukan
aktivitas
Seseorang tidak
dapat
memprediksi
kematian, hanya
Tuhan YME
Takdir Tuhan
YME
Universitas Indonesia
YME
Universitas Indonesia
pengalaman
yang
berhubungan
dengan
kematian,
dan
lingkungan (Raveis, Siegel, & Karus, 1999). (lihat tabel 4.3. Gambaran
reaksi kedukaan pada ketiga subjek penelitian.
Universitas Indonesia
Keterangan :
(A) ekspresi secara afektif
(F) ekspresi secara fisik
( - ) fase kedukaan belum terjadi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Diskusi
Ketiga subjek melihat langsung kematian secara masal. Mereka
mengalami tragedi terbesar dalam kehidupan mereka. Pengalaman
melihat kematian secara masal mungkin saja memengaruhi mereka
memahami kematian dan bereaksi terhadap kematian. Dari hasil
penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa ketiga subjek telah memahami
konsep kematian secara matang. Ketiga subjek memahami konsep
kematian tidak hanya secara biologis, tetapi juga dipahami secara religius
dan spiritual seperti orang dewasa.
Pada komponen konsep causality, ketiga subjek menganggap
bahwa penyebab kematian adalah takdir Tuhan YME. Mereka memahami
kematian secara religius. Pemahaman komponen konsep causality yang
bersifat religius tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor cultural
background yang ditanamkan di keluarga dan lingkungan. Cultural
background tersebut dapat berupa pengaruh budaya Jawa dan pengaruh
agama Islam. Dalam budaya Jawa, kematian adalah salah satu siklus
kehidupan yang harus dijalankan secara ikhlas.
Yuwono (dalam
life
experience
pengaruh
dan
pemahaman
lingkungan
komponen
yang
konsep
menjadi
kematian
(Morin
pengalaman
hidup
memberikan
kontribusi
bahwa
yang
perbedaan
berbeda
dalam
mengkonseptualisasikan kematian.
Kematian yang terjadi akibat gempa di wilayah Yogyakarta pada
tahun 2006 memengaruhi tidak hanya konsep kematian pada ketiga
subjek, tetapi mungkin memengaruhi reaksi kedukaan yang terjadi.
Pemahaman yang telah matang nantinya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
saja,
tetapi
dipahami
secara
religius.
Subjek
tersebut
mengungkapkan adanya perbedaan antara jiwa (roh) dan raga dari orang
yang telah mati. Oleh karena itu, dia memahami bahwa jiwa orang yang
mati dapat melakukan aktivitas. Pada komponen konsep causality, ketiga
subjek memahami konsep kematian secara berbeda. Ketiga subjek
memahami penyebab kematian bukan secara biologis, melainkan secara
religius, yaitu takdir Tuhan YME.
Universitas Indonesia
wawancara
dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia